KASUS BISNIS YANG BERETIKA DAN KASUS BISNIS YANG TIDAK BERETIKA
Disusun oleh
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA
2019
BAB 1
Tahun 1960-an
Dalam tahun 1960-an terjadi perkembangan baru yang dilihat sebagaipersiapan
langsung bagi timbulnya etika bisnis dalam dekade berikutnya. Dasawarsa1960-an ini di
Amerika Serikat (dan dunia barat pada umumnya) ditandai olehpemberontakan
terhadap kuasa dan otoritas, revolusi mahasiswa (mulai di ibukotaPrancis bulan Mei
1968). Suasana tidak tenang ini diperkuat lagi karena frustasi yang dirasakan secara
khusus oleh kaum muda dengan keterlibatan Amerika Serikat dalam perang Vietnam.
Rasa tidak puas ini mengakibatkan demonstrasi – demonstrasi paling besar dirasakan di
Amerika serikat. Secara khusus kaum muda menolak kolusi yang dimata mereka terjadi
antara militer dan industri. Industri dinilai terutama melayani kepentingan militer.
Serentak juga untuk pertama kali timbul kesadaran akan masalah ekologis dan terutama
industri di anggap sebagai penyebab masalah lingkungan hidup itu dengan polusi udara,
air, dan tanah serta limbah beracun dan sampah nuklir.
Dunia pendidikan menanggapi situasi ini dengan cara berbeda – beda. Salah satu reaksi
paling penting adalah memberi perhatian khusus kepada social issues dalam kuliah
tentang manajemen. Beberapa sekolah bisnis mulai dengan mencamtumkan mata
kuliah baru di kurikulumnya yang biasanya dibesi nama Business and Society.
Kuliah ini diberikan oleh Doden – Dosen manajeman dan mereka menyusun buku – buku
pegangan dan publikasi lain untuk menunjang matakuliah itu. Pendekatan ini
diadakan dari segi manajemen , dengan sebagaian melibatkan juga hukum dan
sosiologi, tetapi teori etika filosofis disini belum dimanfaatkan.
Tahun 1970-an
Etika bisnis sebagai suatu bidang intelektual dan akademis dengan identitas sendiri mulai
terbentuk di Amerika Serikat tahun 1970-an. Jika sebelumnya etika hanya membicarakan
aspek – aspek moral dari bisnis di samping banyak pokok pembicaraan moral lainya
(etika dalam hubungan dengan bisnis), kini mulai berkembang etika dalam arti
sebenarnya. Jika sebelumnya hanya para teolog dan agamawan pada tahap ilmiah
(teologi) membicarakan masalah – masalah moral dari bisnis, pada tahun 1970-an para
filsuf memasuki wilayah penelitian ini dalam waktu singkat menjadi kelompok yang
paling dominan. Sebagaian sukses usaha itu, kemudian beberapa filsuf
memberanikan diri untuk terjun kedalam etika bisnis sebagai sebuah cabang etika
terapan lainnya. Faktor kedua yang memicu timbulnya etika bisnis sebagai suatu bidang
study yang serius adalah krisis moral yang dialami dunia bisnis Amerika pada awal
tahun.
1970-an krisis moral dalam dunia bisnis itu diperkuat lagi oleh krisis moral lebih umum
yang melanda seluruh masyarakat Amerika pada waktu itu. Melatarbelakangi krisis moral
yang umum itu , dunia bisnis amerika tertimpa oleh kerisis moral yang khusus .
Sebagaian sebagai reaksi atas terjadinya peristiwa – peristiwa tidak etis ini pada awal
tahun 1970-an dalam kalangan pendidikan Amerika didasarkan kebutuhan akan refleksi
etika di bidang bisnis. Salah satu usaha khusus adalah menjadikan etika bisnis sebagai
mata kuliah dalam kurikulum ini ternyata berdampak luas. Dengan demikian dipilihnya
etika bisnis sebagai mata kuliah dalam kurikulum sekolah bisnis banyak menyumbang
kapada perkembangannya ke arah bidang ilmiah yang memiliki identitas sendiri.
Terdapat dua faktor yang mendorong kelahiran etika bisnis pada tahun 1970-an yaitu:
Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar
bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral
yang sedang meliputi dunia bisnis.
Terjadinya krisis moral yang dialami oleh dunia bisnis. Pada saat ini mereka
bekerja sama khususnya dengan ahli ekonomi dan manejemen dalam meneruskan
tendensi etika terapan. Norman E. Bowie menyebutkan bahwa kelahiran etika
bisnis ini disebabkan adanya kerjasama interdisipliner, yaitu pada konferesi perdana
tentang etika bisnis yang diselanggarakan di universitas Kansas oleh philosophi
Departemen bersama colledge of business pada bulan November 1974.
Tahun 1980-an
Di Eropa Barat etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira – kira sepuluh
tahun kemudian , mula – mula di inggris yang secara geografis maupun kultural paling
dekat dengan Amerika Serikat, tetapi tidak lama kemudian juga negara– negara Eropa
Barat lainnya. Semakin banyak fakultas ekonomi atau sekolah bisnisdi Eropa
mencantumkan mata kuliah etika bisnis dalam kurikulumnya, sebagai mata kuliah pilihan
ataupun wajib di tempuh. Sepuluh tahun kemudian sudah terdapat dua belas profesor
etika bisnis pertama di universitas – Universitas Eropa. Pada tahun 1987 didirikan
European Business Ethich Network (EBEN) yang bertujuan menjadi forum pertemuan
antara akademisi dari universitas serta seklah bisnis , para pengusaha dan wakil
–wakil organisasi nasional dan internasional seperti misalnya serikat buruh).
Konferensi EBEN yang pertama berlangsung di Brussel (1987). Konferensi
kedua di Barcelona (1989) dan selanjutnya ada konferensi setiap tahun : Milano (1990),
London (1991), Paris (1992), Sanvika , Noerwegia (1993), St. GallenSwis (1994),
Breukelen , Belanda (1995), Frankfurt (1996). Sebagaian bahan konferensi –
konferensi itu telah diterbitkan dalam bentuk buku.
Tahun 1990-an
Dalam dekade 1990-an sudah menjadi jelas, etika bisnis tidak terbatas lagi pada dunia
barat. Kini etika bisnis dipelajari, diajarkan dan dikembangkan di seluruh dunia, kita
mendengar tentang kehadiran etika bisnis amerika latin, eropa timur, apalagi sejak
runtuhnya komunisme disana sebagai sistem politik dan ekonomi. Tidak mengherankan
bila etika bisnis mendapat perhatian khusus di negara yang memiliki ekonomi yang
paling kuat di luar dunia barat. Tanda bukti terakhir bagi sifat global etika bisnis adalah
telah didirikannya international society for business management economis and ethics
(ISBEE)
BAB 2
Ada beberapa argumen yang dapat diajukan disini untuk menunjukkan bahwa justru demi
memperoleh keuntungan etika sangat dibutuhkan , sangat relevan, dan mempunyai tempat
yang sangat strategis dalam bisnis dewasa ini.
1. Dalam bisnis modern dewasa ini, para pelaku bisnis dituntut menjadi orang-orang
profesional di bidangnya.
2. Dalam persaingan bisnis yang ketat para pelaku bisnis modern sangat sadar bahwa
konsumen adalah benar-benar raja. Karena itu hal yang paling pokok untuk bisa untung
dan bertahan dalam pasar penuh persaingan adalah sejauh mana suatu perusahaan bisa
merebut dan mempertahankan kepercayaan konsumen.
3. Dalam sistem pasar terbuka dengan peran pemerintah yang bersifat netral tak berpihak
tetapi efektif menjaga agar kepentingan dan hak semua pemerintah dijamin, para pelaku
bisnis berusaha sebisa mungkin untuk menghindari campur tangan pemerintah, yang
baginya akan sangat merugikan kelangsungan bisnisnya. Salah satu cara yang paling
efektif adalah dengan menjalankan bisnisnya bisnisnya secara secara baik dan etis yaitu
dengan menjalankan bisnis sedemikian rupa tanpa secara sengaja merugikan hak dan
kepentinga semua pihak yang terkait dengan bisnisnya.
4. Perusahaan-perusahaan modern juga semakin menyadari bahwa karyawan bukanlah
tenaga yang siap untuk eksploitasi demi mengeruk keuntunga yang sebesar-besarnya.
Justru sebaliknya, karyawan semakin dianggap sebagai subjek utama dari bisnis suatu
perusahaan yang sangat menentukan berhasil tidaknya, bertahan tidaknya perusahaan
tersebut.
Bisnis sangat berkaitan dengan etika bahkan sangat mengandalkan etika. Dengan kata
lain, bisnis memang punya etika dan karena itu etika bisnis memang relevan untuk
dibicarakan. Argumen mengenai keterkaitan antara tujuan bisnis dan mencari keuntungan
dan etika memperlihatkan bahwa dalam iklim bisnis yang terbuka dan bebas, perusahaan
yang menjalankan bisnisnya secara baik dan etis, yaitu perusahaan yang memperhatikan hak
dan kepentingan semua pihak yang terkait dengan bisnisnya, akan berhasil dan bertahan
dalam kegiatan bisnisnya.
Bab 3
KASUS
A. KASUS SESUAI ETIKA VS KASUS TIDAK SESUAI ETIKA
1. KASUS TIDAK SESUAI ETIKA
“XL VS AS”
Dalam dunia pertelevisian, istilah iklan tidak lagi asing telinga kita. Iklan merupakan
salah satu bagian terpenting salam dunia pertelevisian. Melalui inilah, para produsen
selalu menyuguhkan iklan yang menarik untuk menarik perhatian konsumen. Tetapi
dalam periklanan ini sering terjadi pelanggaran etika yang dilakukan oleh pihak yang satu
kepada pihak yang lain, dengan kata lain saling menjatuhkan antara yang satu dengan
yang lain.
Salah satu contoh kasus pelanggaran etika dalam dunia periklanan ini adalah iklan kartu
XL dan AS. Sering kali kedua iklan kartu ternama ini ditayangkan di layar televisi kita.
Kedua iklan kartu ini saling menjatuhkan dengan cara saling memurahkan tarif sendiri.
Kedua kartu ini dengan tidak tanggung-tanggungnya menyindir satu sama lain.
Kasus ini dimulai pada saat XL menayangkan iklan yang dibintangi oleh salah
satu pelawak ternama di Indonesia yaitu Sule. Dalam iklan ini Sule bermain satu frame
dengan bintang cilik Baim dan Putri Titian. Pada iklan tersebut, Baim disuruh Sule untuk
ngomong "om sule ganteng", tapi si Baim mengatakan "om sule jelek" hal ini sudah
direkayasa oleh sutradara.
Lalu XL membuat slogan "sejujur Baim, sejujur XL". Tak tinggal diam, Telkomsel(AS)
membalas iklan ini dengan kata-kata "makanya, jangan mau diboongin anak kecil..!".
Telkomsel juga meluncurkan iklan baru dengan Sule.
Dalam iklan tersebut, Sule menyatakan kepada pers bahwadia sudah tobat dan
sekarang Sule memakai kartu AS yang katanya murahnya dari awal. Perang iklan seperti
ini tergolong parah, karena biasanya tidak ada bintang iklan yang pindah ke produk
kompetitor selama 6 bulan.
Dalam kasus ini, terjadi pelanggaran peraturan dan prinsip-prinsip dalam peundang-
undangan. Salah satu prinsip etika yang diatur oleh EPI yaitu "iklan tidak boleh
merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung". Pelanggaran ini
tentunya akan membawa dampak buruk bagi perkembangan ekonomi dan penilaian
masyarakat mengenai kedua merek kartu ternama ini secara moral melanggar hukum
dengan saling bersaing secara tidak sehat.
Dalam hal mengiklankan produk, bersainglah secara sehat tanpa harus menjatuhkan
pesaing. Karena bisa jadi pesaing yang lain tersinggung akan sindiran tersebut, dan
hal ini akan berdampak buruk bagi si penyindir dikarenakan pemikiran dan penilaian
di mata masyarakat kurang baik, juga popularitas merek menjadi buruk.
Harus saling memahami dan mengerti akan kondisi dan fasilitas yang telah didapat
dari provider tertentu. Karena fasilitas yang diberikan kemampuannya terbatas. Jadi,
masing masing dari provider pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan tertentu.
Selalu tanamkan jiwa kreatif dalam setiap melakukan inovasi. Dalam hal ini provider
dituntut untuk dapat membuat suatu rancangan baru yang lebih baik dan tentunya
dapat memberikan keuntungan yang lebih tanpa harus menjatuhkan pesaing lain.
2. KASUS BERETIKA
PT Pupuk Indonesia (Persero) antara lain :
Kebijakan Larangan Gratifikasi dan anti Suap Perusahaan telah menerapkan kebijakan
yang melarang pemberian dan penerimaan setiap bentuk uang, hadiah atau kenikmatan
atau manfaat, pemberian diskon, pinjaman, penyediaan fasilitas akomodasi, transportasi
atau halhal sejenis lainnya yang terkait dengan bisnis perusahaan kepada dan dari pejabat,
rekan kerja, mitra bisnis atau pihak-pihak lain atau dari siapapun yang terkait dengan
kedudukan atau tugasnya sebagai petugas senior atau karyawan Perusahaan yang diduga
akan mempengaruhi pengambilan suatu keputusan.
Kebijakan dan prosedur Pelaporan (whistle blower) Sebagai salah satu usaha
peningkatan penerapan prinsip prinsip Good Corporate Governance (GCG) di lingkungan
PIHC beserta seluruh jajaran anak perusahaannya, pada tanggal 30 Mei 2008, bertempat
di gedung Bidakara, Jakarta, telah dilaksanakan penandatangan Piagam Pakta Integritas
yang dilakukan oleh seluruh Direksi dan Komisaris Utama PIHC beserta seluruh jajaran
anak perusahaannya. Selaku perwakilan dari PIHC, penandatanganan piagam tersebut
dilakukan oleh Direktur Utama, Bpk. Dadang Heru Kodri. Acara tersebut juga dilengkapi
dengan pembekalan mengenai Etika Bisnis yang disampaikan oleh Ketua KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) saat itu, Bpk. Antasari Azhar.
Inti Pakta Integritas tersebut adalah pernyataan Direksi dan Komisaris Utama
yang memegang teguh dan bertanggung jawab atas penerapan prinsip-prinsip dasar
Integritas di lingkungan PIHC dengan tujuan untuk melaksanakan usaha yang bersih,
transparan, profesional dan pembentukan Whistle Blowing System (M-18) serta
bertindak jujur, dapat dipercaya, menghindari konflik kepentingan dan tidak mentolerir
suap.
Pelaksanaan penerapan Good Corporate Governance itu tidak hanya wajib
dilakukan oleh pihak Direksi dan Komisaris saja, tetapi juga wajib dilaksanakan oleh
seluruh karyawan untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan pakta integritas yang telah
ditandatangani.
Kebijakan Anti Fraud Perusahaan melarang anggota Komisaris, Direksi, dan
seluruh karyawan PIHC dan pihak terkait untuk melakukan dan memasuki setiap
transaksi negatif (fraud). Apabila transaksi tersebut terjadi, maka setiap pihak yang
terlibat akan dikenai sanksi, penahanan dan tuntutan sesuai hukum yang berlaku.
Kebijakan Keterlibatan Dalam Politik Kebijakan Perusahaan mengharuskan
Direksi dan karyawan yang mewakili Perusahaan dalam setiap urusan Pemerintah dan
politik, untuk patuh terhadap setiap perundang-undangan yang mengatur keterlibatan
perusahaan dalam urusan publik.