AKHLAK TASAWUF
KEHIDUPAN MANUSIA”
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
Kelompok 1
Hotmaida 0503202165
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena telah memberikan
kelancaran dan kemurahan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
“Akhlak Tasawuf” dalam bentuk makalah ini. Sholawat serta salam semoga senantiasa
terlimpahkan kepada junjungan kita Nabiyullah Muhammad SAW.
Sebelumnya kami ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Rahmad
Ridwan, M.THI selaku Dosen Pengampu pada Mata Kuliah Akhlak Tasawuf dimana telah
memberikan bimbingan serta pengarahan dalam pembelajaran makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami
mengharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan makalah ini kedepannya. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan menjadi amal jariyah bagi penulisnya.
KELOMPOK I
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 13
B. Saran ....................................................................................................................... 13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah makalah ini adalah :
1. Apakah yang dimaksud dengan etika, bisnis, etika bisnis dan etika bisnis dalam Islam?
2. Bagaimana kehidupan bisnis kontemporer?
3. Bagaimana peranan etika?
4. Bagaimana contoh kehidupan bisnis yang beretika dan bisnis yang tidak beretika dan
apa dampaknya?
1
BAB II
PEMBAHASAN
1 Nur Ahmad Fadhil dan Azhari Akmal, Etika Bisnis Dalam Islam, (Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2001), hal 25
2 Ibid. Hal 25-26
3 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2001), hal
309.
2
individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna
mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.4
Lebih ringkas dari itu Brown dan Petrello menyebut bisnis adalah suatu lembaga yang
menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam pengertian
yang sederhana bisnis adalah lembaga yang menghasilkan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan orang lain.5Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Bisnis ialah
usaha komersial di dunia perdagangan, bidang usaha, usaha dagang.6
3
Islam, bahwa ilmu ekonomi Islam adalah ilmu tentang manusia, bukan sebagai individu
yang terisolasi, tetapi mengenai individu sosial yang meyakini nilai-nilai hidup Islam.9
2. Etika Bisnis Islam
Pemikiran etika bisnis Islam muncul ke permukaan dengan landasan bahwa Islam
adalah agama yang sempurna. Ia merupakan kumpulan aturan-aturan ajaran dan nilai-
nilai yang dapat menghantarkan manusia dalam kehidupannya menuju tujuan
kebahagiaan hidup baik di dunia maupun akhirat. Etika bisnis Islam tak jauh berbeda
dengan pengejawantahan hukum dalam fiqih muamalah. Dengan kondisi demikian
maka pengembangan etika bisnis Islam yang mengedepankan etika sebagai landasan
filosofisnya merupakan agenda yang signifikan untuk dikembangkan.10
Secara normatif meurut Quraish Shihab, Al-Qur’an relatif lebih banyak
memberikan prinsip-prinsip mengenai bisnis yang bertumpu pada kerangka
penanganan bisnis sebagai pelaku ekonomi dengan tanpa membedakan kelas.11
Allah berfirman, Wahai orang-orang yang beriman, maukah kamu Aku, yang maha
mengetahui ini, menunjukkan kepada kamu suatu perniagaan besar yang bila kamu
melakukannya maka ia dapat menyelamatkan kamu atas izin Allah dari siksa yang
pedih? Perniagaan itu adalah perjuangan di jalan Allah karena jika kamu mau maka
hendaklah kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, yakni meningkatkan iman kamu
dan memperbaharuinya dari saat ke saat, dan juga berjihad, yakni bersungguh-
sungguh, dari saat ke saat mencurahkan apa yang kamu miliki berupa tenaga, pikiran,
waktu, dan dengan harta-harta dan jiwa-jiwa kamu masing-masing di jalan Allah, yang
demikian itu, yakni beriman dan berjihad, yang sungguh tinggi nilainya lagi luhur baik
buat kamu. Jika kamu mengetahui bahwa hal tersebut baik maka tentulah kamu
mengerjakannya.
Yang dimaksud dengan kata tijarah dalam ayat ini adalah amal-amal saleh.
Memang al-Quran sering kali menggunakan kata itu untuk makna tersebut karena
motivasi beramal saleh – oleh banyak orang – adalah untuk memperoleh ganjaran persis
seperti perniagaan yang dijalankan seseorang guna meraih keuntungan 12
9 M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Terj M. Nastangin (Jakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995)
h. 19.
10 Muhammad dan R. Lukman Fauroni, Visi Al-Quran: Tentang Etika dan Bisnis, (Jakarta: Salemba Diniyah,
2002), hal 3
11 Ibid
12 Ibid
4
Menurut salah satu ahli yaitu Riawan Amin menjelaskan dalam bukunya “Menggagas
Manajemen Syariah” bahwa prinsip-prinsip etika bisnis menurut al-Quran yaitu :13
1. Melarang bisnis yang dilakukan denagn proses kebatilan (QS. 4:29). Bisnis harus
didasari pada kerelaan dan keterbukaan antara kedua belah pihak dan tanpa ada
pihak yang dirugikan . orang yang berbuat batil termasuk perbuatan aniaya,
melanggar hak dan berdosa besar (QS. 4:30). Sementara orang yang menjauhinya,
maka akan selamat dan akan mendapat kemuliaan (QS. 4:31).
2. Bisnis tidak boleh mengandung unsur riba (QS. 2:275).
Berdasarkan uraian di atas, kajian ini akan berupaya mencari prinsip-prinsip etika
bisnis dalam perspektif al-Quran, yaitu etika bisnis yang mengedepankan nilai-nilai
al-Quran. Pernyataan ini pada satu sisi bertujuan menolak anggapan bahwa bisnis
hanya merupakan aktivitas keduniaan yang terpisah dari persoalan etika dan pada
sisi lain akan mengembangkan prinsip-prinsip etika bisnis alquran, sebagai upaya
konseptualisasi sekaligus mencari landasan persoalan-persoalan praktek mal
bisnis.
Hal 57
5
akhlak,dan antara perang dan akhlak. Akhlak adalah daging dan urat nadi kehidupan
islami. Karena risalah islam adalah risalah akhlak.
Kebendaan yang profan (tidak bersangkutan dengan agama atau tujuan
keagamaan) 16 baru bermakna apabila diimbangi dengan kepentingan spiritual yang
transenden (ukhrawi). Akan tetapi, perlu disadari bagaimana pun dalam dunia usaha
(bisnis) mau tidak mau akan muncul masalah-masalah etis dan masalah-masalah etis
itu sudah barang tentu harus dicarikan jalan kluarnya.17
Dalam islam, tuntutan bekerja adalah merupakan sebuah keniscayaan bagi setiap
muslim agar kebutuhan hidupnya sehari-hari bisa terpenuhi. Salah satu jalan untuk
memenuhi kebutuhan itu antara lain melalui aktifitas bisnis sebagaimana telah
dicontohkan oleh baginda Rasulullah saw sejak beliau masih usua muda. 18
Urgensi etika bisnis menurut perspektif etika kontemporer, antara lain bisa
dikemukakan pendapat sondang P.Siagian yang menyatakan ada beberapa faktor yang
bisa dijadikan alasan relevansi etika dalam dunia modern ini. Jika ditanyakan, mengapa
demikian? Jawabannya tidak mudah ditemukan karena tidak ada satu faktorpun yang
dampaknya begitu kuat sehingga faktor tesebut menjadi satu-satunya penyebab.”19
Cukup banyak faktor yang dikedepankan oleh Sondang, diantaranya
1. Faktor perubahan sosial yang terjadi dengan sangat cepat. Jika dalam masyarakat
pedesaan gaya hidup sangat diwarnai oleh komunalisme dan kebersamaan,
masyarakat industri seperti sekarang ini yang makin banyak bermukim di daerah
urban ternyata memiliki tingkat interdependensi yang tinggi tetapi sekaligus sangat
“impersonal”.
2. Umat manusia dengan segala dinamikanya ternyata telah membawa suatu
perubahan dalam falsafah hidup kemasyarakatan yang pada gilirannya merupakan
tantangan bagi keyakinan sosial yang sifatnya tradisional dengan segala
konsekuensinya. Tatanan dunia yang lama diganti oleh tatanan baru.
3. Siapa pun mengakui bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
amat pesat berpengaruh pada tata cara berperilaku, moralitas, dan etika.
4. Terlihat kecendrungan kuat bagi manusia untuk berpikir secara “praktis”.
Kecendrungan demikian sering berakibat pada diabaikannya nilai-nilai moral dan
16 Kamus pusat bahasa, KBBI. (jakarta: Balai Pustaka, 2001). Hal 897
17 Suseno, Etika Bisnis, hal 1
18 H. Buchari Alma, Dasar-Dasar Etika bisnis Islami (Bandung: Alfabeta, 2003). Hal 14
19 Sondang p.siagian, Etika Bisnis (Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 1996). Hal 5-6
6
etika. Nilai-nilai instrumental sering “mengalahkan” nilai-nilai terminal yang
luhur. Salah satu konsekuensinya ialah menempuh “jalan pintas” dalam
memperoleh hal-hal yang diinginkan.
5. Terlihat dengan jelas gejala yang menunjukkan bahwa manusia memberikan
interpetasi tentang kehidupan sedemikian rupa sehingga maknanya tidak
mendorong penerapan norma-norma moral dan etika yang benar.
6. Pada tataran ini, etika merupakan penentu keberhasilan suatu bisnis. Namun, bukan
karena mau memenangkan kompetisi bisnis, atau juga bukan karena mau berhasil
meraup keuntungan yang berlipat ganda seseorang pebisnis harus berperilaku
moral. Hal ini berarti dia hanya mau menjadi seorang yang jujur, adil, dan
bertanggung jawab kalau dia ingin menjadi kaya.
“Catatan” : sebagai catatan untuk bab ini akan saya paparkan “nama baik” sebagai
salah satu patokan dalam berbisnis secara etis. Marcus Tullius Cicero (106-43SM) yang
pertama kali menggaskan hal ini. Menurutnya, “momen est omen” atau nama identik
dengan nama si pemilik. Seluruh kepbribadian si pemilik nama terwakili dalam nama
tersebut.
2. Sistem Etika Bisnis Kontemporer
Hal ini mudah dipahami karena konsep sekularisasi dalam kehidupan serta
kurangnya sumber petunjuk yang otentik di dunia Barat. Etika kontemporer sebagian
besar merupakan buatan manusia yang sifatnya relatif dan situasional serta kurang
“legitimate” dukungan otoritas di belakangnya. 20
Ahli manajemen , Harold koontz mengakui bahwa di Barat, tidak ada sumber standar
etika. Dalam bangsa yang mempunyai agama negara, mungkin terdapat pusat sumber
kewenangan dalam mengajarkan praktik etika.
Di AS, dengan banyaknya budaya etika dan agama, tidak seorang pun yang
menilik gereja, pemerintah, institusi pendidikan, asosiasi swasta sebagai pusat tradisi
etika.[23] Sehingga yang terjadi, mereka mengembangkan standar etika berdasarkan
pengalaman dan perasaan. Wajar jika kurang otentik dan legitimasi. Mereka tidak
percaya bahwa ada standar etika permanen myang bisa di ikuti oleh hidup manusia. Di
lain pihak mereka percaya bahwa konsep moral, seperti halnya konsep lain, akan selalu
berubah seiring waktu.
20S.F ahmad, “The Ethical Responsibility of Business: Islamic Principles and Implication”,proceedings of The
Seminar on Islamic Principles of Organisational Behaviour IIIT, Herndorn, USA, 1988, hal 2.
7
Perspektif Barat pada etika bisnis umumnya seperti yang di ungkapkan oleh
Drucker berikut ini: Banyak Khotbah yang diajarkan pada etika bisnis dan pebisnis.
Kebanyakan tidak ada yang bisa dilakukan terkait bisnis serta sedikit saja terkait etika.
Hal ini seperti mempekerjakan gadis panggilan untuk menghibur pelanggan, bukanlah
masalah etika melainkan estetika.[24] Bisa disimpulkan bahwa dunia Barat memandang
bisnis dan etika merupakan perilaku yang terpisah.
3. Isu-isu Kontemporer: Potret Buram Perilaku Bisnis Di Indonesia
Sungguh ironis sekali kedengarannya, Indonesia sebagai sebuah negara Muslim
terbesar di dunia dengan sumber daya yang melimpah, tetapi justru mengapa masih
banyak masyarakat yang belum terentas dari kemiskinan. Yang lebih memprihatinkan
lagi bahwa dewasa ini Bangsa Indonesia kurang mendapat kepercayaan dari orang lain
(Internasional) yang menyebabkan betapa sulitnya menarik investor asing menanamkan
modalnya di negeri ini. Ini mengindikasikan ada sesuatu yang tidak beres dan salah
urus.
Selain faktor lain seperti masalah etika dan hukum yang seyogyanya dijunjung
tinggi oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama di kalangan pelaku ekonomi maupun
pengambil kebijakan. Bukankah disadari bahwa menjunjung tinggi nilai moral dan
hukum adalah merupakan bagian ajaran agama apapun secara universal.
Itu berarti, selama ini muslim Indonesia belum sepenuh hati mengaplikasikan
nilai-nilai islam sebagai keyakinannya. Secara jujur, nilai-nilai Rabbaniyah (Ilahiyah)
belum terimplementasi dalam kehidupan bisnis yang berpotensi bisa merugikan
perekonomian bangsa dalam skala makro. Bahkan jika sekiranya implementasi itu
justru akan menguntungkan Bangsa Indonesia yang kurang lebih 90 % penduduknya
sebagai muslim. Di sinilah relevansi membangun nilai-nilai Rabbaniyah dalam
perekonomian Indonesia agar bangsa kita menjadi kuat dan bisa kompetitif dengan
bangsa lain di dunia.
Dalam realitas justru menunjukkan hal sebaliknya. Banyak ditemukan keganjalan
perilaku bisnis yang secara signifikan bisa ikut mempengaruhi perkembangan ekonomi
secara makro. Beragam perilaku itu tidak lagi sebagai vaiabel pendukung, tetapi
sebaliknya akan menjadi faktor penghambat kemajuan ekonomi bangsa.
Sebagaimana diketahui, pertengahan tahun 1997, Asia dilanda krisis ekonomi,
termasuk diantaranya adalah Indonesia. Kejadian ini lebih dikenal dengan istilah krisis
moneter.
8
Penyebab utamanya karena liberalisasi ekonomi yang diterapkan pemerintah
Orde Baru. Pihak swasta bebas mengambil utang luar negeri tanpa pengawasan
pemerintah, di samping utang pemerintah sendiri. Pinjaman jangka pendek, digunakan
dalam investasi modal jangka panjang. Akibatnya, pada saat utang jatuh tempo
pengusaha karbitan ini tidak mampu membayar kewajibannya.
Demikian pula perusahaan Bank meminjam modal luar negeri dengan bunga
rendah, 3-4 % setahun. Uang ini mereka pinjamkan lagi dengan tingkat bunga yang
cukup tinggi, 18-20% setahun. Dengan praktik tamak ini perbankan akan meraup
untung yang sungguh fantastik.
Namun demikian, dengan perubahan harga dollar, harga rupiah merosot tajam
sehingga pengusaha yang mendapat pinjaman luar negeri sangat kewalahan. Utang
mereka dalam rupiah menjadi berlipat ganda jumlahnya sehingga mereka tidak mampu
lagi membayar. Keadaan ini diperparah lagi oleh pihak perbankan, karena mereka
meminjamkan sebagian besar modalnya kepada industri milik orang bank sendiri. 21
Akibat yang dirasakan industri nasional mengalami kehancuran karena harga
barang impor sangat tinggi (bila dinilai dengan rupiah), harga pokok barang industri
menjadi tinggi, harga jual tinggi, akhirnya hasil produksi tidak laku. Di sana sini daya
beli menurun karena banyak terjadi pemutusan hubungan kerja. Akibat lebih jauh, nama
Indonesia jatuh di mata Internasional.
21 H.Buchari Alma, Dasar-dasar Etika Bisnis Islami (Bandung: Alfabeta,2003). Hal 43.
9
mengatakn bahwa para pebisnis ada hanya untuk satu tujuan, yaitu untuk menciptakan dan
mengalirkan nilai kepuasan dari suatu keuntungan hanya pada dirinya dan nilai budaya,
nilai spiritual dan moral tidak menjadi pertimbangan dalam pekerjaannya. Akibatnya
sungguh mengerikan. Mereka dapat menyebabkan perang antarbangsa, antarlembaga, dan
antarperusahaan. Mereka menganggap dan membuat bisnis seolah medan perang.
Dalam perekonomian yang berjalan berdasarkan prinsip pasar dimana “bisnis adalah
bisnis”, kebebasan berusaha adalah yang utama. Namun kebebasan untuk mengejar tujuan
bisnis juga mengandung kewajiban untuk memastikan bahwa kebebasan itu diperoleh
secara bertanggung jawab.
Perumusan dan penetapan etika bisnis merupakan salah satu dari sekian banyak upaya
pemersatu (internal intergration) yang diusahakan oleh pemimpin perusahaan untuk
meningkatkan daya tahan bisnisnya. Itu dilakukan dengan mengindahkan prinsip-prinsip
pengelolaan usaha yang baik (good corporate gorvemance) sekaligus memenuhi
kewajibannya sebagai warga masyarakat yang bertanggung jawab (corporate sosial
responsibility).22
Etika bisnis juga berhubungan dengan nilai merek (brand value). Perilaku bisnis yang
beretika berkontribusi pada pembangunan citra dari nilai merek sebuah produk. Salah satu
caranya dengan memberikan pelatihan mengenai etika pada kru.
Hasilnya sungguh luar biasa. Misalnya, menurunnya biaya, menurunnya pelputasi,
anggaran dan perusakan pada merek atau reputasi, dan pada akhirnya menurunnya
hukuman akibat melanggar aturan yang telah ditentukan. Sehingga diperlukan kemampuan
untuk menghasilkan ‘brand value’ dan reputasi dengan standar integrasi bisnis dan
tanggung jawab sosial yang tinggi. CSR tidak hanya sebuah pilihan, CSR merupakan
prasarat integral dan mutlak untuk kesuksesan bisnis dalam jangka panjang. Meningkatnya
CSR bararti meningkatnya manajemen kualitas.23
22 A. Riawan Amin. Menggagas Manajemen Syariah ( Jakarta: salemba Empat, 2010). Hal 12.
23 Opcit hal 13
10
memiliki etika yang baik. Namun, jika nama Anda terlalu panjang untuk diucapkan,
Anda dapat menyingkatnya sedikit.
2. Berdiri Saat Berkenalan
Selain menunjukkan kesopanan, berdiri saat memperkenalkan diri juga
mempertegas kehadiran Anda. Namun, jika kondisinya tidak memungkinkan untuk
berdiri, Anda dapat sedikit membungkuk. Dengan begitu, rekan bisnis akan melihat
bahwa Anda adalah orang memiliki nilai positif dan memiliki citra baik.
3. Ucapkan Terima Kasih
Ketika Anda menghadiri suatu acara bisnis jangan pernah lupa untuk
mengucapkan terima kasih, misalnya “terima kasih sudah datang”. Namun, jangan
pernah ucapkan kata tersebut secara berlebihan. Dengan mengucapkan terima kasih
secara berlebih, rekan kerja akan memandang bahwa Anda sangat membutuhkan
bantuan dari mereka. Setelah pertemuan selesai, ada baiknya untuk mengirimkan pesan
dan mengucapkan terima kasih melalui email.
4. Bayar Tagihan Ketika Mengundang
Terkadang pertemuan bisnis dilakukan di luar kantor, misalnya di sebuah kafe,
restoran dan lain sebagainya. Sebagai tuan rumah yang mengundang pertemuan, ada
baiknya membayar tagihan tersebut. Jika rekan bisnis menolak karena alasan dia laki-
laki dan Anda perempuan, Anda tetap harus membayarnya dan katakan bahwa
perusahaan akan menggantinya.
11
didesak oleh banyak pihak, Yayasan baru memberikan informasi bahwa uang itu
dipergunakan untuk pembelian seragama guru. Dalam kasus ini, pihak yayasan dan
sekolah dapat dikategorikan melanggar prinsip ttransparan.
3. Pelanggaran Etika Bisnis Terhadap Akuntabilitas
Sebuah RS. Swasta melalui pihak pengurus mengumumkan kepada seluruh
karyawan yang akan mendaftar PNS secara otomotais dinyatakan mengundurkan diri.
A sebagai salah seorang karyawan di RS Swasta itu mengabaikan pengumuman dari
pihak pengurus karena menurut pendapatnya ia diangkat oleh pengelola dalam hal ini
direktur, sehingga segala hak dan kewajiban dia berhubungan dengan Pengelola bukan
Pengurus. Pihak Pengelola sendiri tidak memberikan surat edaran resmi mengenai
kebijakan tersebut. Karena sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan diri.
Dari kasus ini RS Swasta itu dapat dikatakan melanggar prinsip akuntabilitas karena
tidak ada kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban antara Pengelola dan
Pengurus Rumah Sakit
4. Pelanggaran Etika Bisnis Terhadap Prinsip Pertanggungjawaban
Sebuah perusahaan PJTKI di Jogja melakukan rekrutmen untuk tenaga baby sitter.
Dalam pengumuman dan perjanjian dinyatakan bahwa perusahaan berjanji akan
mengirimkan calon TKI setelah 2 bulan mengikuti training dijanjikan akan dikirim ke
negara-negara tujuan. Bahkan perusahaan tersebut menjanjikan bahwa segala biaya
yang dikeluarkan pelamar akan dikembalikan jika mereka tidak jadi berangkat ke
negara tujuan. B yang terarik dengan tawaran tersebut langsung mendaftar dan
mengeluarkan biaya sebanyak Rp 7 juta untuk biaya administrasi, pengurusan visa, dan
paspor. Namun setelah 2 bulan training, B tak kunjung diberangkatkan, bahkan hingga
satu tahun tidak ada kejelasan.
Ketika dikonfirmasi, perusahaan PJTKI itu selalu berkilah ada penundaan, begitu
seterusnya. Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa Perusahaan PJTKI tersebut telah
melanggar prinsip pertanggungjawaban dengan mengabaikan hak-hak B sebagai calon
TKI yang seharusnya diberangnka ke negara tujuan untuk bekerja.
5. Pelanggaran Etika Bisnis Terhadap Prinsip Kewajaran
Sebuah perusahaan property ternama di Yogjakarta tidak memberikan surat izin
membangun rumah dari developer kepada dua orang konsumennya di kawasan kavling
perumahan milik perusahaan tersebut. Konsumen pertama sudah memenuhi
kewajibannya membayar harga tanah sesuai kesepakatan dan biaya administrasi
lainnya.
12
Sementara konsumen kedua masih mempunyai kewajiban membayar kelebihan
tanah, karena setiap kali akan membayar pihak developer selalu menolak dengan alasan
belum ada izin dari pusat perusahaan (pusatnya di Jakarta). Yang aneh adalah di
kawasan kavling itu hanya dua orang ini yang belum mengantongi izin pembangunan
rumah, sementara 30 konsumen lainnya sudah diberi izin dan rumah mereka sudah
dibangun semuannya.
Alasan yang dikemukakan perusahaan itu adalah ingin memberikan pelajaran
kepada dua konsumen tadi karena dua orang ini telah memprovokasi konsumen lainnya
untuk melakukan penuntutan segera pemberian izin pembangunan rumah. Dari kasus
ini perusahaan property tersebut telah melanggar prinsip kewajaran (fairness) karena
tidak memenuhi hak-hak konsumen (stakeholder) dengan alasan yang tidak masuk akal,
memenuhi spesifikasi bangunan yang telah disepakati bersama dengan perusahaan
pengembang
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Beretika merupakan satu wujud kesopanan yang penting untuk dijunjung dalam kehidupan
bermasyarakat. Dengan etika yang baik, seseorang akan mampu berharmoni serta
membaur dengan lingkungan sekitar. Tidak hanya dalam kehidupan bermasyrakat,
beretika juga diperlukan oleh seorang pebisnis. Agar produk bisnisnya bisa diterima
hangat di tangan konsumen serta bisnisnya lancar, seorang pebisnis haruslah memiliki
etika-etika bisnis.
B. Saran
13
Semoga kita bisa menjadi manusia yang beretika baik dalam berbisnis, agar bisnis yang
kita jalani dan tekuni dapat di ridhai oleh Allah SWT. Dan menjadi berkah bagi diri kita
dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, A. Riawan. 2010. Menggagas Manaajemen Syariah, Teori dan Praktek The Celestial
Management. Jakarta: Salemba Empat.
14
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :
Balai Pustaka..
Fadhil, Nur Ahmad dan Azhari Akmal. 2001. Etika Bisnis Dalam Islam. Jakarta: Hijri Pustaka
Utama.
Mannan, M. Abdul. 1995. Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Terj M. Nastangin. Jakarta: Dana
Bhakti Wakaf
Muhammad dan R. Lukman Fauroni. 2002. Visi Al-Quran, Tentang Etika dan Bisnis. Jakarta:
Salemba Diniyah.
15