Anda di halaman 1dari 4

Sekilas Teori Etika

Bisnis adalah penerapan prinsip prinsip etika yang umum pada suatu wilayah
perilaku manusia yang khusus, yaitu kegiatan ekonomi dan bisnis. Prinsip prinsip etika
tidak berdiri sendiri tetapi tercantum dalam suatu kerangka pemikiran sistematis yang kita
sebut teori. Secara konkrit teori etika ini sering terfokuskan pada perbuatan. Teori etika
membantu kita untuk menilai kepuasan etis, memberikan kerangka yang memungkinkan kita
memastikan benar tidaknya keputusan moral kita, dan membantu kita untuk mengambil
keputusan moral yang tahan uji, jika ditanyakan tentang dasarnya.

A. Utilitarisme
Utilitarisme berasal dari kata Latin utilis yang berarti bermanfaat. Menurut teori
ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat tersebut harus
menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Jadi
utilitarisme ini tidak boleh dimengerti dengan cara egoistis. Dalam menentukan baik
buruknya suatu perbuatan adalah greatest happiness of the greatest number, kebahagiaan
terbesar dari jumlah orang terbesar. Teori etika ini sangat sesuai dengan pemikiran
ekonomis.
Utilitarisme sangat menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan dalam menilai
baik buruknya. Kualitas moral tergantung pada kualitas moral perbuatan. Jika suatu
perbuatan membawa lebih banyak manfaat daripada kerugian yang ditimbulkan maka
perbuatan itu adalah baik. Karena konsekuensi begitu penting dalam utilitarisme, maka
teori ini juga disebut juga konsekuensialisme.
Utilitarisme disebut juga teleologis (dari kata Yunani, telos = tujuan), sebab
kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan perbuatan. Utilitarisme
dapat memberi tempat juga kepada pengertian kewajiban, tapi hanya dalam arti bahwa
manusia harus menghasilkan kebaikan dan bukan keburukan.
Teori utilitarisme menemui banyak kritik dari para etikawan. Keberatan utamanya
adalah utilitarisme tidak berhasil menampung dalam teorinya dua paham etis yang sangat
penting, yaitu keadilan dan hak. Untuk mengatasi hal ini, beberapa utilitaris
mengusulkan untuk membedakan dua utilitarisme :
1. Utilitarisme perbuatan (act utilitarism) prinsip dasar perbuatan dipakai untuk
menilai kualitas moral suatu perbuatan.
2. Utilitarisme aturan (rule utilitarism) prinsip dasar utilitarisme tidak harus diterapkan
atas perbuatan yang kita lakukan, melakukan atas aturan-aturan moral yang kita
terima bersama dalam masyarakat sebagai pegangan bagi perilaku kita. Tetapi aturan
kedua ini tidak bisa diterima sebagai aturan moral yang sah.

B. Deontologis
Utilitarisme menggantungkan moralitas perbuatan pada konsukensinya, tetapi
deontologis melepaskan sama sekali moralitas dari konsekuensi perbuatan. Istilah
Deontologis berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban. Dasar baik
buruknya perbuatan adalah kewajiban dan tidak memperhatikan konsekuensi dari
perbuatan. Deontologi selalu menekankan: perbuatan tidak dihalalkan karena tujuannya.
Tujuan baik tidak menjadikan perbuatan itu baik.
Dikatakan bahwa orang beragama berpegang pada deontologi karena mereka
menjalankan perintah dan menjauhi larangan Tuhan. Jadi, secara implisit pendekatan ini
diterima dalam konteks agama. Filsuf dari teori ini adalah Immanuel Kant (1724 1804).
Menurutnya, suatu perbuatan adalah baik jika dilakukan karena harus dilakukan atau
dilakukan karena kewajiban. Dan suatu perbuatan adalah baik jika berdasarkan
imperatif kategoris, yakni mewajibkan kita begitu saja tak tergantung dari syarat
apapun. Perbuatan moral ini dirumuskan: Do sollst (engkau harus begitu saja), dilakukan
karena wajib.
Dalam hal ini, dapat dilihat perbedaan antara perbuatan baik menurut hukum
dengan etika. Hukum mementingkan legalitas perbuatan, artinya segi lahiriah perbuatan.
Sedangkan etika, tidak cukup legalitas tetapi juga moralitas perbuatan, yang berarti
memperhatikan kondisi batiniah.

C. Teori Hak
Teori hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi karena hak berkaitan
dengan kewajiban. Meskipun begitu, teori hak sekarang ini telah mendapat identits
tersendiri. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama.
Karena itu teori ini sesuai dengan suasana pemikiran demokratis.
Hak sesuai dengan penghargaan terhadap individu yang memiliki harkat tersendiri,
sehingga siapa pun tidak boleh dikorbankan demi mencapai suatu tujuan yang lain.
Menurut Kant, manusia merupakan suatu tujuan pada dirinya (en end in itself). Karena
itu manusia dihormati sebagai tujuannya sendiri dan tidak boleh digunakan sebagai
sarana untuk mencapai tujuan. Sejalan dengan pemikiran moral, etika bisnis saat ini
mengilhami teori hak, dimana etika bisnis saat ini melanjutkan perjuangan dibidang
sosio-ekonomi yang berlangsung pada masa sebelumnya.
D. Teori Keutamaan
Teori ini memfokuskan pada seluruh manusia sebagai pelaku moral dan
memandang sikap atau akhlak seseorang. Dikatakan bahwa teori keutamaan dewasa ini
sebagai reaksi atas teori-teori sebelumnnya yang berat sebelah dalam mengukur
perbuatan dengan prinsip atau norma. Tetapi menurut sejarah, teori ini bukanlah teori
baru melainkan tradisi lama pada masa filsuf Yunani kuno, Aristoteles.
Keutamaan disini diartikan sebagai: disposisi watak yang telah diperoleh seseorang
dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral. Seseorang adalah orang
yang baik jika memiliki keutamaan. Hidup yang baik adalah virtuous life: hidup
berkeutamaan.
Menurut Aristoteles, keutamaan tidak dibatasi pada taraf pribadi saja, melainkan
pada konteks komuniter. Manusia adalah makhluk politik dalam arti : tidak bisa
dilepaskan dari polis atau komunitasnya. Sebagian, teori ini dianggap tidak relevan bagi
orang modern, begitu pula sebaliknya. Dalam etika bisnis, teori ini belum banyak
dimanfaatkan. Namun telah ada minat pada teori ini. Solomon membedakan keutamaan
untuk pelaku bisnis individual dan keutamaan pada taraf perusahaan. Menurutnya,
keadilan sebagai keutamaan paling mendasar di bidang bisnis.
Di antara keutamaan yang menandai pebisnis perorangan adalah: kejujuran,
fairness, kepercayaan, dan keuletan. Semua ini saling berkaitan, walaupun terkadang
terjadi tumpang tindih diantaranya. Kejujuran diakui sebagai keutamaan pertama dan
dianggap paling penting karena orang yang jujur tidak akan berbohong atau menipu.
Kejujuran menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran. Namun, keutamaan kejujuran
terkadang menemui kesulitan karena garis perbatasan antara kejujuran dan
ketidakjujuran tidak selalu bisa ditarik dengan tajam. Walaupun kejujuran sangat
diharapkan, bukan berarti orang jujur luput dari kesulitan moral.
Fairness adalah keutamaan yang lain, merupakan kesediaan untuk memberikan apa
yang wajar kepada semua orang dan dengan wajar dimaksudkan apa yang bisa
disetujui oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu transaksi.
Kepercayaaan juga merupakan keutamaan yang penting dalam konteks bisnis.
Kepercayaan ini harus ditempatkan dalam relasi timbal balik. Pebisnis yang memiliki
keutamaan ini boleh mengandaikan bahwa mitraya mempunyai keutamaan yang sama
yaitu kepercayaan.
Keuletan (Solomon menggunakan kata toughness). Pebinis harus bertahan dalam
banyak situasi yang sulit. Ia harus sanggup mengadakan negoisasi yang terkadang seru
tentang proyek atau transaksi yang bernilai besar. Ia harus berani juga mengambil resiko
kecil atau besar karena perkembangan, banyak faktor tidak bisa diramalkan sebelumnya.

E. Kesimpulan
Etika bisnis merupakan penerapan prinsip etika yang perlu diterapkan dalam
kehidupan manusia terutama dalam kegiatan bisnis, dalam etika bisnis kita juga
mengenal beberapa macam teori yang dapat digunakan sebagai dasar penilaian perbuatan
seseorang baik itu dari segi negatif maupun segi positif. Etika bisnis yang diterapkan
oleh para kaum pebisnis juga bisa menonjolkan sisi positif dari kegiatan bisnis yang
mereka lakukan maupun secara personal dari masing-masing pelaku kegiatan
bisnis tersebut. Untuk itu kita menyadari bahwa mempelajari etika bisnis sangat penting
dalam membantu kita dalam berperilaku, berhati-hati dan antisipasi dalam membantu
kelancaran bisnis kita.

Anda mungkin juga menyukai