Anda di halaman 1dari 11

MEMAHAMI HUBUNGAN ANTARA IMAN, IBADAH, DAN AKHLAK

DALAM SEGALA ASPEK KEHIDUPAN

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang ajarannya tidak hanya berorintasi
pada penghambaan diri kepada Tuhan, tetapi lebih menyangkut seluruh
aspek kehidupan manusia. Termasuk di dalamnya berperilaku dan
berhubungan dengan sesama makhluk. Ajaran Islam yang lebih sempurna
terdapat beberapa bagian yaitu Akidah, Ibadah, Akhlak, dan Muamalah.
Dengan keempat komponen ini masing-masing tidak dapat berdiri sendiri,
atau harus saling berhubungan dengan yang lain sehingga akan
mendapatkan kesempurnaan yang haqiqi.
Secara tegas Allah menyatakan bahwa tujuan penciptaan manusia
adalah untuk beribadah. Kecenderungan untuk beribadah atau bertuhan ini
merupakan kecenderungan yang telah Allah berikan kepada manusia sejak
awal penciptaannya. Sehingga potensi ketuhanan yang dimiliki oleh setiap
manusia merupakan fitrah yang terintegrasi dalam diri dan sulit untuk
dilepaskan. Melaui upaya pemeliharaan potensi ketuhanan dan
pelaksanaan ibadah serta kekuatan potensi akal manusia senantiasa
berupaya untuk meningkatkan kualitas kemanusiaannya yang masih belum
sempurna.

2. Rumusan Masalah
a) Apa itu pengertian Iman?
b) Apa yang disebut Ibadah?
c) Bagaimana Akhlak itu?
d) Bagaimana Hubungan Iman, Ibadah, dan Akhlak dalam
kehidupan?

1
3. Tujuan Penulisan
a) Dapat mengetahui Iman.
b) Dapat mengetahui Ibadah.
c) Dapat mengetahui Akhlak.
d) Dapat memahami Hubungan Iman, Ibadah, dan Akhlak dalam
kehidupan.

B. IMAN
Iman menurut bahasa adalah membenarkan adapun menurut istilah
syari’at yaitu menyakini dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan
membuktikannya dalam amal perbuatan. Ketiga unsur ini merupakan satu
kesatuan, sehingga untuk membuktikan seseorang beriman haruslah
direalisasikan dengan amal perbuatan. Perbedaan dalam menggunakan
ketiga macam unsur tersebut, berakibat pada kualitas iman seseorang.
Gambaran mengenai keterikatan dan keterpaduan antar unsur ini dapat
dilihat pula dalam pernyataan Imam al-Auza’i bahwa tidaklah akan lurus
iman itu kecuali dengan perkataan, dan tidaklah akan lurus iman itu
kecuali dengan perkataan dan perbuatan. Dan tidaklah akan lurus iman,
perkataan, perbuatan kecuali dengan niat yang sesuai dengan sunnah
(tuntunan) Nabi Muhammad SAW.
Keyakinan kepada Allah Yang Maha Esa (tauhid) merupakan pusat
keimanan, karena itu setiap aktivitas seorang muslim senantiasa
dipertautkan secara vertikal kepada Allah swt pekerjaan seorang muslim
yang dilandasi keimanan dan dimulai dengan niat karena Allah swt. Akan
mempunyai nilai Ibadah di sisi Allah swt sebaliknya pekerjaan yang tidak
diniatkan karena Allah swt tidak mempunyai nilai apa-apa.

‫صينَ لَهُ الدِينَ ُحنَفَا َء َويُ ِقي ُموا ال ا‬


َ ‫ص ََلة‬ ‫َو َما أ ُ ِم ُروا ِإ اَّل ِليَ ْعبُد ُوا ا‬
ِ ‫َّللاَ ُم ْخ ِل‬
‫الز َكاة َ ۚ َو َٰذَ ِل َك دِي ُن ْالقَ ِي َم ِة‬
‫َويُؤْ تُوا ا‬
Artinya: “padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam

2
(menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat
dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS.
Al-Bayinah:5)
Rasulullah saw juga bersabda yang artinya: “Bahwasannya segala
perbuatan tergantung niatnya dan bahwasannya tiap-tiap orang adalah
apa yang ia niatkan...” (HR. Bukhari dan Muslim).
Iman pada dasarnya adalah percaya dan membenarkan bahwa tiada
Tuhan kecuali Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya. Dari
penjelasan diatas membawa tidak hanya pada objek-objek rukun iman
saja, tetapi juga mengcangkup pengimanan atas kewajiban shalat, zakat,
puasa, haji dan sebagainya. Demikian juga mengimani pengharaman
sesuatu dan semua larangan-Nya.
Iman yang sesungguhnya adalah kepercayaan yang terhujam
dikedalaman hati dengan penuh keyakinan, tidak ada perasaan yang ragu-
ragu, serta mempengaruhi orientasi kehidupan, sikap maupun aktivitas
keseharian. Dengan Iman yang seperti ini tidak hanya terhenti pada tataran
lisan atau hati saja, tetapi harus diteruskan dalam perilaku yang nyata.
Islam mengajarkan bahwa iman kepada Allah swt. harus bersih dan
murni, menutup setiap celah yang memungkinkan masuknya syirik
(mempersekutukan Allah). Allah swt berfirman:

‫ َولَ ْم َي ُك ْن لَهُ ُكفُوا أ َ َحد‬.‫ لَ ْم يَ ِل ْد َولَ ْم يُولَ ْد‬.ُ ‫ص َمد‬ ‫ ا‬.‫َّللاُ أ َ َحد‬
‫َّللاُ ال ا‬ ‫قُ ْل ُه َو ا‬
Artinya: Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah
adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada
beranak dan tidak pula diperanakan. Dan tidak ada seorangpun yang
setara dengan Dia.” (QS. Al-Ikhlas:1-4)
Masuknya paham-paham yang merusak tauhid menyebabkan orang
terjatuh pada syirik merupakan dosa besar yang tidak akan diampuni
Allah.1

1
Sudirman, Pilar-Pilar Islam Menuju Kesempurnaan Sumber Daya Manusia, Uin-Maliki Press,
Malang, 2011. Hal 14

3
Iman tidak dapat dipisahkan dengan tauhid. Tauhid adalah esensi
dari aqidah atau keyakinan terhadap Tuhan. Manifestasi iman adalah
persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Persaksian atau
pengakuan akan keesaan Allah adalah keyakinan yang menempati posisi
sentral dalam setiap kedudukan, tindakan dan pemikiran setiap muslim.
Karena Tauhid mengantarkan seorang Muslim pada sikap bahwa Tuhan
sebagai pelabuhan terakhir yakni akhir dimana semua kaitan finalistik
mengarah dan berhenti. Segala tujuan apapun yang dimiliki oleh seorang
muslim akan berakhir pada-Nya. Karena Allah adalah tujuan akhir dari
segala kehendak dan keinginan. Hal ini ditunjukan oleh Nabi Muhaamad
saw yang tertuang dalam firman Allah berikut ini:

َ‫ب ْال َعالَ ِمين‬ ِ ‫اي َو َم َما ِتي ِ ا‬


ِ ‫ّلِل َر‬ َ ‫س ِكي َو َم ْح َي‬ َ ‫قُ ْل ِإ ان‬
ُ ُ‫ص ََل ِتي َون‬
Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya shalatku,
ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh
alam.” (QS. Al-An’am:162).
Tauhid mencakup tujuh macam sikap yakni:
1. Tauhid Zat
Tauhid Zat artinya mengiktikadkan bahwa zat Allah itu Esa, tidak
terbilang Zat Allah itu hanya dimiliki Allah saja, yang selain-Nya tidak
ada yang memilikinya.
2. Tauhid Sifat
Tauhid Sifat artinya mengiktikadkan bahwa tidak ada sesuatu pun
yang menyerupai sifat Allah dan hanya Allah saja yang memiliki sifat
kesempurnaan.
3. Tauhid Wujud
Tauhid Wujud adalah mengiktikadkan bahwa hanya Allah yang
wajib ada. Adanya Allah tidak membutuhkan kepada yang
menagadakan.
4. Tauhid Af’al
Tauhid Af’al adalah mengiktikatkan bahwa Allah sendiri yang
menciptakan dan memelihara alam semesta.

4
5. Tauhid Ibadah
Tauhid Ibadah adalah mengiktikadkan bahwa hanya Allah saja
yang berhak dipuja dan dipuji.
6. Tauhid Qosdi
Tauhid Qosdi adalah mengiktikadkan bahwa hanya kepada Allah
lah segala amal ditujukan.
7. Tauhid Tasyri’
Tauhid Tasyri’ adalah mengiktikadkan bahwa hanya Allah lah
pembuat peraturan yang paling sempurna bagi makhluk-makhluk-
Nya.2

C. IBADAH
Pengertian ibadah secara generalisasi berarti semua perilaku dalam
semua aspek kehidupan yang sesuai dengan ketentuan Allah swt yang
dilakukan dengan ikhlas untuk memperoleh ridho Allah swt ibadah dalam
pengertian inilah yang dimaksud dengan tugas manusia. Sebagaimana
firman Allah dalam al-Quran:

ِ ‫س ِإ اَّل ِليَ ْعبُد‬


‫ُون‬ ِ ْ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ْال ِج ان َو‬
َ ‫اْل ْن‬
Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-ku. (QS. Adz-Dzariyat:56).
Pengertian Ibadah dalam kalangan ulama memiliki pengertian yang
berbeda berdasarkan disiplin ilmu yang dikembangkannya bahwa ulama
Tauhid minsalnya mengartikan Ibadah dengan mengesakan Allah dan
menta’dhimkan-Nya dengan sepenuh hati serta menundukkan dan
merendahkan diri kepada-Nya. Kemudian ulama Akhlak mengartikan
dengan beramal secara badaniyah dan menyelenggarakan dengan segala
syari’at. Dan ulama Tasawuf mengartikannya dengan mengerjakan sesuatu

2
Sudirman, Pilar-Pilar Islam Menuju Kesempurnaan Sumber Daya Manusia, Uin-Maliki Press,
Malang, 2011. Hal 20

5
yang berlawanan dengan keinginan nafsunya, untuk membesarkan Tuhan-
Nya. Sedangkan menurut ulama Fiqih mengartikan dengan mengerjakan
sesuatu untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharap pahala-Nya di
akhirat.3
Ibadah mengandung dua dasar, yaitu cinta dan penyembahan.
Menyembah disini berarti, merendahkan diri dan tunduk. Siapa yang
mengaku cinta namun tidak tunduk, berarti bukan orang yang menyembah.
Dia disebut orang ynag menyembah jika cinta dan tunduk. Karena itu
orang-orang mengingkari cinta hamba terhadap Allah adalah orang-oarang
yang mengingkari hakikat ubudiyah dan sekaligus mengingkari
keberadaan Allah sebagai Dzat yamg mereka cinta, yang berarti juga
mengingkari keberadaan Allah sebagai Tuhan, sekalipun mengingkari
Allah sebagai penguasa alam dan sang pencipta.
Ibadah merupakan perilaku manusia yang dilakukan atas perintah
Allah swt dan dicontohkan oleh Rasulullah saw atau disebut ritualisasi
seperti shalat, zakat, puasa, dan lain-lain, yang secara psikologis ibadah
tersebut dapat menghindarkan dari perbuatan jahat dan mungkar, baik
terhadap diri sendiri, masyarakat, ataupun lingkungan.
Menurut syukur ada dua unsur penting dalam ibadah, yaitu:
Pertama, ada perbuatan yang dilakukan seorang mukallaf dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah. Kedua, perbuatan yang dilakukan
didasarkan pada iman kepada Allah. Sehingga segala perbuatan baik baik,
yang tidak didasarkan keimanan kepada Allah sesungguhnya tidak dapat
dikatakan sebagai ibadah.

D. AKHLAK
Akhlak bentuk jamak dari khuluq, kata ini serumpun dengan
“khalqun” yang bermakna ciptaan. Khalqun adalah ciptaan Allah yang

3
Sudirman, Pilar-Pilar Islam Menuju Kesempurnaan Sumber Daya Manusia, Uin-Maliki Press,
Malang, 2011. Hal 133

6
bertalian dengan jasmani. Sedangkan Khuluqun adalah ciptaan Allah yang
bertalian dengan rohani.4
Dalam lisan al-‘Arab, makna akhlak adalah perilaku seseorang
sudah menjadi kebiasaannya, dan kebiasaan atau tabiat tersebut selalu
terjelma dalam perbuatannya secara lahir. Pada umumnya sifat atau
perbuatan yang lahir tersebut akan memengaruhi bathin seseorang.
Berikut ini ada beberapa defenisi tentang akhlak menurut istilah
yang diutarakan oleh ahli dalam bidangnya masing-masing.
1. Menurut Miqdad Yaljan: Akhlak adalah setiap tingkah laku
yang mulia, yang dilakukan oleh manusia dengan kemauan
yang mulia dan untuk tujuan yang mulia pula. Sedangkan
manusia yang memiliki akhlak adalah seorang manusia yang
mulia dan kehidupannya secara lahir bathin, sesuai dengan
dirinya sendiri dan juga sesuai dengan orang lain.
2. Menurut Ahmad Khamis: Akhlak adalah ajaran, sekumpulan
peraturan dan ketetapan, baik secara lisan ataupun tulisan yang
berkenaan tentang bagaiamana manusia harus hidup dan
bertindak sehingga dengan setiap tindakan dan perbuatan yang
dilakukan itu menjadikannya sebagai manusia yang baik.5

Akhlak adalah kondisi mental, hati, dan bathin seseorang yang


mempengaruhi perbuatan dan perilaku lahiriyah. Apabila kondisi bathin
seseorang baik dan teraktualisasikan dalam ucapan, perbuatan, dan
perilaku yang baik dengan mudah, maka hal ini disebut dengan akhlakul
karimah atau akhlak yang terpuji. Dan jika kondisi bathin itu jelek yang
terakhtualisasikan dalam perkataan, perbuatan, tingkah laku yang jelek
pula, maka dinamakan akhlak yang tercela.

4
Sudirman, Pilar-Pilar Islam Menuju Kesempurnaan Sumber Daya Manusia, Uin-Maliki Press,
Malang, 2011. Hal 245
5
Abdurrahman, Muhammad. Akhlak menjadi seorang muslim berakhlak mulia, jakarta: Rajawali
Pers, 2016. Hal 7

7
Jadi, orang yang tidak berakhlakul karimah adalah laksana jasmani
tanpa rohani atau sama dengan orang yang sudah mati dengan myat yang
berasal dari kata “maitatun” yang berarti bangkai. Oleh karena itu pada
hakekatnya orang yang bejat (yang tidak berakhlakul karimah) laksana
bangkai, sedangkan bangkai itu cepat atau lambat pasti cepat berbau busuk
serta menimbulkan penyakit.

Sehingga nabi diutus oleh Allah semata-mata untuk


menyempurnakan akhlak , “innama bu’itstu li utammima makaraarimal
akhlak” (HR. Bukhari). Dan dalam pandangan islam, akhlak merupakan
cermin dari apa yang ada dalam jiwa seseorang, karena itu akhlak yang
baik merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus
ditampilkan dalam perilaku nyata sehari-hari.6

Menurut al-Gazhali menyatakan bahwa akhlak diabagi dalam 4


kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu kriteria akhlak yang baik dan
yang buruk, yaitu: Pertama, kekuatan ilmu dan kekuatan hikamah. Kedua,
kekuatan marah yang terkontrol oleh akal karna menimbulkan sifat
syaja’ah. Ketiga, kekuatan nafsu syahwat. Keempat, kekuatan
keseimbangan atau keadilan.

Sedangkan untuk menanamkan akhlak dalam diri seseorang ada


dua cara, yaitu: Pertama, mujahadah dan membiasakan latihan dengan
amal shaleh. Kedua perbuatan itu dilakukan secara berulang-ulang. Selain
itu juga ditempuh dengan jalan pertama, memohon karunia Ilahi dan
sempurnanya fitrah (kejadian) agar nafsu syahwat dan amarah itu
dijadikan lurus, patuh kepada akal dan agama. Mujahadah ini akan
meghantarkan manusia yang melakukannya pada akhlak yang baik tanpa
belajar, atau langsung mendapat predikat ‘alim dari Allah. Kedua,
Mujadah dan riyadah, yaitu dengan membawa diri dari perbutan-perbuatan

6
Sudirman, Pilar-Pilar Islam Menuju Kesempurnaan Sumber Daya Manusia, Uin-Maliki Press,
Malang, 2011. Hal 246

8
yang dikehendaki oleh akhlak tersebut. Singkatnya akhlak berubah dengan
pendidikan dan latihan.

E. HUBUNGAN IMAN, IBADAH, AKHLAK DALAM KEHIDUPAN


Pada bagian awal telah dijelaskan bahwa ajaran pokok Islam, yang
terdiri dari Akhidah, Akhlak, dan Ibadah yang sling berhubungan dan
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Akhidah sebagai sebuah keyakinan
seorang mukmin merupakan perwujudan dari adanya Iman. Iman tidaklah
berhenti pada aspek keyaninan, tetapi harus pula mempunyai unsur
pengucapan melalui lisan dan perwujudan dalam amal perbuatan.
Sedangkan Ibadah merupakan tindakan atau perbuatan apapun
yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan dasar cinta
dan tunduk. Ibadah sesungguhnya merupakan manifestasi keimanan ynag
meyakini akan kehadiran Tuhan dimana dan kapanpun manusia berada.
Sedangkan akhlak adalah perilaku dan kebiasaan yang dilakukan tanpa
melalui proses pertimbangan dan pemikiran. Perilaku dan kebiasaan ini
lahir dari kebersihan hati yang telah dicerahkan oleh iman dan pelaksanaan
ibadah. Hubungan antara iman, ibadah dan akhlak yaitu saling memberi
pengaruh. Dimana iman sebagai landasan utama merupakan sumber
kekuatan yang memberikan pengaruh terhadap bermakna tidaknya sebuah
perbuatan ibadah dan akhlak yang baik dihadapan Allah.
Pemahaman ini mengandung ajaran bahwa iman yang benar dan
lurus akan menghantarkan manusia pada sikap kepasrahan, ketundukan,
keikhlasan yang sempurna kepada Allah swt dalam seluruh aktifitas
kehidupannya. Sikap ini pula yang akan menjadikan hati sanubarinya tetap
tercerahkan oleh Nur Ilahi yang akan membimbing manusia senantiasa
berbuat dan berperilaku yang baik. Ini pula yang akan menjadikan setiap
kegiatan ibdahnya akan bernilai dan bermakna dihadapan Allah swt.
Selanjutnya totalitas keimanan kepada Allah sebagai perwujudan
Tauhid ini digambarkan oleh al-Quran seperti pohon yamg memiliki akar

9
yang baik dan dahan atau cabang yang tinggi sehingga dapat memberikan
keteduhan kepada manusia lainnya. Dan dapat dimaknai sebagai manusia
yang selalu membutuhkan manusia lain dan bergantung kepada Tuahnnya.
Sedangkan akhlak yang baik, tidak akan lahir dan menjadi
kebiasaan dalam diri seorang mukmin tanpa proses penyadaran dan
penyucian hati serta latihan kebiasaan. Kekuatan dan kemurnian iman
akan memberikan energi bagi penyadaran dan penyucian hati manusia.
Namun ibadah merupakan sarana untuk menguatkan dan melatih
(riyadhah) manusia untuk memilki akhlak yang baik, peduli kepada
sesama, selalu menghindar dari hal yang keji dan munkar, serta menjaga
hati untuk tetap bersih dan tercerahkan oleh nur Ilahi. Sehingga potensi
ketuhanan yang dimilki akan tumbuh dan semakin terpelihara dengan baik.

F. PENUTUP
1. KESIMPULAN
Iman menurut bahasa adalah membenarkan adapun menurut istilah
syari’at yaitu menyakini dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan
membuktikannya dalam amal perbuatan.
Pengertian ibadah secara generalisasi berarti semua perilaku dalam
semua aspek kehidupan yang sesuai dengan ketentuan Allah swt yang
dilakukan dengan ikhlas untuk memperoleh ridho Allah swt ibadah
dalam pengertian inilah yang dimaksud dengan tugas manusia.
Akhlak bentuk jamak dari khuluq, kata ini serumpun dengan
“khalqun” yang bermakna ciptaan. Khalqun adalah ciptaan Allah yang
bertalian dengan jasmani. Sedangkan Khuluqun adalah ciptaan Allah
yang bertalian dengan rohani.
Hubungan antara iman, ibadah dan akhlak yaitu saling memberi
pengaruh. Dimana iman sebagai landasan utama merupakan sumber
kekuatan yang memberikan pengaruh terhadap bermakna tidaknya
sebuah perbuatan ibadah dan akhlak yang baik dihadapan Allah.

10
2. SARAN
Diharapkan kepada pembaca agar dapat memperjelas yang
disampaikan, juga dapat mengembankannya dengan baik dan benar.
Akhir kata kami Tim Pemakalah berharap agar makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran yang bersifat
membangun akan kami terima dengan senang hati.

G. DAFTAR PUSTAKA
Sudirman, Pilar-Pilar Islam Menuju Kesempurnaan Sumber Daya
Manusia, Uin-Maliki Press, Malang, 2011.
Abdurrahman, Muhammad. Akhlak menjadi seorang muslim berakhlak
mulia, jakarta: Rajawali Pers, 2016.

11

Anda mungkin juga menyukai