Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH ETIKA BISNIS

ETIKA BISNIS DARI BERBAGAI PERSPEKTIF DAN ETIKA PROFESI

Oleh :

1. Nazila Putri Nurfatmawati (175020200111002)


2. Sabil Al Rasyad (175020200111006)
3. Aqidahlia Maryatul Hasanah (175020200111036)
4. Andini Sari Pitaloka (175020207111006)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2017
A. Beberapa Aspek Etika Bisnis Islam

Etika dalam pemikiran Islam dimasukkan dalam filsafat praktis (Al hikmah al amaliyah).
Masyarakat islam adalah masyarakat yang dinamis sebagai bagian dari budaya dan peradaban.
Dalam pengkajiannya, etika dalam Islam dapat dikategorikan sesuai dengan pendekatannya.
Pendekatan etika dalam Islam antara lain :

1. Etika skriptual
Dapat diartikan sebagai sebuah etika yang berangkat dari interpretasi yang melibatkan
aktivitas intelektual yang serius dan sungguh-sungguh terhadap nash-nash Al-Qur’an dan
Sunnah Rasulullah SAW.
2. Etika berdasarkan teologi (a) rasionalitas (mutazilah), (b) semi rasionalis dan voluntaris
(Asyariah-Ortodoks : tunduk kepada kitab suci), (c) anti rasionalis (interpretasi harfiah
kitab suci)
Persoalan teologi memunculkan berbagai aliran pemikiran dalam Islam, antara lain :
a. Mu’tazilah berhadapan Asy’ariah, meliputi: (a) Sumber pengetahuan = akal pikiran.
b. Sumber hukum = Akal, Wahyu dan Agama ; Syariat Baik/Buruk = Akal dan Syariat;
c. Jabariah berhadapan Qadariah.
3. Etika keagamaan
Konsepsi Al-Qur’an tentang manusia dan kedudukan di alam semesta sudah menerima
pengaruh teologi dan filsafat Yunani)
4. Etika berdasarkan filsafat (pengaruh Socrates, Plato, Aristoteles, India, Persia).
Latar belakang pendapat mayoritas ahli-ahli Islam: tidak ada mazhab etika dalam
pemikiran Islam (karena umat Islam memiliki sumber yang cukup dari Al-Qur’an dan
Hadis). Baru ada pembahasan setelah bersinggungan dengan kebudayaan Yunani yang
utamanya berbicara tentang: (a) Konsep kebahagiaan, (b) Kekekalan jiwa, (c) Teori
eksistensi dan emanasi.
Prinsip utama :
a. Berpihak pada teori etika yang bersifat universal dan fitri.
b. Moralitas dalam islam didasarkan keadilan menempatkan segala sesuatu pada
porsinya
c. Tindakan etis akan menghasilkan kebahagiaan termasuk kebahagiaan di dunia dan
fisik (Ibnu Miskawaih)
d. Tindakan etis bersifat rasional (tidak sejalan dengan Kantianism).

B. Teori Ethical Egoism


Dalam teori ini maksimalisasi kepentingan individu dilakukan sesuai keinginan individu
yang bersangkutan. Kepentingan bukan harus barang/kekayaan, bisa pula ketenaran, keluarga
bahagia, pekerjaan yang baik ataun apapun yang dianggap penting oleh pengambil keputusan.
Teori ini mengalami pengembangan yang disebut Enlightened Ethical Egoism (self interest),
dimana berfokus pada kepentingan individu terhadap perspektif masyarakat/ kemanusiaan secara
keseluruhan. Seseorang bisa memiliki kepentingan untuk memiliki “dunia yang baik” terhdapa
polusi asap mobil atau rokok dan lain-lain, walaupun itu menguntungkannya.

C. Etika Relativisme
Etika Relativisme adalah doktrin yang menyatakan bahwa tindakan harus dinilai sesuai
dengan apa yang dirasakan individu benar atau salah menurut mereka. Hal ini berpendapat
bahwa bila ada dua individu atau budaya berbeda mengenai moralitas isu atau tindakan tertentu.
Relativisme etis adalah teori bahwa karena masyarakat yang berbeda memiliki keyakinan etis
yang berbeda. Apakah tindakan secara moral benar atau salah, tergantung kepada pandangan
masyarakat itu.
Dengan kata lain, relativisme moral adalah pandangan bahwa tidak ada standar etis yang
secara absolute benar dan yang diterapkan atau harus diterapkan terhadap perusahaan atau orang
dari semua masyarakat. Dalam penalaran moral seseorang, dia harus selalu mengikuti standar
moral yang berlaku dalam masyarakat manapun dimana dia berada. Pandangan lain dari kritikus
relativisme etis yang berpendapat, bahwa ada standar moral tertentu yang harus diterima oleh
anggota masyarakat manapun jika masyarakat itu akan terus berlangsung dan jika anggotanya
ingin berinteraksi secara efektif.
Relativisme etis mengingatkan kita bahwa masyarakat yang berbeda memiliki keyakinan
moral yang berbeda, dan kita hendaknya tidak secara sederhana mengabaikan keyakinan moral
kebudayaan lain ketika mereka tidak sesuai dengan standar moral kita. Setelah melihat penting
dan relevansi etika bisnis ada baiknya jika kita tinjau lebih lanjut apa saja sasaran dan lingkup
etika bisnis itu. Ada tiga sasaran dan ruang lingkup pokok etika bisnis di sini, yaitu:
1 Etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi, dan masalah yang
terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis. Dengan kata lain, etika bisnis pertama-
tama bertujuan untuk menghimbau para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis secara
baik dan etis.
2 Menyadarkan masyarakat, khususnya konsumen, buruh, atau karyawan dan masyarakat
luas pemilik aset umum semacam lingkungan hidup, akan hak dan kepentingan mereka
yang tidak boleh dilanggar oleh praktek bisnis siapa pun juga. Pada tingkat ini, etika
bisnis berfungsi untuk menggugah masyarakat untuk bertindak menuntut para pelaku
bisnis untuk berbisnis secara baik demi terjaminnya hak dan kepentingan masyarakat
tersebut. Etik bisnis mengajak masyarakat luas, entah sebagai kartawan, konsumen, atau
pemakai aset umum lainnya yan gberkaitan dengan kegiatan bisnis, untuk sadar dan
berjuang menuntut haknya atau paling kurang agar hak dan kepentingannya tidak
dirugikan oleh kegiatan bisnis pihak mana pun.
3 Etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis
tidaknya suatu praktek bisnis. Dalam hal ini, etika bisnis lebih bersifat makro, yang karena
itu barang kali lebih tepat disebut etika ekonomi. Dalam lingkup makro semacam ini, etika
bisnis berbicara mengenai monopoli, oligopoli, kolusi, dan praktek-praktek semacamnya
yang akan sangatmempengaruhi tidak saja sehat tidaknya suatu ekonomi melainkan juga
baik tidaknya praktek bisnis dalam sebuah negara.

Relativitas Moral Dalam Bisnis Menurut De George, ada tiga pandangan umum yang dianut.
Pandangan pertama adalah norma etis berbeda antara 1 tempat dengan tempat lainnya. Artinya
perusahaan harus mengikuti norma dan aturan moral yang berlaku di negara tempat perusahaan
tersebut beroperasi. Yang menjadi persoalan adalah anggapan bahwa tidak ada nilai dan norma
moral yang bersifat universal yang berlaku di semua negara dan masyarakat, bahwa nilai dan
norma moral yang berlaku di suatu negara berbeda dengan yang berlaku di negara lain. Oleh
karena itu, menurut pandangan ini norma dan nilai moral bersifat relatif. Ini tidak benar, karena
bagaimanapun mencuri, merampas, dan menipu dimanapun juga akan dikecam dan dianggap
tidak etis.
Pandangan kedua adalah bahwa nilai dan norma moral sendiri paling benar dalam arti
tertentu mewakili kubu moralisme universal, yaitu bahwa pada dasarnya norma dan nilai moral
berlaku universal, dan karena itu apa yang dianggap benar di negara sendiri harus diberlakukan
juga di negara lain (karena anggapan bahwa di negara lain prinsip itu pun pasti berlaku dengan
sendirinya). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa moralitas menyangkut baik
buruknya perilaku manusia sebagai manusia, oleh karena itu sejauh manusia adalah manusia,
dimanapun dia berada prinsip, nilai, dan norma moral itu akan tetap berlaku.

Pandangan ketiga adalah immoralis naif. Pandangan ini menyebutkan bahwa tidak ada
norma moral yang perlu diikuti sama sekali.

D. Etika Deontologi

Etika Deontologi adalah sebuah istilah yang berasal dari kata Yunani ‘deon’ yang berarti
kewajiban dan ‘logos’ berarti ilmu atau teori. Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu
harus ditolak sebagai keburukan, deontologi menjawab, ‘karena perbuatan pertama menjadi
kewajiban kita dan karena perbuatan kedua dilarang’. Sejalan dengan itu, menurut etika
deontologi, suatu tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau
tidak dengan kewajiban.

Karena bagi etika deontology yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban.
Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah
satu teori etika yang terpenting. Ada tiga prinsip yg harus dipenuhi :

1. Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan berdasarkan kewajiban.
2. Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari tindakan itu
melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang untuk melakukan
tindakan itu, berarti kalaupun tujuan tidak tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik.
3. Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah hal yang niscaya dari
tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral universal.

Dengan kata lain, suatu tindakan dianggap baik karena tindakan itu memang baik pada dirinya
sendiri, sehingga merupakan kewajiban yang harus kita lakukan. Sebaliknya, suatu tindakan
dinilai buruk secara moral sehingga tidak menjadi kewajiban untuk kita lakukan. Bersikap adil
adalah tindakan yang baik, dan sudah kewajiban kita untuk bertindak demikian. Sebaliknya,
pelanggaran terhadap hak orang lain atau mencurangi orang lain adalah tindakan yang buruk
pada dirinya sendiri sehingga wajib dihindari.

Hukum Moral sebagai perintah tak bersyarat (imperatif kategoris), yang berarti hukum moral
ini berlaku bagi semua orang pada segala situasi dan tempat. Perintah Bersyarat adalah perintah
yang dilaksanakan kalau orang menghendaki akibatnya, atau kalau akibat dari tindakan itu
merupakan hal yang diinginkan dan dikehendaki oleh orang tersebut. Perintah Tak Bersyarat
adalah perintah yang dilaksanakan begitu saja tanpa syarat apapun, yaitu tanpa mengharapkan
akibatnya, atau tanpa mempedulikan apakah akibatnya tercapai dan berguna bagi orang tersebut
atau tidak.

Dengan demikian, etika deontologi sama sekali tidak mempersoalkan akibat dari tindakan
tersebut, baik atau buruk. Akibat dari suatu tindakan tidak pernah diperhitungkan untuk
menentukan kualitas moral suatu tindakan. Hal ini akan membuka peluang bagi subyektivitas
dari rasionalisasi yang menyebabkan kita ingkar akan kewajiban-kewajiban moral.

Contoh kasus dari etika deontologi :

1. Jika seseorang diberi tugas dan melaksanakannya sesuai dengan tugas maka itu dianggap
benar, sedang dikatakan salah jika tidak melaksanakan tugas.
2. Suatu tindakan bisnis akan dinilai baik oleh etika deontology bukan karena tindakan itu
mendatangkan akibat baik bagi pelakunya melainkan karena tindakan itu sejalan dengan
kewajiban si pelaku untuk misalnya menberikan pelayanan terbaik untuk semua
konsumennya, untuk mengembalikan hutangnya sesuai dengan perjanjian , untuk
menawarkan barang dan jasa dengan mutu sebanding dengan harganya.

E. Pengertian Kode Etik


Kode etik ialah suatu aturan yang tertulis, secara sistematik dengan sengaja di buat dengan
berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada serta ketika dibutuhkan bisa di fungsikan sebagai alat
yang dapat digunakan menghakimi berbagai macam dari tindakan yang pada umumnya dinilai
menyimpang dari kode etik yang ada.

Lantas, apa saja pengertian kode etik menurut para ahli yang sekarang ini masih diakui
kebenarannya masih banyak diaplikasikan oleh masyarakat umum. Berikut ini adalah penjabaran
mengenai Siapa saja yang mengemukakan pengertian kode etik menurut para ahli yang tentunya
cukup terkenal.

1. O.P. SIMORANGKIR menyampaikan bahwa etik atau etika merupakan pandangan dari
manusia di dalam berperilaku berdasarkan ukuran serta nilai yang baik.

2. Sidi Gajalba di dalam sistematika filsafat menyampaikan bahwa etika merupakan sebuah
teori mengenai tingkah laku dari perbuatan manusia yang memiliki sudut pandang dari sisi
yang buruk dan Sisi yang baik tentunya sejauh yang bisa ditentukan oleh akal pikiran manusia.

3. H. Burhanudin Salam memiliki pendapat bahwa etika merupakan salah satu cabang
filsafat yang membicarakan tentang norma dan nilai moral yang bisa menentukan perilaku
Setiap manusia di dalam kehidupan.

Tujuan Kode Etik

Dalam pembentukan kode etik tentu memiliki tujuan didalamnya yaitu, agar profesional
dapat memberikan jasa dengan sebaik-baiknya kepada para pemakai ataupun para nasabahnya.
Dengan adanya kode etik ini akan dapat melindungi dari perbuatan yang tidak profesional.
Ketaatan dari tenaga profesional terhadap kode etik yang ada merupakan sebuah ketaatan yang
naluriah, yang sudah bersatu dengan pikiran, jiwa dan juga perilaku dari tenaga profesional.

Fungsi Kode Etik Profesi

1.Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang
digariskan.

2. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.
 3. Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam
keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah dibutuhkan dalam berbagai bidang.

Menurut (Sonny Keraf, 1998, dikutip oleh Arijanto, 2011), prinsip-prinsip etika bisnis meliputi:

Prinsip-Prinsip Etika Profesi

1. Prinsip tanggung jawab


Orang yang profesional tidak hanya diharapkan melainkan juga dari dalam dirinya
sendiri menuntut dirinya untuk bekerja sebaik mungkin dengan standar di atas rata-rata,
dengan hasil yang maksimum dan dengan moto yang terbaik. Ia bertanggung jawab
menjalankan pekerjaannya sebaik mungkin dan dengan hasil yang memuaskan dengan
kata lain. Ia sendiri dapat mempertanggungjawabkan tugas pekerjaannya itu berdasarkan
tuntutan profesionalitasnya baik terhadap orang lain yang terkait langsung dengan
profesinya maupun yang terhadap dirinya sendiri. 
2. Prinsip keadilan
Prinsip yang menuntut seseorang yang profesional agar dalam melaksanakan
profesinya tidak akan merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu. Prinsip ini
menuntut agar dalam menjalankan profesinya orang yang profesional tidak boleh
melakukan diskriminasi terhadap siapapun termasuk orang yang mungkin tidak
membayar jasa profesionalnya

3. Prinsip otonomi

Prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia luar agar mereka
diberikan kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya.

4. Prinsip integritas moral


Bahwa orang yang profesional adalah juga orang yang punya integritas pribadi atau
moral yang tinggi. Karena, ia mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran
profesinya, nama baiknya dan juga kepentingan orang lain dan masyarakat. Dengan
demikian, sebenarnya prinsip ini merupakan tuntutan kaum profesional atas dirinya
sendiri bahwa dalam menjalankan tugas profesinya ia tidak akan sampai merusak nama
baiknya serta citra dan martabat profesinya.
STUDI KASUS
PELANGGARAN KODE ETIK DALAM PERUSAHAAN
Tirto Id- Have an Aice Day. Buatlah harimu sehat dan indah dengan es krim Aice.
Harganya dari Rp2 ribu hingga Rp10 ribu—tentu, sehat pula bagi kantong Anda. Namun,
selagi Anda menghabiskan pelan-pelan es krim Aice, Anda perlu mengingat kondisi kerja
para buruh yang memproduksinya.
Setiap lapis es krim Aice yang anda jilat adalah setiap detik mutu kesehatan para
buruh yang terus terkikis. Ada sekitar 644 buruh dari total 1.233 pekerja yang melakukan
mogok sejak awal November lalu lantaran kondisi lingkungan pabrik yang mengabaikan
hak-hak mereka; dan jumlah buruh yang protes terus bertambah.
Analisis Kasus
PT AFI (Alpen Food Industry) yang memproduksi ice cream pendatang baru yang
terkenal murah, Aice, tersandung masalah tenaga kerja. PT AFI melakukan
eksploitasi SDM (tenaga kerja) yang berlebihan melanggar kode etik bisnis dan UU
Ketenagakerjaan. Melakukan pemangkasan biaya produksi dengan bertindak tidak etis
terhadap karyawan. Banyak korban akibat perlakuaan tidak mengenakaan PT AFI, mulai
dari karyawan yang jarinya terpotong, karyawan terkena penyakit bronkitis saat produksi,
hingga gangguan pernafasan akibat kebocoran pipa gas. Selain karena quality control
yang mengecewakan, PT AFI juga bertindak sepihak dalam urusan upah. Dikabarkan PT
AFI membayar gaji karyawan buruh dibawah UMR dan memberikan bonus lembur tidak
sesuai yang dijanjikan. Selain itu, PT AFI juga punya masalah ketenagakerjaan mengenai
kontrak buruh yang harusnya berubah dari buruh kontrak menjadi buruh tetap.
Dapat kita simpulkan bahwa tindakan PT AFI sangat menyalahi etika bisnis dan kode
etik. Pihak mereka bertindak sewenang wenang terhadap bawahan (buruh) demi
terpenuhi target produksi serta menurunkan biaya produksi. Tindakan yang harus
dilakukan PT AFI adalah mendengarkan jeritan para buruh dan menyelesaikan dengan
jantan tuntutan yang dipinta. Pemindahan karyawan kontrak ke aktif misalnya, gaji yg
diatas UMR, dll.
Bisnis juga memandang peri kemanusiaan, oleh sebab itu kesejahteraan dan
kebahagiaan haruslah dimiliki oleh semua pihak. Mulai dari petinggi perusahaan, turun
hingga ke buruh, turun hingga para konsumen. Jikalau terjadi pelanggaran pelanggaran
yang terjadi karena ketidakmanusiaan, maka dengan sangat wajib harus kita tuntut hingga
titik darah penghabisan

DAFTAR PUSTAKA :
 DR Erni R.Ernawan, SE., MM., 2007; Business Ethics – Alfabeta, Bandung, Edisi Kesatu
 https://tirto.id/kondisi-kerja-buruh-aice-tak-semanis-iklan-039have-an-aice-day039-cA7f
diakses 11 februari 2018

Anda mungkin juga menyukai