Disusun oleh :
Bagas Taruna (934111219)
Sabit Baitulloh (934119319)
Siti Khamsiyah (934111919)
Yuyun Setyo Ningsih (934110319)
M. Sholehuddin Al-Ayubi (934109519)
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur senantiasa penyusun haturkan atas kehadirat Allah SWT atas
berkat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
sesuai harapan dengan judul “Konsepsi Etika dalam Islam”. Shalawat serta salam
juga tak lupa tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, karena beliaulah sang
tokoh revolusioner sejati yang telah terbukti berhasil membawa umat Islam dari
alam yang biadab penuh kebodohan menuju alam yang beradab kaya
pengetahuan.
Kami ucapkan terimakasih kepeda semua pihak atas dukungan moral dan
materi yang telah diberikan. Semoga Allah SWT senantiasa memudahkan segala
urusan kita semua.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya.
Wallahul muwafiq ila aqwamit thariq
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakikatnya setiap orang itu memiliki etika, ia mempunyai
kesempatan untuk menjadi beretika, sebagaimana hidup dengan aturan nilai
dan norma. Etika merefleksikan bagaimana cara seseorang itu berperilaku
dikehidupannya, membawa diri serta mengatasi hidupnya dengan bertanggung
jawab dengan tujuan agar sukses sebagai manusia yang mencapai potensial
tertinggi dalam hidupnya . Dengan demikan tujuan dari etika tidak hanya
sekadar mengetahui sudut pandang atau teori, ilmu, tetapi juga memengaruhi
dan mendorong manusia supaya membentuk hidup suci dan menghasilkan
kebaikan dan kesempurnaan serta memberi mamfaat kepada sesama manusia.
Etika pada dasarnya memiliki visi yang universal dan berlaku bagi
segenap manusia di setiap tempat dan waktu. Namun ada kesukaran untuk
merealisasikannya karena ukuran baik dan buruk menurut anggapan orang
sangatlah relatif. Hal ini tentu berbeda dengan ajaran Islam dan etika Islam
yang kriterianya telah ditentukan secara gamblang dalam Alquran dan hadis.
Etika merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Meskipun
manusia dilahirkan terpisah dari individu lain. Namun ia tidak dapat hidup
sendiri terlepas dari yang lain melainkan selalu hidup bersama dalam kelompok
atau masyarakat.
Tidak bisa dibayangkan bila kehidupan manusia yang kompleks dengan
masalah ini, tidak diatur oleh sebuah etika. Barangkali dunia yang kita huni ini
tidak akan jauh beda dengan hutan yang didiami oleh hewan-hewan dari
berbagai habitat; yang kuat menindas yang lemah, yang besar memakan yang
kecil dan lain sebagainya. Islam sangat menekankan pentingnya sebuah akhlak.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw pernah bersabda:
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi etika?
2. Bagaimana aliran-aliran etika?
3. Bagaimana definisi etika dalam Islam?
4. Bagaimana prinsip-prinsip dasar etika dalam Islam?
5. Bagaimana definisi etika bisnis?
6. Bagaimana definisi etika bisnis dalam Islam?
7. Bagaimana tujuan umum etika bisnis dalam Islam?
8. Bagaimana panduan Rasulullah Saw dalam etika bisnis?
9. Bagaimana upaya mewujudkan etika bisnis untuk membangaun bisnis yang
Islami untuk menghadapi tantangan bisnis di masa depan?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui tentang definisi etika.
2. Untuk mengetahui tentang aliran-aliran etika.
3. Untuk mengetahui tentang definisi etika dalam Islam.
4. Untuk mengetahui tentang prinsip-prinsip dasar etika dalam Islam.
5. Untuk mengetahui tentang definisi etika bisnis.
3
A. Definisi Etika
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika dijelaskan dengan
membedakan tiga arti yaitu: 1) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk
dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak), 2) Kumpulan asas atau nilai
yang berkenaan dengan akhlak, 3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut
suatu golongan atau masyarakat.1 Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
etika diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlaq (moral).2
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata
“etika” yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu “ta etha”. “Ethos”
mempunyai banyak arti, yaitu tempat tinggal yang biasa, padang rumput,
kandang, kebiasaan/adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir.
Sedangkan arti “ta etha”, yaitu adat kebiasaan.3
Dalam pengertian ini etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik,
baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat. Ini berarti etika
berkaitan dengan nilai nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik,
dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang
lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain.4
Etika adalah komponen pendukung para pelaku bisnis terutama dalam
hal kepribadian, tindakan dan perilakunya (Kadir, 2013: 47). Etika disebut juga
sebagai rambu rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat
membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang
terpuji yang harus dipatuhi dan dijalankan.5
Menurut Ahmad Amin memberikan batasan bahwa etika atau akhlak
adalah ilmu yang menjelaskan arti yang baik dan buruk, menerangkan apa
1
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1995), hlm. 271.
2
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hlm.
278.
3
K. Bertnes, Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 4.
4
Sonny Keraf, Pustaka Filsafat Etika Bisnis, Tuntutan Dan Relevansinya, (Yogyakarta: Kansius,
1998), hlm. 14.
5
Fakhry Zamzam dan Havis Aravik, Etika Bisnis Islam Seni Berbisnis Keberkahan, (Yogyakarta:
Deepublish, 2012), hlm. 1.
4
5
6
Ahmad Amin, Etika: Ilmu Akhlak, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm. 36.
7
Reksiana, Kerancuan Istilah Karakter, Akhlak, Moral, dan Etika, Ejournal Thaqafiyyat, Vol. 19
No. 1, Juni 2018, hlm. 12.
Lihat http://ejournal.uin-suka.ac.id/adab/thaqafiyyat/article/download/1305/7867 (Diakses pada
tanggal 9 September 2020, 16:50 WIB)
8
Muhammad Alfan, Filsafat Etika Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), hlm. 20-21.
9
Ibid.
6
sejauh yang dapat ditentukan oleh akal manusia. Dengan kata lain etika adalah
aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkanoleh akal manusia. Seperti halnya
akhlak, secara etimologi etika juga memiliki makna yang sama dengan moral.
Tetapi, secara terminologi dalam posisi tertentu, etika memiliki makna yang
berbeda dengan moral.10
Etika merupakan ilmu yang menyelidiki perbuatan atau tingkah laku
manusia mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan sejauh
yang diketahui oleh akal pikiran.11 Etika bersifat kultural, dalam menentukan
nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran
atau rasio, tolak ukur yang digunakan moral adalah norma-norma yang tumbuh
dan berkembang serta berlangsung di masyarakat. Etika lebih bersifat teoritis,
konseptual, sedangkan moral berada dalam dataran realitas dan muncul dalam
tingkah laku yang berkembang di masyarakat.12 Jadi, moral lebih kepada
dorongan untuk mentaati etika. Etika pada dasarnya mengamati realitas moral
secara kritis, dan etika tidak memberikan ajaran melainkan kebiasaan, nilai,
norma dan pandangan-pandangan moral secara kritis. Jadi singkatnya, bahwa
moralitas menekankan pada cara anda melakukan sesuatu” sedangkan etika
lebih kepada mengapa untuk melakukan sesuatu itu harus menggunakan cara
tersebut.13
Etika bersifat stabil, pengertian stabil di sini bukan berarti bahwa etika
itu tetap dan tidak berubah. Di dalam kehidupan manusia dari kecil sampai
dewasa/tua, etika itu selalu berkembang, dan mengalami perubahan-perubahan.
Tetapi di dalam perubahan itu terlihat adanya pola-pola tertentu yang tetap.
Makin dewasa orang itu, makin jelas polanya, makin jelas adanya stabilitas.
Dari pengertian mengenai etika di atas dapat disimpulkan bahwa etika atau
10
Ahmad Tafsir, Moralitas Al-Qur’an dan Tantangan Modernitas, (Yogyakarta: Gama Media,
2002), hlm. 15.
11
Hamzah Ya’qub, Etika Islam, (Bandung: Rineka Cipta, 1983), hlm. 12. Lihat juga H.
Burhanuddin Salam, Etika Individual Pola Dasar Filsafat Moral, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000),
hlm. 30.
12
Namun berbicara mengenai moral, yang menjadi acuan bukan hanya ketentuan yang berlaku dan
menjadi adat istiadat di masyarakat, tetapi juga ajaran agama dan ideologi tertentu. Lihat Imam
Sukardi, Pilar Islam Bagi Pluralisme Modern, Cet. 1, (Solo: Tiga Serangkai, 2003), hlm. 83.
13
Reksiana, Kerancuan Istilah Karakter, Akhlak, Moral, dan Etika, Ejournal Thaqafiyyat, Vol. 19
No. 1, Juni 2018, hlm. 12.
Lihat http://ejournal.uin-suka.ac.id/adab/thaqafiyyat/article/download/1305/7867 (Diakses pada
tanggal 9 September 2020, 16:50 WIB)
7
personality itu dinamis, tidak statis atau tetap saja tanpa perubahan. Ia
menunjukkan tingkah laku yang terintegrasi dan merupakan interaksi antara
kesanggupan-kesanggupan bawaan yang ada pada individu dengan
lingkungannya. Ia bersifat psikofisik, yang berarti baik faktor jasmaniah
maupun rohaniah individu itu bersama-sama memegang seseorang sifatnya
khas mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan individu
lain.14
B. Aliran-Aliran Etika
Diskursus tentang baik-buruk telah berlangsung cukup lama,semasa
dengan sejarah peradaban umat manusia. Generasi setiap masa mencoba untuk
merumuskan apa yang disebut dengan baik, buruk dan bahagia. Perbedaan cara
pandang telah membuat rumusan yang berbeda-beda dan pada perkembangan
berikutnya menjadi aliran-aliran etika, adalah sebagai berikut.
1. Hedonisme
Bagi aliran ini, sesuatu itu baik apabila dapat memuaskan keinginan
kita atau apa yang dapat meningkatkan kreativitas kesenangan atau
kenikmatan dalam diri kita. Pemikiran ini telah muncul sejak zaman
Aristoteles (433-355 SM), dan dilanjutkan oleh muridnya Sokrates.
Menurutnya, sejak kecil manusia selalu mencari kesenangan dan selalu
menghindar dari segala sesuatu yang tidak menyenangkan. Baginya
kesenangan tersebut bersifat badani. Namun ia memberi catatan,
kesenangan yang diperoleh tidak boleh menjadikan manusia larut.
Kesenangan tersebut harus tetap berada dalam kendali dirinya. Kesenangan
harus dipergunakan sebaik-baiknya.15
2. Utilitarianisme
Menurut aliran ini, nilai moral perbuatan manusia ditentukan oleh
tujuannya. Inilah makna dari utilitarianisme (utilis-bahasa latin) yang berati
manfaat. Prinsip aliran ini adalah, “suatu tindakan dapat dibenarkan secara
14
Reksiana, Kerancuan Istilah Karakter, Akhlak, Moral, dan Etika, Ejournal Thaqafiyyat, Vol. 19
No. 1, Juni 2018, hlm. 12.
Lihat http://ejournal.uin-suka.ac.id/adab/thaqafiyyat/article/download/1305/7867 (Diakses pada
tanggal 9 September 2020, 16:50 WIB
15
K. Bertnes, Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 235
8
16
Franz Magnis Suseno, 13 Model Pendekatan Etika, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), hlm. 195-
197.
17
K.Bertens, Pengantar Etika Bisnis, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hlm. 151.
18
M.Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997)
19
Haidar Bagir, Etika Barat, Etika Islam, dalam Amin Abdullah, Antara al-Ghazali dan Khant:
Filsafat Etika Islam, (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 18-20.
9
23
Fakhry Zamzam dan Havis Aravik, Etika Bisnis Islam Seni Berbisnis Keberkahan, (Yogyakarta:
Deepublish, 2012), hlm. 2-3.
24
Ibid.
25
Ibid., hlm. 7-9.
12
duniawi juga dianggap sebagai bagian integral dari hal hal yang bersifat
investasi akhirat. Artinya, jika orientasi bisnis dan upaya investasi akhirat
(diniatkan sebagai ibadah dan merupakan totalitas kepatuhan kepada Tuhan),
maka bisnis dengan sendirinya harus sejalan dengan kaidah kaidah moral yang
berlandaskan keimanan kepada akhirat.26
28
Taufiq Abdullah, Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, (Jakarta: LP3ES, 1982),
hlm. 27.
BAB III
PENUTUP
15
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufiq. 1982. Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi. Jakarta:
LP3ES.
Alfan, Muhammad. 2011. Filsafat Etika Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Amin, Ahmad. 1995. Etika: Ilmu Akhlak. Jakarta: Bulan Bintang.
Bagir, Haidar. 2002. Etika Barat, Etika Islam, dalam Amin Abdullah, Antara al-
Ghazali dan Khant: Filsafat Etika Islam. Bandung: Mizan.
Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius.
Bertnes, K. 2002. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Keraf, Sonny. 1998. Pustaka Filsafat Etika Bisnis, Tuntutan Dan Relevansinya.
Yogyakarta: Kansius.
Mibtadin. 2019. Etika dalam Diskursus Pemikiran Islam dari Wacana Menuju
Islamologi Terapan. Ejournal Suhuf. Vol. 31 No. 1. Lihat
http://journals.ums.ac.id/index.php/suhuf/article/download/9007/4876
(Diakses pada tanggal 11 September 2020, 07:21 WIB)
Naqvi, Syed Nawab. 1993. Ethict and Economics: An Islamic Syntesis, telah
diterjemahkan oleh Husin Anis: Etika dan Ilmu Ekonomi Suatu Sintesis
Islami. Bandung: Mizan.
Nizar, dkk. 2017. Pemikiran Etika Ibnu Miskawih, Ejournal Kuriositas. Vol. 11
No. 1. Lihat https://media.neliti.com/media/publications/285385-
pemikiran-etika-ibnu-miskawaih-874cee4b.pdf (Diakses pada tanggal 11
September 2020, 07:15 WIB)
Poerwadarminta, W.J.S. 1993. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Reksiana. 2018. Kerancuan Istilah Karakter, Akhlak, Moral, dan Etika, Ejournal
Thaqafiyyat, Vol. 19 No. 1. Lihat http://ejournal.uin-
suka.ac.id/adab/thaqafiyyat/article/download/1305/7867 (Diakses pada
tanggal 9 September 2020, 16:50 WIB)
16
17