Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam bahasa sehari-hari kita sering mendengar ungkapan seperti : alasan


tidak logis, argumentasi logis, kabar itu tidak logis. Yang dimaksud dengan
logis adalah masuk akal dan tidak logis adalh sebaliknya. Ilmu kita pelajari
karena manfaat yang hendak kita ambil, lalu apakah manfaat yang didapat
dengan mempelajari logika? Bahwa keseluruhan informasi keilmuan
merupakan suatu sistem yang bersifat logis, karna itu science tidak mungkin
melepaskan kepentinganya terhadapan logika.
Sebagai suatu ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum yang
digunakan untuk membedakan penalaran yang betul dari penalaran yang
salah, logika lahir dari pemikir-pemikir yunani yaitu aristoteles,theoprostus
dan kaum stoa.dalam perkembanganya, logika telah menarik minat dan
dipelajari secara luas oleh para filosof. Logika juga menarik minat filosof-
filosof muslim sehingga menjadi membahasan yang menarik dalam masalah
agama.
Logika tidak mempelajari cara berpikir dari semua ragam nya,tetapi
pemikiran dalam bentuk yang paling sehat dan praktis Logika menyelidiki,
menyaring, dan menilai pemikiran dengan cara serius dan terpelajar serta
bertujuan mendapatkan kebenaran,terlepas dari segala kepentingan dan
keinginan perorangan.logika merumuskan serta menerapkan hukum-hukum
dan patokan-patokan yang harus ditaati agar manusia dapat berpikir
benar,efeksien dan teratur.
Banyak permasalahan dihadapan kita yang dapat kita cari solusinya
dengan cara mengunakan logika.tetapi tidak semua masalah dapat kita
selesaikan dengan mengunakan logika. Apakah sah jika semua permasalahan
dalam hidup ini kita selesaikan dengan menggunakan logika. Dengan
demikian kami mengangkat logika sebagai bahan bahasan dalam makalah ini.

1
Dengan harapan mampu menjadi bahan bacaan yang menarik dan
mengandung daya positif.

B. Tujuan
a. Untuk mengetahui dan memahami pengertian logika.
b. Untuk mengetahui dan memahami sejarah dan perkembangan logika.
c. Sebagai sarana untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang
sejarah logika.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Logika

Logika berasal dari kata Yunani kuno (Logos) yang berarti hasil
pertimbangan yang berasal dari akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan
dinyatakan dalam bahasa. Logika adalah salah satu cabang filsafat. Sebagai ilmu,
logika disebut dengan Logike Episteme (Latin: Logica Scientia) atau Ilmu Logika
(Ilmu Pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus,
tepat, dan teratur. Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk
mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk
mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan
tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal (Poespoprodjo, 1999).

Dalam sejarah perkembangan logika muncul bersama dengan filsafat.


Menurut sebagian kisah sejarah Zeno dari Citium (340 SM 265 SM)
disebutkan bahwa tokoh Stoa adalah yang pertama kali menggunakan istilah
logika. Namun demikian, akar logika sudah terdapat dalam pikiran dialektis para
filsuf mazhab Elea. Mereka telah melihat masalah identitas dan perlawanan asas
dalam realitas. Tetapi kaum sofis-lah yang membuat fikiran manusia sebagai titik
api pemikiran secara eksplisit (Poespoprodjo, 1999).

B. Sejarah Perkembangan Ilmu Logika


a. Logika Masa Yunani Kuno

Logika dimulai sejak Thales (624 SM-548 SM), filosofi Yunani pertama
yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol
dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta.
Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau
asas utama alam semesta. Saat itu Thales telah mengenalkan logika induktif
(Hendrik, 1996).

3
Aristoteles kemudian mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian
disebut logica scientica. Aristoteles mengatakan bahwa Thales menarik
kesimpulan bahwa air adalah arkhe alam semesta dengan alasan bahwa air
adalah jiwa segala sesuatu. Dalam logika Thales, air adalah arkhe alam
semesta, yang menurut Aristoteles disimpulkan dari (Hendrik, 1996):

a) Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati)


b) Air adalah jiwa hewan dan jiwa manusia
c) Air jugalah uap
d) Air jugalah es

Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air adalah arkhe alam
semesta. Sejak saat Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika
telah mulai dikembangkan.

Pada masa Aristoteles logika masih disebut dengan analitica , yang


secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi
yang benar, dan dialektika yang secara khusus meneliti argumentasi yang
berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya. Inti dari logika
Aristoteles adalah silogisme (Hendrik, 1996).

Aristoteles meninggalkan 6 buku yang diberi nama to Oraganon oleh


muridnya, bukunya yaitu (Mundiri, 2001) :

a) Categoriae menguraikan pengertian-pengertian


b) De interpretatione tentang keputusan-keputusan
c) Analytica Posteriora tentang pembuktian.
d) Analytica Priora tentang Silogisme.
e) Topica tentang argumentasi dan metode berdebat.
f) De sohisticis elenchis tentang kesesatan dan kekeliruan berpikir.
Dalam karyanya ini Aristoteles telah menggarap masalah kategori,
struktur bahasa, hukum formal konsistensi proposisi, silogisme kategoris,
pembuktian ilmiah, pembedaan atribut hakiki dan yang bukan hakiki, sebagai
kesatuan pemikiran, bahkan telah menyentuh bentuk-bentuk dasar

4
simbolisme. Sehingga pola dari buku Organon masih tetap dipakai rujukan
sampai saat ini dikarenakan a) Tentang Ide,

b) Tentang keputusan,

c) Tentang proses pemikiran (Poespoprodjo, 1999).

Pada 370 SM - 288 SM Theophrastus, murid Aristoteles yang menjadi


pemimpin Lyceum, melanjutkan pengembangan logika. Istilah logika untuk
pertama kalinya dikenalkan oleh Zeno dari Citium 334 SM - 226 SM pelopor
Kaum Stoa. Sistematisasi logika terjadi pada masa Galenus (130 M - 201 M)
dan Sextus Empiricus 200 M, dua orang dokter medis yang mengembangkan
logika dengan menerapkan metode geometri (Poespoprodjo, 1999).

Kemudian muncullah zaman dekadensi logika. Salama ini logika


mmengembang karena menyertai perkembangan pengetahuan dan ilmu yang
menyadari betapa berseluk beluknya kegiatan berpikir yang langkahnya mesti
dipertanggungjawabkan. Kini ilmu menjadi dangkal sifatnya dan sangat
sederhana, maka logika juga merosot. Tetapi beberapa karya pantas mendapat
perhatian kita, yakni Eisagogen dari Porphyrios, kemudian komentar-
komentar dari Boethius dan Fons Scientiae (Sumber Ilmu) karya Johannes
Damascenus (Poespoprodjo, 1999).

b. Logika Abad Pertengahan (800 1600 M)

Pada mulanya hingga tahun 1141, penggarapan logika hanya berkisar


pada karya Aristoteles yang berjudul Kategoriai dan Peri Hermenias. Karya
tersebut ditambah dengan karya Phorphyrios yang bernama Eisagogen dan
traktat Boethius yang mencakup masalah pembagian, masalah metode debat,
silogisme kategoris hipotesis, yang biasa disebut logika lama. Sesudah tahun
1141, keempat karya Aristoteles lainnya dikenal lebih luas dan disebut
sebagai logika baru. Logika lama dan logika baru kemudian disebut logika
antik untuk membedakan diri dari logika terministis atau logika modern,
disebut juga logika suposisi yang tumbuh berkat pengaruh para filosof Arab.
Di dalam logika ini di ditunjuk pentingnya pendalaman tentang suposisi

5
untuk menerangkan kesesatan logis, dan tekanan terletak pada ciri-ciri term
sebagai symbol tata bahasa dari konsep-konsep seperti yang terdapat di dalam
karya Petrus Hispanus, William dari Ockham (Poespoprodjo, 1999).

Thomas Aquinas mengusahakan sistimatisasi dan mengajukan komentar-


komentar dalam usaha mengembangkan logika yang telah ada. Pada abad
XIII-XV berkembanglah logika seperti yang sudah disebutkan di atas, disebut
logika modern. Tokohnya adalah Petrus Hispanus, Roger Bacon, W. Okcham,
dan Raimon Lullus yang menemukan metode logika baru yang disebut Ars
Magna, yakni semacam Al-jabar pengertian dengan tujuan untuk
membuktikan kebenaran-kebenaran tertinggi (Poespoprodjo, 1999).

Abad pertengahan mencatat berbagai pemikiran yang sangat penting bagi


perkembangan logika. Karya Boethius yang orisinal dibidang silogisme
hipotesis, berpengaruh bagi perkembangan teori konsekuensi yang merupakan
salah satu hasil terpenting bagi perkembangan logika di abad pertengahan.
Kemudian dapat dicatat juga teori tentang ciri-ciri term, teori suposisi yang
jika diperdalam ternyata lebih kaya dari semiotika matematika di zaman ini.
Selanjutnya diskusi tentang universalia, munculnya logika hubungan,
penyempurnaan teori silogisme, penggarapan logika modal, dan lain-lain
penyempurnaan terknis (Poespoprodjo, 1999).

Logika dalam filsafat Islam

Pada abad ke-8 Masehi, ketika agama Islam telah tersebar di


Jazirah Arab dan dipeluk secara meluas sampai ke timur dan barat,
perkembangan ilmu pengetahuan pun mengalami kemajuan yang pesat.
Puncaknya terjadi pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, yaitu pada
masa pemerintahan Khalifah Harun al Rasyid dan Al-Makmun. Pada masa
itu terjadi penerjemahan ilmu-ilmu filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab,
termasuk Ilmu Logika. Ilmu ini sangat menarik perhatian kaum muslimin
pada saat itu sehingga dipelajari secara meluas. Diantara mereka kemudian
menulis buku Ilmu Mantiq dan mengembangkannya. Dalam berbagai segi,
mereka mengislamisasikan ilmu logika melalui contoh-contoh yang

6
mereka munculkan. Ilmu Mantiq tidak saja digunakan untuk mempertajam
dan mempercepat daya pikir dalam menarik kesimpulan yang benar, tetapi
juga membantu mengokohkan hujjah-hujjah agama dalam persoalan
akidah (Mundiri, 2001).

Di antara ulama dan cendekiawan muslim yang mendalami Ilmu


Mantiq dan menulis buku tentang mantiq adalah Abdullah ibn al-
Muqaffa, Yaqub ibn Ishaq al-Kindi (185 H-260 H/801 M-873 M),
Muhammad Ibnu Zakaria al-Razi (251 H-313 H/865 M- 925 M), Abu Nasr
al-Farabi (258 H-339 H/870 M-950 M), Ibnu Sina (370 -428 H/980-1037
M), Abu Hamid al-Ghazali, Ibnu Rusyd (520-595 H/1126-1198 M), al-
Qurthubi dan lain-lain. Al-Farabi kemudian dikenal sebagai Guru Kedua
Logika setelah Aristoteles. Karya-karya Al-Farabi dibagi menjadi dua,
mengenai logika dan filsafat. Karya-karya tentang Logika menyangkut
bagian-bagian berbeda dari Organon-nya Aristoteles, baik yang berbentuk
komentar maupun ulasan panjang. Kebanyakan tulisan ini masih berupa
naskah (Baihaqi, 1998).

Selain Al-Farabi, juga dikenal Ibnu Sina sebagai Guru ke tiga Logika.
Buku Logika Ibnu Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Latin di
penghujung abad ke-12. Yang lainnya adalah karya logika Ibn Rusyd di
awal abad ke-14. Terjemahan inilah yang disebarkan di Paris (Perancis)
dan Oxford (Inggris) (Baihaqi, 1998).

Logika di Eropa Abad Pertengahan

Logika Abad Pertengahan (juga dikenal sebagai logika Scholastic)


umumnya berarti bentuk logika Aristotelian yang dikembangkan di Eropa
abad pertengahan selama periode 1200- 1600. Selama berabad-abad
setelah logika Stoic telah dirumuskan, itu adalah sistem dominan logika
dalam dunia klasik. Ketika studi tentang logika kembali setelah Abad
Kegelapan , sumber utama adalah karya filsuf Kristen Boethius , yang
akrab dengan beberapa logika Aristoteles, tetapi hampir tidak ada
pekerjaan dari kaum Stoa. Sampai abad kedua belas hanya karya-karya
Aristoteles yang tersedia di Barat adalah Kategori, Pada Interpretasi dan

7
terjemahan Boethius 'dari monofisit dari Porphyry (sebuah komentar pada
Kategori). Karya-karya ini dikenal sebagai "Logika Lama" (Logica
Vetus atau Ars Vetus). Sebuah karya penting dalam tradisi ini
adalah Ingredientibus Logica dari Petrus Abelard (1079-1142). Pengaruh
langsung ini kecil, tetapi pengaruh-Nya melalui murid seperti John
Salisbury sangat besar, dan metode yang menerapkan analisis logis yang
ketat untuk teologi membentuk cara bahwa kritik teologis yang
dikembangkan dalam periode yang diikuti. Pada awal abad ketiga belas
karya sisa Aristoteles Organon (termasuk sebelumAnalytics , Analytics
posterior dan Refutations Sophistical ) telah ditemukan di Barat. Bekerja
logis sampai saat itu sebagian besar paraphrasis atau komentar pada karya
Aristoteles. Periode dari tengah ketiga belas ke pertengahan abad keempat
belas adalah salah satu perkembangan signifikan dalam logika, terutama di
tiga bidang yang asli, dengan yayasan kecil dalam tradisi Aristotelian yang
datang sebelumnya. Ini adalah (Poespoprodjo, 1999):

(a) Teori anggapan, anggapan teori berkaitan dengan cara yang predikat
(kisaran 'manusia' misalnya lebih dari sebuah domain individu (misalnya
semua pria).
(b) Teori pengandaian dengan teori-teori terkait copulatio (tanda-kapasitas
istilah kata sifat), ampliatio (pelebaran dari domain referensial), dan
distributio merupakan salah satu prestasi paling asli logika abad
pertengahan Barat .
(c) Teori syncategoremata. Syncategoremata adalah istilah yang diperlukan
untuk logika, tetapi, tidak seperti istilah categorematic, tidak berarti atas
nama mereka sendiri, tapi 'co-berarti' dengan kata lain. Contoh
syncategoremata adalah 'dan', 'tidak', 'setiap', 'jika', dan seterusnya.
(d) Teori konsekuensi . Konsekwensinya adalah proposisi, hipotesis
kondisional: dua proposisi bergabung dengan 'istilah jika ... lalu '. Sebagai
contoh "jika seorang pria berjalan, maka Tuhan ada '(Si homo currit, Deus
est). Sebuah teori berkembang sepenuhnya konsekuensi diberikan dalam
Buku III dari William Ockham kerja 's Summa Logicae . Karya-karya
besar terakhir dalam tradisi ini adalah LogikaYohanes Poinsot (1589-1644,

8
dikenal sebagai John of St Thomas ), yang perselisihan Metafisika dari
Francisco Suarez (1548- 1617), dan Demonstrativa Logica dari Giovanni
Girolamo Saccheri (1667-1733 ) (Poespoprodjo, 1999).

c. Logika Dunia Modern

Logika Aristoteles, selain mengalami perkembangan yang murni, juga


dilanjutkan oleh sebagian pemikir, tetapi dengan tekanan-tekanan yang
berbeda. Thomas Hobbes, (1632-1704) dalam karyanya Leviatham (1651)
dan John Locke (1632-1704) dalam karyanya yang bernama Essay
Concerning Human Understanding (1690). Meskipun mengikuti tradisi
Aristoteles, tetapi dokrin-dokrinya sangat dikuasai paham nominalisme.
Pemikiran dipandang sebagai suatu proses manipulasi tanda-tanda verbal
dan mirip operasi-operasi dalam matematika. Kedua tokoh ini memberikan
suatu interpretasi tentang kedudukan di dalam pengalaman (Poespoprodjo,
1999).

Logika Aristoteles yang rancangan utamanya bersifat deduktif


silogistik dan menunjukkan tanda-tanda induktif berhadapan dengan dua
bentuk metode pemikiran lainnya, yakni logika fisika induktif murni
sebagaimana terpapar dalam karya Francis Bacon, Novum Organum
(London, 1620) serta matematika deduktif murni sebagaimana terurai di
dalam karya Rene Descartes, Discors The La Methode (1637)
(Poespoprodjo, 1999).

Metode induktif untuk menemukan kebenaran, yang direncanakan


Francis Bacon, didasarkan pada pengamatan empiris, analisis data yang
diamati, penyimpulan yang terwujud dalam hipotesis (kesimpulan
sementara), dan verifikasi hipotesis melalui pengamatan dan eksperimen
lebih lanjut (Poespoprodjo, 1999).

Kebangkitan logika modern

9
Periode antara abad keempat belas dan awal abad kesembilan belas
telah sebagian besar salah satu penurunan dan mengabaikan, dan
umumnya dianggap sebagai tandus oleh sejarawan logika. Kebangkitan
logika terjadi pada pertengahan abad kesembilan belas, di awal periode
revolusioner dimana subjek berkembang menjadi suatu disiplin ketat dan
formalistik yang teladan adalah metode yang tepat dari bukti yang
digunakan dalam matematika (Hendrik, 1996).

Perkembangan logika yang disebut modern simbolis atau


matematika selama periode ini adalah yang paling signifikan dalam
sejarah 2.000 tahun logika, dan ini bisa dibilang salah satu peristiwa paling
penting dan luar biasa dalam sejarah intelektual manusia. Sejumlah fitur
membedakan logika modern dari logika Aristoteles atau tradisional tua,
yang paling penting adalah sebagai berikut: logika modern adalah
fundamental kalkulus aturan operasi yang ditentukan hanya oleh bentuk
dan bukan oleh arti simbol itu mempekerjakan, seperti dalam matematika.
Banyak ahli logika terkesan oleh keberhasilan matematika, yang belum
ada sengketa berkepanjangan tentang ada hasil baik matematika. CS Peirce
mencatat bahwa meskipun kesalahan dalam evaluasi integral tertentu
dengan Laplace menyebabkan kesalahan tentang orbit bulan yang
berlangsung selama hampir 50 tahun, kesalahan, sekali melihat, dikoreksi
tanpa sengketa yang serius. Peirce kontras ini dengan perdebatan dan
ketidakpastian sekitarnya logika tradisional, dan terutama penalaran dalam
metafisika . Dia berpendapat bahwa benar-benar tepat logika akan
tergantung pada matematika, yaitu, diagram atau ikon pikir. Mereka
yang mengikuti metode tersebut akan lolos semua kesalahan, kecuali
seperti akan segera dikoreksi setelah sekali dicurigai. Logika modern juga
konstruktif daripada abstractive, yaitu bukan abstrak dan
memformalkan teorema yang berasal dari bahasa biasa (atau dari intuisi
psikologi tentang validitas), itu teorema konstruksi dengan metode formal,
maka mencari penafsiran dalam bahasa biasa. Hal ini sepenuhnya
simbolik, yang berarti bahwa bahkan konstanta logis (ahli logika abad
pertengahan yang disebut syncategoremata) dan istilah categoric

10
dinyatakan dalam simbol. Akhirnya, logika modern ketat menghindari
psikologis, pertanyaan epistemologis dan metafisik (Hendrik, 1996).

Periode logika modern

Logika modern muncul pada abad 13 hingga abad 15 Tokoh-tokoh


penting dalam bidang ini adalah (Hendrik, 1996):

a) Petrus Hispanus (1210 1278 M)


b) Roger Bacon (1214-1292 M)
c) Raymundus Lullus (1232 -1315 M) yang menemukan metode logika
baru yang dinamakan Ars Magna, yang merupakan semacam aljabar
pengertian.
d) William Ocham (1295 1349 M)

Pengembangan dan penggunaan logika Aristoteles secara murni


diteruskan oleh Thomas Hobbes (1588 - 1679) dengan karyanya Leviatan
dan John Locke (1632-1704) dalam An Essay Concerning Human
Understanding Francis Bacon (1561 - 1626) mengembangkan Logika
Induktif yang diperkenalkan dalam bukunya Novum Organum
Scientiarum. J.S. Mills (1806 - 1873) melanjutkan logika yang
menekankan pada pemikiran induksi dalam bukunya System of Logic.

Lalu diperkaya dengan hadirnya tokoh tokoh pelopor Logika


Simbolik (Hendrik, 1996):

a) Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716) menyusun Logika Aljabar


berdasarkan Ars Magna dari Raymundus Lullus. Logika ini bertujuan
menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih mempertajam kepastian.
b) George Boole (1815-1864)
c) John Venn (1834-1923)
d) Gottlob Frege (1848 - 1925)

Lalu Chares Sanders Peirce (1839-1914), seorang filsuf Amerika


Serikat yang pernah mengajar di John Hopkins University,melengkapi
logika simbolik dengan karya-karya tulisnya. Ia memperkenalkan Dalil
Peirce (Peirce's Law) yang menafsirkan Logika sebagai Teori Umum

11
Mengenai Tanda (General Theory of Signs) puncak kejayaan logika
simbolik terjadi pada tahun 1910-1913 dengan terbitnya Principia
Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North
Whitehead (1861 - 1914) dan Bertrand Arthur William Russel (1872 -
1970). Logika simbolik lalu diteruskan oleh Ludwig Wittgenstein (1889-
1951), Rudolf Carnap (1891-1970), Kurt Godel (1906-1978), dan lain-lain
(Poespoprodjo, 1999).
Perkembangan logika modern jatuh ke sekitar lima periode
(Poespoprodjo, 1999):

a) Periode embrio dari Leibniz sampai 1847, ketika gagasan tentang


kalkulus logis dibahas dan dikembangkan, terutama oleh Leibniz, tetapi
tidak ada sekolah dibentuk, dan upaya periodik terisolasi ditinggalkan atau
pergi tanpa diketahui.
b) Periode aljabar dari Boole 's untuk Analisis Schrder 's
Vorlesungen. Pada periode ini ada praktisi lebih, dan kesinambungan
pembangunan.
c) Para logicist periode dari Begriffsschrift dari Frege ke Principia
Mathematica dari Russel dan Whitehead . Ini didominasi oleh "logicist
sekolah", yang bertujuan untuk menggabungkan logika dari semua wacana
matematika dan ilmiah dalam suatu sistem terpadu tunggal, dan yang,
mengambil sebagai sebuah prinsip fundamental bahwa semua kebenaran
matematika yang logis, tidak menerima non- logis terminologi. Para
logicists utama yang Frege , Russell , dan awal Wittgenstein. Hal ini
berpuncak dengan Principia, karya penting yang mencakup pemeriksaan
menyeluruh dan solusi berusaha dari antinomi yang telah menjadi
hambatan bagi kemajuan sebelumnya.
d) Periode metamathematical dari 1910 hingga 1930-an, yang melihat
perkembangan metalogic , dalam finitist sistem Hilbert , dan sistem non-
finitist dari Lwenheim dan Skolem , kombinasi logika dan metalogic
dalam pekerjaan Gdel dan Tarski . Gdel's Teorema ketidaklengkapan
tahun 1931 adalah salah satu prestasi terbesar dalam sejarah logika.

12
Kemudian pada tahun 1930 Gdel mengembangkan gagasan set-teori
constructibility .
e) Periode setelah Perang Dunia II, ketika logika matematika
bercabang menjadi empat bidang yang saling terkait namun terpisah
penelitian: Model teori , teori bukti , teori komputabilitas , dan menetapkan
teori , dan ide-ide dan metode mulai mempengaruhi filsafat.

C. Perkembangan Ilmu Logika berdasarkan Wilayahnya


a. Perkembangan di Barat
Pengaruh rasionalitas Aristoteles terhadap peradaban Eropa secara
periodik terbagi 3, yaitu permulaan abad Masehi (abad ke-2 dan ke-3
M.), pertengahan abad (sekitar abad ke-13 - abad ke-16 M.), akhir abad
ke-19 M. Otoritas gereja pada abad pertengahan menghegemoni hampir
semua wilayah Eropa dgmengusung etika rasional sbg titik tolak
pemikiran, shg wahyu Tuhan seakan dipaksakan untuk memasuki
wilayah akal. Inilah yang menimbulkan perpecahan dalam gereja
(Hendrik, 1996).
Abad ke-12 M, gereja mulai menerjemahkan karya sarjana Muslim
yang berpusat di Spanyol dan Napoli. Orang Yahudi ketika itu banyak
mempelopori penerjemahan kitab kedokteran, logika, matematika,
astronomi dan filsafat. Buku filsafat pertama yang diterjemahkan adalah
al-Syifa karya Ibnu Sina (1037 M.) yang sangat melegenda kemudian
mulai melebarkan sayap terhadap karya Al-Farabi dan Al- Kindi
(Hendrik, 1996).
Adopsi karya tersebut didukung dengan hadirnya Madrasah Paris
yg sedang naik daun dan dpt restu dari Raja Philip dan Agustus.
adopsi karya sarjana muslim tidak berjalan mulus bahkan mendapatkan
penyangkalan dan pembantahan dari pihak gereja yang masih
fundamentalis yang dianggp berlawanan dengan hasil konsensus gereja,
maka secara resmi gereja mengeluarkan pelarangan dan pemboikotan
terhadap karya Aristoteles pada tahun 1210 M (Hendrik, 1996).
Kemudian menerjemahkan karya Aristoteles langsung dari buku

13
Yunani, inilah yg banyak membantu Thomas Aquinas dalam
pembaruan gereja. Di sinilah awal permulaan terbaginya madrasah
Eropa menjadi empat pusat keilmuwan, yaitu madrasah Agustine,
Dominika, Rasional Latin dan Oxford (Hendrik, 1996).

Perkembangan Logika di Barat

a) Petrus Hispanus menyusun pelajaran logika dalam bentuk sajak yang


dikumpul menjadi satu dan dikenal dengan sebutan summulae.
b) John Stuart Mill mempertemukan kajian tentang sistem induksi dan
deduksi.
c) Leibniz menganjurkan mengganti pernyataan dengan simbol-simbol
agar sifatnya lebih umum dan mudah dianalisis.
d) John Venn melahirkan diagram venn untuk menggambarkan hubungan
dan memeriksa sahnya penyimpulan dari silogisme (Hendrik, 1996).

b. Logika di Asia

a) Logika di India

Logika formal mulai mandiri di India kuno dan terus berkembang


sampai ke zaman modern awal, tanpa pengaruh diketahui dari logika
Yunani. Medhatithi Gautama (abad ke-6 SM) mendirikan sekolah
anviksiki logika. The Mahabharata (12.173.45), sekitar abad 5 SM,
mengacu pada sekolah-sekolah anviksiki dan Tarka logika. Panini (abad
ke-5 SM ) mengembangkan sebuah bentuk logika (yang logika Boolean
memiliki beberapa kesamaan) untuk perumusan tentang tata bahasa
Sanskerta . Logika dijelaskan oleh Chanakya (350-283 SM) dalam
bukunya Arthashastra sebagai bidang penyelidikan independen anviksiki.
Dua dari enam sekolah India pemikiran berurusan dengan logika: Nyaya
dan Vaisheshika . The Nyaya Sutra dari Aksapada Gautama (2 Masehi)
merupakan inti teks-teks sekolah Nyaya, salah satu dari enam sekolah
ortodoks Hindu filsafat. Ini realis sekolah mengembangkan lima anggota

14
skema kaku inferensi melibatkan premis awal, alasan, contoh, aplikasi dan
kesimpulan. Para idealis filsafat Buddhis menjadi lawan kepala ke
Naiyayikas. Nagarjuna (150 - 250 M), pendiri dari Madhyamika (Jalan
Tengah) mengembangkan analisis yang dikenal sebagai catuskoti
(Sanskerta). Argumentasi ini bersisi empat sistematis mengkaji dan
menolak penegasan proposisi, penyangkalannya, penegasan bersama dan
penolakan, dan akhirnya, penolakan dan pengingkaran penegasan. Tapi itu
dengan Dignaga ( 480-540 CE), yang mengembangkan silogisme formal,
dan penggantinya Dharmakirti bahwa logika Buddha mencapai puncaknya.
Analisis mereka berpusat pada definisi logis yang diperlukan entailment ,
vyapti, juga dikenal sebagai hal seiring invariabel atau merembes. Untuk
tujuan ini sebuah doktrin yang dikenal sebagai "apoha" atau diferensiasi
dikembangkan. Hal ini melibatkan apa yang disebut inklusi dan eksklusi
untuk mendefinisikan properti. Kesulitan yang terlibat dalam perusahaan
ini, sebagian, merangsang sekolah neo-skolastik Navya-Nyaya, yang
mengembangkan analisis formal inferensi pada abad keenambelas. Ini
sekolah nanti dimulai sekitar timur India dan Bengal , dan
mengembangkan teori-teori menyerupai logika modern, seperti Gottlob
Frege 's "perbedaan antara akal dan referensi nama yang tepat" dan
"definisi nomor,"-nya serta teori Navya-Nyaya dari "membatasi kondisi
universal" mengantisipasi beberapa perkembangan modern menetapkan
teori . Sejak 1824, logika India menarik perhatian banyak sarjana Barat,
dan telah memiliki pengaruh pada yang penting abad ke-19 ahli logika
seperti Charles Babbage , Augustus De Morgan , dan khususnya George
Boole , seperti ditegaskan oleh istrinya Maria Everest Boole yang menulis
dalam sebuah "surat terbuka kepada Dr Bose" berjudul "Pemikiran India
dan Ilmu Barat di Abad Kesembilan Belas" ditulis pada tahun 1901 :
"Pikirkan apa yang pasti efek dari Hinduizing intens dari tiga pria seperti
Babbage, De Morgan dan George Boole pada suasana matematika 1830-
1865 " (Hendrik, 1996).

b) Logika di Cina

15
Di Cina, suatu kontemporer Konfusius , Mozi , Guru Mo, yang
dikreditkan dengan mendirikan sekolah Mohist , yang kanon berurusan
dengan masalah yang berkaitan dengan inferensi valid dan kondisi
kesimpulan yang benar. Secara khusus, salah satu sekolah yang tumbuh
dari Mohism, para ahli logika , dikreditkan oleh beberapa sarjana untuk
investigasi awal mereka logika formal . Sayangnya, karena aturan keras
dari Legalisme dalam berikutnya Dinasti Qin , baris ini penyelidikan
menghilang di Cina sampai diperkenalkannya filsafat India oleh umat
Buddha (Hendrik, 1996).

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan adanya logika kita dapat berfikir dan mengambil
keputusan yang benar dan tepat dalam memenuhi hajat hidup kita sendiri
dan juga masyakat umumnya kita dapat mengartikan dan mengambil
kesimpulan setelah melalui pemikiran-pemikiran atau pernyataan-
pernyataan yang ada, dan kebenaran-kebenaran akan muncul.
Sejarah perkembangan logika terjadi masa yunani kuno, abad
pertengahan dan modern serta pada masa islam hingga menyebar ke
berbagai kawasan. Yang mencatat berbagai perkebagan logika dari orang
pertama yang menggunakan istilah logika yaitu Zeno dari Citium (340 -
265), disebutkan bahwa tokah Stoa adalah yang pertamakali menggunakan
istilah Logika. Namun demikian, akar logika sudah terdapat dalam pikiran
dialektis para filsuf mazhab Elea.
Pada masa yunani kuno yang dimulai oleh Thales filsuf
Yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-
cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan
rahasia alam semesta. Dan Aristoteles, logika yang disebut
dengan analitica , yang secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang
berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika yang secara khusus
meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan
kebenarannya. Dan muncul beberapa tokoh seperti Theophrastus, murid
Aristoteles, Galenus dan Sextus Empiricus, dua orang dokter medis yang
mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri, yakni
metode ilmu ukur. Lalu pada masa pertengahan dan modern Thomas
Aquinas 1224 1274 dan kawan-kawannya berusaha mengadakan
Sistematisasi Logika hingga masa modern muncul berbangai tokoh
tokoh dan pelopor logika.

17
B. Saran
Sebagai seorang manusia yang modern, kita hendaknya
mengetahui sejarah perkembangan logika agar kita dapat mengetahui dan
menghargai hasil pemikiran-pemikiran filsuf zaman dulu hingga sekarang
yang membuat perubahan yang sangat besar bagi perkembangan ilmu
pengetahuan. Bagi pembaca disarankan untuk lebih meningkatkan
pengetahuan dalam perkembangan logika agar kita bisa menjadi manusia
yang dapat menghargai orang lain, dan untuk memotivasi kita untuk terus
berkembang dalam hal berfikir.

18
DAFTAR PUSTAKA

DR.W. Poespoprodjo. 1999. Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu.


Bandung : Pustaka Grafika.
Baihaqi. A.K. 1998. Ilmu Mantik, Teknik Dasar Berpikir Logik. Tk : Darul Ulum
Press.
Mundiri. 2001. Logika. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Jan Hendrik Rapar. 1996. Pengantar Logika, Asas-Asas Penalaran Sistematis.
Jogjakarta: Kanisius

19

Anda mungkin juga menyukai