Bab I
Pendahuluan
Shalat merupakan ibadah wajib yang harus dikerjakan setiap umat Islam di dunia dan suatu ibadah
yang sifatnya tidak bisa ditinggalkan dalam keadaan dan kondisi apaupun. Sholat adalah tiangnya
agama, ketika tiang tak ditegakkan maka hancurlah bangunan itu. Perintah sholat diturunkan
langsung oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW tanpa perantara malaikat jibril dan dalam
peristiwa Isra’ miraj. Betapa istimewanya ibadah ini yang ketika hari akhir akan dihisab pertama kali
dan yang akan menentukan kemanakah kita di akhirat nanti, di surga atau di neraka. Meskipun
begitu dalam menjalankan sholat ada kalanya kita deberi keringanan, misalnya ketika sakit dan tidak
dapat berdiri kita boleh melakukan sholat sambil duduk atau terbaring. Yang penting tetap sholat.
Di dalam sholat tersirat berbagai hikmah, salah satunya melatih kita untuk terbiasa berdisiplin waktu
karena sholat memiliki waktu waktu tertentu, sehingga mengharuskan kita menyisihkan waktu untuk
mengerjakan ibadah ini. Seperti yang difirmankan Allah dalam surat An-Nisa’ : 103 dibawah ini :
Sudah sepantasnya sebagai mukmin kita mengerjakan sholat pada waktu waktu yang
telah ditentukan itu, dan lebih afdol lagi jika kita mengerjakannya secara berjamaah. Kadang diwaktu
waktu itu sering kita lalai tak mengerjakan sholat dengan alasan masih istirahat atau karena lelah
sepulang kerja. Dan jika hal ini dibiarkan terus dan membudaya maka akan berdampak buruk kepada
kita. Padahal sholat sebenarnya bertujuan agar kita selalu ingat Allah dan ingat hidup ini hanya
sementara dan segala sesuatu di dunia ini akan kembali kepada-Nya.
B. Rumusan masalah
Bab II
Pembahasan
Shalat menurut penggertian bahasa adalah doa. Sedang yang dimaksud dalam pembahasan
adalah ibadah yang terdiri dari beberapa perkataan dan perbuatan, yang dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam, dan memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu. Dalam Al-Qur’an surat Al-
Ankabut ayat 45 Allah telah menegaskan: “Dirikanlah shalat, sunggauh shalat dapat mencegah
perbuatan keji dan munkar”. Dalam sehari semalam, seorang muslim diwajibkan melaksanakan
shalat lima kali, yang sudah diatur secara rinci. Shalat adalah ibadah yang menjadi tiang agama.
Barang siapa menegakkannya, berarti telah mnegakkan agama. Dan barang siapa yang
mengabaikannya berarti telah menghancurkan agama. Di dalam shalat terdapat rukun qalbi (hati),
rukun qauli (bacaan), rukun fi’li (perbuatan), disamping ada pula sunat sunat yang harus dilakukan.
Karena itu, penting sekali mempelajari seluk-beluk masalah shalat, hingga kemudian mendapatkan
nilai ibadah shalat yang sempurna. [1]
Allah SWT telah menjelaskan bahwa shalat diwajibkan itu mempunyai waktu tertentu.shalat
lima waktu merupakan kewajiban umat islam yang harus dilakukuan tidak boleh ditinggalkan. Selain
itu shalat lima waktu tidak dapat dilakukan di sembarang waktu tanpa ada alasan yang
membolehkannya.[2]
2. Q.S. Hud : 114
Artinya : Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian
permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapus (dosa)
perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.
3. Q.S. Al Isra’ : 78
ِ َ َو ِمنَ أَنَا ِء اللَّ ْي َل فَ َسبِّحْ َواَط َرافَ النَّه س َو قَ ْب َل ُغرُوبِهَا ِ َُو َسبِّحْ بِ َح ْم ِد َربِّكَ قَب َْل طُل
ِ وع ال َّش ْم
صا
ار
ضى َ ْك تَر َ َّلَ َعل
Artinya : Dan bertasbihlahdengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum
terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang
hari, supaya kamu merasa senang.[3]
Dari ayat di atas dapat ditentukan tiga waktu yang pokok yaitu :
5. Sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ahmad, An Nasai dan At-Turmudi dari Jabir bin Abdullah r.a.
:
صلَّى َ َ ف،صلِّ ِه َ َ قُ ْم ف: ُال لَهَ َصلَى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َجا َءهُ ِجب ِْر ْي ُل َعلَ ْي ِه ال َّساَل ُم فَق َ ي َّ ِاَ َّن النَّب
صلَى ال َعصْ َر ِحي َْن َ َ ف، صلِّ ِهَ َ قُ ْم ف: ال َ َ ثُ َّم َجا َءهُ ال َعصْ َر فَق، ُت ال َّش ْمس ِ َالظَّه َْر ِحي َْن َزال
ب ِحي َْن َ صلَى ال َم ْغ ِر َ َ ف، صلِّ ِهَ َ قُ ْم ف: ب فَقَا َل َ ثُ َّم َجا َءهُ ال َم ْغ ِر،ُار ِظلُّ كُاِّل َش ْي ٍء ِم ْثلَه َ صَ
،قُ َاب ال َشف َ صلَى ال ِع َشا َء ِحي َْن َغ َ َ ف، صلِّ ِهَ َ قُ ْم ف: ال َ َالع َشا َء فَقِ ُ ثُ َّم َجا َءه، ُت ال َّش ْمس َ ََو َجب
ُّ ] ثُ َّم َجا َءهُ ِم َن ال َغ ِد، َسطَ َع الفَجْ ُر:ال
،للظه ِْر َ َ اَ ْو ق،ُق الفَجْ ر َ ثُ َّم َجا َءهُ الفَجْ َر ِحي َْن بَ َر
ثُ َّم َجا َءهُ ال َعصْ َر فَقَا َل،ُار ِظلُّ كُاِّل َش ْي ٍء ِم ْثلَه َ ص َ صلَى الظُه َْر ِحي َْن َ َ ف،صلِّ ِه
َ َ قُ ْم ف:ال َ َفَق
ب َو ْقتًا َ ثُ َّم َجا َءهُ ال َم ْغ ِر، ار ِظلُّ كُاِّل َش ْي ٍء ِم ْثلَ ْي ِه َ ص َ صلَى ال َعصْ َر ِحي َْن َ َ ف،صلِّ ِه
َ َ قُ ْم ف:
،ث الَّ ْي ِل ُ ُ ثُل: اَ ْو قَا َل، ف الَّي ِْل ُ ْب نِص َ َالع َشا َء ِحي َْن َذه ِ ُ ثُ َّم َجا َءه. َُوا ِحدًا لَ ْم يَزَلْ َع ْنه
َ َ] ثُ َّم ق،صلَى الفَجْ َر
:ال َ َ ف،صلِّ ِه َ َ قُ ْم ف: الَ َ ثُ َّم َجا َءهُ ِحي َْن اَ ْسفَ َر ِج ًّدا فَق،الع َشا َءِ صلَى َ َف
ِ الو ْقتَي ِْن َو ْق
ت َ َمابَي َْن هَ َذي ِْن.
Artinya : “Bahwa Nabi saw. di datangi oleh Jibril a.s. yang mengatakan kepadanya: “ Bangunlah dan
shalatlah!” Maka Nabi pun shalat Dhuhur sewaktu tergelincirnya matahari. Kemudian ia datang pula
di waktu ‘Ashar, katanya: “Bangun dan shalatlah!” Nabi mengerjakkan pula shalat ‘Ashar, yakni
ketika bayang-bayang sesuatu, telah sama panjang dengan badannya. Lalu ia datang di waktu
Maghrib, katanya: “Bangun dan shalatlah!” Nabi pun melakukan shalat Maghrib sewaktu matahari
telah terbenam atau jatuh. Setelah ia datang pula di waktu Isya’, dan menyuruh: “Bangun dan
shalatlah!” Nabi segera shalat Isya’ ketika syafak atau awan merah telah hilang. Akhirnya ia datang di
waktu fajar ketika fajar telah bercahaya atau katanya ketika fajar. Kemudian keesokan harinya
Malaikat itu datang lagi di waktu Dhuhur, katanya: “Bangunlah dan shalatlah!” Maka Nabi pun
shalat, yakni ketika bayang-bayang segala sesuatu, sama panjang dengan sesuatu itu. Di waktu
‘Ashar ia datang pula, katanya: “Bangunlah dan shalatlah!” Nabi pun shalatlah, pada waktu bayang-
bayang dua kali sepanjang badan. Lalu ia datang lagi di waktu Maghrib pada saat seperti kemarin
tanpa perubahan, setelah itu ia datang lagi pada waktu ‘Isya ketika berlalu seperdua malam atau
katanya sepertiga malam dan Nabipun melakukan shalat ‘Isya. Kemudian ia datang pula ketika
malam telah mulai terang, katanya: “Bangun dan shalatlah!” Nabipun mengerjakan shalat Fajar.
“Nah”, katanya lagi, ‘di antara kedua waktu itulah terdapat waktu-waktu shalat.” (H.r. Ahmad,
Nasa’i, dan Turmudzi).[4]
a. Shalat Dhuhur dimulai pada saat matahari tergelincir, yakni titik pusat matahari mulai terlepas dari
lingkaran meridian sampai bayang-bayang benda sama panjang bendanya.
b. Shalat Ashar dimulai pada saat bayangan matahari sama dengan bayangan bendanya sampai pada
saat bayang-bayang dua kali panjang bendanya.
c. Shalat Maghrib dimulai pada saat matahari telah terbenam, yakni piringan atas matahari
bersinggungan dengan horizon/ufuk di belahan langit barat.
d. Shalat Isya’ dimulai pada saat mega merah telah hilang sampai terbitnya fajar shadiq.
e. Shalat Subuh dimlai saat terbit fajar shadiq, yakni cahaya putih telah tampak diufuk belahan langit
timur sampai terbitnya matahari.[5]
1. Waktu Shubuh
Semua Imam Mazhab sepakat bahwa waktu shalat Shubuh yaitu terbitnya fajar sampai
terbitnya matahari, tetapi mazhab Maliki berpendapat lain. Bahwa waktu Shubuh ada dua pertama
adalah Ikhtar (memilih) yaitu terlihatnya wajah orang yang kita pandang. Sedangkan yang kedua
adalah terpaksa Idhthirari (terpaksa) yaitu terlihatnya wajah tersebut sampai terbitnya matahari.
2. Waktu Dhuhur
Menurut emapat Mazhab dimulai dari tergelincirnya matahari sampai bayang-bayang sesuatu sama
panjangnya dengan sesuatu itu. Apabila lebih walaupun sedikit, berarti waktu Dhuhur sudah habis.
Tetapi Syafi’i dan Maliki, batasan ini hanya berlaku khusus bagi orang yang melihatnya, sedangkan
bagi orang yang terpaksa, maka waktu Dhuhur itu sampai bayang-bayang sesuatu (benda) lebih
panjang dari benda tersebut.
3. Waktu Asar
Waktu Asar menurut Hanafi dan Syafi’i dimulai dari lebihnya bayang-bayang sesuatu (dalam ukuran
panjang) dengan benda tersebut sampai terbenamnya matahari. Menurut Maliki, Asar mempunyai
dua waktu. Yang pertama disebut waktu Ikhtisari yang dimulai dari lebihnya bayang-bayangsuatu
benda dari benda tersebut sampai matahari nampak menguning. Sedangkan yang kedua disebut
waktu Idhthirari yaitu mulai dari matahari yang mulai tampak menguning sampai terbenamnya
matahari. Menurut Hambali yang termasuk yang paling akhirnya shalat Asar adalah sampai bayang-
bayang suatu benda lebih panjang dua kali dari benda tersebut, dan pada saat itu boleh mendirikan
shalat Asar sampai terbenamnya matahari. Tetapi orang yang shalat pada waktu itu berdosa dan
diharamkan sampai mengakhirkannya pada waktu tersebut.
4. Waktu Maghrib
Menurut Syafi’i dan Hambali waktu shalat Maghrib dimulai dari hilangnya cahaya merah di arah
barat.
5. Waktu Isya’
Waktunya dimulai dari terbenamnya syafak merah (setelah waktu maghrib) sampai fajar kedua.[6]
َّ إِ َذا ا ْشتَ َّد البَرْ ُد بَ َّك َر ِبا ا: صلَى هللاُ َعلَي ِه َو َسلَّ َم
ُّصاَل ِة ؛ َو إِ َذا ا ْشتَ َّد ال َحر َ ان النَّبِ ُّيَ َك
َّ اَبَر َد بِا ا
صاَل ِة
Artinya : “Adalah Nabi saw bila hari amat dingin menyegerakan dilakukannya shalat, dan bila hari
amat panas melambatkan memulainya”(H.R.Bukhari )
Hanya disunatkan ta’khir shalat atau mengundurkan shalat Dhuhur itu dari awalnya waktu
hari amat panas hingga tiada mengganggu kekhusyukan, sebaliknya disunatkan ta’jil atau
menyegerakan pada saat-saat lain dari demikian.[7]
صلُّوا ْ ِ اَل تَ َزا ُل اَ َّمتِى َعلَى ْالف: صلَى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل
َ ط َر ِة َما َ اَ َّن َرسُو ُل هللا
ِ وع النُّج
ُوم َ ْال َم ْغ ِر
ِ ُب قَب َْل طُل
Artinya : “Bahwa Rasulullah saw telah bersabda : Senantiasalah umatku berada dalam kesucian,
selama mereka melakukan sholat Maghrib sebelum terbitnya bintang-bintang” (H.R. Ahmad dan
Thabrani)
Hal ini karena dalam hadist yang sebelumnya, yaitu hadist Jibril sebagai imam, bahwa ia
shalat Maghrib pada suatu waktu selama dua hari yakni ketika matahari terbenam, maka ia hanya
menunjukkan disuntkannya ta’jil atau menyegerakan Maghrib[9].
Barang siapa yang tertidur atau lupa melakukan shalat maka waktunya ialah ketika ia tersadar
dan ingat padanya.
صلَى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َمَ ب اَ َّن َرسُو ُل هللا ِ َّب َع ْن إِب ِْن ال ُم َسي
ٍ ك َع ْن إِب ِْن َشهَا ٌ َاَ ْخبَ َرنَا َمال
]صلِّهَا َ ُصاَل ةَ فَ ْلي َ َس ثُ َّم ق
َّ َم ْن نَ ِس َى ال: ال ِ ت ال َّش ْم ِ صالَّهَا بَ ْع َد َما طَلَ َع َ َنَا َم َع ِن الصُّ ب ُِح ف
صاَل ةَ لِ ِذ ْك ِرىّ اَقِ ُم ال: إِ َذا َذ َك َرهَا فَإِ َّن هللاَ َع َّز َو َج َّل يَقُو ُل
Telah mengkhabarkan kepada kami Malik dari ibnu Syihab dari Ibnu Musayab, bahwa Rasulullah
saw. pernah tidur hingga kesiangan dalam melaksanakan shalat Shubuh. Beliau baru melaksanakan
shalat Shubuh ketika matahari terbit. Beliau kemudian bersabda : “Barangsiapa terlupa
melaksanakan shalat, hendaklah dia mengerjakannya ketika ingat. Sebab Allah ‘azzawajalla telah
berfirman (dalam surat Thaha ayat:14, yang menegaskan): “Dan dirikanlah shalat untuk mengingat
aku.”
Apabila seseorang lupa mengerjakan shalat, atau tertidur hingga waktu melaksanakan shalat
telah habis, hendaklah dia segera mengqadha’nya ketika ingat. Artinya, ketika teringat atau sudah
bangun dari tidur, hendaklah segera melaksanakan shalat yang ditinggalkan tersebut, jangan
menunda-nunda waktu.[13]
E. Waktu yang dilarang melakukan shalat
Telah mengkhabarkan kepada kami Malik dari Zaid bin Aslam dari Atha’ bin Yasar dari Abdullah Ash-
Shanabahi, bahwa Nabi saw. telah bersabda : “Sesungguhnya matahari terbit dibarengi oleh tanduk
setan. Apabila matahsri meninggi, berarti telah meninggalkan tanduk setan itu. Tetapi bila matahari
masih rendah, berarti sejajar dengan tanduk setan. Bila matahari tepat berada di tengah, maka
sejajar dengan tanduk setan. Dan bila matahari tergelincir ke barat, berarti telah meninggakan
tanduk setan. Apabila tiba waktu terbenam, berarti matahari itu kembali sejajar tanduk setan. Dan
bila telah terbenam dengan sempurna, berarti matahari itu telah meninggalkan tanduk
setan.”Karena itu, Rasulullah saw. melarang melakukan shalat pada saat-saat matahari sedang
sejajar dengan tanduk setan.[14]
1. Ketika matahari baru terbit, karena saat itu matahari sejajar tanduk setan. Hendaknya menunggu
sampai matahari meninggi. Jika masih tinggi matahari masih rendah, hendaknya juga menunggu
sampai matahari meninggi.
2. Ketika matahari tepat di tengah-tengah, hendaknya meunggu sampai matahari condong sedikit ke
barat.
3. Ketika matahari hampir terbenam, hendaknya menunggu samapi matahari terbenam sempurna.
Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
1. Dasar penetapan waktu shalat fardhu terdapat dalam Q.S. An Nisa’:103, Q.S. Hud:114, Q.S. Al
Isra’:78, Q.S. Thaha: 130, dan Hadist Nabi dari Jabir bin Abdullah ra. Yang menyimpulkan waktu
waktu shalat fardhu sebagai berikut :
a. Shalat Dhuhur dimulai pada saat matahari tergelincir, yakni titik pusat matahari mulai terlepas dari
lingkaran meridian sampai bayang-bayang benda sama panjang bendanya.
b. Shalat Ashar dimulai pada saat bayangan matahari sama dengan bayangan bendanya sampai pada
saat bayang-bayang dua kali panjang bendanya.
c. Shalat Maghrib dimulai pada saat matahari telah terbenam, yakni piringan atas matahari
bersinggungan dengan horizon/ufuk di belahan langit barat.
d. Shalat Isya’ dimulai pada saat mega merah telah hilang sampai terbitnya fajar shadiq.
e. Shalat Subuh dimlai saat terbit fajar shadiq, yakni cahaya putih telah tampak diufuk belahan langit
timur sampai terbitnya matahari.
a. Shalat subuh menurut semua mazhab dimulai dari terbitnya fajar sampai terbitnya matahari.
b. Shalat dhuhur menurut empat imam mazhab dimulai dari tergelincirnya matahari sampai bayang-
bayang suatu benda sama panjang dengan bendanya.
c. Shalat Asar empat imam mazhab memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang waktunya, tetapi
pada intinya dimulai dari bayang-bayang suatu benda lebih panjang dari benda tersebut sampai
terbenamnya matahari.
d. Shalat Maghrib menurut Syafi’i dan Hambali waktu shalat Maghrib dimulai dari hilangnya cahaya
merah di arah barat.
e. Shalat Isya’ waktunya dimulai dari terbenamnya syafak merah (setelah waktu maghrib) sampai fajar
kedua.
a. Barang siapa mendapatkan satu raka’at sebelum habis waktu, berarti ia telah mendapatkan shalat
keseluruhannya
b. Barang siapa yang tertidur atau lupa melakukan shalat maka waktunya ialah ketika ia tersadar dan
ingat padanya
a. Ketika matahari baru terbit, karena saat itu matahari sejajar tanduk setan. Hendaknya menunggu
sampai matahari meninggi. Jika masih tinggi matahari masih rendah, hendaknya juga menunggu
sampai matahari meninggi.
b. Ketika matahari tepat di tengah-tengah, hendaknya meunggu sampai matahari condong sedikit ke
barat.
c. Ketika matahari hampir terbenam, hendaknya menunggu samapi matahari terbenam sempurna
Daftar Pustaka
Mahalli, Ahmad Mudjab, Hadis-Hadis Ahkam Riwayat Asy-Syafi’i. Jakarta: