Anda di halaman 1dari 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Definisi Etika Etika bersal dari ETHOS artinya budi pakerti,adat.

. Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia etika adalah Ilmu tentang apa yang baik dan buruk. Etika mengandung kumpulan asas yang berkenaan dengan akhlak dan etika itu mengandung nilai mengenai apa yang benar dan salah yang di anut oleh suatu golongan masyarakat. Akan etis suatu tindakan yang di lakukan oleh petugas kesehatan apabila di lakukan secara propesional. Etika secara etimologi berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti custom atau kebiasaan yang berkaitan dengan tindakan atau tingkah laku manusia, juga dapat berarti karakter manusia. Etika, pendek kata, mengantar orang bagaimana menjadi baik (Riyanto, Armada. 2007. Course of Fundamental Ethics for Business). Dengan adanya etika, berarti dalam segala aspek kehidupan dalam hal ini sosial, politik, budaya maupun ekonomi manusia harus selalu

mempertimbangkan aspek baik atau buruk ketika mereka berada dalam suatu tatanan kehidupan bermasyarakat. Definisi Moral Moral berasal dari bahasa latin MORES berarti kesusilaan, tabiat, atau kelakuan. Dengan demikian moral dapat di katakana sebagai ajaran kesusilaan. Moral adalah nilai di dalam diri seseorang yang mewarnai prilakunya yang di dukung oleh masyarakat. Moralitas adalah system nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia. Definisi Profesi Profesi merupakan pekerjaan tetap dalam mengabdi terhadap kepentingan umum (sesama manusia) yang di hayati sebagai suatu panggilan hidup dengan menerapakan keahlian yang di pelajari dan latihan sistematis. Hakikat profesi

adalah mengabdikan diri kemanusiaan. Beberapa ciri yang ada pada suatu profesi yaitu dengan adanya: Pelayanan pada seorang secara langsung Pendidikan tertentu dengan melalui ujian tertentu sebelum melakukan pelayanan Anggota yang relative homogen Standar pelayanan tertentu Etik profesi yang di tegakkan oleh suatu organisasi profesi Secara umum tujuan dibuatnya kode etik adalah: o Untuk menjunjung tinggi martabak dan citra profesi o Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan anggotanya o Untuk meningkatkan pengabdian anggota profesi o Untuk meningkatkan mutu profesi itu sendiri Hukum Pengertian hukum Arti tentang hukum sesungguhnya telah coba untuk di sepakati sejak beribu-ribu tahun yang lalu, namun belum ada rumusan yang memuaskan. Para ahli hukum pun memberikan arti yang bermacam-macam, hal ini di karenakan banyak segi dan luasnya seakan tidak bertepi. Menurut Leopold posipil, hukum itu sebagai suatu aktivitas fungsi pengawasan sosial. Adapun ciri ciri dari hukum yaitu : Attribute of authority, bahwa hukum itu adalah keputusan-keputusan melalui mekanisme yang di beri kuasa dan pengaruh di dalam masyarakat. Attribute of intention of universal aplication, bahwa keputusan itu berjangka panjang dan harus di anggar berlaku terhadap peristiwaperistiwa yang serupa pada masa yang akan dating. Attribute of obligation. Bahwa keputusan-keputusan dari pemegang kekuasaan itu harus mengandung perumusan kewajiban terhadap kedua belah pihak secara timbal balik

Attribute of sanction, bahwa keputusan-keputusan dari pihak berkuasa harus di kuatkan dengan saksi dalam arti seluas-luasnya. Tujuan hukum berdasarkan beberapa teori adalah: o Teori etis => menciptakan keadilan o Teori utilitas => ingin menjamin kebahagiaan yang terbesar bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya o Teori campuran => ( van apel doorn )hukum mengatur pergaulan hidup secara damai, ( kusuma atmadja ) hukum adalah ketertiban. Fungsi hukum Menetapkan pola hubungan antara anggota masyarakat menunjukkan jenis-jenis tingkah laku yang di perbolehkan dan yang di larang, menentukan alokasi wewenang memerintah siapa yang boleh melakukan paksaan yang secara tepat dan efektif,serta menyelesaikan secara sengketa. Dalam Tap MPR RI No. III\MPR\2000 di tetapkan hirarki dan tata urutan perundang-undangan Indonesia yaitu: UUD, UU\PERPU, PP, Tap MPR, KEPPRES dan PERDA. Persamaan etik dan hukum Sama-sama alat untuk mengatur ketertiban masyarakat Sama-sama objeknya adalah tingkah laku manusia Sama-sama mengandung hak dan kewajiban masyarakat Sama-sama menggugah kesadaran untuk bersikaf manusiawi Bersumber dari hasil pemikiran para pakar dan pengalaman.

Pebedaan etik dan hukum Etik Kalangan profesi Di susun atas kesepakatan anggota Tidak selamanya tertulis Hukum Berlaku umum Di susun oleh badan pemerintah tercantum secara rinci dalam UU\ berita Negara Sanksi berupa tuntunan Sanksi tuntutan

Penyelesaian tidak selalu di sertai bukti dan fisik

Memerlukan bukti fisik

Etika Dan Kode Etik Kesehatan Di samping etika medis, tenaga kesehatan juga terkait erat dengan etika klinis, meliputi 4 titik yaitu : Indikasi medis, berkaitan dengan intevensi yang hakekatnya sama dengan tujuan ilmu kesehata antara lain: o Meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah penyakit o Meringankan gejala, rasa nyeri & penderitaan o Menyembuhkan medis Prefrensi atau pilihan pasien, harus di akui bahwa dalam praktiknya terdapat berbagai faktoryang menghambat tenaga kesehatan untuk sepenuhnyamenghormati prefrensi pasien yaitu: o Kesenjangan pengetahuan antara pasien dan tenaga kesehatan o Kemampuan pasien yang terbatas untuk memahami informasiyang di ungkapkan o Kondisi mental dan stress di alami pasien. Prefrensi pasien dapat juga berarti pilihan untuk menolak intervensi medis yang di anjurkan penolakan pasien dapat terjadi karena: o Alasan kepercayaan atau agama o Tanpa alasan yang jelas o Karena tidak mampu membayar biaya o Mutu hidup pasien,hal ini dapat di lihat dari orang yang bersangkutan. Factor konstektual pasien,adalah aspek-aspek sosial, ekonomi, dan keuangan keluarga,hukum dll. Serta pengaruh lingkungan institusional di mana pasien itu di rawat yang berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap masalah klinis pasien. Faktor konstektual pasien di antaranya: Peran keluarga, teman dekat dan biaya pengobatan.

Etika dalam Bisnis Etika bisnis merupakan salah satu aspek yang harus bisa dimengerti oleh para pebisnis, ketika mereka menjalankan aktivitas bisnis mereka. Etika bisnis dapat didefinisikan sebagai pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi bisnis (Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis). Moralitas dalam ekonomi bisnis berarti bahwa dalam melakukan kegiatan-kegiatan bisnis para pelaku bisnis harus bisa bersikap jujur dan bertanggungjawab terhadap produkproduk yang dipasarkan di pasaran dan bukan sekedar hanya untuk mencari keuntungan. Bahwa konsumen diperlakukan dengan baik secara moral, tidak saja merupakan tuntutan etis, melainkan juga syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan dalam bisnis. Bisnis modern merupakan realitas yang amat kompleks, dimana banyak faktor turut mempengaruhi dan menentukan kegiatan bisnis. Berbicara mengenai bisnis modern juga tidak dapat dihindarkan dari apa yang disebut dengan etika. Professor K.Bertens dalam bukunya mengatakan bahwa etika dapat dibedakan kedalam dua hal utama, yaitu etika sebagai sesuatu yang praksis dan etika sebagai suatu refleksi. Etika sebagai sesuatu yang praksis berarti bahwa nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktekkan atau justru tidak dipraktekkan, walaupun seharusnya dipraktekkan. Setiap pebisnis dapat memiliki pandangan yang berbeda mengenai etika, artinya bahwa apabila mereka melakukan suatu tindakan bisnis, meskipun itu bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, sejauh itu menguntungkan usaha bisnis mereka, tindakan-tindakan yang merugikan tersebut akan tetap dilakukan. Sedangkan etika sebagai refleksi merupakan suatu pemikiran moral, dimana dalam hal ini kita berpikir mengenai apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh. Setiap pebisnis harus menyadari ruang lingkup keterbatasan mereka, mereka harus memahami bahwa apa yang mereka lakukan apakah memiliki pengaruh yang baik atau buruk kepada lingkungan disekitarnya.

Apa yang diharapkan dan mengapa kita mempelajari Etika Bisnis ? Menurut K. Bertens, ada 3 tujuan yang ingin dicapai, yaitu : 1. Menanamkan atau meningkakan kesadaran akan adanya demensi etis dalam bisnis. Menanamkan, jika sebelumnya kesadaran itu tidak ada, meningkatkan bila kesadaran itu sudah ada, tapi masih lemah dan ragu. Orang yang mendalami etika bisnis diharapkan memperoleh keyakinan bahwa etika merupakan segi nyata dari kegiatan ekonomis yang perlu diberikan perhatian serius. 2. Memperkenalkan argumentasi moral khususnya dibidang ekonomi dan bisnis, serta membantu pebisnis/calon pebisnis dalam menyusun argumentasi moral yang tepat. Dalam etika sebagai ilmu, bukan hanya penting adanya normanorma moral, tidak kalah penting adalah alasan bagi berlakunya norma-norma itu. Melalui studi etika diharapkan pelaku bisnis akan sanggup menemukan fundamental rasional untuk aspek moral yang menyangkut ekonomi dan bisnis. 3. Membantu pebisnis/calon pebisnis, untuk menentukan sikap moral yang tepat didalam profesinya (kelak). Hal ketiga ini memunculkan pertanyaan, apakah studi etika ini menjamin seseorang akan menjadi etis juga? Jawabnya, sekurang-kurangnya meliputi dua sisi berikut, yaitu disatu pihak, harus dikatakan : etika mengikat tetapi tidak memaksa. Disisi lain, studi dan pengajaran tentang etika bisnis boleh diharapkan juga mempunyai dampak atas tingkah laku pebisnis. Bila studi etika telah membuka mata, konsekuensi logisnya adalah pebisnis bertingkah laku menurut yang diakui sebagai hal yang benar. Tiga aspek pokok dari bisnis yaitu : dari sudut pandang ekonomi, hukum dan etika. 1. Sudut pandang ekonomis. Bisnis adalah kegiatan ekonomis. Yang terjadi disini adalah adanya interaksi antara produsen/perusahaan dengan pekerja, produsen dengan konsumen, produsen dengan produsen dalam sebuah organisasi. Kegiatan antar manusia

ini adalah bertujuan untuk mencari untung oleh karena itu menjadi kegiatan ekonomis. Pencarian keuntungan dalam bisnis tidak bersifat sepihak, tetapi dilakukan melalui interaksi yang melibatkan berbagai pihak. Dari sudut pandang ekonomis, good business adalah bisnis yang bukan saja menguntungkan, tetapi juga bisnis yang berkualitas etis. 2. Sudut pandang moral. Dalam bisnis, berorientasi pada profit, adalah sangat wajar, akan tetapi jangan keuntungan yang diperoleh tersebut justru merugikan pihak lain. Tidak semua yang bisa kita lakukan boleh dilakukan juga. Kita harus menghormati kepentingan dan hak orang lain. Pantas diperhatikan, bahwa dengan itu kita sendiri tidak dirugikan, karena menghormati kepentingan dan hak orang lain itu juga perlu dilakukan demi kepentingan bisnis kita sendiri. 3. Sudut pandang Hukum Bisa dipastikan bahwa kegiatan bisnis juga terikat dengan "Hukum" Hukum Dagang atau Hukum Bisnis, yang merupakan cabang penting dari ilmu hukum modern. Dan dalam praktek hukum banyak masalah timbul dalam hubungan bisnis, pada taraf nasional maupun international. Seperti etika, hukum juga merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dari segi norma, hukum lebih jelas dan pasti daripada etika, karena peraturan hukum dituliskan hitam atas putih dan ada sanksi tertentu bila terjadi pelanggaran. Bahkan pada zaman kekaisaran Roma, ada pepatah terkenal : "Quid leges sine moribus" yang artinya : "apa artinya undang-undang kalau tidak disertai moralitas " Peranan Etika dalam Bisnis Secara historikal, etika bisnis mulai mndapatkan peran pada era tahun 1980 dan 1990, baik di dalam perusahaan besar dan dalam akademisi. Misalnya, banyak website perusahaan yang lebih menekankan pada komitmen untuk mempromosikan nilai-nilai sosial non-ekonomi seperti kode etik. Dalam beberapa kasus, perusahaan telah mendefinisikan kembali nilai-nilai inti mereka dalam pertimbangan etika.

Etika bisnis dapat bersifat normatif dan disiplin deskriptif. Jangkauan dan kuantitas masalah bisnis etika mencerminkan sejauh mana bisnis dianggap bertentangan dengan nilai-nilai sosial non-ekonomi. Etika bisnis secara sederhana adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat.

Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat. Problem etika dalam bisnis farmasi Industri farmasi sebagai produsen yang menghasilkan obat-obatan bersama dengan dokter memiliki peranan besar dalam aktivitas penyembuhan suatu penyakit. Bahkan omzet obat sangat besar yaitu 50-60% dari anggaran rumah sakit. Hal ini ditunjang bahwa sebagian obat tidak memiliki barang pengganti/substitusi dan harus di beli untuk kemudian dikonsumsi demi kesembuhan penyakitnya. Namun ada beberapa obat yang memiliki dampak

besar terhadap masyarakat maka obat tersebut di subsidi oleh pemerintah sehingga masyarakat dapat menikmati secara gratis obat tersebut. Obat-obat itu antara lain untuk imunisasi dan beberapa penyakit menular. Karena rata-rata obat tidak memiliki substitusi dan masyarakat ketika menderita suatu penyakit mau tidak mau harus membeli obat yang diresepkan oleh dokter demi kesembuhan dirinya, maka industri farmasi adalah sektor industri yang tidak atau jarang terpengaruh oleh krisis perekonomian yang ada. Menurut Clarkson (1996), Industri farmasi merupakan salah satu industri yang paling menguntungkan. Industri ini menduduki rangking ke 4 setelah industri software, perminyakan dan makanan yang paling menguntungkan. Indstri Farmasi yang paling untung adalah yang mampu menemukan jenis obat baru yang disebut obat paten karena oleh undang-undang internasional dilindungi hak patennya tidak boleh di tiru oleh industri farmasi lainnya selama 17 sampai dengan 25 tahun. Jadi penemu obat baru tersebut dapat melakukan monopoli dan harga bisa ditentukan oleh produsen tersebut.

Secara diagram, menurut Reuter business Insight. Life cycle produksi obat baru dapat digambarkan sebagai berikut :

Pada fase 1, tahapan riset yang dilakukan oleh R&D (Research and Development) hingga mendapatkan persetujuan edar obat di masyarakat membutuhkan waktu hingga 15 tahun. Hal ini dikarenakan proses pembuatan obat tersebut melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: Formulasi pengujian kepada pengujian kepada sekelompok kecil binatang orang sehat pengujian kepada

sekelompok orang yang lebih banyak dari tahap sebelumnya tetapi mempunyai penyakit untuk menguji kemanjuran obat terhadap penyakit tersebut pengujian kepada kelompok yang lebih banyak lagi dengan berbagai latar belakang untuk menguji kemanjuran dan keselamatan ketika mengkonsumsi obat tersebut. Oleh karena panjangnya tahap riset terhadap obat baru, maka untuk tetap memotivasi para professional peneliti obat baru, perlu diberikan stimulan yang memadai yaitu dengan memberikan hak paten untuk menjual secara eksklusif dengan jangka waktu tertentu tanpa adanya pesaing dengan jenis obat yang sama (antara 17 sampai dengan 25 tahun) sehingga keuntungan penemu obat dapat

dimaksimalkan. Baru setelah lewat masa eksklusif, industri-industri lain berhak untuk meniru untuk membuat obat tersebut. Obat ini dikenal sebagai obat copy atau obat generik. Pada saat masa ekslusif telah lewat, baru harga obat dapat turun menyesuaikan dengan kondisi pasar yang ada, sehingga masyarakat luas terutama yang tidak mampu dapat menikmati khasiat dari obat tersebut. Namun meskipun

dikatakan merupakan industri yang paling menguntungkan nomor 4, persaingan di industri farmasi sangatlah ketat. Hal ini dipengaruhi oleh 3 hal yaitu: a. Regulasi obat Industri obat agar bisa bertahan dalam persaingan maka harus memiliki modal yang besar. Hal ini disebabkan adanya regulasi-regulasi yang ketat dalam proses pembuatan obat. Pemenuhan terhadap serangkaian regulasi yang ketat tersebut membuat industri farmasi harus mengeluarkan modal yang besar. Bila industri farmasi tidak memenuhi regulasi yang ditetapkan oleh regulator (Regulator Indonesia dibawah kendali Badan Pengawasan Obat dan Makanan/BPOM, di Amerika dibawah kendali Food and Drug Administration/FDA) maka industri farmasi tersebut tidak akan diberikan ijin edar oleh regulator yang ada di masing-masing negara.

b. Hak paten Seperti penjelasan di atas, ketika industri farmasi menemukan obat baru, maka akan diberikan hak ekslusif tanpa diganggu oleh industri farmasi lainnya untuk memasarkan obatnya secara maksimal. Setelah hak paten berakhir, industri-industri farmasi lainnya bisa memproduksi obat yang sejenis yang dikenal sebagai obat generik. Karena banyaknya industri farmasi yang memproduksi produk serupa, maka timbul persaingan yang ketat. Persaingan yang ketat antara industri farmasi ini kadang-kadang menjurus ke suatu hal yang kurang beretika seperti melakukan kolusi dengan dokter, rumah sakit ataupun apotik. Kolusi ini dilakukan dengan cara melobi dokter ataupun rumah sakit untuk meresepkan obat dengan merek industri farmasi tertentu dan bila mencapai target, maka mereka akan diberikan kompensasi yang memadai oleh industri farmasi tersebut. Kompensasi bisa mulai dari pemberian perangkat elektronik, rumah mewah, mobil mewah hingga jalan-jalan ke luar negeri bersama gratis atas biaya industri farmasi tersebut. Hal ini dapat rawan memicu dokter untuk menyalahgunakan profesi mereka demi keuntungan pribadi dengan mengabaikan hak pasien untuk medapatkan obat yang manjur dan murah.

c. Sistem Distribusi Sistem distribusi obat-obatan di industri farmasi sangat unik dibandingkan industri-industri di sektor lainnya. Distribusi dilakukan dengan cara dari produsen harus melalui distributor dan tidak boleh di jual secara langsung ke konsumen. Dari distributor dengan konsep Detailing akan memasarkan obat dengan menemui dokter yang sedang praktek di rumah sakit ataupun praktik pribadi di rumah. Detailer ini akan melobi dokter untuk menggunakan obat merk tertentu dengan imbalan tertentu. Dari hal ini, maka harga obat akan susah ditekan karena biaya kompensasi untuk dokter dibebankan kepada harga obat serta industri farmasi baru sulit bertahan karena kalah dengan industri farmasi lainnya yang sudah lama exists dan memiliki jaringan yang luas dengan dokter-dokter yang ada. Karena susahnya industri farmasi baru bersaing dengan industri-industri farmasi yang telah lebih dahulu berdiri serta persaingan antara industri-industri farmasi yang telah establish membuat persaingan menjadi semakin tidak sehat. Ketatnya persaingan membuat tiap industri farmasi melakukan trik-trik penjualan yang menjurus kearah yang tidak sehat. Trik-trik persaingan penjualan dapat dilakukan dengan melakukan kolusi antara industri farmasi dengan dokter maupun industri farmasi dengan rumah sakit. Kolusi dengan rumah sakit dapat dilakukan dengan cara ikut terlibat dalam mensponsori seminar yang diadakan oleh rumah sakit serta memberikan bantuan dana dalam merayakan ulang tahun rumah sakit tersebut. Dibalik kegiatan itu, rumah sakit diminta menggunakan produk dari industri farmasi yang menyumbang sejumlah dana tersebut. Kolusi dengan dokter dilakukan oleh seorang medical representative (Medrep) dimana fungsi awalnya adalah melakukan edukasi obat ethical industri farmasi nya kepada rumah sakit maupun apotik. Namun fungsi itu semakin bergeser dimana Medrep juga ditugaskan oleh industri farmasi untuk melakukan pendekatan kepada dokter. Pendekatan itu dilakukan dengan tujuan agar dokter mau menggunakan obat mereka dengan cara meresepkan jenis obat sesuai dengan penyakit si pasien tetapi dengan merk-merk tertentu dan sebagai imbalannya bila memenuhi target dokter akan diberi sesuatu

materi tertentu. Otomatis dengan aktifitas tersebut, biaya yang dikeluarkan akan diperhitungkan di dalam harga obat, sehingga harga obat semakin melambung tinggi. Bukti kolusi yang dilakukan oleh industri farmasi dan dokter ini terbukti dengan diperiksanya 50 dokter oleh IDI dan 20 orang diantaranya telah menjalani sidang (koran TEMPO 4 Agustus). Kerja sama dengan apotik juga dilakukan dengan memberikan diskon dalam jumlah besar serta oleh medrep akan dibantu untuk memasarkan obat yang ditawarkan melalui jaringan dokter yang dikenalnya. Oleh medrep, dokter tersebut diminta untuk mengarahkan pasien membeli obat di apotik tertentu. Dari jaringan distribusi ini, otomatis apotik semakin diuntungkan namun lagi-lagi biaya yang dikeluarkan harus dibebankan ke harga obat sehingga harga obat semakin mahal. Strategi Pemasaran dalam Bisnis Industri Farmasi ditinjau dari Sudut Pandang Etika. Perusahaan farmasi yang menjalankan etika bisnis secara berkelanjutan sebenarnya akan memiliki beberapa keuntungan, antara lain : o Bisnis ini akan meet demands of business stake holder, dimana bisnis farmasi harus dijalankan sedemikian rupa agar hak dan kepentingan semua pihak yang terkait yang berkepentingan (stakeholders) dijamin,

diperhatikan, dan dihargai. Bisa dilihat juga secara jelas bagaimana prinsip-prinsip etika bisnis yang bisa berelevansi dalam interaksi bisnis dari sebuah bisnis dengan berbagai pihak terkait. Misalnya, perusahaan yang mampu menyejahterahkan karyawannya, maka secara etika perusahaan ini telah bertanggung jawab dalam memperlakukan karyawan secara beretika dan akhirnya mampu menciptakan citra di masyarakat dan komunitas sebagai perusahaan yang beretika. Dan saat suatu perusahaan mampu menjaga standar standar etika di masyarakat, konsumen akan merespon hal tersebut secara positif dan mampu meningkatkan profit perusahaan. Sebagai contoh: perusahaan farmasi yang salah dalam pembuatan obat, sehingga obat yang beredar di masyarakat adalah obat yang rusak, maka peran QA dalam suatu pabrik farmasi akan melakukan penarikan barang secara keseluruhan pada no batch obat tersebut.

o Dalam etika bisnis sebagai enchance business performance, dimana perusahaan yang mampu mengakomodir etika bisnis secara berkelanjutan maka akan meningkatkan kualitas karyawan, meningkatkan penjualan dan mendapatkan loyalitas konsumen. Pada bisnis farmasi yang mampu menjaga etika tidak hanya sekedar profit oriented, tapi mengutamakan patient oriented, maka dampak etika bisa dirasakan langsung oleh konsumen. o Comply with regal requirements, etika bisnis seringkali juga menjadi kebutuhan standar-standar hukum suatu perusahaan. Bisnis farmasi di Indonesia, memliki beberapa landasan diantaranya Undang-Undang Kesehatan No 36 Tahun 2009, dimana perusahaan bisnis farmasi memliki batasan dalam menjalankan bisnis farmasinya, seperti larangan hukum mengedarkan narkoba, dsb. Selain itu juga masih ada berbagai peraturan etika tentang hak konsumen. o Prevent or minimize harm, dimana bisnis farmasi tidak boleh melakukan kesalahan yang dapat merugikan masyarakat, berbagai pihak yang berinteraksi dengan perusahaan dan lingkungan sekitar. Misalnya limbah perushaan farmasi harus mengikuti berbagai peraturan regulator sehingga tidak mencemari dan berbahaya bagi lingkungan, karena limbah pabrik farmasi jika tidak diproses terlebih dahulu memiliki resiko merusak ekosistem lingkungan, sangat kesehatan masyarakat sehingga berdampak pada citra perusahaan menurun dan akhirnya menjadi merugikan. o Promote personal morality, dimana bisnis setiap orang memiliki persepsi dan pandangan yang berbeda beda dalam hal etika. Bisnis farmasi yang mampu menjangkau semua pemikiran tersebut maka akan dapat menjalankan etika bisnis secara maksimal. Karena jika hal ini tidak dijaga, maka tidak menutup kemungkinan karyawan akan mengundurkan diri di karenakan tidak setuju dengan persepsi etika perusahaan yang berbeda. Begitu juga dengan konsumen, bila memliki sudut pandang yang berbeda dengan perusahaan tentang etika, maka tidak menutup kemungkinan, membuat loyalitas konsumen akan menurun.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Makalah ini meruapakan hasil studi pustaka. Makalah ini membahas tentang moral dan etika farmasi didunia internasional. Tujuan makalah ini adalah untuk menggambarkan strategi penyelesaian yang dikembangkan untuk menjawab isu isu mengenai etika bisnis di industri farmasi. 3.2. Sumber Data Data - data pendukung penyusunan makalah ini diperoleh dari buku, skripsi, jurnal elektronik, dan literatur-literatur lainnya. 3.3. Metodologi penelitian Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka yang dilakukan dengan browsing jurnal dari internet. Sumber data berasal dari jurnal ETHICAL AND NON-ETHICAL PHARMACEUTICAL MARKETING PRACTICES: CASE STUDY OF KARACHI CITY oleh Rizwan Rahim Ahmed (2012). Menurut jurnal, metodologi penelitian dilakukan menggunakan Teknik

probability sampling, digunakan karena penelitian didasarkan pada analisis kuantitatif. Untuk pengambilan sampel digunakan teknik cluster sampling, dengan alasan keseluruhan populasi sangat banyak yang tersebar dan tersebar di wilayah geografis yang lebih besar dari kota, apalagi, populasi keseluruhannya heterogen. Oleh karena itu, tujuan pengambilan sampel pada kelompok yang berbeda akan dikumpulkan dari berbagai wilayah kota Karachi, Pakistan. Penelitian menggunakan enam variabel untuk melakukan studi dan untuk menarik kesimpulan analisis statistik .Jumlah 300 sampel telah diekstraksi dari mengikuti enam variabel yang berbeda. Sampel tersebut terdiri dari : Perusahaan industri farmasi multinasional / nasional Dokter umum (baik di pedesaan dan di perkotaan) Petugas medis penduduk dan petugas medis di rumah sakit umum maupun rumah sakit pribadi.

Konsultan semua spesialisasi di rumah sakit umum dan rumah sakit pribadi Rumah sakit swasta dan publik, termasuk rumah sakit provinsi dan pemerintah pusat Penjualan ritel dan seluruh penjualan apotek Pejabat pemerintah pusat dan provinsi Pasien indoor dan outdoor serta pembantu mereka

Teknik statistik deskriptif maupun inferensial akan digunakan melalui analisa SPSS. Data akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Hipotesis statistik akan diuji dengan bantuan z-test (melibatkan dua kelompok) dan f-test (melibatkan lebih dari dua kelompok) yang signifikansi. Analisis grafis juga akan disajikan pada jurnal ini.

BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Pembahasan Masalah yang terkait dengan praktik promosi obat yang tidak etis Fenomena praktik obat yang tidak etis adalah umum di seluruh dunia , tetapi lebih berat dan mendalam berakar pada negara-negara berkembang . Praktek obat yang tidak etis memiliki dua dimensi .Salah satunya adalah terkait dengan obat, dan lainnya adalah terkait dengan promosi obat . Penelitian ekstensif pada obat terkait praktik yang tidak etis telah dilakukan secara internasional. Parmar dan Jalees (2004) dalam penelitian mereka mengamati bahwa industri farmasi menghabiskan sebagian besar anggarannya untuk riset pasar tapi tidak melakukan penelitian tentang praktik promosi obat yang tidak etis. Salah satu alasan adalah bahwa industri itu sendiri terlibat dalam praktek ini sehingga tidak menemukan kebutuhan untuk melaksanakan penelitian tentang masalah ini . Kurangnya penelitian tentang subjek tersebut tidak berarti bahwa praktik promosi obat yang tidak etis itu tidak ada. Pra-survei dan kelompok fokus diskusi menunjukkan bahwa praktik pemasaran farmasi yang tidak etis telah menjadi norma yang dapat diterima dari industri farmasi dan hampir semua perusahaan farmasi dilindungi praktek-praktek tidak etis dalam berkolaborasi dengan dokter, rumah sakit pemerintah maupun swasta, instansi kesehatan terkait dan apotek. Semua entitas seperti dibahas diatas tampaknya rusak, oleh karena itu hal itu mungkin tidak adil untuk menyalahkan salah satu dari mereka, termasuk industri farmasi. Dokter dan entitas lain seperti dibahas di atas telah menjadi serakah, karena itu, rentan dengan praktik promosi industri obat yang tidak etis. Sebagian besar konferensi dan kegiatan akademik dokter yang disponsori oleh Industri Farmasi, karena itu, industri menggunakan forum untuk mencapai tujuannya yang kadang-kadang mungkin tidak sama tujuannya dengan tujuan konferensi. Fokus dari jurnal penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi intensitas dari subjek dan tren praktek promosi obat yang tidak etis di Pakistan. Memastikan

kontribusi

dari

dokter,

lembaga

dan

industri

farmasi

dalam

praktek

mempromosikan obat tersebut. Praktek pemasaran yang tidak etis yang ada sekarang merupakan bagian yang penting dari promosi obat. Praktik yang tidak etis dapat diklasifikasikan menjadi dua segmen. Salah satunya adalah terkait dengan sisi medis obat yaitu percobaan obat pada hewan dan manusia, dan pendaftaran indikasi dan masa paten yang berbeda beda di berbagai negara. Menurut orang terkemuka dan dokter yang terkemuka di negara Pakistan, Dr.Sania Nishtar (2007), laporan anekdot korupsi di sektor farmasi harus diperiksa secara hati hati dan dianalisis secara obyektif. Korupsi di area ini memiliki kaitan langsung pada kinerja sistem kesehatan. Praktek ini dapat melibatkan baik pemegang regulator maupun sektor swasta yang mungkin akan melibatkan sepanjang rantai dari langkah pemasokan obat, mulai dari pendaftaran, perizinan dan akreditasi kepada penetapan harga, pemasaran obat dan penjualan serta pengadaan. Korupsi di sektor ini berakar pada kepentingan komersial dari perusahaan farmasi, ditemukan bahwa jika perusahaan farmasi mengikuti alur sesuai dengan peraturan maka akan ada biaya yang mahal dan maka dari itu mereka mencoba untuk memotong prosedur untuk membuat produk mereka terdaftar, mempercepat proses persetujuan dan menguntungkan dalam segi harga atau membuat obat mereka termasuk dalam daftar obat esensial untuk meningkatkan pangsa pasar mereka. Proses kontrak untuk pembelian obat juga menawarkan banyak keuntungan bagi para pejabat korup dan pemasok melalui suap, over-faktur dan korupsi langsung. Ada bukti anekdot yang sama di Pakistan dari beberapa rumah sakit umum, namun ini perlu dievaluasi dengan seksama dan diukur besarnya . Ada sekitar 650 perusahaan farmasi multinasional yang beroperasi di Pakistan. Dari total ini adalah 23 perusahaan multinasional dan sisanya dari perusahaan adalah perusahaan lokal. Perusahaan lokal dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu (1) unit Manufaktur; (2) Importir obat impor dalam bentuk jadi dan (3) Franchisers, ini adalah perusahaan yang memiliki semua pengaturan fasilitas dan pemasaran. Perusahaan-perusahaan ini mendapatkan hak pemasaran obat-obat dengan perusahaan dasar untuk saling berbagi keuntungan nantinya. Pada tahun

2009 industri menyadari adanya fluktuasi tingkat tinggi dalam tingkat pertumbuhan. Salah satu alasan utama untuk tren seperti itu merger dan akuisisi, dan glutting pasar dengan industri farmasi lokal. Dinamika pasar secara keseluruhan lebih mendukung perusahaan nasional karena mereka terus

meluncurkan produk baru pada tingkat yang jauh lebih cepat daripada perusahaan multinasional, tren yang menjadi semakin jelas. Dalam hal nilai pasar produk baru, kontribusi kesenjangan penjualan antara perusahaan multinasional dan nasional juga telah meningkat selama lima tahun terakhir. Produk diluncurkan sebelum tahun 1991 didominasi oleh perusahaan multinasional sementara setelah 1991 bergeser ke nasional di Pakistan. Harga obat-obatan dari perusahaan farmasi nasional lebih murah, karena mereka memiliki pilihan pengadaan bahan baku dari negara-negara yang di mana tersedia bahan baku dengan tarif lebih murah. Itu alasan lain dalam perbedaan harga, industri farmasi nasional juga tidak berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan (R&D) dibandingkan dengan perusahaan multinasional.

Perusahaan-perusahaan multinasional menginvestasikan sejumlah besar laba bersih di R&D, oleh karena itu ketika mereka memperkenalkan obat baru kepasar mereka telah menginvestasikan miliaran dolar untuk sebuah produk baru. Oleh karena itu, harga produk baru terus tinggi dalam rangka memenuhi total biaya obat di jangka waktu tertentu karena setelah masa paten perusahaan lain dapat membuatnya atau juga membuat imitasi di tingkat yang lebih murah. Jadi, perusahaan nasional memiliki dua kali kekuatan untuk menetapkan harga mereka yaitu yang pertama mereka tidak menginvestasikan uang sepeser pun pada Penelitian & Pengembangan dan kedua mereka memiliki sumber daya bahan baku yang lebih murah (Parmar & Jalees, 2004). Salah satu alasan mengapa sektor ini rentan terhadap tindakan korupsi yang tidak adalah bahwa hal itu sangat mudah diatur. Pengaturan regulasi oleh pemerintah sangat penting untuk menjaga populasi terhadap obat sub-standar dan harga barang yang adil. Tapi ada alasan kedua mengapa pemerintah menjadi pusat mengatur pasar farmasi yaitu untuk memastikan bahwa kebijakan industri memperkuat persaingan ekonomi di sektor farmasi dan meningkatkan inovasi dan

efisiensi.

Jika para pemegang regulator tunduk pada tekanan dari kelompok

komersial, tujuan kesehatan dapat dikompromikan. Kampanye politik dari sumbangan yang dermawan dan pengeluaran lobi oleh perusahaan farmasi adalah contoh tekanan. Hubungan antara perusahaan obat dan dokter juga rentan terhadap korupsi. Dokter mendapat tawaran komisi untuk meresepkan obat tertentu atau obat dari perusahaan tertentu. Karena praktek ini adalah ilegal di sebagian besar negara, perusahaan dapat menggunakan metode curang untuk menyamarkan suap tersebut. Promosi agresif obat-obatan dan penggunaannya terhadap kelompok pasien yang akan digunakan untuk menghasilkan permintaan untuk obat resep, semua berkontribusi terhadap resep obat-obatan yang tidak pantas. Bentuk lain dari korupsi yang mengancam industri farmasi adalah saat uji klinis yang terjadi selama percobaan. Dokter sering dibayar oleh perusahaan farmasi untuk merekrut pasien untuk percobaan klinis atau duduk di papan uji klinis sekaligus sebagai gaji dari perusahaan farmasi yang bersangkutan. Dari hasil penelitian yang dilakukan, juga ditemukan bahwa dokter dan perusahaan farmasi sama-sama bertanggung jawab atas praktik promosi obat yang tidak etis di Pakistan.Tapi temuan paling penting dan menarik adalah pada

dasarnya perusahaan farmasi bertanggung jawab untuk memulai praktik-praktik tidak etis obat di Pakistan tapi sekarang dalam kelanjutan dari praktek-praktek ini, masyarakat dan dokter sebenarnya bertanggung jawab atas obat ini ketidak etisan praktek promosi di Pakistan. Sekarang para dokter menjadi menuntut dan perusahaan farmasi bertanggung jawab untuk memenuhi tuntutan etis dan tidak etis . Sekarang, ini telah menjadi norma yang diterima dari industri farmasi dan dokter untuk promosi obat dengan cara yang tidak etis. Penghargaan moneter kepada dokter , kunjungan lokal dan kunjungan kenegara asing dalam nama kegiatan ilmiah yang ditawarkan oleh perusahaan farmasi menjadi promosi obat yang tidak etis yang banyak digunakan sebagai alat promosi obat mereka.

Oleh karena itu, didapatkan bahwa perusahaan-perusahaan farmasi tidak memiliki kontribusi yang lebih besar daripada para dokter yang melanjutkan praktek pemasaran farmasi tidak etis tersebut. Dengan kata lain dokter lebih bertanggung jawab dalam kelanjutan praktik pemasaran yang tidak etis dalam industri . Analisis kualitatif faktor penentu seperti (a) alat praktek promosi obat yang tidak etis; (b) promosi obat untuk dokter yang tidak memenuhi syarat; (c) Undangundang untuk promosi obat yang tidak etis dan (d) pemberantasan promosi obat yang tidak etis diberikan sebagai berikut : Seperti yang telah dibahas dalam survei literatur bahwa alat yang biasa digunakan untuk praktek promosi obat yang tidak etis, hadiah uang,

kunjungan lokal , dan kunjungan luar negeri dll. Hasil diringkas disajikan sebagai berikut: bahwa dokter adalah orang-orang yang bertanggung jawab atas kelanjutan dari praktik promosi obat yang tidak etis. Analisis kualitatif menunjukkan bahwa kunjungan lokal dan kunjungan ke negara asing dari industri farmasi merupakan praktek promosi obat yang tidak etis dengan membenarkan biaya kunjungan ini dengan menghubungkanya dengan suatu konferensi . Pendapat tentang promosi obat oleh dokter. Secara etis, perusahaan tidak boleh mempromosikan obat mereka melalui dokter. Pendapat responden diperoleh pada prospek legislasi yang kuat terhadap praktik promosi obat yang tidak etis . Pendapat responden disajikan sebagai berikut: Inferensi dapat ditarik dari analisis kualitatif bahwa mayoritas responden kuat dalam mendukung pembuatan beberapa undangundang yang kuat terhadap praktek promosi obat tidak etis di Pakistan . Meskipun beberapa undang-undang yang sudah tersedia tapi dalam penelitian ini menunjukkan tidak ada implementasi undang-undang tersebut, oleh karena itu, mayoritas responden menuntut bahwa harus ada undang-undang yang kuat untuk menghentikan promosi obat tidak etis ini di Pakistan .

Pendapat tentang pemberantasan promosi obat di Pakistan diperoleh dari responden. Pendapat responden disajikan sebagai berikut: Analisis kualitatif menunjukkan bahwa mayoritas responden yaitu dokter , tenaga farmasi , rumah sakit , apotek , pejabat pemerintahan dan Pasien tidak setuju bahwa praktik promosi obat yang tidak etis tidak dapat dihentikan sekarang. Mayoritas responden disepakati bahwa praktik yang tidak etis masih bisa dihentikan.

Upaya mengatasi masalah etis dalam industri farmasi Upaya upaya dalam mengatasi masalah etis dalam industri farmasi harus segera dilakukan agar tidak menjadi suatu pelanggaran kode etik yang lebih berat dan sulit untuk di perbaiki. Maka dari itu perlu adanya solusi yang bijak dalam menyikapi masalah etis ini. Fokus diskusi kelompok dan temuan survei dari penelitian ini menunjukkan bahwa solusi yang paling tepat adalah undang-undang yang kuat yang harus dikembangkan, dilaksanakan dan ditegakkan oleh pemerintah. Namun, peraturan dan undang-undang akan benar-benar bekerja ketika mereka didukung oleh norma-norma dan nilai-nilai masyarakat . Dalam kasus ini, praktek-praktek tidak etis dianggap sebagai norma-norma industri farmasi dan dokter, karena itu hanya bisa diatasi dengan mendidik kedua segmen untuk mewujudkan tanggung jawab sosial mereka dengan fokus pada kesejahteraan pasien. Selain itu, harus ada pengawasan yang kuat dan

pemantauan oleh departemen kesehatan yang terkait dan pemantauan dari instansi baik di industri farmasi maupun di dokter. Hal ini juga sangat dianjurkan bahwa harus ada undang-undang yang kuat tentang kesehatan dari instansi pemerintah yang berwenang untuk menghentikan atau setidaknya meminimalkan praktik pemasaran farmasi yang tidak etis baik oleh komunitas dokter dan industri farmasi. Harus ada penegakan aturan yang kuat dan peraturan yang relevan dengan departemen pemerintah dan badan otonom yang bertanggung jawab untuk menerapkan dan memastikan aturan-aturan dan peraturan baik di industri farmasi dan dokter. Kami juga merekomendasikan kepada dokter bahwa ini juga tanggung jawab mereka dan tanggung jawab etika untuk menghindari keuntungan yang

tidak etis dari perusahaan farmasi sementara mereka meresepkan produk mereka melalui dokter. Industri farmasi juga harus membatasi diri untuk menawarkan pemasaran yang tidak etis dan mencegah ketidakprofesionalan jika mereka akan melakukan hal yang tidak etis menurut pedoman etika praktik farmasi. Selain peraturan dari pemegang regulator maka dari pihak industri farmasi juga harus mempunyai kesadaran terhadap etika berbisnis. Industri-industri farmasi harus memiliki suatu organisasi yang membuat kode etik tersendiri tentang pemasaran produk farmasi. Aturan-aturan yang dikeluarkan meliputi materi promosi, prosedur dan tanggung jawab perusahaan. Beberapa aturan yang diterapkan adalah dilarang memberikan uang atau sejenisnya kepada professional medis dan sponsorship dan bantuan hanya boleh diberikan kepada organisasi saja. Namun kode etik ini tidak memiliki dampak hukum, tetapi hanya memberikan sanksi moral dimana nama baik perusahaan tersebut akan tercemar di dunia internasional dan hanya berupa pemberian surat peringatan atau dikeluarkan dari keanggotaan saja. Selain kesepakatan antara industri industri farmasi, seharusnya terdapat kesepakatan antara para industri farmasi dan dokter. Seperti yang dilakukan di Indonesia, organisasi dokter (Ikatan Dokter Indonesia) dan organisasi industri farmasi (Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia) melakukan penandatanganan bersama mengenai etika promosi obat. Yang didalam perjanjian tersebut terdapat poin poin yang disepakati yaitu : Dokter dilarang menjuruskan pasien membeli obat tertentu Dukungan indutri farmasi pada pertemuan ilmiah dokter tidak boleh dikaitkan dengan kewajiban mempromosikan obat industri farmasi tersebut. Industri farmasi dilarang memberikan honorarium kepada dokter Donasi pada profesi kedokteran tidak boleh dikaitkan dengan penulisan resep atau penggunaan produk dari industri farmasi tertentu Namun penandatangan bersama itu sifatnya adalah hanya untuk mengingatkan saja. Tidak ada sanksi hukum yang mendukung dibelakangnya. Sanksi nya hanya

secara moral. Namun selama tidak adanya sanksi hukum yang mendukung terhadap cara-cara pemasaran obat, maka apabila hanya mengandalkan kepedulian pemasaran yang beretika saja, maka dilapangan akan masih banyak dijumpai praktik-praktik tidak etis karena dari sifat bisnis itu sendiri yaitu mencari keuntungan semaksimal mungkin demi kelangsungan dan perkembangan perusahaan. Maka dari itu dimana elemen inti yang diperlukan dalam membangun etika antara dokter dan perusahaan industri farmasi adalah komitmen dari management industri farmasi dan para lini bawahannya dalam perusahaan dimana mereka adalah pembuat keputusan yang akan dijalankan para pegawai, dimana keputusan ini mempengaruhi tidakan pegawai, apakah pegawai akan melakukan tindakan yang melanggar etika atau tidak. Oleh karena itu moral pengambil keputusan harus dibangun sehingga dapat lebih bertanggung jawab dalam mengambil keputusan-keputausan dalam perusahaan farmasi. Selain itu medical

representative sebagai ujung tombak dalam pemasaran produk farmasi juga harus dibangun kepribadiannya sehingga memiliki integritas yang tinggi, berdedikasi, dan jujur. Membangun kepribadian dapat dilakukan dengan training-training mengenai moralitas serta penyampaian komitmen dan kebijakan dari pengambil keputusan dalam menjalankan bisnisnya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian terdapat masalah etika dalam industri farmasi di kota Karachi, Pakistan diantaranya adalah praktek promosi obat yang tidak etis, hadiah uang kepada dokter, kunjungan kunjungan dokter, praktek promosi obat oleh dokter kepada pasien, masalah dalam regulasi pengesahan obat baru oleh industri farmasi terhadap para regulator dan mengenai hak paten obat. Saran Karena penelitian ini melakukan studi kasus Kota Karachi saja, maka tidak bisa menyimpulkan bahwa hasil studi jika yang akan dilakukan pada skala negara akan sama, oleh karena itu, penelitian lebih lanjut dapat dilakukan secara keseluruhan di negara Pakistan dengan sampel yang representatif. Dimensi lain perlu dilakukan untuk memisahkan spesialisasi dan kemudian bisa melakukan penelitian untuk menganalisis apakah hasil dari spesialisasi yang berbeda atau yang sama akan berubah karena dalam penelitian ini hanya meneliti dari aspek pemasaran farmasi industri saja, aspek aspek lain seperti industri farmasi medis, produksi dan pengadaan juga bisa diteliti. Dalam penelitian ini beberapa variabel telah dimasukkan sedangkan, dalam penelitian lebih lanjut variabel yang lebih dapat dimasukkan dalam rangka untuk memiliki hasil yang lebih jelas dan hasil yang akurat .

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, R. Journal of Ethical And Non-Ethical Pharmaceutical Marketing Practices: Case Study Of Karachi City. Interdisciplinary journal of contemporary research in business. Vol 3, no 11. March 2012 John R Boatright, Ethics and the Conduct of Business, 6th ed. Upper Saddle River, NJ : Prentice Hall, 2009. Keraf, Sonny . Etika Bisnis; tuntutan dan relevansinya.Jakarta; Penerbit Kanisius,1998 Masood, Imran et al. Evaluation of pharmaceutical industry-sponsored educational events attended by physicians in Pakistan. Journal of Medical Marketing 12(1) 2229. 2012 http://bj.sisfo.net/art/artikel.php. diakses tanggal 21 November 2013 http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp. diakses tanggal 21 November 2013

Anda mungkin juga menyukai