Anda di halaman 1dari 20

KONSEPSI ETIKA DALAM ISLAM

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Bisnis Islam


Dosen Pengampu: Ali Samsuri, M.EI

Disusun oleh :
Bagas Taruna (934111219)
Sabit Baitulloh (934119319)
Siti Khamsiyah (934111919)
Yuyun Setyo Ningsih (934110319)
M. Sholehuddin Al-Ayubi (934109519)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur senantiasa penyusun haturkan atas kehadirat Allah SWT atas
berkat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
sesuai harapan dengan judul “Konsepsi Etika dalam Islam”. Shalawat serta salam
juga tak lupa tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, karena beliaulah sang
tokoh revolusioner sejati yang telah terbukti berhasil membawa umat Islam dari
alam yang biadab penuh kebodohan menuju alam yang beradab kaya
pengetahuan.
Kami ucapkan terimakasih kepeda semua pihak atas dukungan moral dan
materi yang telah diberikan. Semoga Allah SWT senantiasa memudahkan segala
urusan kita semua.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya.
Wallahul muwafiq ila aqwamit thariq
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Kediri, 9 September 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................................................... ii


Daftar Isi .................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
C. Tujuan Pembahasan ....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 4
A. Definisi Etika ................................................................................................. 4
B. Aliran-Aliran Etika ........................................................................................ 7
C. Definisi Etika dalam Islam ............................................................................ 8
D. Prinsip-Prinsip Dasar Etika dalam Islam ...................................................... 9
E. Definisi Etika Bisnis ...................................................................................... 11
F. Definisi Etika Bisnis dalam Islam ................................................................. 11
G. Tujuan Umum Etika Bisnis dalam Islam ...................................................... 12
H. Panduan Rasulullah Saw dalam Etika Bisnis ................................................ 12
I. Upaya Mewujudkan Etika Bisnis untuk Membangaun Bisnis yang Islami
untuk Menghadapi Tantangan Bisnis di Masa Depan ................................... 13
BAB III PENUTUP .................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada hakikatnya setiap orang itu memiliki etika, ia mempunyai
kesempatan untuk menjadi beretika, sebagaimana hidup dengan aturan nilai
dan norma. Etika merefleksikan bagaimana cara seseorang itu berperilaku
dikehidupannya, membawa diri serta mengatasi hidupnya dengan bertanggung
jawab dengan tujuan agar sukses sebagai manusia yang mencapai potensial
tertinggi dalam hidupnya . Dengan demikan tujuan dari etika tidak hanya
sekadar mengetahui sudut pandang atau teori, ilmu, tetapi juga memengaruhi
dan mendorong manusia supaya membentuk hidup suci dan menghasilkan
kebaikan dan kesempurnaan serta memberi mamfaat kepada sesama manusia.
Etika pada dasarnya memiliki visi yang universal dan berlaku bagi
segenap manusia di setiap tempat dan waktu. Namun ada kesukaran untuk
merealisasikannya karena ukuran baik dan buruk menurut anggapan orang
sangatlah relatif. Hal ini tentu berbeda dengan ajaran Islam dan etika Islam
yang kriterianya telah ditentukan secara gamblang dalam Alquran dan hadis.
Etika merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Meskipun
manusia dilahirkan terpisah dari individu lain. Namun ia tidak dapat hidup
sendiri terlepas dari yang lain melainkan selalu hidup bersama dalam kelompok
atau masyarakat.
Tidak bisa dibayangkan bila kehidupan manusia yang kompleks dengan
masalah ini, tidak diatur oleh sebuah etika. Barangkali dunia yang kita huni ini
tidak akan jauh beda dengan hutan yang didiami oleh hewan-hewan dari
berbagai habitat; yang kuat menindas yang lemah, yang besar memakan yang
kecil dan lain sebagainya. Islam sangat menekankan pentingnya sebuah akhlak.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw pernah bersabda:

ُُ ْ‫الق َم َكا ِرَُم ألُتَِم َُم بُِعث‬


‫ت إِ مَّنَا‬ ُِ ‫األَ ْخ‬
Artinya: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan keshalihan
akhlak (HR. Al-Baihaqi).

1
2

Islam tidak membatasi akhlak dan permasalahan moral hanya pada


syariat yang tertulis. Sebab, Islam meletakkan etika bukan hanya sebagai
standar yang mengatur tatanan interaksi antar sesama manusia. Lebih dari itu,
Islam memposisikan akhlak sebagai sebuah pedoman yang mengatur
mekanisme hidup, mengatur bagaimana zahir dan batin manusia, mengatur
hubungan manusia dari dua dimensi; vertikal dan horizontal sekaligus
memberi inspirasi terbentuknya teori pendidikan yang komperehensif karena
orientasi akhlak merupakan sesuatu yang asasi dalam pendidikan Islam.
Seruan agar berakhlak mulia sebagaimana yang dimuat dalam Alquran, Hadis
dan sumber-sumber primer warisan budaya Islam melegitimasi orientasi
tersebut. Perilaku akhlak Islam telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. serta
sahabat-sahabatnya. Fenomena ini telah menjadi bukti sejarah yang tak
terbantahkan tentang kemuliaan akhlak Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi etika?
2. Bagaimana aliran-aliran etika?
3. Bagaimana definisi etika dalam Islam?
4. Bagaimana prinsip-prinsip dasar etika dalam Islam?
5. Bagaimana definisi etika bisnis?
6. Bagaimana definisi etika bisnis dalam Islam?
7. Bagaimana tujuan umum etika bisnis dalam Islam?
8. Bagaimana panduan Rasulullah Saw dalam etika bisnis?
9. Bagaimana upaya mewujudkan etika bisnis untuk membangaun bisnis yang
Islami untuk menghadapi tantangan bisnis di masa depan?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui tentang definisi etika.
2. Untuk mengetahui tentang aliran-aliran etika.
3. Untuk mengetahui tentang definisi etika dalam Islam.
4. Untuk mengetahui tentang prinsip-prinsip dasar etika dalam Islam.
5. Untuk mengetahui tentang definisi etika bisnis.
3

6. Untuk mengetahui tentang definisi etika bisnis dalam Islam.


7. Untuk mengetahui tentang tujuan umum etika bisnis dalam Islam.
8. Untuk mengetahui tentang panduan Rasulullah Saw dalam etika bisnis.
9. Untuk mengetahui tentang upaya mewujudkan etika bisnis untuk
membangaun bisnis yang Islami untuk menghadapi tantangan bisnis di masa
depan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Etika
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika dijelaskan dengan
membedakan tiga arti yaitu: 1) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk
dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak), 2) Kumpulan asas atau nilai
yang berkenaan dengan akhlak, 3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut
suatu golongan atau masyarakat.1 Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
etika diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlaq (moral).2
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata
“etika” yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu “ta etha”. “Ethos”
mempunyai banyak arti, yaitu tempat tinggal yang biasa, padang rumput,
kandang, kebiasaan/adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir.
Sedangkan arti “ta etha”, yaitu adat kebiasaan.3
Dalam pengertian ini etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik,
baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat. Ini berarti etika
berkaitan dengan nilai nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik,
dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang
lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain.4
Etika adalah komponen pendukung para pelaku bisnis terutama dalam
hal kepribadian, tindakan dan perilakunya (Kadir, 2013: 47). Etika disebut juga
sebagai rambu rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat
membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang
terpuji yang harus dipatuhi dan dijalankan.5
Menurut Ahmad Amin memberikan batasan bahwa etika atau akhlak
adalah ilmu yang menjelaskan arti yang baik dan buruk, menerangkan apa
1
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1995), hlm. 271.
2
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hlm.
278.
3
K. Bertnes, Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 4.
4
Sonny Keraf, Pustaka Filsafat Etika Bisnis, Tuntutan Dan Relevansinya, (Yogyakarta: Kansius,
1998), hlm. 14.
5
Fakhry Zamzam dan Havis Aravik, Etika Bisnis Islam Seni Berbisnis Keberkahan, (Yogyakarta:
Deepublish, 2012), hlm. 1.

4
5

yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan


yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan
jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.6
Terkait dengan kata etika, dalam perspektif sejarah, etika sebagai usaha
filsafat lahir dari kehancuran moral dilingkungan kebudayaan Yunani 2500
tahun yang lalu. Karena pandangan-pandangan yang lama tentang baik dan
buruk tidak lagi dipercayai, para filosof mempertanyakan kembali norma-
norma dasar bagi kelakuan manusia.7
Secara etimologis, menurut Endang Syaifuddin Anshari, etika berarti
perbuatan, dan ada sangkut pautnya dengan kata-kata Khuliq (pencipta) dan
makhluq (yang diciptakan). Akan tetapi, ditemukan juga pengertian etika
berasal dari kata jamak dalam bahasa Arab “akhlaq”. Kata Mufradnya adalah
khulqu, yang berarti: sajiyyah: perangai, mur’iiah: budi, thab’in: tabiat, dan
adab: adab (kesopanan).8
Etika pada umumnya diidentikkan dengan moral (moralitas). Meskipun
sama terkait dengan baik-buruk tindakan manusia, etika dan moral memiliki
perbedaan pengertian. Secara singkat, jika moral lebih cenderung pada
pengertian “nilai baik dan huruk dari setiap perbuatan manusia, etika
mempelajari tentang baik dan buruk”. Jadi,bisa dikatakan, etika berfungsi
sebagai teori dan perbuatan baik dan buruk ( ethics atau ‘ilm al-akhlaq) dan
moral (akhlaq) adalah praktiknya. Sering pula yang dimaksud dengan etika
adalah semua perbuatan yang lahir atas dorongan jiwa berupa perbuatan baik
maupun buruk.9
Secara singkat etika didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan tentang
moral. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa etika merupakan objek
filsafat yang berarti ilmu pengetahuan yang memberikan penjelasan mengenai
baik dan buruk, serta menunjukkan nilai atau norma perbuatan manusia. Etika
adalah teori tentang tingkah laku manusia dipandang dari nilai baik dan buruk,

6
Ahmad Amin, Etika: Ilmu Akhlak, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm. 36.
7
Reksiana, Kerancuan Istilah Karakter, Akhlak, Moral, dan Etika, Ejournal Thaqafiyyat, Vol. 19
No. 1, Juni 2018, hlm. 12.
Lihat http://ejournal.uin-suka.ac.id/adab/thaqafiyyat/article/download/1305/7867 (Diakses pada
tanggal 9 September 2020, 16:50 WIB)
8
Muhammad Alfan, Filsafat Etika Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), hlm. 20-21.
9
Ibid.
6

sejauh yang dapat ditentukan oleh akal manusia. Dengan kata lain etika adalah
aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkanoleh akal manusia. Seperti halnya
akhlak, secara etimologi etika juga memiliki makna yang sama dengan moral.
Tetapi, secara terminologi dalam posisi tertentu, etika memiliki makna yang
berbeda dengan moral.10
Etika merupakan ilmu yang menyelidiki perbuatan atau tingkah laku
manusia mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan sejauh
yang diketahui oleh akal pikiran.11 Etika bersifat kultural, dalam menentukan
nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran
atau rasio, tolak ukur yang digunakan moral adalah norma-norma yang tumbuh
dan berkembang serta berlangsung di masyarakat. Etika lebih bersifat teoritis,
konseptual, sedangkan moral berada dalam dataran realitas dan muncul dalam
tingkah laku yang berkembang di masyarakat.12 Jadi, moral lebih kepada
dorongan untuk mentaati etika. Etika pada dasarnya mengamati realitas moral
secara kritis, dan etika tidak memberikan ajaran melainkan kebiasaan, nilai,
norma dan pandangan-pandangan moral secara kritis. Jadi singkatnya, bahwa
moralitas menekankan pada cara anda melakukan sesuatu” sedangkan etika
lebih kepada mengapa untuk melakukan sesuatu itu harus menggunakan cara
tersebut.13
Etika bersifat stabil, pengertian stabil di sini bukan berarti bahwa etika
itu tetap dan tidak berubah. Di dalam kehidupan manusia dari kecil sampai
dewasa/tua, etika itu selalu berkembang, dan mengalami perubahan-perubahan.
Tetapi di dalam perubahan itu terlihat adanya pola-pola tertentu yang tetap.
Makin dewasa orang itu, makin jelas polanya, makin jelas adanya stabilitas.
Dari pengertian mengenai etika di atas dapat disimpulkan bahwa etika atau

10
Ahmad Tafsir, Moralitas Al-Qur’an dan Tantangan Modernitas, (Yogyakarta: Gama Media,
2002), hlm. 15.
11
Hamzah Ya’qub, Etika Islam, (Bandung: Rineka Cipta, 1983), hlm. 12. Lihat juga H.
Burhanuddin Salam, Etika Individual Pola Dasar Filsafat Moral, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000),
hlm. 30.
12
Namun berbicara mengenai moral, yang menjadi acuan bukan hanya ketentuan yang berlaku dan
menjadi adat istiadat di masyarakat, tetapi juga ajaran agama dan ideologi tertentu. Lihat Imam
Sukardi, Pilar Islam Bagi Pluralisme Modern, Cet. 1, (Solo: Tiga Serangkai, 2003), hlm. 83.
13
Reksiana, Kerancuan Istilah Karakter, Akhlak, Moral, dan Etika, Ejournal Thaqafiyyat, Vol. 19
No. 1, Juni 2018, hlm. 12.
Lihat http://ejournal.uin-suka.ac.id/adab/thaqafiyyat/article/download/1305/7867 (Diakses pada
tanggal 9 September 2020, 16:50 WIB)
7

personality itu dinamis, tidak statis atau tetap saja tanpa perubahan. Ia
menunjukkan tingkah laku yang terintegrasi dan merupakan interaksi antara
kesanggupan-kesanggupan bawaan yang ada pada individu dengan
lingkungannya. Ia bersifat psikofisik, yang berarti baik faktor jasmaniah
maupun rohaniah individu itu bersama-sama memegang seseorang sifatnya
khas mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan individu
lain.14

B. Aliran-Aliran Etika
Diskursus tentang baik-buruk telah berlangsung cukup lama,semasa
dengan sejarah peradaban umat manusia. Generasi setiap masa mencoba untuk
merumuskan apa yang disebut dengan baik, buruk dan bahagia. Perbedaan cara
pandang telah membuat rumusan yang berbeda-beda dan pada perkembangan
berikutnya menjadi aliran-aliran etika, adalah sebagai berikut.
1. Hedonisme
Bagi aliran ini, sesuatu itu baik apabila dapat memuaskan keinginan
kita atau apa yang dapat meningkatkan kreativitas kesenangan atau
kenikmatan dalam diri kita. Pemikiran ini telah muncul sejak zaman
Aristoteles (433-355 SM), dan dilanjutkan oleh muridnya Sokrates.
Menurutnya, sejak kecil manusia selalu mencari kesenangan dan selalu
menghindar dari segala sesuatu yang tidak menyenangkan. Baginya
kesenangan tersebut bersifat badani. Namun ia memberi catatan,
kesenangan yang diperoleh tidak boleh menjadikan manusia larut.
Kesenangan tersebut harus tetap berada dalam kendali dirinya. Kesenangan
harus dipergunakan sebaik-baiknya.15
2. Utilitarianisme
Menurut aliran ini, nilai moral perbuatan manusia ditentukan oleh
tujuannya. Inilah makna dari utilitarianisme (utilis-bahasa latin) yang berati
manfaat. Prinsip aliran ini adalah, “suatu tindakan dapat dibenarkan secara

14
Reksiana, Kerancuan Istilah Karakter, Akhlak, Moral, dan Etika, Ejournal Thaqafiyyat, Vol. 19
No. 1, Juni 2018, hlm. 12.
Lihat http://ejournal.uin-suka.ac.id/adab/thaqafiyyat/article/download/1305/7867 (Diakses pada
tanggal 9 September 2020, 16:50 WIB
15
K. Bertnes, Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 235
8

moral apabila akibat-akibatnya menunjang kebahagiaan semua yang


bersangkutan. Perbuatan yang mengakibatkan banyak orang merasa senang
dan puas adalah perbuatan yang terbaik.16
3. Deontologi
Aliran ini dipelopori oleh filosof Jerman, Immanuel Kant (1724-
1804). Menurutnya, baik dan buruk tidak dapat diukur berdasarkan hasilnya,
melainkan semata-mata berdasarkan maksud si pelaku dalam melakukan
perbuatan tersebut. Kant sampai pada kesimpulan, yang bisa disebut baik
dalam arti yang sesungguhnya hanyalah kehendak baik. Kehendak menjadi
baik, jika bertindak karena kewajiban. Kalau perbuatan dilakukan dengan
suatu maksud atau motif lain, perbuatan itu tidak dapat disebut baik,
betapapun luhurnya motif tersebut.17

C. Definisi Etika dalam Islam


Seperti yang dikatakan M. Quraish Shihab, tolak ukur perbuatan baik
dan buruk mestilah merujuk pada ketentuan Allah seperti yang terdapat dalam
al-Qur’an.18 Sementara itu, menurut Abdul Fattah Abdullah Barakah,
sebagaimana yang dikutip oleh Muchlis Hanafi dkk (2009:14-15), menyatakan
bahwa penentuan baik dan buruk di dalam Islam berdasarkan etika subjektif
dan etika objektif.19 Paling tidak, menurut Haidar Bagir (2002: 18-20)ciri-ciri
etika dalam Islam ada empat, yaitu:
1. Islam berpihak pada teori tentang etika yang bersifat fitri.
2. Moralitas dalam Islam didasarkan pada keadilan.
3. Tindakan etis itu sekaligus dipercayai pada puncaknya akan menghasilkan
kebahagiaan bagi pelakunya.
4. Tindakan etis itu bersifat rasional.

16
Franz Magnis Suseno, 13 Model Pendekatan Etika, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), hlm. 195-
197.
17
K.Bertens, Pengantar Etika Bisnis, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hlm. 151.
18
M.Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997)
19
Haidar Bagir, Etika Barat, Etika Islam, dalam Amin Abdullah, Antara al-Ghazali dan Khant:
Filsafat Etika Islam, (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 18-20.
9

D. Prinsip-Prinsip Dasar Etika dalam Islam


Adapun pemikiran etika Ibnu Miskawaih, adalah sebagai berikut.20
1. Islam berpihak pada teori tentang etika yang bersifat universal dan fitri.
2. Moralitas dalam islam didasarkan pada keadilan.21
3. Tindakan etis dipercaya pada puncaknya akan menghasilkan kebahagiaan
bagi pelakunya.
4. Tindakan etis bersifat rasional.
5. Etika mengandaikan kebebasan sebagai unsur hakiki.
Menurut Imaddudin (2007 : 156), ada lima dasar prinsip dalam etika
Islam, yaitu: kesatuan (unity), keseimbangan (equilibrium), kehendak bebas
(free will), taggung jawab (responsibility), kebenaran, kebajikan, dan
kejujuran (truth, goodness, honesty).
1. Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam
konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan
muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan
yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan
yang menyeluruh. Dari konsep ini maka Islam menawarkan keterpaduan
agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar
pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun
horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem
Islam.22
2. Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan
melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah
untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat
curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain
20
Nizar dkk, Pemikiran Etika Ibnu Miskawih, Ejournal Kuriositas, Vol. 11, No. 1, Juni 2017, hlm.
50. Lihat https://media.neliti.com/media/publications/285385-pemikiran-etika-ibnu-miskawaih-
874cee4b.pdf (Diakses pada tanggal 11 September 2020, 07:15 WIB)
21
Mibtadin, Etika dalam Diskursus Pemikiran Islam dari Wacana Menuju Islamologi Terapan,
Ejournal Suhuf, Vol. 31, No. 1, Mei 2019, hal. 95.
Lihat http://journals.ums.ac.id/index.php/suhuf/article/download/9007/4876 (Diakses pada tanggal
11 September 2020, 07:21 WIB)
22
Syed Nawab Naqvi, Ethict and Economics: An Islamic Syntesis, telah diterjemahkan oleh Husin
Anis: Etika dan Ilmu Ekonomi Suatu Sintesis Islami, (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 50-51.
10

meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk


orang selalu dikurangi. Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran
bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan dan
mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan
kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
3. Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam,
tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan
individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang
mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi
yang dimilikinya. Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi
kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya
kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan
sedekah.
4. Tanggungjawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan
oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan
akuntabilitas. Untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia
perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip ini
berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai
apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas
semua yang dilakukannya.
5. Kebenaran, Kebajikan dan Kejujuran (Truth, Goodness, Honesty)
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran
lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan
kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap
dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari
atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya
meraih atau menetapkan keuntungan. Dengan prinsip kebenaran ini maka
etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap
kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi,
kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.
11

E. Definisi Etika Bisnis


Etika bisnis merupakan ilmu yang dibutuhkan banyak pihak tetapi
masih bersifat problematis dari sisi metodologis. Ilmu ini dibutuhkan untuk
mengubah performen dunia bisnis yang dipenuhi oleh praktik praktik mal-
bisnis. Yang dimaksud praktik mal-bisnis adalah mancakup baik business
crimes maupun business tort, yakni businsess crimes sebagai perbuatan bisnis
yang melanggar hukum (pidana) atau business tort sebagai perbuatan bisnis
yang melanggar etika.23
Etika bisnis juga diartikan sebagai memaksakan norma norma agama
bagi dunia bisnis, memasang kode etika profesi bisnis, merevisi sistem dan
hukum ekonomi, meningkatkan keterampilan memenuhi tuntutan tuntutan etika
pihak pihak luar untuk mencari aman, dan sebagainya. Bisnis yang beretika
adalah bisnis yang memiliki komitmen ketulusan dalam menjaga kontrak sosial
yang sudah berjalan. Dapat dipahami bahwa etika bisnis merupakan aturan
aturan main yang berhubungan erat dengan norma dan prinsip prinsip umum
yang berlaku di dalam masyarakat bertujuan untuk memberikan rasa aman dan
nyaman bagi pihak pihak yang melakukan aktivitas bisnis yang di dalamnya
terdapat aspek hukum, kepemilikan, pengelolaan dan pendistribusian harta.24

F. Definisi Etika Bisnis dalam Islam


Menurut Bambang Subandi (2000: 65) selain menetapkan etika, islam
mendorong umat manusia untuk mengembangkan bisnis. Dalam kaitannya
dengan paradigma islam tentang etika bisnis, maka landasan filosofis yang
harus dibangun dalam pribadi muslim adalah adanya konsepsi hubungan
manusia dengan manusia dan lingkungannya, serta hubungan manusia dengan
Tuhannya, yang dalam bahasa agama dikenal dengan istilah (hablum minallah
wa hablumminannas).25
Dalam ekonomi islam, bisnis dan etika tidak harus dipandang sebagai
dua hal yang bertentangan, sebab bisnis yang merupakan simbol dari urusan

23
Fakhry Zamzam dan Havis Aravik, Etika Bisnis Islam Seni Berbisnis Keberkahan, (Yogyakarta:
Deepublish, 2012), hlm. 2-3.
24
Ibid.
25
Ibid., hlm. 7-9.
12

duniawi juga dianggap sebagai bagian integral dari hal hal yang bersifat
investasi akhirat. Artinya, jika orientasi bisnis dan upaya investasi akhirat
(diniatkan sebagai ibadah dan merupakan totalitas kepatuhan kepada Tuhan),
maka bisnis dengan sendirinya harus sejalan dengan kaidah kaidah moral yang
berlandaskan keimanan kepada akhirat.26

G. Tujuan Umum Etika Bisnis dalam Islam


Dalam hal ini, etika bisnis Islam adalah merupakan hal yang penting
dalam perjalanan sebuah aktivitas bisnis profesional. Sebagaimana
diungkapkan oleh Dr. Syahata, bahwa etika bisnis Islam mempunyai fungsi
substansial yang membekali para pelaku bisnis, beberapa hal sebagai berikut.27
1. Membangun kode etik islami yang mengatur, mengembangkan dan
menancapkan metode berbisnis dalam kerangka ajaran agama. Kode etik ini
juga menjadi simbol arahan agar melindungi pelaku bisnis dari risiko.
2. Kode ini dapat menjadi dasar hukum dalam menetapkan tanggungjawab
para pelaku bisnis, terutama bagi diri mereka sendiri, antara komunitas
bisnis, masyarakat, dan di atas segalanya adalah tanggungjawab di hadapan
Allah SWT.
3. Kode etik ini dipersepsi sebagai dokumen hukum yang dapat menyelesaikan
persoalan yang muncul, daripada harus diserahkan kepada pihak peradilan.
4. Kode etik dapat memberi kontribusi dalam penyelesaian banyak persoalan
yang terjadi antara sesama pelaku bisnis dan masyarakat tempat mereka
bekerja. Sebuah hal yang dapat membangun persaudaraan (ukhuwah) dan
kerja sama antara mereka semua.

H. Panduan Rasulullah Saw dalam Etika Bisnis


Rasululah Saw sangat banyak memberikan petunjuk mengenai etika
bisnis, di antaranya:
1. Prinsip kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat paling
mendasar dalam kegiatan bisnis. Rasulullah Saw sangat intens
menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Rasulullah sendiri selalu
26
Ibid.
27
Husein Syahata, Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 12.
13

bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan


barang busuk di sebelah bawah dan barang baru di bagian atas.
2. Tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad saw sangat intens
melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan
transaksi bisnis. Praktik sumpah palsu dalam kegiatan bisnis saat ini sering
dilakukan, karena dapat meyakinkan pembeli, dan pada gilirannya
meningkatkan daya beli atau pemasaran. Namun, harus disadari, bahwa
meskipun keuntungan yang diperoleh berlimpah, tetapi hasilnya tidak
berkah.
3. Ramah-tamah. Seorang pelaku bisnis, harus bersikap ramah dalam
melakukan bisnis.
4. Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya.
5. Tidak melakukan ihtikar. Ihtikar ialah menumpuk dan menyimpan barang
dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik
dan keuntungan besar pun diperoleh. Rasulullah melarang keras perilaku
bisnis semacam itu.
6. Membayar upah sebelum kering keringat karyawan.
7. Tidak monopoli.
8. Tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat)
yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial.

I. Upaya Mewujudkan Etika Bisnis untuk Membangaun Bisnis yang Islami


untuk Menghadapi Tantangan Bisnis di Masa Depan
Dalam upaya mewujudkan etika bisnis untuk membangun bisnis yang
islami yang harus dilakukan adalah pertama, suatu rekonstruksi kesadaran baru
tentang bisnis. Pandangan bahwa etika bisnis sebagai bagian tak terpisahkan
atau menyatu merupakan struktur fundamental sebagai perubahan terhadap
anggapan dan pemahaman tentang kesadaran sistem bisnis amoral yang telah
memasyarakat. Bisnis dalam al-Qur’an disebut sebagai aktivitas yang bersifat
material sekaligus immaterial. Sehingga suatu bisnis dapat disebut bernilai,
apabila kedua tujuannya yaitu pemenuhan kebutuhan material dan spiritual
telah dapat terpenuhi secara seimbang. Dengan pandangan kesatuan bisnis dan
14

etika, pemahaman atas prinsip-prinsip etika suatu bisnis bernilai, apabila


memenuhi kebutuhan material dan spiritual secara seimbang, tidak
mengandung kebatilan, kerusakan dan kezaliman. Akan tetapi mengandung
nilai kesatuan, keseimbangan, kehendak bebas, pertanggung-jawaban,
kebenaran, kebajikan dan kejujuran. Dengan demikian etika bisnis dapat
dilaksanakan oleh siapapun. Kedua, yang patut dipertimbangkan dalam upaya
mewujudkan etika bisnis untuk membangun tatanan bisnis yang Islami yaitu
diperlukan suatu cara pandang baru dalam melakukan kajian-kajian keilmuan
tentang bisnis dan ekonomi yang lebih berpijak pada paradigma pendekatan
normatif etik sekaligus empirik induktif yang mengedepankan penggalian dan
pengembangan nilai-nilai al-Qur’an agar dapat mengatasi perubahan dan
pergeseran zaman yang semakin cepat, atau dalam kategori pengembangan
ilmu pengetahuan modern harus dikembangkan dalam pola pikir abductive
pluralistic.28

28
Taufiq Abdullah, Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, (Jakarta: LP3ES, 1982),
hlm. 27.
BAB III
PENUTUP

Etika adalah nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan


bagi seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya. Dalam
hal ini pengertian etika sama dengan moral dan akhlak. Aliran-aliran etika yang
berkembang sampai saat ini adalah aliran hedonisme (kesenangan), utilitarianisme
(manfaat), deontologi (kewajiban) dan akhlak Islam. Menurut Imaddudin (2007 :
156), ada lima dasar prinsip dalam etika Islam, yaitu: kesatuan (unity),
keseimbangan (equilibrium), kehendak bebas (free will), taggung jawab
(responsibility), kebenaran, kebajikan, dan kejujuran (truth, goodness, honesty).
Upaya mewujudkan etika bisnis untuk membangun tatanan bisnis yang
Islami yaitu suatu rekonstruksi kesadaran baru tentang bisnis. Bisnis baik sebagai
aktivitas yang dilakukan oleh individual, organisasi atau perusahaan, bukan
semata-mata bersifat duniawi semata. Akan tetapi sebagai aktivitas yang bersifat
material sekaligus immaterial. Suatu bisnis bernilai, apabila memenuhi kebutuhan
material dan spiritual secara seimbang, tidak mengandung kebatilan, kerusakan
dan kezaliman. Akan tetapi mengandung nilai kesatuan, keseimbangan, kehendak
bebas, pertanggung-jawaban, kebenaran, kebajikan dan kejujuran. Sehingga
dengan ketiga prinsip landasan praktik mal bisnis diatas, dapat dijadikan tolok
ukur apakah suatu bisnis termasuk ke dalam wilayah yang bertentangan dengan
etika bisnis atau tidak. Diperlukan suatu cara pandang baru dalam melakukan
kajian-kajian keilmuan tentang bisnis dan ekonomi yang lebih berpijak pada
paradigma pendekatan normatif-etik sekaligus empirik induktif yang
mengedepankan penggalian dan pengembangan nilai-nilai al-Qur’an agar dapat
mengatasi perubahan dan pergeseran zaman yang semakin cepat.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufiq. 1982. Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi. Jakarta:
LP3ES.
Alfan, Muhammad. 2011. Filsafat Etika Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Amin, Ahmad. 1995. Etika: Ilmu Akhlak. Jakarta: Bulan Bintang.
Bagir, Haidar. 2002. Etika Barat, Etika Islam, dalam Amin Abdullah, Antara al-
Ghazali dan Khant: Filsafat Etika Islam. Bandung: Mizan.
Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius.
Bertnes, K. 2002. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Keraf, Sonny. 1998. Pustaka Filsafat Etika Bisnis, Tuntutan Dan Relevansinya.
Yogyakarta: Kansius.
Mibtadin. 2019. Etika dalam Diskursus Pemikiran Islam dari Wacana Menuju
Islamologi Terapan. Ejournal Suhuf. Vol. 31 No. 1. Lihat
http://journals.ums.ac.id/index.php/suhuf/article/download/9007/4876
(Diakses pada tanggal 11 September 2020, 07:21 WIB)
Naqvi, Syed Nawab. 1993. Ethict and Economics: An Islamic Syntesis, telah
diterjemahkan oleh Husin Anis: Etika dan Ilmu Ekonomi Suatu Sintesis
Islami. Bandung: Mizan.
Nizar, dkk. 2017. Pemikiran Etika Ibnu Miskawih, Ejournal Kuriositas. Vol. 11
No. 1. Lihat https://media.neliti.com/media/publications/285385-
pemikiran-etika-ibnu-miskawaih-874cee4b.pdf (Diakses pada tanggal 11
September 2020, 07:15 WIB)
Poerwadarminta, W.J.S. 1993. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Reksiana. 2018. Kerancuan Istilah Karakter, Akhlak, Moral, dan Etika, Ejournal
Thaqafiyyat, Vol. 19 No. 1. Lihat http://ejournal.uin-
suka.ac.id/adab/thaqafiyyat/article/download/1305/7867 (Diakses pada
tanggal 9 September 2020, 16:50 WIB)

16
17

Salam, H. Burhanuddin. 2000. Etika Individual Pola Dasar Filsafat Moral.


Jakarta: Rineka Cipta.
Shihab, M.Quraish. 1997. Wawasan al-Qur’an. Bandung: Mizan.
Sukardi, Imam. 2003. Pilar Islam Bagi Pluralisme Modern. Cet. 1. Solo: Tiga
Serangkai.
Suseno, Franz Magnis. 1997. 13 Model Pendekatan Etika. Yogyakarta: Kanisius.
Syahata, Husein. 2002. Etika. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Tafsir, Ahmad. 2002. Moralitas Al-Qur’an dan Tantangan Modernitas,
Yogyakarta: Gama Media.
Ya’qub, Hamzah. 1983. Etika Islam. Bandung: Rineka Cipta.
Zamzam, Fakhry dan Havis Aravik. 2012. Etika Bisnis Islam Seni Berbisnis
Keberkahan. Yogyakarta: Deepublish.

Anda mungkin juga menyukai