Anda di halaman 1dari 4

FILSAFAT SEBAGAI ILMU KRITIS1

1. Kerja filsafat Untuk mendapat gambaran pemahaman tentang apa dan bagaimana kerja filsafat, baiklah jika kita membandingkannya dengan ilmu pengetahuan lain pada umumnya. Manusia adalah makhluk yang berbeda dari binatang. Dalam arti tertentu, manusia adalah deficient being. Hal ini berarti bahwa untuk hidup berbeda dengan hewan manusia tidak dapat melulu mengandalkan insting-nya saja karena itu sangat lemah. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah-masalahnya, manusia membutuhkan orientasi sadar, hal mana sekaligus merupakan yang membedakannya dari hewan dan makhluk lain. Di sinilah peran ilmu pengetahuan pada umumnya, yaitu membantu manusia dalam mengorientasikan diri dalam dunia, mensistematisasikan apa yang diketahui manusia, dan mengorganisasikan proses pencahariannya2. Dalam upaya mencapai tujuan itu, ilmu pengetahuan harus berusaha mencapai hasil yang pasti, eksak, dan praktis. Hasil semacam ini tidak mungkin bisa dicapai jika suatu ilmu tidak membatasi dirinya pada perspektif, ruang lingkup, objek material dan formal tertentu. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan pada umumnya secara hakiki terbatas sifatnya, sekaligus tidak memiliki sarana teoretis untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di luar perspektif pendekatan khusus masing-masing. Dengan demikian, ilmu-ilmu pengetahuan pada umumnya tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar manusia sebagai keseluruhan.3 Dalam hal inilah filsafat berperan. Filsafat tidak membatasi dirinya pada perspektif, ruang lingkup, objek material dan formal tertentu. Filsafat mempertanyakan segalanya secara kritis. Sebagaimana ilmu pengetahuan pada umumnya bertugas menjawab masalah-masalah teoretis manusia secara rasional dan bertanggungjawab, demikian pula filsafat bertugas menjawab masalahmasalah fundamental manusia secara rasional dan bertanggungjawab. Usaha ini penting karena jawaban-jawaban yang diberikan secara mendalam mempengaruhi penentuan orientasi dasar kehidupan manusia.4 Jika usaha itu tidak ada, masalah-masalah fundamental manusia hanya akan dijawab secara spontan, subjektif, atau bahkan sarat dengan kepentingan ideologis.5

2. Filsafat mencari jawaban Dalam usaha itu, ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam filsafat: 1) filsafat mengkritik jawaban-jawaban yang tidak memadai, sekaligus pada saat yang sama juga 2) mencari jawaban yang benar.6
1

Dengan dua hal itu mau ditekankan bahwa filsafat tidak hanya bertugas mengkritik saja sebagaimana mungkin dimengerti dewasa ini, seakan-akan cuci tangan terhadap pencarian jawaban. Pernyataan Mempertanyakan segalanya adalah tugasku (filsafat), dan tugas kalian (ilmu-ilmu pengetahuan lain) adalah menjawabnya tidaklah relevan bagi filsafat. jawaban yang benar secara bertanggungjawab dan rasional. Filsafat harus berani menyatakan pandangan positifnya sendiri. Di samping mengkritik, filsafat harus ikut mencari

3. Filsafat sebagai ilmu kritis Dengan demikian sikap kritis terhadap dirinya sendiri termasuk hakikat filsafat. Filsafat yang tidak kritis terhadap dirinya sendiri bukanlah lagi filsafat. Filsafat terus-menerus mencari jawaban meskipun karena sifat kritisnya jawaban itu tak pernah selesai. Masalah filsafat adalah masalah manusia, dan kita tahu bahwa di satu pihak manusia tetaplah manusia, namun di lain pihak juga terus berubah dan berkembang. Masalah-masalah filsafat tidak pernah selesai justru karena bersifat filsafat.7 Dalam arti ini metode tidak penting. Yang penting adalah bahwa metode tersebut bertanggungjawab dan tetap terbuka terhadap kritik. Pemutlakkan metode hanya akan membuat filsafat kehilangan hakikat kritisnya. Selain itu, pemutlakkan metode juga hanya akan membuat diskusi macet karena segala sesuatu, termasuk yang mengancam suatu pemikiran, sudah disaring terlebih dahulu melalui metode yang mutlak itu.8 Demikianlah filsafat adalah seni kritik. Hal ini mencakup dua hal: 1) filsafat tidak pernah puas diri, tidak pernah menyatakan sesuatu selesai, selalu membuka ruang bagi perdebatan, dan 2) filsafat membangun suatu sistem raksasa di mana di dalamnya dirumuskan sifat dialektis yang hakiki bagi filsafat (sebagaimana pernah dilakukan oleh Hegel).9

4. Filsafat sebagai kritik ideologi Ideologi adalah suatu teori menyeluruh tentang makna hidup atau nilai-nilai yang darinya ditarik kesimpulan mutlak tentang bagaimana manusia harus hidup atau bertindak.10 Dari pengertian itu saja sudah dapat dibayangkan betapa filsafat bisa menjadi sangat tidak sopan terhadap ideologi. Sifat kritis filsafat mengharuskannya mengkritik, mendobrak kemapanan, kesudahan, hal mana merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam ideologi.
2

Filsafat sendiri selalu berada dalam bahaya untuk dipergunakan secara ideologis. Oleh karena itu, objek pertama kritik ideologi filsafat adalah filsafat itu sendiri.11 Filsafat haruslah murni, bersih dari segala hal yang bermaksud menghindarkannya dari kritik, di mana tujuannya adalah membenarkan ideologi-ideologi tertentu.

5. Filsafat politik Masalah utama filsafat politik adalah legitimasi etis terhadap dua hal: 1) lembaga hukum sebagai lembaga normatif dan 2) kekuasaan politis sebagai lembaga penataan masyarakat. Terhadap hukum filsafat mengajukan legitimasi keadilan, sedangkan terhadap kekuasaan politis filsafat mengajukan dua macam legitimasi: 1) untuk apa kekuasaan boleh dipakai? dan 2) siapa dan berdasarkan apa pihak-pihak tertentu boleh berkuasa?12 Dengan demikian filsafat dengan hakikat kritisnya mempertanyakan hal-hal mendasar tersebut di atas yang tak jarang dalam kenyataan diandaikan begitu saja (taken for granted). Filsafat menuntut pihak-pihak yang memiliki kekuasaan politis untuk mempertanggungjawabkan kekuasaannya dan menggunakan kekuasaannya secara bertanggungjawab dan bukan seenaknya saja. Filsafat bagaikan alarm yang selalu berbunyi jika kekuasaan politis mulai melenceng dari koridornya.

Catatan akhir

Tulisan ini merupakan ringkasan Bab I dari buku Franz Magnis-Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hlm. 15-25. 2 Franz Magnis-Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hlm. 18. 3 Magnis, Filsafat, 18. 4 Magnis, Filsafat, 18. 5 Magnis, Filsafat, 19. 6 Magnis, Filsafat, 19. 7 Magnis, Filsafat, 20. 8 Magnis, Filsafat, 20. 9 Magnis, Filsafat, 21. 10 Magnis, Filsafat, 21. 11 Magnis, Filsafat, 22. 12 Magnis, Filsafat, 24.

DAFTAR PUSTAKA
Magnis-Suseno, Franz. Filsafat sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta: Kanisius. 1992.

Anda mungkin juga menyukai