Disusun oleh :
Dalam penyusunan makalah ini, kami tidak lupa mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan dan penulisan
makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan
baik.
Kami sadar makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kami berharap
saran dan kritik dari semua pihak untuk kesempurnaan makalah ini.
Dan kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami sendiri dan seluruh
pembaca pada umumnya.
penulis
BAB 2 Pembahasan................................................................................... 3
A. Kesimpulan ………………………………………………………….. 17
ii
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perbedaan merupakan sebuah keniscayaan dalam kehidupan manusia.
Hal ini karena, manusia secara alami terlahir dalam keanekaragaman bentuk,
mulai dari jenisnya ada laki-laki dan ada perempuan, suku, bangsa, bahasa dan
budaya yang berbeda, hingga pada perbedaan karakter, pemikiran,
pengetahuan, dan ideology keagamaan. Perbedaan pendapat bersifat alamiah
dan ilmiah. Alamiah karena secara fitri cara pandang manusia itu tidak selalu
sama. Ilmiah, karena teks-teks syari’ah (al-Quran dan al-sunnah) memberikan
ruang-gerak bagi kemungkinan untuk berbeda pendapat.
Perbedaan merupakan interaksi yang tidak dapat dielakkan dalam roda
kehidupan umat manusia, dan dinilai suatu hal yang negatif. Perbedaan yang
disikapi secara emosional dan memperlihatkan sikap kebencian terhadap
perbedaan itu, maka hasilnya akan terus menjadi negatif dan akan
menghasilkan sikap intoleran yang akibatnya terjadi sebuah konflik. Namun,
jika perbedaan dipandang sebaga hal yang positif dan dinilai sebuah hal yang
lumrah dan wajar-wajar saja serta menghormatinya, maka pandangan tentang
perbedaan sebagai bentuk interaksi negatif itu akan berubah menjadi positif
dan akan melahirkan sikap toleran yang dampaknya terjadi sebuah kedamaian
dan keharmonisan dalam menyikapi perbedaan. Dalam konteks inilah, upaya
untuk mengembalikan fikih pada wataknya yang inklusif, toleran dan
beragam, menjadi agenda penting untuk terus diupayakan. Sumbersumber
inklusivitas dan intoleran yang dianggap berasal dari fikih harus segara dikaji
ulang dan diluruskan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian khilafiah?
2. Bagaimana sejarah khilafiah?
3. Apa saja faktor terjadinya khilafiah?
C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian khilafiah
2. Mengetahui sejarah khilafiah
3. Mengetahui faktor penyebab adanya khilafiah
4. Mengetahui khilafiah yang diharamkan
5. Mengetahui cara menyikapi khilafiah
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KHILAFIAH
Khilafiah / ikhtilaf diambil dari bahasa Arab yang berarti berselisih, tidak
sepaham. Sedangkan secara terminologis, khilafiah adalah perselisihan paham
atau pendapat dikalangan para ulama fiqh sebagai hasil ijtihad untuk mendapatkan
dan menetapkan suatu ketentuan hukum tertentu.1
Kata ikhtilaf memiliki lawan dari kata ittifaq (kesepakatan, kesesuaian).
Ikhtilaf adalah bentuk masdar dari kata ikhtalafa dalam artian semua yang tidak
sama, maka pasti berbeda. Ikhtilaf juga mengandung arti tanazu’ (kontradiksi),
yang juga dikenal dengan kata munaza’ah dan mujadalah. Tegasnya, “tidak semua
yang berbeda pasti berlawanan, akan tetapi, semua yang berlawanan, pasti
berbeda. Hal ini karena, kata “berbeda” maknanya lebih umum dari pada kata
“berlawanan”. Adapun ikhtilaf dalam terminology yaitu perbedaan pandangan
(pendapat) seseorang dengan yang lainnya.2
Perbedaan pendapat dalam masalah hukum sebagai hasil penelitian ijtihad
tidak perlu dipakai sebagai faktor yang melemahkan kedudukan hukum islam,
bahkan sebaliknya bisa memberikan kelonggaran kepada orang banyak.
Di dalam suatu riwayat dinyatakan bahwa khilafiyah bagi ummatku adalah
rahmat. Teks riwayat tersebut sebagaimana diriwayatkan oleh Naṣr al-Maqdisī
berbunyi:3
“perbedaan pendapat dikalangan umatku adalah rahmat”
Namun, Menurut Muḥammad Luṭfī al-Sabbāgh, “Perbedaan pendapat itu
bukanlah raḥmah tetapi bencana. Akan tetapi ia merupakan hal yang tidak bisa
dihindari sehingga yang dituntut adalah selalu berada di dalam koridor syari„at
dan tidak menjadi sebab perpecahan, perselisihan dan perang.” Namun Ibn
Qudāmah al-Ḥanbalī menyatakan bahwa perbedaan di kalangan para imam adalah
1
Al-allamah Abdurahman, mukaddimah Ibnu khaldun (Jakarta, Dar al-kitab al-arabi, 2001) hal 504
2
Muammar Bakri, Pengembangan Karakter Toleran Dalam Problematika Ikhtilaf Mazhab Fikih
(vol.14; Jurnal Al-Ulum,2014) hal.174
3
Jalāl al-Dīn „Abd al-Raḥmān b. Abī Bakr al-Suyūṭī, Jāmi„ al-Jawāmi„ (Jāmi„ al-Kabīr), Juz I, 1164.
4
Ariffudin Ahmad, Tadabbur al-Ḥadīts: Solusi Masalah Khilafiyah (vol.2; Ilmu Ushuluddin,2015)
hal 224.
5
Ahmad Sarwat. Fikih Ikhtilaf: Panduan Umat di Tengah Belantara
Perbedaan Pendapat. (Jakarta: Darul Ulum al-Islamiyah. 2007) hal. 13-14
6
Ibid hal. 15-16
7
Ibid hal. 17-18
8
Ibid hal. 19
a. Hadits
Kedudukan hadis sebagai sumber hukum dalam garis besamya ddak lagi
diperselisihkan oleh para fiiqaha. Akan tetapi, perselisihan tnercka bisa terjadi
mengenai segi-segi lain seperti berikut:
1) Sampai atau tidaknya sesuatu hadis
9
Al-allamah Abdurahman, op cit, hal 505
10
ibid
11
ibid
14
Ahmat Sarwat, op. cit. hal. 21-23
MENYIKAPI
SIKAP YANG
SUBJEK TIDAK
DAPAT
MENGAMBIL
DIAMBIL
PEDULI
SUBJEK
TOLERAN
KONFLIK
TERHINDAR
INTOLERAN
POTENSI
KONFLIK
15
Amir Mualim, Memahami dan menyikapi masalah khilafiah (Al-Mawarid, 2004) hal. 38-40