Anda di halaman 1dari 18

URGENSI MEMPELAJARI MELAKSANAKAN DAN

MENSOSIALISASIKAN ETIKA BISNIS SYARIAH


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Etika Bisnis Syariah
Dosen pengampu: Dr. Hj. Shalihah Sari Rahayu, M. H
Dra. Lilis D Hadaliah M. Ag

Disusun Oleh:
Nurul Mahmudah (2061002)
M Krisna Moekti (2061004)
Dena Permana (2061016)

FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM LATIFAH MUBAROKIYAH (IAILM)
PONDO PESANTREN SURYALAYA
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberi
kita nikmat iman dan sehat. Berkat rida-Nya, kami akhirnya dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul “Urgensi Mempelajari Melaksanakan Dan
Mensosialisasikan Etika Bisnis Syariah” mata kuliah Etika Bisnis Syariah.
Selawat serta salam tak lupa kami ucapkan kepada junjungan Nabi Muhammad
SAW yang telah memperjuangkan umat manusia ke jalan yang benar dan menjadi
pelajaran bagi kita semua.
Terimakasih sedalam-dalamnya kami sampaikan kepada setiap pihak yang
telah memberikan arahan, bimbingan, dukungan, serta saran-saran, sehingga
penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi penulis maupun para
pembaca. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
penyusunan makalah yang lebih sempurna ke depannya.

Tasikmalaya, 6 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Etika Bisnis Syariah.......................................................................3
B. Prinsip-Prinsip Etika Bisnis Syariah............................................................5
C. Urgensi Mempelajari Melaksanakan dan Mensosialisasikan Etika Bisnis
Syariah.........................................................................................................10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya etika (nilai-nilai dasar) dalam bisnis berfungsi untuk
menolong pebisnis (dalam hal ini pedagang) untuk memecahkan problem-
problem (moral) dalam praktek bisnis mereka. Oleh karena itu, dalam rangka
mengembangkan sistem ekonomi Islam khususnya dalam upaya revitalisasi
perdagangan Islam sebagai jawaban bagi kegagalan sistem ekonomi baik
kapitalisme maupun sosialisme, menggali nilai-nilai dasar Islam tentang aturan
perdagangan (bisnis) dari Al-Qur’an maupun as-Sunnah, merupakan suatu hal
yang niscaya untuk dilakukan. Dengan kerangka berpikir ditulisan ini akan
mengkaji permasalahan revitalisasi perdagangan Islam, yang akan dikaitkan
dengan pengembangan sektor riil.1
Di Indonesia pengabaian beretika dalam bisnis sudah banyak terjadi
khususnya oleh para pengusaha-pengusaha tinggi (konglomerat). Munculnya
penolakan terhadap etika bisnis oleh pengusaha, dilatar belakangi oleh sebuah
paradigma klasik, bahwa ilmu etika bisnis harus bebas nilai (value). Menurut
para pembisnis etika bisnis hanyalah mempersempit ruang gerak keuntungan
ekonomis.Padahal dalam prinsipnya keuntungan ekonomis bukan bagian dari
prinsip bisnis. Padahal dengan memperhatika etika bisnis yang baik akan
memperoleh keuntungan ekonomis yang besar pula, sebab akan terciptanya
kepercayaan konsumen terhadap perusahaan. Hal ini juga dapat membantu
perusahaan mendapatkan citra yang baik dari masyarakat.
Dengan memegang teguh etika atau moral bisnis dapat menumbuhkan
dan mengembangkan bisnis, karena dengan memiliki etika kita dapat bersaing
dengan perusahaan lain tanpa menyakiti pihak manapun. Etika telah
berkembang di kehidupan masyarakat, jika kita dapat mempergunakannya
dengan baik maka etika kita akan memberikan dampak positif terhadap bisnis
kita dan perusahaan orang lain.

B. Rumusan Masalah
1
Wijaya, Yahya. Etika Ekonomi dan Bisnis Perspektif Agama-Agamadi Indonesia,Geneva:
Globethics.net, 2014, hal. 15.

1
1. Apa yang dimaksud etika bisnis syariah?
2. Bagaimana prinsip-prinsip etika bisnis syariah?
3. Bagaimana urgensi mempelajari melaksanakan dan mensosialisasikan etika
bisnis syariah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui etika bisnis syariah.
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip etika bisnis syariah.
3. Untuk mengetahui urgensi mempelajari melaksanakan dan
mensosisalisasikan etika bisnis syariah.

BAB II

2
PEMBAHASAN
A. Definisi Etika Bisnis Syariah
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos, yang dalam bentuk
jamaknya (ta etha) berarti adat istiadat atau kebiasaan. Dalam hal ini etika
berkaitan dengan nilai-nilai, tatacara hidup yang baik, aturan hidup yang baik
dan segala kebiasaan hidup yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke
orang lain dari satu generasi ke generasi yang lain. 2 Dalam defenisi yang lebih
tegas etika adalah studi yang lebih sistematis tentang tabiat konsep nilai, baik,
buruk, benar, salah dan sebagainya dan prinsip prinsip umum yang
membenarkan kita untuk mengaplikasikannya untuk apa saja.3
Baidowi (2001) menyebutkan Etika adalah bagian dari filsafat yang
membahas secara rasional dan kritis tentang nilai, norma, atau moralitas. Oleh
karena itu, terdapat perbedaan antara moral dan etika. Norma adalah suatu
pranata dan nilai mengenai baik dan buruk, sedangkan etika adalah refleksi
kritis dan penjelasan rasional mengapa sesuatu itu baik dan buruk. Melakukan
tindakan penipuan terhadap orang lain adalah buruk. Hal Ini berada pada
tataran moral, sedangkan kajian kritis dan rasional mengapa menipu itu buruk
dan apa alasan pikirannya merupakan ranah etika.
Dalam pemikiran Islam etika lebih dipahami sebagai akhlak atau adab
yang bertujuan untuk mendidik moralitas manusia. Akhlak secara Bahasa
berasal dari bahasa Arab, yaitu isim masdar (bentuk infinitif) dari kata
akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, yang berarti al-sajiyah (perangai), al-thabi’ah
(kelakuan, tabi’at, watak dasar), al-‘adat (kebiasaan, kelaziman), al-muru’ah
(peradaban yang baik).4
Sedangkan secara terminologi dikemukakan oleh Ulama Akhlak 5 antara
lain sebagai berikut:
1. Menurut Ibnu Miskawaih, Akhlak ialah keadaan jiwa yang selalu
mendorong manusia berbuat, tanpa memikirkan lebih lama. Jiwa yang
mendorong manusia untuk melakukan semua perbuatan yang secara
2
Arijanto, Agus. 2011. Etika Bisnis bagi Pelaku Bisnis. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
3
Baidowi, Aris. 2011. Etika Bisnis Perspektif Islam. JHI, Volume 9, Nomor 2, Desember
2011
4
Aminuddin Dkk. 2002. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum, Bogor:
Ghalia Indonesia.
5
Mahyudin.(2003. Kuliyah Akhlak Tasawuf. Jakarta: Kalam Mulia.

3
spontan itu bisa merupakan pembawaan fitrah sejak lahir, tetapi juga
dapat diperoleh dengan jalan latihan-latihan dengan membiasakan diri,
hingga menjadi sifat kejiwaan yang dapat melahirkan perbuatan yang
baik.
2. Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulum al din mengatakan bahwa
akhlak adalah: sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
bermacam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
3. Abu bakar Jabir Al Jazairy mangatakan Akhlak merupakan bentuk
kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia yang menimbulkan
perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercelah dengan disengaja.
4. Muhamad Bin’Ilan Ash-Shadieqy menyebutkan akhlak adalah suatu
pembawaan dalam diri manusia, yang dapat menimbulkan perbuatan
baik, dengan mudah (tanpa dorongan dari orang lain).
5. Al- Qutuby menyebutkan bahwa akhlak merupakan suatu perbuatan
yang bersumber dari adab kesopanannya di sebut akhlak, karena
perbuatan itu termasuk bagian dari kejadiannya.
Dalam pandangan Islam khususnya ekonomi Islam, bisnis dan etika tidak
harus dipandang sebagai dua hal yang saling bertentangan. Bisnis merupakan
simbol dari urusan duniawi namun juga dianggap sebagai bagian integral dari
hal-hal yang bersifat investasi akhirat. Artinya, jika orientasi bisnis dan upaya
investasi akhirat (diniatkan sebagai ibadah dan merupakan totalitas kepatuhan
kepada Tuhan), maka bisnis dengan sendirinya harus sejalan dengan kaidah-
kaidah moral yang berlandaskan keimanan kepada akhirat. Bahkan dalam
Islam, pengertian bisnis itu sendiri tidak dibatasi urusan dunia, tetapi mencakup
pula seluruh kegiatan kita di dunia yang “dibisniskan” (diniatkan sebagi
ibadah) untuk meraih keuntungan atau pahala akhirat.6

B. Prinsip-prinsip Etika Bisnis dalam Islam


Adapun prinsip-prinsip etika bisnis Islam yang harus diterapkan dalam

6
Aziz, Abdul. 2013. Etika Bisnis Perspektif Islam. Bandung: Alfabeta.

4
menjalankan kegitan bisnis, yaitu :
1. Tauhid (Unity)
Menurut Dzakfar (2020) menyatakan, konsep tauhid (dimensi
vertikal) berarti Allah SWT telah menentukan batasan tertentu
terhadap perbuatan manusia sebagai khalifah, agar memberikan
manfaat pada seseorang tanpa harus mengorbankan hak-hak individu
lainnya. Dengan mengintegrasikan aspek religius dengan aspek
kehidupan lainnya, seperti ekonomi, akan timbul perasaan di diri
manusia bahwa ia akan selalu merasa direkam dalam setiap aktivitas
kehidupannya. Termasuk aktivitas berekonomi sehingga dalam
melaksanakan kegiatan bisnis tidak akan gampang menyimpang dari
ketentuan yang telah ditetapkan-Nya. Maka perlu diperhatikan
kebutuhan etika dan disupport oleh tauhid untuk memperbaiki
kesadaran manusia terhadap insting altruistic, baik kepada sesama
manusia ataupun lingkungannya. Ini berarti, konsep tauhid
mempunyai pengaruh paling dalam terhadap diri seorang muslim.7
2. Keseimbangan (Equilibrium)
Menurut Susminingsih (2020) menyatakan, interaksi antar
manusia bisa dikatakan sesuai dengan harkat martabat jika dari
hubungan interaksi mampu mengaktualisasikan sifat-sifat mulia Allah
SWT dalam kehidupannya, dalam konteks ini manusia mampu
berbuat adil pada diri sendiri dan memperlakukan pula orang lain
secara adil dalam berinteraksi. Kesempurnaan dalam berbisnis bukan
hanya untuk mencari dan memperkaya keuntungan semata sehingga
mengabaikan kepentingan orang lain seperti konsumen. Akan tetapi
bagaimana memjaga keseimbangan pada setiap pihak yang terlibat
agar merasa diperhatikan dan dianggap penting.8
3. Kehendak bebas (Free will)
Kebebasan adalah hal penting dalam etika bisnis Islam, tapi
jangan sampai kebebasan ini mengganggu dan merugikan kepentingan

7
Djakfar, Muhammad. (2012). Etika Bisnis Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan
Moral Ajaran.
8

5
bersama atau orang lain. Islam memperbolehkan umatnya berinovasi
dalam bermuamalah terkhusus dalam aktivitas bisnis, tetapi islam
melarang umatnya dalam melakukan hal yang diharamkan oleh
syariatnya. Konsep Islam mengartikan bahwa institusi ekonomi seperti
pasar mampu mencapai target dalam aktivitas perekonomian. Hal ini
berlaku jika tidak ada intervensi dari pihak manapun. Dalam Islam
prinip kehendak bebas memiliki tempat tersendiri, karena potensi
kebebasan tersebut sudah ada dari manusia dilahirkan di dunia ini.
Namun sekali lagi perlu ditegaskan bahwa kebebasan yang tertanam
dalam diri manusia bersifat khusus, sedangkan kebebasan yang
bersifat tidak khusus hanya milik Allah SWT. Oleh sebab itu umat
muslim harus menyadari, bahwa disituasi apapun itu harus didasarkan
pada ketentuan tuhan, dibimbing oleh aturan-aturan dalam syariat
Islam yang telah dicontohkan oleh Rasul-Nya. (Juliyani 2016)
4. Tanggung jawab (Responsibility)
Dalam Islam, tanggung jawab mempunyai dimensi yang
majemuk, yang berarti tanggung jawab kepada Allah SWT, tanggung
jawab terhadap diri sendiri, serta tanggung jawab terhadap lingkungan
dan orang yang disekitarnya (Susminingsih, 2020) Dalam dunia bisnis
tanggung jawab sangat berlaku. Setelah melakukan semua kegiatan
bisnis dengan beragam bentuk kebebasan, namun bukan berarti
semuanya selesai saat tujuan yang dikehendakinya berhasil, atau
ketika sudah memperoleh laba. Semuanya perlu pertanggung jawaban
terhadap apa yang dilakukan oleh pembisnis tersebut, baik
pertanggung jawaban ketika pembisnis memproduksi barang,
melakukan transaksi jual beli dan melakukan perjanjian.
5. Ihsan (Benevolence)
Ihsan artinya melakukan perbutan terpuji yang memberi manfaat
bagi orang lain., tanpa ada kewajiban yang mengharuskan perbuatan
tersebut atau dengan kata lain beribadah dan berbuat kebaikan seakan-
akan melihat Allah, jika tidak sanggup, maka yakin bahwa Allah
melihat. (Juliyani, 2016)

6
Dalam (Juliyani, 2016)9 menggarisbawahi beberapa perbuatan
yang dapat mendukung pelaksanaan aksioma Ihsan dalam bisnis,
yaitu:
a. Kemurahan hati (leniency)
b. Motif pelayanan (service motive)
c. Kesadaran bahwa adanya Allah dan aturan Allah yang
berhubungan dengan pelaksanaan yang menjadi prioritas.
Prinsip Ihsan atau kebaikan yang berhubungan dengan sikap
pedagang dalam melayani dan memperlakukan konsumen. Sikap
sopan, ramah, murah hati dan sabar yang dimiliki pedagang terhadap
konsumennya akan menjadikan daya tarik yang terkesan akan
memberikan hal positif, tetapi jika sebaliknya sikap yang tidak sopan,
tidak ramah, tidak sabar dan membedakan perlakuannya terhadap
konsumen maka akan terlihat dan terkesan negatif bagi pedagang
tersebut (Haryanti dan Wijaya).
Di dalam Alquran terdapat sekitar 370 ayat yang menunjukkan kepada
kita khususnya umat Islam jalan untuk melakukan bisnis dengan pijakan moral,
beserta laranggan yang dengan jelas melarang kita untuk melakukan kesalahan
tertentu (Hakim ,2012). Selain kajian Etika bisnis yang berdasarkan pada al-
Qur’an. Pelajaran dari etika bisnis itu sendiri bisa diambil dari Perilaku atau
keseharian Nabi Muhammad Saw, karena Sunnah juga merupakan sumber
hukum dalam Islam selain Alquran.
Nabi Muhammad dalam tinjauan sejarah dikenal sebagai pelaku bisnis
yang sangat sukses, sehingga dalam kajian etika bisnis sangat perlu melihat
perilaku bisnis Muhammad semasa hidupnya. Mental pekerja keras
Muhammad dibentuk sejak masa kecil sewaktu diasuh Halimah Assa’diyah
hingga dewasa. Muhammad yang saat itu berusia 4 tahun menggembala
kambing bersama dengan anak-anak Halimah. Pengalaman ini yang kemudian
dijadikan sebagai pekerjaan penggembala kambing-kambing milik penduduk
Makkah (Saifullah, 2011).
Berikut beberapa panduan etika dalam binsis /usaha yang telah

9
Juliyani, E. (2016). Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Jurnal Ummul Quro, 7(1), 63-74.

7
dicontohkan oleh Nabi Muammad Saw (Baidowi, 2011):
1. Kejujuran. Kejujuran adalah syarat yang paling mendasar dalam
kegiatan bisnis. Dalam tataran ini, beliau bersabda "Tidak dibenarkan
seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia
menjelaskan aibnya," (H.R. Al-Quzwani). "Siapa yang menipu kami,
maka dia bukan kelompok kami" (H.R. Muslim). Rasulullah sendiri
adalah contoh perilaku yang selalu bersikap jujur dalam berbisnis.
Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di sebelah
bawah dan barang baru di bagian atas. Kejujuran yang diterapkan oleh
rasulullah ini adalah sebagai perwujudan dari prinsip custumer
oriented pada konteks sekarang, yaitu prinsip bisnis yang selalu
menjaga kepuasan pelanggan (Afzalur Rahman, 1996). Dampak dari
prinsip yang diterapkan oleh rasulullah SAW ini, para pelanggan
Rasulullah SAW tidak pernah merasa dirugikan serta tidak ada
keluhan tentang janji-janji yang diucapkan, karena barangbarang yang
disepakati dalam kontrak tidak ada yang dimanipulasi atau dikurangi
(Norvadewi,2015). Dengan customer oriented memberikan ruang
pilihan kepada para konsumen atas hak khiyar (meneruskan atau
membatalkan transaksi) jika terjadi indikasi penipuan atau konsumen
merasa dirugikan (Muslich, 2010).
2. Menolong atau memberi manfaat kepada orang lain, kesadaran
tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Dalam Islam pelaku bisnis
itu tidak hanya sekedar mengejar keuntungan semata, seperti yang
diajarkan dalam Ekonomi Kapitalis, tetapi juga berorientasi kepada
sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan
bisnis.
3. Tidak boleh menipu. Ukuran takaran dan timbangan harus benar.
Firman Allah: "Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang
apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi,
dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain,
mereka mengurangi" (QS 83:112). Seorang pengusaha atau produsen
dituntut untuk memiliki sifat transparan. Transparansi terhadap

8
kosumen ini adalah ketika seorang produsen mampu berlaku terbuka
terhadap mutu, kuantitas, komposisi dan lainnya.
4. Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli
kepadanya. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Janganlah seseorang di
antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang
dijual oleh orang lain," (H.R. Muttafaq ‘alaih). Islam menghargai
persaingan dalam bisnis, namun haruslah persaingan yang tidak
menghalalkan segala cara, karena hal itu bertentangan denganprinsip-
prinsip muamalah dalam Islam. Islam menyerukan pemeluknya agar
senantiasa berlomba-lomba dalam kebaikan, bukan saling
menjatuhkan. Rasululllah SAW telah memberikan contoh bagaimana
bersaing dengan baik dan melarang persaingan yang tidak sehat.
Sebagaimana disebutkan dalam QS. Al Baqarah ayat 188: Dan
janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan
sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu mengetahui.
5. Tidak menimbun barang. Dalam Islam istilah ini disebut dengan
Ihtikar. Ihtikar ialah menimbun barang (menumpuk dan menyimpan
barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat
menja di naik dan keuntungan besar pun diperoleh). Perbuatan ini
sangat dilarang keras oleh Rasulullah.
6. Tidak melakukan monopoli. Monopoli sangat dilarang dalam Islam.
Islam tidak membenarkan eksploitasi (penguasaan) individu tertentu
atas hak milik sosial, seperti air, udara, dan tanah serta kandungan
isinya seperti barang tambang dan mineral.
7. Menjual hanya komoditas bisnis yang halal bukan barang yang haram,
seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dan sebagainya. Nabi
Muhammad saw bersabda, "Sesungguhnya Allah mengharamkan
bisnis miras, bangkai, babi dan patung-patung," (H.R. Jabir). Dalam
konteks kekinian, umat Islam juga sering terjebak tidak minuman

9
keras dan babi. Dua jenis produk ini memang tidak secara eksplisit
menjadi konsumsi atau dagangan Muslim, namun produk turunan dari
dua produk ini banyak beredar dan bahkan diperdagangnkan oleh
muslem.
8. Bisnis harus terbebas dari unsur riba. Firman Allah, "Hai orang-orang
yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman," (QS.
al- Baqarah: 278). Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai
orang yang kesetanan (QS. 2: 275). Oleh karena itu, Allah dan
RasulNya mengumumkan perang terhadap riba.
9. Bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, "Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
hartasesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis
yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu," (QS. 4: 29).
10. Membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad
saw bersabda, "Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering
keringatnya." Hadist ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah
harus disegerakan dan tidak boleh ditunda-tunda. Selain itu termasuk
salah satu dari kewajiban pengusaha adalah memberikan upah yang
adil bagi karyawan, tidak melakukan ekploitasi dan menjaga hak-hak
karyawan. Semakin banyaknya para pelaku bisnis dan semakin
kompleksnya motif dan permasalahan bisnis tersebut, maka banyak
membuat pelaku bisnis terjebak untuk melakukan segala cara dalam
mencapai tujuannya, apalagi jika tujuannya hanya untuk mencari laba
dan keuntungan semata. Hal ini menyebabkan sering terjadi perbuatan
negatif, yang pada akhirnya menjadi kebiasaan dalam prilaku bisnis.
C. Urgensi Mempelajari Melaksanakan Dan Mensosialisasikan Etika Bisnis
Syariah
Sesungguhnya, kunci urgen etika dalam hukum bisnis syariah terletak
pada kepribadian para pelakunya. Tentu saja setiap pebisnis muslim memiliki
kewajiban moral untuk mensosialisasikannya sesuai akhlak al-karimah yang
dianjurkan Al-Qur’an dan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.10
10
A. Kadir, Hukum Bisnis Syariah Dalam Al-Qur’an, Jakarta : Azamah, cet. 1, 2010,
hlm.53

10
Mengenai urgensi etika bisnis Dr. Husain Syahatah dan Dr. Siddiq Muh.
Al Amin Adh Dhahir (transaksi dan etika bisnis islam) memaparkan :
1. Terjadinya kerusakan moral yang semakin meluas pada perusahaaan
akhir-akhir ini.
2. Studi lapangan menunjukkan, bahwa kuatnya pemberdayaan etika
yang unggul dapat membawa nama baik perusahaan.11
Di samping itu, ajaran ekonomi yang berdasarkan nilai-nilai agama akan
menjadikan tujuan kesejahteraan kehidupan yang meningkatkan jiwa dan
ruhani manusia menuju jalan Tuhannya.12 Umat Islam yang berbisnis tidak
larut dalam untung rugi semata, yang pada akhirnya melupakan etika yang
mesti dipegangi. Tentu adanya etika tersebut dengan tujuan agar terhindarnya
umat muslim terjerumus dalam hal-hal yang bersifat individual yang pada
akhirnya justru menghilangkan aspek-aspek kesejahteraan di tengah
masyarakat secara luas.
Al-Qur’an sangat banyak mendorong manusia untuk melakukan bisnis.
(QS. 62:10). Al-Qur’an memberikan petunjuk agar dalam bisnis tercipta
hubungan yang harmonis, saling ridha, tidak ada unsur eksploitasi (QS. 4:29)
dan bebas dari kecurigaan atau penipuan, seperti keharusan membuat
administrasi transaksi kredit (QS. 2:282).
Etika bisnis diperlukan karena para pelaku Bisnis dituntut profesional,
persaingan semakin tinggi, kepuasan konsumen faktor utama, perusahaan dapat
dipercaya dalam jangka panjang, mencegah jangan sampai dikenakan sanksi-
sanksi pemerintah pada akhirnya mengambil keputusan.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, antara lain adalah:13
1. Pengendalian diri
2. Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility)
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing
oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi

11
Mohamad Hidayat, pengantar ekonomi Islam, penerbit : pkes (Pusat Komunikasi
Ekonomi Syariah), hal. 32
12
Zainuddin Ali, Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta : Sinar Grafika, cet. 1, thn. 2008, h. 142
13
A. Sony Keraf, “ Bisakah Bisnis berjalan Tanpa Moralitas”, Basis, 1997, no. 05-06, lihat
juga dalam Muhammad & Lukman Fauroni, 70

11
4. Menciptakan persaingan yang sehat
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi,
dan Komisi)
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat
dan golongan pengusaha ke bawah
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati
bersama
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa
yang telah disepakati
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu
hokum positif yang berupa peraturan perundang undangan
Adapun ciri dari pada bisnis yang beretika dapat disimpulkan sebagai
berikut yaitu tidak merugikan siapa pun, tidak menyalahi aturan-aturan dan
norma yang ada, tidak melanggar hukum, tidak menjelek-jelekan saingan
bisnis, mempunyai surat izin usaha.14
Mempraktikkan bisnis dengan etika berarti mempraktikkan tata cara
bisnis yang sopan dan santun sehingga kehidupan bisnis menyenangkan karena
saling menghormati. Etika berbisnis diterapkan pada sikap kehidupan
berkantor, sikap menghadapi rekan-rekan bisnis, dan sikap di mana kita
tergabung dalam organisasi. Itu berupa senyum sebagai apresiasi yang tulus
dan terima kasih, tidak menyalah gunakan kedudukan, kekayaan, tidak lekas
tersinggung, kontrol diri, toleran, dan tidak memotong pembicaraan orang lain.
Dengan kata lain, etika bisnis itu memelihara suasana yang
menyenangkan, menimbulkan rasa saling menghargai, meningkatkan efisiensi
kerja, dan meningkatkan citra pribadi dan perusahaan. Berbisnis dengan etika
bisnis adalah menerapkan aturan-aturan mengenai etika pada perilaku bisnis.
Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-
prinsip dan aturan aturan.
Intinya adalah bagaimana kita mengontrol diri kita sendiri untuk dapat

14
Robby I Chandra, “Etika Dunia Bisnis”, Yogjakarta, Kanisius, 1995

12
menjalani bisnis dengan baik dengan cara peka dan toleransi. Dengan kata lain,
etika bisnis untuk mengontrol bisnis agar tidak tamak. Bahwa itu bukan
bagianku. Perlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan.
Etika bisnis paling gampang diterapkan di perusahaan sendiri. Pemimpin
perusahaan memulai langkah ini karena mereka menjadi panutan bagi
karyawannya. Selain itu,etika bisnis harus dilaksanakan secara transparan.
Pemimpin perusahaan seyogyanya bisa memisahkan perusahaan dengan milik
sendiri. Dalam operasinya, perusahaan mengikuti aturan berdagang yang diatur
oleh tata cara undang-undang.
Etika bisnis tidak akan dilanggar jika ada aturan dan sangsi. Kalau semua
tingkah laku salah dibiarkan, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan.
Repotnya, norma yang salah ini akan menjadi budaya. Oleh karena itu bila ada
yang melanggar aturan diberikan sangsi untuk memberi pelajaran kepada yang
bersangkutan.
Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk menegakkan budaya
transparansi antara lain:15
a. Penegakkan budaya berani bertanggung jawab atas segala tingkah
lakunya. Individu yang mempunyai kesalahan jangan bersembunyi di
balik institusi. Untuk menyatakan kebenaran kadang dianggap
melawan arus, tetapi sekarang harus ada keberanian baru untuk
menyatakan pendapat.
b. Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengukur kinerja jelas. Bukan
berdasarkan kedekatan dengan atasan, melainkan kinerja.
c. Pengelolaan sumber daya manusia harus baik.
d. Visi dan misi perusahaan jelas yang mencerminkan tingkah laku
organisasi

15
Dawam Ragardjo, Etika Bisnis Menghadapi Globalisasi dalam PPJPT II”, Prisma, 2
Pebruari 1995

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada zaman sekarang etika bisnis dalam dunia bisnis modern memiliki
peran yang sangat dominan. Praktek ekonomi, bisnis, wirausaha, dan lainnya
yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat, haruslah dipandu baik oleh aturan-aturan ekonomi yang bersifat
rasional maupun dituntun oleh nilai-nilai agama. Islam sangat mendukung
bisnis dan persaingan, namun tetap bersikap tegas dalam hal yang dianggap
haram. Islam memberikan rambu dan batasan bagaimana seseorang
menjalankan aktivitas bisnis atau usahanya.

14
DAFTAR PUSTAKA
Arijanto, Agus. 2011. Etika Bisnis bagi Pelaku Bisnis. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Aziz, Abdul. 2013. Etika Bisnis Perspektif Islam. Bandung: Alfabeta
Aminuddin Dkk. 2002. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum,
Bogor: Ghalia Indonesia.
A. Sony Keraf, “ Bisakah Bisnis berjalan Tanpa Moralitas”, Basis, 1997, no. 05-
06, lihat juga dalam Muhammad & Lukman Fauroni, 70
Baidowi, Aris. 2011. Etika Bisnis Perspektif Islam. JHI, Volume 9, Nomor 2,
Desember 2011
Djakfar, Muhammad. (2012). Etika Bisnis Menangkap Spirit Ajaran Langit dan
Pesan Moral Ajaran.
Dawam Ragardjo, Etika Bisnis Menghadapi Globalisasi dalam PPJPT II”, Prisma,
2 Pebruari 1995
Juliyani, E. (2016). Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Jurnal Ummul Quro,
7(1),
Mahyudin.(2003. Kuliyah Akhlak Tasawuf. Jakarta: Kalam Mulia.
A. Kadir, Hukum Bisnis Syariah Dalam Al-Qur’an, Jakarta : Azamah, cet. 1,
2010, hlm.53
Mohamad Hidayat, pengantar ekonomi Islam, penerbit : pkes (Pusat Komunikasi
Ekonomi Syariah), hal. 32
Robby I Chandra, “Etika Dunia Bisnis”, Yogjakarta, Kanisius, 1995
Zainuddin Ali, Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta : Sinar Grafika, cet. 1, thn.
2008, h. 142

15

Anda mungkin juga menyukai