Anda di halaman 1dari 17

ETIKA BISNIS

“CORPORATE CULTURE AND GOOD CORPORATE


GOVERNANCE”

DISUSUN OLEH :

1. Anastasya M.C.Y Lomi Rohi (1910030063)

2. Alezzandro D.P.P Langkamau (1910030085)

3. Cristian S. S. Wibowo (1910030078)

4. Indrawan Gosal (1910030071)

5. Claudya Marceline (2277700055)

6. Winwin Fahik (1910030041)

7. Salva Kemala Putri (191003009)

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan limpahnya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis, kami
menyusun Makalah dengan judul “CORPORATE CULTURE DAN GOOD
CORPORATE GOVERNANCE”

Dalam pembuatan Makala ini, kami mendapat bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu kami sebagai penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah memberi kesempatan dan menfasilitasi kepada kami
para penulis sehingga Makalah ini bisa terselesaikan dengan tepat waktu dan
tanpa adanya hambatan apapun.

Akhir kata semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi para pambaca pada
umumnya, kami menyadari bahwa dalam pembuatan Makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, untuk itu kami menerima saran dan kritik yang bersifat
membangun demi perbaikan makalah ini. Akhir kata kami sampaikan
terimakasih.

2
DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 .... LATAR BELAKANG ................................................................................ 3


1.2 ... RUMUSAN MASALAH ........................................................................... 3
1.3 ... TUJUAN PENULISAN ............................................................................ 3
1.4 ... MANFAAT PENULISAN ......................................................................... 3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN ETIKA BISNIS ....................................................................... 4

2.2 PENGERTIAN CORPORATE CULTURE ....................................................... 5

2.3 PENGERTIAN GCG .................................................................................... 6

2.4 PRINSIP-PRINSIP GCG .............................................................................. 7

2.5 PERANAN ETIKA BISNIS DALAM PENERAPAN GCG ................................. 9

BAB III

3.1 KESIMPULAN ............................................................................................ 12

3.2 SARAN ...................................................................................................... 12

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sekarang ini, dunia usaha semakin berkembang dan membutuhkan
pengelolaan yang semakin baik dan sehat. Etika bisnis tidak disangkal lagi
memiliki peran yang sangat besar dalam hal tersebut. Menerapkan etika bisnis
secara konsisten sehingga dapat mewujudkan iklim usaha yang sehat, efisien
dan transparan merupakan salah satu sumbangsih besar yang dapat diberikan
oleh dunia usaha untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan
dan mampu memberikan manfaat yang besar bagi seluruh -nya.
Saat ini seringkali muncul pertanyaan apakah etika bisnis merupakan suatu hal
yang penting bagi perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Etika
bisnis dianggap sebagai suatu hal yang merepotkan yang seandainya tidak
diindahkan pun suatu bisnis tetap dapat berjalan dengan baik dan memberikan
keuntungan.
Berangkat dari hal itu, peran etika sangat besar dalam melakukan kegiatan
bisnis, maka sudah selayaknya perusahaan menerapkan suatu prinsip
yang dapat digunakan sebagai salah satu alatnya.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa yang dimaksud dengan Etika Bisnis?
2) Apa yang dimaksud dengan Corporate Culture?
3) Apa sebenarnya yang dimaksud dengan ?
4) Apa saja yang menjadi prinsip-prinsip dari ?
5) Bagaimana peranan etika bisnis dalam penerapan
?

1.3 Tujuan Penulisan


1) Mendeskripsikan tentang Etika Bisnis.
2) Mendeskripsikan tentang Corporate Culture.
3) Mendeskripsikan pengertian dari .
4) Memahami apa yang menjadi prinsip-prinsip dari

5) Memahami peranan etika bisnis dalam penerapan


.

4
1.4 Manfaat Penulisan
1) Untuk memberikan pengetahuan tentang bagaimana agar perusahaan
dapat menciptakan keberhasilan usaha.
2) Untuk dapat memperbaiki etika dan moral setiap karyawan perusahaan
dalam berbisnis.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian etika bisnis


Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara
untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan
dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini
mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil , sesuai dengan
hukum yang berlaku tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun
perusahaan di masyarakat.

Etika bisnis merupakan salah satu bagian dari prinsip etika


yang diterapkan dalam dunia bisnis (Lozano, 1996). Istilah etika bisnis
mengan-dung pengertian bahwa etika bisnis merupakan sebuah rentang aplikasi
etika yang khusus mempelajari tindakan yang diambil oleh bisnis dan
pelaku bisnis. Epstein (1989) menyatakan etika bisnis sebagai sebuah perspektif
analisis etika di dalam bisnis yang menghasilkan sebuah proses dan
sebuah kerangka kerja untuk membatasi dan mengevaluasi
tindakan-tindakan individu, organisasi, dan terkadang seluruh masyarakat
sosial. Menurut David (1998), etika bisnis adalah aturan main prinsip dalam
organisasi yang menjadi pedoman membuat keputusan dan tingkah laku. Etika
bisnis adalah etika pelaku bisnis. Pelaku bisnis tersebut bisa saja manajer,
karyawan, konsumen, dan masyarakat.

Sebagai cabang dari filsafat etika, maka etika dalam aktivitas bisnis tidak
lain merupakan penerapan prinsip-prinsip etika dengan pendekatan filsafat
dalam kegiatan dan program bisnis. Karenanya semua teori tentang etika dapat
dimanfaatkan untuk membahas tentang etika dalam aktivitas bisnis. Aspek
yang dominan dari semua kata etika dalam aktivitas bisnis bermuara pada
perilaku bermoral.

Etika dalam arti sebenarnya dianggap sebagai acuan yang menyatakan


apakah tindakan, aktivitas atau perilaku individu bisa dianggap baik atau tidak.
Karenanya etika bisnis sudah tentu mengacu dan akan berbicara mengenai
masalah baik atau tidak baiknya suatu aktivitas bisnis. Dalam etika bisnis akan
diuji peranperan dan prinsip etika dalam konteks komersial/bisnis. Moral selalu
berkaitan dengan tindakan manusia yang baik dan yang buruk sesuai dengan

6
ukuran-ukuran yang diterima umum dalam suatu lingkungan sosial tertentu.
Dalam hal ini ukuran baik dan buruk manusia adalah manusia bukan sebagai
pelaku peran tertentu, dengan menggunakan norma moral, bukan sopan santun
atau norma hukum.

Moral (Moralitas) adalah khas manusia dan karenanya moralitas merupakan


dimensi nyata dalam hidup manusia, baik perorangan maupun sosial
(masyarakat).Tanpa moralitas dalam menjalan usaha bisnis maka kehidupan
bisnis menjadi chaos, tiada keteraturan dan ketenteraman dan pada gilirannya
dunia bisnis menjadi sadis dan saling mematikan.

Mengacu kepada batasan etika dari berbagai pandangan ahli yang telah
dikemukakan, maka peran etika adalah membahas dan menunjuk alternatif
pemecahan masalah bisnis yang berlandaskan nilai-nilai moralitas dalam suatu
kegiatan bisnis. Landasan yang digunakan dalam hal ini adalah prinsip-prinsip,
nilai dan norma-moral yang terwujud dalam sikap dan perangai (akhlak) para
pelaku bisnis dalam penyelenggaraan usaha bisnisnya dengan menjunjung tinggi
partisipan bisnisnya.

Pada dasarnya etika bisnis menyoroti moral perilaku manusia


yang mempunyai profesi di bidang bisnis dan dimiliki secara global
oleh perusahaan secara umum, sedangkan perwujudan dari etika bisnis yang
ada pada masing-masing perusahaan akan terbentuk dan terwujud
sesuai dengan kebudayaan perusahaan yang bersangkutan. Etika bisnis ini
akan muncul ketika masing-masing perusahaan berhubungan dan
berinteraksi satu sama lain sebagai sebuah satuan stakeholder.Tujuan etika
bisnis disini adalah menggugah kesadaran moral para pelaku bisnis untuk
menjalankan bisnis dengan "baik dan bersih".
2.2 Pengertian corporate culture
Dalam bahasa Indonesia, corporate culture adalah budaya perusahaan.
Secara definitif, corporate culture adalah keyakinan, nilai, serta kepercayaan
yang menjadi ciri perusahaan dan diikuti oleh anggota dan karyawan.

Budaya organisasi merupakan nilai yang tumbuh dan berkembang di dalam


sebuah perusahaan yang menjadi dasar untuk berpikir, berperilaku dan bertindak.
Corporate culture dapat digunakan sebagai tolok ukur yang efektif dalam
mencapai tujuan sesuai dengan visi misi perusahaan. pengawasan, LSM, media,

7
dan konsumen yang kritis amat dibutuhkan untuk membantu meningkatkan etika
bisnis berbagai perusahaan di Indonesia. Sebuah perusahaan tentu memiliki
budaya kerjanya sendiri. Budaya kerja yang diciptakan ini bertujuan agar para
karyawan lebih produktif, dan mencapai hasil yang sesuai dengan visi
perusahaan.

Corporate culture juga mencakup relasi antar karyawan dan gaya


kepemimpinan dalam organisasi. Budaya perusahaan juga menjadi konsep yang
mewakili nilai kolektif, keyakinan, dan prinsip anggota organisasi.

Menurut Robert E. Quinn dan Kim S. Cameron, terdapat empat tipe


corporate culture.

1. Kebudayaan Klan
Perusahaan yang berkebudayaan klan memiliki rasa kebersamaan dan
kekeluargaan. Tipe kebudayaan klan mirip dengan organisasi kekeluargaan yang
berusaha mencapai mufakat dan komitmen melalui komunikasi antar anggota.

Perusahaan yang mengadopsi budaya klan diikat dengan tradisi. Nilai


utama yang budaya ini junjung berupa teamwork, komunikasi, dan kesepakatan.
Kepemimpinan dalam kebudayaan klan adalah berupa mentorship. Google
adalah contoh perusahaan dengan kebudayaan klan.

2. Kebudayaan Adhokrasi
Budaya adhokrasi didasarkan pada energi dan kreativitas. Setiap karyawan
didorong untuk berani mengambil risiko, serta bereksperimen dan berpikir di luar
kebiasaan dalam menyelesaikan pekerjaan.

Dalam kebudayaan adhokrasi ini, pemimpin perusahaan dianggap sebagai


inovator dan pengusaha. PT Paragon Technology and Innovation merupakan
contoh perusahaan yang mengadaptasi kebudayaan adhokrasi.

3. Kebudayaan Pasar
Kebudayaan pasar, atau yang disebut market culture berfokus pada
lingkungan eksternal yaitu, pelanggan. Perusahaan dengan kebudayaan pasar ini
sangat mementingkan pelanggan dibanding kepuasan karyawan.

8
Tujuannya, untuk meraih keuntungan dan mendapatkan pangsa pasar
terbesar. Perusahaan Amazon di Amerika adalah contoh perusahaan dengan
kebudayaan pasar.

4. Kebudayaan Hirarki
Tipe kebudayaan yang terakhir yaitu, hirarki. Tipe kebudayaan hirarki
memiliki sifat formal serta pengendalian yang ketat dalam lingkungan kerja.
Kepemimpinan dalam kebudayaan hirarki didasarkan pada budaya yang
menekan efisiensi dan prediktabilitas.

Praktik budaya ini ditentukan oleh struktur, aturan, dan kontrol atasan.
Selain itu, pemimpin perusahaan menganggap penting proses yang terkontrol
bagi produktivitas dan kesuksesan karyawan. Perusahaan dengan kebudayaan
hirarki disatukan oleh kebijakan formal untuk mencapai stabilitas.
2.3 Pengertian (GCG)
Berdasarkan Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002
tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN, disebutkan
bahwa adalah suatu proses dan struktur yang digunakan
oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas
perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang
dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan
peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. Berdasarkan pengertian diatas,
secara singkat GCG dapat diartikan sebagai seperangkat sistem yang mengatur
dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah ( )
bagi stakeholder.

memberikan
definisi yang lebih luas mengenai konsep .
merupakan suatu proses dan struktur yang digunakan
untuk mengarahkan dan mengelola bisnis serta akuntabilitas korporasi dengan
tujuan untuk meningkatkan nilai saham dalam jangka panjang serta
memperhatikan kepentingan pihak-pihak lain yang terkait dengan perusahaan
( ).

merupakan tata kelola perusahaan yang


memiliki agenda yang lebih luas lagi dimasa yang akan datang. Fokus dari

9
akuntabilitas perusahaan yang semula masih terkonsentrasi atau berorientasi
pada
para pemegang saham ( sekarang menjadi lebih luas dan untuk
tata kelola perusahaan juga harus memperhatikan
kepentingan Akibat yang muncul dari pergeseran paradigma ini,
tata kelola perusahaan harus mempertimbangkan masalah
(CSR).

2.4 Prinsip-prinsip
Sebagai sebuah sistem, proses, struktur dan aturan yang memberikan
suatu nilai tambah bagi perusahaan, memiliki
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Keadilan ( )
Keadilan adalah kesetaran perlakuan dari perusahaan terhadap pihak-pihak
yang berkepentingan sesuai dengan kriteria dan proporsi yang seharusnya.
Dalam hal ini yang ditekankan agar pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
perusahaan terlindungi dari kecurangan serta penyalahgunaan wewenang yang
dilakukan oleh orang dalam. Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan membuat
peraturan korporasi terhadap konflik kepentingan minoritas, membuat pedoman
perilaku perusahaan dan kebijakan-kebijakan yang melindungi korporasi
terhadap konflik kepentingan, menetapkan peran dan tanggungjawab dewan
komisaris, direksi dan komite termasuk sistem remunerasi, menyajikan informasi
secara wajar.

2. Transparansi/Keterbukaan ( )
Tranparansi adalah keterbukaan dalam melaksanakan suatu proses kegiatan
perusahaan. Pengungkapan informasi kinerja baik ketepatan waktu maupun
akurasinya (keterbukaan dalam proses, pengambilan keputusan, pengawasan,
keadilan, kualitas, standarisasi, efisiensi waktu dan biaya). Dengan transparansi,
pihak-pihak yang terkait akan dapat melihat dan memahami bagaimana suatu
perusahaan dikelola. Namun hal tersebut tidak berarti masalah-masalah yang
strategis harus dipublikasikan, sehingga akan mengurangi keunggulan kompetitif
perusahaan. Hak-hak para pemegang saham, yang harus diberi informasi
dengan benar dan tepat pada waktunya mengenai perusahaan, dapat ikut
berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan-perubahan
yang mendasar atas perusahaan dan turut memperoleh bagian dari keuntungan
perusahaan. ( 2002), transparansi

10
menunjukkan proses keterbukaan dari para pengelola manajemen, utamanya
manajemen publik untuk membangun akses dalam proses pengelolaannya
sehingga arus informasi keluar dan masuk secara berimbang. Jadi dalam proses
transparansi informasi masyarakat dapat melihat mengenai apa yang sedang
dilakukan dengan menyebarluaskan rencana anggaran, rencana hasil,
undang-undang dan peraturan. (Ackerman, 2006) adapun indikator-indikator
transparansi yang telah ditetapkan oleh Kementrian BUMN, dibedakan menjadi
dua yaitu indikator untuk BUMN yang statusnya telah menjadi PT Terbuka (Tbk.)
dan indikator untuk BUMN yang statusnya masih PT biasa.

3. Akuntabilitas ( )
Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas pelaksanaan fungsi dan
tugas-tugas sesuai dengan wewenang yang dimiliki oleh seluruh organ
perusahaan termasuk pemegang saham. Akuntabilitas ini berkaitan erat dengan
perencanaan yang telah disepakati bersama, dimana pelaksanaan dari kegiatan
perusahaan harus sesuai dengan perencanaan dan tujuan perusahaan.
Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan menyiapkan laporan keuangan
pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat, mengembangkan komite
audit dan resiko untuk mendukung fungsi pengawasan oleh dewan komisaris,
mengembangkan dan merumuskan kembali peran dan fungsi internal audit
sebagai mitra bisnis strategik berdasarkan bukan sekedar audit.

Perbedaan Perusahaan Publik dan Non Publik


Perusahaan
No. Aspek
Publik Non Publik
1. Informasi Keuangan Harus Terbuka Tidak Terbuka
2. Pemakai Informasi Masyarakat Luas Kalangan Terbatas
3. Perlindungan Investor Mutlak dan diwajibkan Tidak Mutlak
Pemerintah
4. Jasa Akuntan Publik Mutlak diperlukan Tidak Mutlak
5. Pemegang saham Menyebar dan Terbatas dan
tinggi rendah
6. Pemisahan Manajemen Penting Tidak terlalu Penting
dan Pemilik
Sumber: kementrian BUMN RI Program Pembinaan BUMN: Privatisasi BUMN,
GCG, Pembinaan Usaha Kecil Kementrian Negara BUMN RI, Jakarta, 2004.

11
4. Pertanggungjawaban ( )
Pertanggungjawaban adalah kesesuaian didalam pengelolaan perusahaan
terhadap peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi
yang sehat. Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggungjawab
merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang, menyadari akan adanya
tanggungjawab sosial, menyadari penyalahgunaan kekuasaan, menjadi
profesional dan menjunjung citra, dan memelihara lingkungan bisnis yang sehat.
5. Keterbukaan dalam Informasi ( )
adalah keterbukaan dalam mengungkapkan informasi yang
bersifat material dan relevan mengenai perusahaan harus dapat memberikan
informasi atau laporan yang akurat dan tepat waktu mengenai kinerja
perusahaan. Hal tersebut terutama untuk perusahaan yang sudah ,
dimana pemegang saham sangat berkepentingan dengan informasi kinerja
perusahaan tersebut berada.
6. Kemandirian ( )
Kemandirian adalah suatu keadaan dimana perusahaan bebas dari pengaruh
atau tekanan pihak lain yang tidak sesuai dengan mekanisme
korporasi. (Siregar, 2004)

Untuk membuat dapat terlaksana


sebagaimana mestinya, menurut Keasey dan Wright (dalam Siregar,2004)
dibutuhkan lima elemen yang saling berpadu, yaitu:
1. Tersedianya landasan hukum atau jaminan hukum,
2. Ditegakannya akuntabilitas,
3. Adanya fungsi pengawasan atas kinerja kompensasi dan sistem
pengangkatan Direksi,
4. Adanya Direksi sebagai eksekutif atau penyelenggara perusahaan,
5. Adanya manajemen sebagai pelaksana kegiatan operasional perusahaan.

Kebijakan GCG
Kebijakan ("Kebijakan ") ini disusun dengan
tujuan agar Kebijakan ini menjadi acuan bagi pelaksanaan
di Perusahaan. Sesuai dengan tujuan tersebut, pada hakikatnya
Kebijakan ini dimaksudkan berlaku bagi semua jenis perusahaan yang didirikan
berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia. Meskipun

12
pada awalnya hanya Perseroan Terbuka, Badan Usaha Milik Negara dan
perusahaan yang menggunakan atau mengelola dana publik saja yang harus
mempelopori penerapan Kebijakan ini, namun semua perusahaan yang didirikan
berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia juga
diharapkan dapat menerapkan Kebijakan ini dengan secepat mungkin.
Kebijakan ini disusun dengan metode yang memungkinkan terjadinya
peningkatan dan penyesuaian standar good corporate governance yang lebih
konstruktif dan fleksibel bagi perusahaan, bukan dengan pendekatan yang
preskriptif melalui pemberlakuan peraturan perundang-undangan. Disadari
bahwa terdapat aspek yang perlu diberlakukan
dengan peraturan perundang-undangan, namun terdapat pula aspek lain yang
sebaiknya diterapkan sesuai dengan perkembangan pasar dan dengan
memperhatikan sifat khusus Perseroan. Karenanya, perlu diperhatikan bahwa
Pedoman ini dimaksudkan agar bersifat dinamis, sehingga dari waktu ke waktu
dapat disesuaikan dengan laju perkembangan pasar dan struktur masyarakat
yang dinamis. Apabila terjadi perubahan yang bersifat eksternal, maka prinsip
good corporate governance yang terkait dapat mengikutinya. Oleh sebab itu,
Kebijakan ini pada hakikatnya dapat selalu berubah ( ) dan
harus dibaca serta dikaji dalam hubungannya dengan perubahan yang dapat
diantisipasi baik di tingkat nasional maupun internasional.

2.5 Peranan Etika Bisnis dalam Penerapan (GCG)


1.
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (
)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good
Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan &
pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik
di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip
tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan ( ), maka
seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan
berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh”
dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas Kode Etik
merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran
hukum.

2. Nilai Etika Perusahaan

13
Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan &
pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan
memaksimalkan nilai pemegang saham ( ). Beberapa nilai-nilai
etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran,
tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang
efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja.
Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan &
pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan
(action). Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh
seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain masalah informasi rahasia,
benturan kepentingan ( ) dan sanksi.

1) Informasi rahasia
Dalam informasi rahasia, seluruh karyawan harus dapat menjaga informasi
rahasia mengenai perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan informasi
rahasia kepada pihak lain yang tidak berhak. Informasi rahasia dapat dilindungi
oleh hukum apabila informasi tersebut berharga untuk pihak lain dan pemiliknya
melakukan tindakan yang diperlukan untuk melindunginya. Beberapa kode etik
yang perlu dilakukan oleh karyawan yaitu harus selalu melindungi informasi
rahasia perusahaan dan termasuk Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) serta
harus memberi respek terhadap hak yang sama dari pihak lain. Selain itu
karyawan juga harus melakukan perlindungan dengan seksama atas
kerahasiaan informasi rahasia yang diterima dari pihak lain. Adanya kode etik
tersebut diharapkan dapat terjaga hubungan yang baik dengan pemegang
saham ( ), atas dasar integritas (kejujuran) dan transparansi
(keterbukaan), dan menjauhkan diri dari memaparkan informasi rahasia. Selain
itu dapat terjaga keseimbangan dari kepentingan perusahaan dan pemegang
sahamnya dengan kepentingan yang layak dari karyawan, pelanggan, pemasok
maupun pemerintah dan masyarakat pada umumnya.
2) Benturan Kepentingan ( )
Seluruh karyawan & pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi
yang bebas dari suatu benturan kepentingan ( ) dengan
perusahaan. Suatu benturan kepentingan dapat timbul bila karyawan & pimpinan
perusahaan memiliki, secara langsung maupun tidak langsung kepentingan
pribadi didalam mengambil suatu keputusan, dimana keputusan tersebut
seharusnya diambil secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi

14
kepentingan terbaik dari perusahaan. Beberapa kode etik yang perlu dipatuhi
oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain menghindarkan diri
dari situasi (kondisi) yang dapat mengakibatkan suatu benturan kepentingan.
Selain itu setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang merasa bahwa dirinya
mungkin terlibat dalam benturan kepentingan harus segera melaporkan semua
hal yang bersangkutan secara detail kepada pimpinannya (atasannya) yang lebih
tinggi. Terdapat 8 (delapan) hal yang termasuk kategori situasi benturan
kepentingan ( ) tertentu, sebagai berikut :
1. Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan dengan, atau
berkeinginan mengambil andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau
pesaing ( ).
2. Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan
perusahaan.
3. Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih
ada hubungan keluarga ( ), atau dengan perusahaan yang dikontrol oleh
personal tersebut.
4. Segala posisi dimana karyawan & pimpinan perusahaan mempunyai
pengaruh atau kontrol terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari
personal yang masih ada hubungan keluarga .
5. Segala penggunaan pribadi maupun berbagi atas informasi rahasia
perusahaan demi suatu keuntungan pribadi, seperti anjuran untuk membeli
atau menjual barang milik perusahaan atau produk, yang didasarkan atas
informasi rahasia tersebut.
6. Segala penjualan pada atau pembelian dari perusahaan yang menguntungkan
pribadi.
7. Segala penerimaan dari keuntungan, dari seseorang / organisasi / pihak
ketiga yang berhubungan dengan perusahaan.
8. Segala aktivitas yang terkait dengan atas perusahaan yang
telah , yang merugikan pihak lain.

3) Sanksi
Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan dalam
Kode Etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan
ketentuan/peraturan yang berlaku di perusahaan, misalnya tindakan disipliner
termasuk sanksi pemecatan (Pemutusan Hubungan Kerja). Beberapa tindakan
karyawan & pimpinan perusahaan yang termasuk kategori pelanggaran
terhadap kode etik, antara lain mendapatkan, memakai atau menyalahgunakan

15
aset milik perusahaan untuk kepentingan / keuntungan pribadi, secara fisik
mengubah atau merusak asset milik perusahaan tanpa izin yang sesuai dan
menghilangkan asset milik perusahaan. Untuk melakukan pengujian atas
Kepatuhan terhadap Kode Etik tersebut perlu dilakukan semacam audit
kepatuhan ( ) oleh pihak yang , misalnya Internal
Auditor, sehingga dapat diketahui adanya pelanggaran berikut sanksi yang akan
dikenakan terhadap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar kode
etik. Akhirnya diharpkan para karyawan maupun pimpinan perusahaan
mematuhi yang telah ditetapkan oleh
perusahaan sebagai penerapan GCG.

16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pelaksanaan memerlukan perangkat
pendukung yang memungkinkan prinsip-prinsip yang terkandung didalamnya
yaitu
dan dapat diterapkan dengan baik.
berperan untuk memastikan atau menjamin bahwa manajemen
dilaksanakan dengan baik. Untuk itu diperlukan suatu perangkat yang memenuhi
hal-hal tersebut dan penggunaannya sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
Kesimpulannya, disadari atau tidak, penerapan
dalam implementasi etika dalam bisnis memiliki peran yang sangat
besar. Pada intinya etika bisnis bukan lagi merupakan suatu kewajiban yang
harus dilakukan oleh pelaku bisnis tetapi menjadi suatu kebutuhan yang harus
terpenuhi. Salah satu contohnya pada prinsip-prinsip GCG mencerminkan etika
bisnis yang dapat memenuhi keinginan seluruh nya. Etika bisnis yang
baik dan sehat menjadi kunci bagi suatu perusahaan untuk membuatnya tetap
berdiri kokoh dan tahan terhadap segala macam serangan ketidakstabilan
ekonomi.

3.2 Saran
Saran untuk perusahaan yang khususnya bergerak dalam sektor publik,
alangkah baiknya menerapkan (GCG). Tujuannya
agar perusahaan dengan mudah dalam meningkatkan kinerja seluruh karyawan
perusahaan, sehingga dapat menciptakan nilai tambah tersendiri bagi
perusahaan tersebut

17

Anda mungkin juga menyukai