Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

ETIKA DAN AKHLAK DALAM BISNIS ISLAM

( Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah )

Dosen Pengampu

Diah Mukminatul Hasimi, S.E,Sy

Disusun Oleh :

Cahyo Prasetyo 2151030014

Icen Kelintinas 2151030173

Nada Annisa 2151030195

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


PRODI AKUNTANSI SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Dengan mengucap rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberi kitanikmat
iman, nikmat sehat, nikmat ilmu pengetahuan sehingga Makalah yang berjudul“ Etika
dan Akhlak Dalam Bisnis Islam “ Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW,beserta seluruh keluarga dan sahabatnya
yang senantiasa setia membantu perjuangan beliau dalam menegakan Dinullah dimuka
bumi ini.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat penyelesaian tugas mata
kuliah Etika Bisnis Islam dan Profesi yang diampu oleh Ibu Diah Mukminatul Hasimi,
M.E.Sy Pada program Studi Akuntansi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Univertas Islam Raden Intan Lampung.

Tentunya saya sebagai manusia tidak luput dari kesalahan, saya menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang yang
konstruktif serta membangun dari semua pihak sangat saya harapkan guna kesempurnaan
makalah ini nantinya. Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua urusan
dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan
para pembaca pada umumnya. Semoga Allah SWT meridhoi dan dicatat sebagai ibadah
disisi-Nya Aamiin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Bandar Lampung, 28 Februari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR..................................................................................ii

DAFTAR ISI.................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A..Latar Belakang..................................................................................... 1
B.. Rumusan masalah ...............................................................................1
C.. Tujuan.....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A..Pengertian Etika Dan Bisnis............................................................. 3


B.. Perbedaan Etika, Moral, Akhlak, Dan Norma Dalam
Konteks Bisnis......................................................................................6

C...Etika, Agama, Dan Bisnis: Relevansi Antara Etika Dengan


Bisnis Islam.............................................................................................. 9

D...Prinsip-Prinsip Bisnis Dalam Islam Dan Kesesuaiannya Dengan Etika


Bisnis Islam............................................................................................. 13

BAB III PENUTUP

A..Kesimpulan ................................................................................... 22
B.. Saran ............................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam kehidupan realiti, bisnis baik sebagai aktivitas maupun sebagai entitas,
telah ada dalam sistem dan strukturnya yang “baku”. Bisnis berjalan sebagai
proses yang telah menjadi kegiatan manusia sebagai individu atau masyarakat
untuk mencari keuntungan dan memenuhi keinginan dan kebutuhan hidupnya.
Sementara itu, etika telah dipahami sebagai sebuah disiplin ilmu yang mandiri
dan karenanya terpisah dari bisnis. Etika adalah ilmu yang berisi patokan-
patokan mengenai apa-apa yang benar atau yang salah, yang baik atau buruk,
yang bermanfaat atau tidak. Dalam kenyataan itu bisnis dan etika dipahami
sebagai dua hal yang terpisah bahkan tidak ada kaitannya. Jika pun ada malah
dipandang sebagai hubungan negatif dimana, praktek bisnis merupakan
kegiatan yang bertujuan mencapai laba sebesar-besarnya dalam situasi
persaingan bebas. Sebaliknya etika bila diterapkan dalam dunia bisnis
dianggap dapat mengganggu upaya mencapai tujuan bisnis. Dengan demikian
hubunan antara bisnis dan etika telah melahirkan hal yang problematis.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa Itu Etika Bisnis?

2. Apa Saja Perbedaan Etika, Moral, Akhlak dan Norma dalam Bisnis?

3. Bagaimana Relevansi Antara Etika dengan Bisnis Islam?

4. Apa Saja Prinsip-Prinsip Bisnis dalam Islam?

5. Bagaimana Kesesuaian Bisnis Islam dengan Etika Bisnis Islam?

1
C. TUJUAN

1. Mengetahui Pengertian Etika Bisnis.

2. Mengetahui Perbedaan dari Etika, Moral, Akhlak dan Norma dalam Bisnis.

3. Mengetahui Relevansi Antara Etika dengan Bisnis Islam.

4. Mengetahui Prinsip Bisnis dan Kesesuaiannya dengan Etika Bisnis Isl

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ETIKA DAN BISNIS

Etika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti ethos,
dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti, yaitu tempt tinggal yang biasa,
padang rumput, kandang, dan habitat. Etika juga diartikan kebiasaan, adat,
akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir serta karakter dan kesusilaan. Etika
adalah ilmu tentang adat kebiasaan atau apa yang biasa dilakukan, berhubungan
dengan perasaan batin dan kecenderungan hat untuk melakukan perbuatan
tersebut. Etika secara terminologi adalah nilai-nilai tau norma-norma yang
menjadi pegangan bagi seseorang tau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya. Etika juga bisa disebut dengan kode etik ataupun ilmu yang
mempelajari tentang baik dan buruk (jahat) nya suatu amal perbuatan manusia,
sejalan dengan akal pikiran manusia.

Etika juga diartikan sebagai "the systematic study of the nature of value
concept, good, bad, ougt, right, wrong, etc, and of general principles which
justify us in applying them to anything also called moral philosophy". (sebuak
Studi secara sistematis yang membahas masalah baik, buruk, harus, benar, salah,
dan lain sebagainya. Etika adalah prinsip-prinsip umun vang membenarkan
manusia untuk mengimplementasikan beberapa hal tersebut, juga disebut dengan
filsafat moral). Etika secara juga didefinisikan "the discipline dealing with what
is good and bad with moral duty and obligation, a set of moral principles or
values, a theory or system of storal values (suatu disiplin yang berkaitan dengan
baik dan buruk, berhubungan dengan tugas dan kewajiban moral, serta
seperangkat prinsip, nilai moral, teori serta sistem yang bermuatan nilai-nilai).

Etika adalah suatu cabang filsafat yang berkaitan dengan "kebaikan


(rightness)" ataupun "moralitas" perilaku manusia. Etika merupakan aturan yang
timbul dari perilaku yang baik dalam masyarakat, sehingga aturan-aturan
tersebut tidak boleh dilanggar. Kattsoff menyatakan bahwa etika adalah cabang

3
aksiologi yang membicarakan bahasan tentang predikat nilai betul (right) dan
salah (wrong), dalam artian susila (moral) dan tidak susila (immoral). " Definisi
lain etika adalah "philosophical inquiry into the nature and grounds of morality
(suatu penyelidikan filosofis, terhadap sifat dan dasar moralitas)".

Kata etika dan etis tidak selalu dipakai dalam arti yang sama, karena dua
hal tersebut memiliki arti yang berbeda. Etika adalah nilai-nilai dan norma-
norma moral yang dipraktikkan atau justru tidak dipraktikkan, walaupun pada
dasarnya etika haruslah dipraktikkan. Etika adalah refleksi dari pemikiran moral,
misalnya ketika kita berpikir tentang apa yang boleh untuk dilakukan dan juga
apa yang tidak boleh untuk dilakukan. Etika merupakan cabang utama filsafat
yang mempelajari tentang nilai dan kualitas, yang kemudian menjadi satu
benang merah tentang bahasan standar dan penilaian moral. Standar dan
penilaian moral tersebut berawal dari standar dan penilaian personal menuju
kepada standar dan penilaian di masyarakat, termasuk juga dalam organisasi
bisnis dan juga beberapa aktivitas lainnya. Adanya standar dan penilaian moral
kemudian melahirkan bangunan-bangunan untuk kemudian dianut, agar
mendatangkan keharmonisan dalam kehidupan manusia dan alam..

K Bertens melakukan perbandingan makna, antara etika yang tertulis


dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dalam terbitan lama dan baru,
kemudian Bertens menuliskan bahwa arti "etika" dalam KBBI lama
(Poerwadarminta, sejak 1953) adalah "ilmu pengetahuan tentang asas-asas
akhlak/moral." Sedangkan arti dari "etika" dalam KBBI baru (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1988) adalah (a) ilmu tentang apa yang baik dan
apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); (b) kumpulan
asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; (c) nilai mengenai benar dan
salah yang dianut suatu golongan dan/atau masyarakat. Etika adalah salah satu
cabang filsafat sistematis yang dapat juga disebut dengan filsafat moral dan
filsafat etis. Etika dan juga moralitas keduanya merujuk pada asas-asas benar
dan salah dalam perbuatan manusia. Jika dalam penggunaannya mengacu pada
asas-asas dari bidang kerja khusus, maka istilah yang dipakai adalah etika.

4
Misalnya, "etika bisnis", "etika politik", dan lain sebagainya. Apabila mengacu
pada kelakukan perorangan, maka istilah yang dipakai adalah moralitas,
misalnya "moralitas remaja", "moralitas pekerja", dan lain sebagainya.

Bahasan tentang etika dipengaruhi oleh beberapa hal yang ikut serta
mendukung aktivitas pengambilan keputusan dalam sebuah bisnis. Ketika ada
pertimbangan yang berbeda di antara manajemen stakeholder dengan
stockholder, atau kebijakan organisasi dan kebijakan individu maka etika bisnis
ikut serta terlibat di dalamnya. Beberapa risiko juga turut dipertimbangkan
dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan etika, misalnya risiko
pembelian, risiko investasi, risiko okupasi, risiko lingkungan, risiko hukum, dan
lain sebagainya. Selain itu, permasalahan lainnya yang sering kali timbul adalah
permasalahan tenaga kerja, lokasi kerja, informasi pelanggan, teknologi
informasi, dan lain sebagainya, yang mana beberapa dari permasalahan ini juga
terkait dengan kajian etika bisnis. Bagaimana scorang pebisnis membangun
kepercayaan (trust) dengan dirinya, organisasi bisnis, pelanggan, pasar dan
masyarakat juga masuk ke dalam bahasan tentang etika bisnis. Dalam skala yang
terkecil, kepercavaan antara customer dengan para karyawan di layanan
frontline terdepan juga merupakan bagian dari bahasan tentang etika bisnis,
sehingga bisnis bukan hanya berbicara tentang produk saja, akan tetapi tentang
values dan juga "rasa".

Jadi, etika bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi acuan bagi
para pelaku bisnis, mulai dari pemilik usaha, manajer, karyawan. Etika bisnis
adalah ilmu yang mengatur hubungan antar perorangan, ataupun hubungan
antarorganisasi bisnis dengan pihak-pihak yang berkepentingan, sesuai dengan
standar moral yang berlaku dan diperbolehkan. Beekun menjelaskan bahwa
banyak di antara pakar etika bisnis yang mendefinisikan bahwa etika bisnis
menjelaskan mana yang benar dan salah, dan melakukan hal-hal yang benar saja.
Aktivitas tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip yang diyakini sebagai prinsip
moral dan kebenaran, sesuai dengan keadaan dan situasi.

5
B. Perbedaan Etika, Moral, Akhlak, dan Norma dalam Konteks Bisnis
Seperti yang telah dijelaskan di atas, etika adalah nilai-nilai ataupun
norma-norma yang menjadi pegangan bagi suatu organisasi bisnis, dalam
mengatur kegiatan bisnis mereka yang dituangkan dalam kode etik organisasi
berdasarkan ukuran baik dan buruk perilaku manusia. Dalam Islam, etika sering
kali disamakan dengan akhlak, yang mempunyai arti secara etimologi adalah budi
pekerti, watak dan tabiat.
Akhlak berasal dari bahasa Arab dalam bentuk mufrad (satu), adapun
ketika dalam bentuk jamak (banyak) disebut khulugun, yang berarti budi pekerti,
tingkah laku dan tabiat, perangai, Seorang Ulama Ibnu Miskawaih menyatakan
bahwa "akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan suatu perbuatan-perbuatan, tanpa melalui pertimbangan pikiran
terlebih dahulu. Seorang Ulama lainnya, Imam al-Ghazali menandaskan bahwa
"akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa, yang merupakan sumber dari
datangnya perbuatan-perbuatan yang dengan mudah dilakukan tanpa adanya satu
pertimbangan dan pemikiran. Jika akhlak tertanam dalam jiwa seseorang, maka
dari jiwa tersebut akan timbul suatu perbuatan baik dan terpuji, digerakkan oleh
akal dan syariah. Maka dari itu, akhlak yang sebenarnya bisa lebih dalam daripada
etika, karena dalam akhlak ada pembiasaan yang menjadi satu kebutuhan untuk
melakukan suatu kebaikan.
Kata akhlak, yang berarti "budi pekerti" memiliki makna bahwa "budi"
adalah kesadaran manusia yang didorong oleh pemikiran dan juga rasio,
sedangkan "pekerti" adalah apa yang terlihat dalam diri manusia, karena dorongan
dari perasaan hati yang disebut dengan behavior (perilaku). Jadi, budi pekerti
adalah perpaduan dari rasio dan rasa yang mempunyai manifestasi pada karsa dan
juga tingkah laku manusia.
Akhlak yang dimaknai dengan etika sebenarnya lebih dominan sesuai
dengan definisi moral. Moral berasal dari bahasa Latin yaitu mos (jamak: mores),
yang berarti kebiasaan dan adat. Kata mos dalam bahasa Latin sesuai dengan kata
ethos dalam bahasa Yunani, dan dalam bahasa Indonesia moral adalah aturan
tentang kesusilaan. Menurut Merriam-webster, moral adalah terkait dengan apa

6
yang benar dan salah dalam kehidupan manusia, yang dianggap benar ataupun
baik oleh kebanyakan manusia sesuai dengan standar perilaku yang tepat pada
kelompok ataupun masyarakat tertentu. Etika masuk ke dalam wilayah teori dan
sedikit bersinggungan dengan dimensi praktis, misalnya ketika ada seseorang
yang tidak sopan, maka dianggap tidak "etis". Pernyataan tidak etis inilah
berhubungan dengan dimensi praktis, akan tetapi ketika ditanyakan kenapa tidak
etis. maka kemudian akan dijawab dengan teori tentang etika itu sendiri.
Padahal ketika bersinggungan dengan perbatasan tentang akhlak akan
sering kali berhadapan dengan dimensi praktis, Imam al-Ghaza menielaskan
bahwa akhlak adalah keadaan jiwa yang terpancar melalui perulaku yang spontan
dan tanpa pikir, misalnya ekspresi yang mendarah daging dalam kehidupan
manusia seperti kaget dan lain sebagainya. Ketika akhlak masuk ke dalam ranah
teori, maka akan bertemu dengan ilmu tentang Tasawuf, ilmu Suluk, dan lain
sebagainya. Maka, moral mendekati akhlak dikarenakan saling bersinggungan
dengan dimensi praktis. Moralitas sebagai konsep paling pokok dalam etika umun
telah melahirkan beberapa konsep lainnya, di antaranya adalah ide-ide tentang
benar ataupun salah, perbuatan baik ataupun buruk, dan juga sikap pribadi yang
berlaku dalam kehidupan masyarakat.
Adapun pembahasan tentang norma, tidak bisa dilepaskan dar pembagian
norma menjadi norma khusus dan norma umum, yang mana "norma umum"
membahas tentang aturan atupun sifat-sifat umum yang dapat digolongkan dalam
norma sopan santun, norma hukum dan norma moral. Norma sopan santun adalah
norma yang berhubungan dengan sifat lahiriah, norma hukum adalah norma yang
dituntut oleh masyarakat dalam melaksanakan ketentuan hukum dan norma moral
berkaitan dengan baik atau buruknya perilaku seorang manusia. Sedangkan
"norma khusus" adalah aturan yang berlaku dalam kegiatan khusus, dan tidak
berlaku dalam bidang-bidang yang lainnya. Etika merupakan satu cabang ilmu
akan tetapi moral bukanlah sat cabang ilmu. Etika menjelaskan tentang cara
berpikir kritis dan rasional terhadap ajaran moral, sedangkan moral merupakan
petunjuk konkret tentang apa yang boleh ataupun tidak boleh dilakukan.

7
Adapun bahasan tentang etika, moral, akhlak dan norma-norma dalam
konteks bisnis mempunyai afiliasi pada adanya pilihan antara baik dan buruknya
suatu aktivitas bisnis. Sebagai suatu ilustrasi, disebutkan bahwa "etika dalam
bisnis mempunyai satu tujuan untuk mendidik moralitas dan akhlak para pelaku
bisnis, melalui norma-norma yang telah disepakati oleh para pemangku
kepentingan dalam organisasi bisnis tersebut." Menjadi satu permasalahan di
antara para pelaku bisnis adalah bagaimana cara membangun sinergi antara etika
dan bisnis, karena etika mengatur baik dan buruk suatu kegiatan bisnis, padahal
bisnis merupakan suatu upaya yang dijalankan agar aktivitas tersebut
mendapatkan keuntungan yang setinggi-tingginya.
Maka jawabannya adalah, dengan adanya penerapan etika bisnis dalam
sebuah organisasi bisnis ataupun perusahaan, maka reputasi perusahaan akan
menjadi baik, dan reputasi merupakan satu keunggulan kompetitif (competitive
advantage), yang sulit ditiru oleh para pesaing. Sebuah entitas bisnis harus selalu
mempertimbangkan reputasi dalam setiap aktivitasnya, dengan cara membangun
etika di dalamya. Implementasi etika bisnis dalam sebuah entitas bisnis harus
beriringan dengan implementasi akhlak, moral dan norma-norma dalam organisasi
bisnis tersebut. Misalnya ketika sebuah entitas bisnis menjunjung tinggi moralitas,
maka entitas bisnis tersebut akan selalu mempertimbangkan aspek baik dan buruk,
aspek terpuji dan tercela, aspek benar dan salah, aspek wajar dan tidak wajar, serta
aspek pantas dan tidak pantas dari perilaku semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Perlu dibangun suatu budaya tentang "kesadaran masyarakat bahwa bisnis
haruslah selalu terikat dengan etika," kesadaran tersebut dimulai dari (a) lahirnya
pengetahuan di antara masyarakat tentang bagaimana konsep etika, akhlak, moral
dan norma-norma dalam sebuah bisnis; (b) memperkuat pengetahuan yang ada
dengan perilaku-perilaku yang kemudian akan membentuk kebiasaan positif
apabila dilakukan secara terus-menerus; (c) dengan adanya kebiasaan untuk
mengimplementasikan etika bisnis, maka akan ada suatu upaya untuk mengubah
kesadaran masyarakat (common sense), tentang bagaimana menaburkan kebaikan
dalam bisnis melalui etika bisnis; (d) jika etika bisnis telah berlaku dengan baik,

8
maka semua akan bermuara pada adanya satu titik, yaitu lahirnya kepercayaan
bagi para pelaku bisnis dan masyarakat.

C. Etika, Agama, dan Bisnis: Relevansi Antara Etika dengan Bisnis Islam
Bahasan tentang etika bisnis dimulai pada tahun 1970-an di Amerika,
kemudian meluas ke Eropa tahun 1980-an dan menadi fenomena global di tahun
1990-an. Jika sebelumnya hanya para teolog dan agamawan yang membicarakan
permasalahan yang berkaitan dengan etika dan moral, akan tetapi kemudian
embicaraan berkembang ke area bisnis. Sejumlah ahli filsafat mulai terlibat dalam
memikirkan permasalahan etis di sekitar bisnis, kemudian etika bisnis dianggap
sebagai suatu tangsapan yang tepat atas krisis moral yang meliputi dunia bisnis di
Amerika Serikat. Akan tetapi, ironisnya justru Amerika yang paling gigih
menolak kesepakatan, pada pertemuan negara-negara dunia tahun 2007 di Bali.
Ketika sebagian besar negara-negara peserta mempermasalahkan etika industri
negara-negara maju yang menjadi sumber penyebab global warming.
Berkembangnya etika bisnis dimulai ketika teriadi banyaknya
penyimpangan yang melibatkan para pelaku bisnis, di perusahaan-perusahaan
kelas dunia dalam dunia bisnis internasional. Misalnya ada beberapa kejadian
kecurangan bisnis seperti skandal sua di perusahaan Lockheed, pencurian
komponen computer (chip) IBM dan lain sebagainya. Berbagai kecurangan ini
mendorong para psikolog, sosiolog dan ahli filsafat serta manajemen bisnis, untuk
kemudian jauh mengkaji cara memperbaiki citra dunia bisnis. Agar tidak semata-
mata hanya berorientasi pada pengumpulan materi dan keuntungan finansialsaja
akan tetapi juga memperhatikan dimensi etika dan moral. Kajian etika, agama dan
bisnis tela dibahas sebelumnya oleh Max Weber ketika membahas tentang
sosiologi agama, dalam bukunya The Protestant Ethic and The Spirit of
Capilatism.22 Weber menyatakan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam suatu
agama dan budaya tertentu dapat diyakini bisa memengaruhi para pemeluk dan
juga masyarakatnya, dan ini sangat berkaitan dengan kemajuan ekonomi mereka.
Sebelum hat tersebut terjadi, mulanya gereja Roma Katolik berpandangan bahwa
miskin secara sukarela adalah pahala dalam hidup, maka hal tersebut

9
memunculkan sikap tentang hidup kerahiban. Hak milik dan upah seseorang
dihubungkan dengan kodrat, sedangkan kepemilikan sendir; merupakan barang
pinjaman. Kaitannya dengan kapitalisme, Gereja Karolik seiak seratus tahun yang
lalu menyadari bahwa tanggung jawab gereja pada keadilan sosial merupakan
suatu hal yang niscaya. Hal tersebut dikarenakan terjadinya revolusi industri, yang
mana ideologi kapitalisme berkembang dengan sangat pesat dan memaksa Gereja
Katolik mengadakan refleksi teologis yang baru. Refleksi ini melahirkan ajaran
sosial Gereja Katolik dari pimpinan Gereja, Paus dan Konsili Vatikan, untuk
kemudian menekankan respons pada masalah ketidakadilan yang dihasilkan dari
penerapan sistem kapitalisme saat itu.
Nilai yang dikandung dalam suatu agama, akan diyakini oleh segenap
pemeluknya. Islam misalnya, memotivasi pemeluknya untuk bisa mempunyai etos
kerja yang tinggi dan memotivasi pemeluknya untuk berwirausaha dan berniaga,
agar bisa sukses dunia dan akhirat. Walau motivasi ini belum diyakini sepenuhnya
oleh seluruh umat Islam, atau memang umat Islam terlambat dalam mengetahui
perintah tentang berbisnis yang banyak disupport oleh Rasulullah. Etika
merupakansatu hal yang harus berdampingan dengan bisnis, terlebih etika yang
didasari oleh ajaran agama. Seperti halnya etika di Barat yang merujuk pada kitab
Injil (Bible), maka etika dalam ekonomi Yahudi merujuk pada kitab Taurat, dan
demikian pula etika dalam ekonomi Islam merujuk pada Al-Qur'an.
Sejarah Islam yang dimulai dengan Sirah Nabawiyah tampaknya
mempunyai pandangan yang sangat positif tentang bisnis, dimulai dengan kisah
masa kecil Nabi Muhammad sebagai pedagang dan kemudian juga didukung
dengan beberapa hadis tentang bagaimana tradisi perdagangan yang baik dalam
Islam. Ajaran-ajaran dalam Al- Qur'an juga tidak pernah melarang untuk mencari
kekayaan dengan cara yang halal, serta selalu mengedukasi seorang Muslim untuk
tidak mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak baik. agama dapat
membangun refleksi yang membumi dan menghubungkan sumber-sumber
historisnya dengan realita kehidupan masa kini.
Ketika Weber menjelaskan bahwa Kristen-Protestan melahirkan semangar
kapitalisme," maka Islam melahirkan semangat tentang (a) rauhid (anity),* (b)

10
keseimbangan (equilibrium): (c) kebebasan (free will), » dan; (d) tanggung jawab
(responsibility) » Maka etika dan agama merupakan satu hal yang tidak harus
dipertentangkan, karena etika dan agama adalah dua hal yang saling tarik-menarik
satu sama lainnya. Terkadang agama membutuhkan etika untuk tindakan moral
yang mungkin saja dianggap tidak rasional, dan etika membutuhkan agama
sebagai satu dorongan dalam diri manusia untuk mengimplementasikan etika
dalam setiap kegiatan yang ada, termasuk dalam aktivitas bisnisnya. Diri manusia
ada satu ruang kehampaan apabila tidak disi dengan agama, karena manusia
adalah sosok yang religius. Apabila etika diberlakukan atas dasar agama, maka
etika akan membantu manusia untuk semakin dekat dengan Tuhannya, karena
etika tapa agama akan menjadi kering dan agama tapa etika akan menjadi
bumerang bagi diri sendiri.
Beberapa isu yang terdapat dalam dunia bisnis, sebenarnya akan bisa
diselesaikan dengan baik jika dilandasi dengan etika bisnis yang diadopsi dalam
nilai-nilai agama. Bisnis melihat aktivitas di dalamnya hanya dalam ukuran laba
dan rugi, sementara etika dan agama tidak mengukur suatu aktivitas dari takaran
untung dan rugi. Etika dalam bisnis akan menjadi kuat dan efektif, jika dilandasi
dengan keimanan yang dihasilkan dari nilai-nilai agama. Tampa adanya agama,
maka etika bisnis hanyalah gagasan yang bisa jadi akan sulit untuk diamalkan,
kecuali oleh mereka yang memiliki naluri filantropi yang sangat baik. Etika dalam
bisnis Islam dilandasi oleh nilai-nilai transenden, vaitu nilai-nilai yang dibangun
oleh wahyu dari Allah yang mengajak manusia untuk berbuat kebaikan dalam
bisnis. Nilai-nilai transenden mengacu pada kehidupan di dua tempat, yaitu di
dunia dan akhirat, jadi etika bisnis Islam mencakup penjelasan tentang bagaimana
memperoleh kehidupan yang sejahtera di dunia dan akhirat.
Penerapan etika bisnis berbasis agama bukanlah suatu hal yang mustahil,
misalnya jika dalam sebuah perusahaan para pemangku kebijakan adalah mereka
dengan latar belakang agama yang berbeda, maka etika bisnis tetap bisa
dilaksanakan. Dalam etika bisnis Islam, terdapat nilai-nilai universal yang juga
terdapat dalam ajaran agama lainnya, misalnya nilai kejujuran, kerja keras,
profesionalisme, keadilan, tanggung jawab, dan lain sebagainya. Ketika etika dan

11
agama menjadi satu sinergi untuk membangun sebuah bisnis, maka diharapkan
lahir perilaku, moral, akhlak serta norma yang baik dalam lingkungan perusahaan
sehingga kinerja perusahaan bisa melonjak naik.
Jika implementasi etika bisnis berdasarkan ajaran agama bisa dilakukan
dengan baik dalam sebuah perusahaan, maka nilai-nilai agama menjadi satu
tameng dalam megatasi permasalahan-permasalahan terkait pelanggaran etika
bisnis. Etika bisnis tersebut juga bisa dijadikan inspirasi, untuk kemudian dikaji
ke dalam perundang-undangan. Apabila sebuah perusahaan menerapkan etika
bisnis dalam manajemennya, maka setidaknya menurut Duska (2007) ada empat
keuntungan yang Akan diraih olehnva, (a) keuntungan perusahaan; (b) integritas
diri dan kepuasan techadap manajemen: (c) kejujuran dan kesetiaan karyawan,
dan: (d) perusahaan akan mencapal kepuasan pelanggan.
Etika bisnis berbasis agama, termasuk juga etika bisnis dalam Islam
harasials dinternalisasi oleh para perusahaan dan seluruh perangku kepentingan di
dalamnya, melalui pembentukan budaya organisasi dan reladan kepemimpinan
sesuai dengan erika tersebut. Internalisasi bisa dirampakkan dengan artikulasi
nilai-nilai etika bisnis tersebut dengan aturan-aturan yang ada dalam perusahaan.
Aturan-aturan yang ada tidak meniadi beban bagi para pemangku kepentingan di
perusahaan, akan tetapi memberikan perubahan yang baik bagi arah dan tujuan
bisnis di perusahaan tersebut. Misalnya dengan diberlakukannya aturan dalam
perusahaan, berdasarkan nilai-nilai etika bisnis dalam Islam, maka perusahaan
akan memberikan rang yang relatif besar untuk isu-isu lingkungan, terutama yang
berkaitan langsung dengan perusahaan. Perhatian yang kuat dari perusahaan
terkait isu tersebut, akan menaikkan citra positif bagi perusahaan di mata
konsumen dan publik. Hal ini akan menimbulkan trust yang menjadi investasi
jangka panjang bagi perusahaan, pelaksanaan etika bisnis ini dilakukan dengan
melibatkan pengawasan dari internal dan eksternal, untuk menghindari adanya
kesalahan dalam pelaksanaannya. Adanya profesionalitas pelaksanaan etika bisnis
dengan melibatkan pengawas internal dan eksternal, diharapkan bisa menegaskan
nilai-nilai kebaikan yang telah dilakukan oleh perusahaan, sehingga perusahaan
menjadi lebih siap untuk menghadapi tantangan bisnis di masa yang akan datang.

12
D. Prinsip-Prinsip Bisnis dalam Islam dan Kesesuaiannya dengan Etika
Bisnis Islam

Sebuah bisnis dinyatakan sebagai bisnis Islam jika telah memenuhi


beberapa prinsip-prinsip utama. Semua prinsip dalam bisnis Islam sesuai dengan
etika bisnis Islam, yang menjelaskan tentang aspek philanthropy, aspek altruism,
aspek common sense, aspek good profit dan aspek barakah cost dalam bisnis
Islam.

1. Prinsip Philantrophy dalam Bisnis Islam

Philantrophy adalah kedermawanan seseorang karena kecintaannya


dengan manusia yang lainnya. Philantrophy dalam Islam diwadahi oleh beberapa
perintah tentang berzakat, bersedekah, berinfak dan berwakaf.35 Bahkan beberapa
anjuran-anjuran kebaikan di antara manusia juga telah banyak diatur dalam Islam,
terkait bagaimana seorang manusia harus mencintai manusia yang lainnya.
Philantrophy dalam Islam merupakan satu upaya yang digerakkan oleh keimanan
manusia, dalam rangka untuk mengatasi kesulitan manusia yang lainnya, karena
ibadah tidak hanya berhubungan antara Tuhan dengan manusia, akan tetapi ada
juga aktivitas ibadah dengan cara menjaga hubungan antarmanusia. Untuk lebih
jelasnya simak hadis berikut.

'Dari Abu Hamzah Anas bin Malik radhivallahu 'anhu, pembantu


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, "Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman

13
sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya
sendiri. " (HR Bukhari dan Muslim) [HR Bukhari, no. 13 dan Muslim, no. 45]"

Hadits di atas menjelaskan bahwa perilaku yang mencintai orang lain


seperti cinta pada diri sendiri adalah sebuah keniscayaan, karena hal tersebut
diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Philantrophy Islam didasari atas
beberapa sifat baik yang bisa menggerakkan hati manusia untuk bisa mengasihi
manusia lainnya, yang termasuk juga ibadah maaliyah ijtimaa'iyah (ibadah sosial
yang terkait dengan harta), dan mempunyai peran untuk pembangunan masyarakat
dan kesejahteraan manusia.

Beberapa kajian tentang philantrophy Islam masuk dalam bahasan tentang


syariat zakat, infak, sedekah dan wakaf (ZISWAF), yang sampai detik ini masih
mencari model terbaik dalam penge-lolaannya, sehingga berdampak lebih besar
bagi kesejahteraan manusia. Misalnya menguarkan peran lembaga amil zakat di
Indonesia, dengan pengelolaan yang profesional melalui perbaikan-perbaikan
manajemen, kualitas sumber daya manusia, sistem informasi, dan pemilihan
program kerja yang berkesinambungan, sehingga bisa meningkatkan taraf hidup
para mustahig menjadi calon muzakky. Maka dari itu, philantrophy Islam tidak
hanya dikaitkan untuk hal-hal yang bersifat pemenuhan konsumsi dhuafa' untuk
Jangka pendek saja, ataupun hal-hal yang bersifat pemenuhan ritual keagamaan
saja. Misalnya untuk konteks wakaf, sudah saatnya pengelolaan wakaf fokus pada
program-program untuk memotong Tantai kemiskinan, dan bukan hanya fokus di
area wakaf masjid, kuburan, madrasah, dan pesantren saja.

2. Prinsip Altruism dalam Bisnis Islam

Altruism adalah sebuah sikap di mana seseorang berada di area yang mana
a mempunyai perasaan yang sama dengan orang lain, misalnya ketika seseorang
merasa dibohongi itu sakit maka ia tidak akan membohongi orang lain. Terkadang
altruisme juga membentuk sikap, di mana seseorang mencintai dan
mengutamakan orang lain melebihi dirinya sendiri. Sikap ini berawal dari
kesadaran spiritual manusia, di mana jika ada saudaranya yang sakit, maka ia akan
merasakan sakit juga seperti yang dirasakan oleh orang tersebut.

14
Untuk lebih jelasnya simak hadis di bawah ini:

"Dari Nu man bin Basyir radhiyallahu anhuma berkata. Bersabda


Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam: (Seorang mukmin bagi mukmin yang
lainnya seperti bangunan yang kuat, saling mendukung satu sama lainnya). Dalam
hadis lainnya disebutkan, bahwa Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
(perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, dan saling mengasihi,
dan saling menyayangi seperti satu tubuh. Jika anggota tubut sakit, maka akan
merasa kesakitan seluruh anggota badan dengen kesusahan tidur atau merasakan
demam)."

Hadits di atas merupakan landasan yang sangat sesuai untuk konteks


altruism, yaitu merasakan batwa seseorang densan orang yang. lainnva seperti
satu bangunan ataupun satu tubuh. Apabila satu sakirt maka semua merasakan
sakit yang sama. Implikasi dari hadis di atas dalam sebuah bisnis adalah, altruism
(atau dalam bahasa Arab itsar) merupakan modal sosial jika seseorang ingin
berbisnis. Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual sudah seharusnya
mempunyai sifat altruism yang tinggi, maka jika ia berbisnis maka ia akan
berbisnis dengan cara yang membangun dan bukan merusak. Sook tersebut akan
berhati-hati dalam memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya manusia,
sehingga kesejahteraan dalam masvarakat akan bisa diwujudkan dengan baik.

15
3. Prinsip Common Sense dalam Bisnis Islam

Collins dalam tulisannya yang berjudul "Adam Smith's Capitalizm and


Business Ethics" menjelaskan tentang statemen dari Smith terkait dengan
selfishness dan self interest :

Selfishness is concern about oneself, without any concern about the well-
being of others. Self interest is concern about oneself in relationship to the well-
being of others. Concluded that human beings were driven by self interest not
selfishness.

Menurut Adam Smith, keegoisan adalah seseorang yang hanya


memedulikan dirinya sendiri tanpa mempertimbangkan kesejahteraan orang lain.
Adapun kepentingan pribadi adalah sebuah kepedulian kepada diri sendiri, akan
tetapi tetap berhubungan dengan kesejahteraan orang lain. Manusia didorong
untuk mempunyai kepentingan pribadi, akan tetapi bukan ke-egoisan. Dorongan
untuk memenuhi kepentingan pribadi akan memberikan semangat pada seseorang
agar bisa berbuat sesuatu untuk dirinya sendiri, sebelum a peduli dengan
kesejahteraan orang lain." Kaitannya dengan subjudul dalam bab ini dengan
keegoisan adalah, manakala sebagian besar bisnis meninggalkan common sense
dan mengutamakan keegoisan, maka yang terjadi adalah perusakan kehidupan
secara massal.

Common sense merupakan kesadaran umum yang dimiliki oleh seseorang,


misalnya ketika seseorang menyerobot antrian maka common sense sook tersebut
buruk. Atau ketika ada kakek-kakek menyeberang jalanan dan tidak ada satu pun
yang membantu, maka ini juga contoh adanya common sense yang buruk. Di

beberapa negara maju yang mayoritas bukan penduduk Muslim banyak


ditemukan kesadaran sosial yang tinggi, akan tetapi sangat disayangkan di
beberapa negara berkembang dengan penduduk mayoritas Muslim hal tersebut
terkadang hilang. Common sense walaupun terlihat sederhana, akan tetapi
merupakan modal sosial untuk membangun peradaban. Seorang pebisnis harus
sering kali mengambil keputusan bisnis dengan mempertimbangkan aspek

16
common sense, dengan menggunakan nalurinya. Naluri mempunyai tempat yang
sangat vital dalam diri manusia, sebab hal tersebut berkaitan erat dengan dhaug
atau rasa yang bersifat subjektif. Ketika dhaug dipupuk menjadi "rasa" yang
mempunyai akhlak baik, maka kualitas hidup akan menjadi baik, akan tetapi
apabila dhaug kosong dari "rasa" yang berisikan akhlak baik, maka hidup akan
berjalan tanpa naluri kebaikan. Dalam sebuah hadis disebutkan:

"Dari al-Nawwas bin Sam'an radhiyallahu 'anhu berkata. Aku bertanya


kepada Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam tentang kebaikan dan dosa
(keburukan). Lalu Beliau bersabda: (Kebaikan adalah bagusnya sebuah perangai,
sedangkan dosa (keburukan) adalah apa yang mengganjal di dadamu dan engkau
pun tidak suka (ika keburukan ini) diketahui oleh orang lain)".

Hadis di atas menjelaskan bahwa kebaikan adalah sebuah perilaku yang


terpuji dan keburukan adalah perilaku yang seseorang tidak menyukai untuk
diketahui oleh orang lain. Kaitannya dengan etika bisnis dan common sense,
begitu banyak ditemukan usaha yang tidak mengindahkan kesadaran sosial secara
umum, misalnya dengan cara seorang pebisnis melakukan suatu upaya-upaya
pembohongan kepada konsumen akan produk yang dijualnya.

4. Good Profit dalam Bisnis Islam

Fauzia dalam bukunya Islamic Entrepreneurship menjelaskan bahwa good


profit adalah lawan dari bad profit, yaitu laba yang dihasilkan dari perilaku bisnis
yang tidak baik. Misalnya kebiasaan berbisnis dengan mengedepankan perilaku

17
yang tidak berkualitas, dan tidak mengindahkan etika bisnis seperti tidak ramah
lingkungan, boros, penuh dengan ketimpangan, dan lain sebagainya. Para
pengusaha sering kali menekan biaya-biaya operasional, sehingga berimplikasi
pada kondisi di mana terjadi pencemaran lingkungan dan polusi udara.
Permasalahan yang awalnya berada di skala lokal kemudian berkembang menjadi
isu global, karena menimbulkan banyak permasalahan bagi keseimbangan alam.
Allah telah menjelaskan dalam Al-Qur'an, surat Al-Rum [30], ayat 41 terkait
larangan perusakan bumi, untuk lebih jelasnya simak ayat di bawah ini:

Telah tampak kerusakan di darat dan di lautan akibat perbuatan tangan


(maksiat) manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Ayat di atas menjelaskan bahwa adanya kerusakan di daratan dan lautan


dikarenakan adanya keserakahan manusia dengan perbuatan tangan mereka.
Perbuatan perusakan bumi adalah perbuatan maksiat, maka dari itu berbisnis
dengan mengabaikan penjagaan daratan dan lautan adalah perbuatan maksiat dan
dilarang oleh Allah. Dalam ayat lainnya, di surat Al-Bagarah (2), ayat 11-12 juga
dijelaskan, bahwa beberapa manusia diberikan nasihat untuk tidak membuat
kerusakan di muka bumi ini, akan tetapi mereka menjawab bahwa mereka tidak
merusak, akan tetapi memperbaiki. Padahal sebenarnya mereka sedang merusak
bumi. Untuk lebih jelasnya simak ayat di bawah ini:

18
Dan bila dikatakan kepada mereka, "Janganlah kamu membuat kerusakan di muka
bumi!" Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan
perbaikan" Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat
kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.

Ayat di atas menjelaskan, bahwa sebuah bisnis memerlukan perencanaan


yang matang agar bisa memberikan sebenar-benarnya manfaat bagi manusia. Jika
manfaat terealisasikan dengan baik, maka kemaslahatan kehidupan manusia akan
meningkat. Perencanaan dalam bisnis vang baik akan selalu memasukkan aspek
penjagaan terhadap bumi, dan hal tersebut sudah dipertimbangkan dengan baik
dalam setiap keputusan yang diambil di dalamnya. Adanya perencanaan yang
matang dengan memasukkan unsur good profit akan menghilangkan bias
prasangka pada diri seorang pebisnis, bahwa hakikatnya ia sudah mendapatkan
sebaik-baik laba, akan tetapi sebenarnya hal tersebut belum terjadi. Dikarenakan
efek yang ditimbulkan dalam bisnisnya ternyata merugikan kehidupan manusia
yang lainnya, lingkungan dan alam.

5. Prinsip Barakah Cost dalam Bisnis Islam


People, planet dan profit adalah satu kesatuan yang harus dijaga
keseimbangannya, maka dari itu, seorang pebisnis harus senantiasa menjadi good
people, dengan senantiasa menjaga kelestarian lingkungan dan alam (good planet),
untuk mendapatkan laba yang baik (good profit) Cara mendapatkan good profit
atau laba yang berkah adalah dengan memasukkan biaya-biaya untuk menekan
dan menghapus eksternalitas, yaitu dengan cara internalisasi oksternalitas di
sektor produksi/industri. Misalnya untuk konteks eksternalitas adalah sebuah
perusahaan memproduksi satu output dan juga limbah yang merugikan
masyarakat, maka perusahaan tersebut harus menanggung biaya untuk menekan
kerugian di masvarakat. Bisa dengan cara membentuk tim penelitian dan
pengembangan (LITBANG) untuk penyelesaikan permasalahan limbah yang ada,
sehingga minimal bisa menekan volume limbah dihasilkan dari proses produksi
tersebut. Beberapa biaya untuk LITBANG dan penyelesaian limbah bisa

19
dimasukkan dalam harga output/produk, atau dari pos-pos zakat serta dana
corporate social responsibility (CSR).
Biaya sosial ini merupakan barakah cost, yang bisa jadi memberatkan para
pebisnis akan tetapi membawa implikasi keberkahan yang cukup besar dalam
sebuah bisnis. Sejatinya bisnis adalah mengambil keuntungan dengan tidak
memberikan kerugian kepada pihak lain, bahkan akan lebih baik apabila sebuah
bisnis bisa memberikan manfaat kepada banyak pihak. Sebuah laba jika benar-
benar baik, akan membawa keberkahan dan lebih dari itu akan membawa
kebahagiaan bagi sang pebisnis. Dikarenakan bisnis bukan hanya profit oriented,
dengan menghilangkan aspek kebahagiaan banyak kalangan, akan tetapi bisnis
yang sesungguhnya adalah berbagi kebahagiaan sehingga sang pebisnis akan
mendapatkan kebahagiaan yang maksimal. Untuk lebih jelasnya, berikut rumus
untuk menghitung biaya keberkahan dalam sebuah bisnis:

π = TR – TC - BC

Keterangan :
π : Keuntungan (Rp)
TR : Total revenue atau penerimaan total (R)
TC : Total cost atau biaya total (Rp)
BC : Barakah cost atau blaya untuk keberkahan (R).

Gambar 2.3 Barakah Cost


Rumus di atas menjelaskan bahwa dalam menjalankan sebuah bisnis,
keberkahan adalah suatu hal yang seharusnya ada. Akan tetapi, keberkahan tidak
akan datang dengan sendiringa apabila tidak diusahakan, yaitu dengan
memasukkan biaya-biaya untuk mendapatkan keberkahan tersebut. Dengan cara
alokasi beberapa persen dari penerimaan total untuk bisa digunakan aktivitas-
aktivitas positif agar keberkahan senantiasa mengiringi sebuah bisnis. Misalnya,
sebuah perusahaan berdiri dekat dengan pemukiman penduduk, dan truk-truk
pengangkut bahan baku perusahaan tersebut ikut serta menggunakan jalan raya
sehingga merusak aspal di jalan. Maka ada baiknya perusahaan tersebut ikut serta

20
memperbaiki jalan raya, dari alokasi dana BC demi kemaslahatan masyarakat dan
keberkahan dalam bisnisnya. Dalam sebuah hadis dijelaskan dengan baik, bahwa
siapa pun yang beramal baik, akan dihitung kebaikan di mata Allah, untuk lebih
jelasnya simak hadis di bawah ini:

"Dari Jabir radhiyallahu anhu, berkata. Bersabda Rasulullah Sallallahu


alaihu wasallam: Tidaklah seorang Muslim yang bercocok tanam, kecuali setiap
tanaman yang dimakannya bernilai sedekah baginga. Apa yang dicuri orang
daringa menjadi sedekah baginya. Apa yang dimakan oleh binatang liar menjadi
sekedah baginya. Apa yang dimakan oleh burung menjadi sedekah baginga dan
tidaklah seseorang mengambil darinya, melainkan sedekah baginya." Dalam
riwayat hadis yang lainnya disebutkan: "seorang Muslim tidaklah bercocok tanam,
kemudian dimakan oleh manusia, binatang serta burung, kecuali baginya sedekah
sampai hari kiamat."

21
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Etika adalah suatu cabang filsafat yang berkaitan dengan "kebaikan
(rightness)" ataupun "moralitas" perilaku manusia. Etika merupakan aturan yang
timbul dari perilaku yang baik dalam masyarakat, sehingga aturan-aturan tersebut
tidak boleh dilanggar. Kattsoff menyatakan b"philosophical inquiry into the nature
and grounds of morality (suatu penyelidikan filosofis, terhadap sifat dan dasar
moralitas)".
Jadi, etika bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi acuan bagi
para pelaku bisnis, mulai dari pemilik usaha, manajer, karyawan. Etika bisnis
adalah ilmu yang mengatur hubungan antar perorangan, ataupun hubungan
antarorganisasi bisnis dengan pihak-pihak yang berkepentingan, sesuai dengan
standar moral yang berlaku dan diperbolehkan. Beekun menjelaskan bahwa
banyak di antara pakar etika bisnis yang mendefinisikan bahwa etika bisnis
menjelaskan mana yang benar dan salah, dan melakukan hal-hal yang benar saja.
Aktivitas tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip yang diyakini sebagai prinsip
moral dan kebenaran, sesuai dengan keadaan dan situasi.
Kata akhlak, yang berarti "budi pekerti" memiliki makna bahwa "budi"
adalah kesadaran manusia yang didorong oleh pemikiran dan juga rasio,
sedangkan "pekerti" adalah apa yang terlihat dalam diri manusia, karena dorongan
dari perasaan hati yang disebut dengan behavior (perilaku). Jadi, budi pekerti
adalah perpaduan dari rasio dan rasa yang mempunyai manifestasi pada karsa dan
juga tingkah laku manusia

22
B. SARAN
Demikian makalah yang telah kami susun.Semoga dengan makalah ini,
pembaca dapat lebih memahami tentang materi yang penulis sampaikan. Selain
itu dalam penyusunan dan penyampaian materi masih terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan. Kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat
kami butuhkan demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini
bermanfat bagi pembaca.

23
DAFTAR PUSTAKA
"Fauzia, Islamic Entrepreneurship, hlm. 356.Bahasan tentang nilai-nilai transenden dalam bisnis
bisa disimak dalamIka Yunia Fauzia, Etika Bisnis dalam Islam, cetakan ketiga, (Jakarta:
Prenada Media Kencana, 2018). Fauzia, Green Economy. Fauzia, Islamic
Entrepreneurship, hlm. 357.
"Kaitannya dengan anjuran untuk zakat, infak, sedekah dan wakaf, lihat QS Al-Taubah [9], ayat 60
dan 103, QS Al-Baqarah [2], ayat 177 dan 261, QS Ali Imron [3] ayat 92, 133, 134, QS Faathir
[35] ayat 29, 30. Dan beberapa ayat yang lainnya.
Denis Collins, Essentials of Business Ethics, (New Jersey: John Wiley & Sons, Inc, 2009), him. 23.
"Fauzia, Islamic Entrepreneurship, hlm. 358.
Fauzia, Islamic Entrepreneurship, hlm. 356. ika Yunia Fauzia, "Urgensi Implementasi Green
Economy Perspektif Pendekatan Dharuriyat dalam Maqashid al-Syariah", Jurnal Ekonomi
dan Bisnis Islam,Vol. 2, No. 1, Januari-Juni 2016, hlm. 87-104. Leonard J. Brooks dan Paul
Dunn, Etika Bisnis dan Profesi, terj. Kanti Pertiwi, (Jakarta: Penerbit Salemba Empat,
2011), hlm. 1.
Ibnu Miskawaih, Tahdzib al-Akhlaq Ibn Miskawaih, (Mesir: Matba'ah Khusainiyah, t.th), hlm. 25.
Imam al-Ghazali, Ihya' Ulumuddin, Jilid 3, (Beirut: Dar Ihya' al-Kutub al- Ilmiyah, t.th), hlm. 48.
Webster New Collegiate Dictionary, (USA: G & C Merriam Company).
K. Bertens, Etika, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2013), hlm. 3-5.
K. Bertens, Etika, him. 5. Hamzah Ya'kub, Etika Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 30.
K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, Edisi Revisi, (Yogyakarta: Penerbit Kanisisus, 2013), hlm. 30-31.
K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, Edisi Revisi, (Yogyakarta: Penerbit Kanisisus, 2013), hlm. 30-31.
R. Sims, Ethic and Corporate Social Responsibility, (Why Giant Fall, CT: Greenwood Press, 2003).
Ronald Duska, Contemporery Reflections on Business Ethics, (Dordrecht: Springer, 2007).
Tom L. Beauchamp dan Norman E. Bowie, Ethical Theory and Business, Seventh Edition, (New
Jersey Pearson Education International, 2004), him. 50-530, "Ika Yunia Fauzia, Etika Bisnis
dalam Islam, (Jakarta: Kencana, cet ketiga, 2017). "David J. Fritzsche, Business Ethic, A
Global and Managerial Perspective, (USA: McGraw-Hill Irwin, 2005), hlm. 26, "Rafik Issa
Beekun, Islamic Business Ethics, (Virginia: IIIT, 1996), hlm. 1.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
2004), hlm. 15.
Webster New Collegiate Dictionary, (USA: G & C Merriam Company). Loiss O. Kattsoff, Pengantar
Filsafat: Sebuah Buku Pengantar untuk Mengenal Filsafat, diterjemahkan oleh Soejono
Soemargono dari judul aslinya "Element of Phylosophy" (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996),
hlm. 349. "Webster New Collegiate Dictionary, (USA: G & C Merriam Company).
Webster New Collegiate Dictionary, (USA: G & C Merriam Company). Loiss O. Kattsoff, Pengantar
Filsafat: Sebuah Buku Pengantar untuk Mengenal Filsafat, diterjemahkan oleh Soejono
Soemargono dari judul aslinya "Element of Phylosophy" (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996),
hlm. 349. "Webster New Collegiate Dictionary, (USA: G & C Merriam Company).
Yatimin Abdullah, Pengantar Studi Etika, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 4.

24

Anda mungkin juga menyukai