Anda di halaman 1dari 6

‫االمور بمقاصدها‬

Segala Sesuatu Tergantung Dengan Niatnya

A. Pengertian Kaidah
Lafadz Umur adalah jama’ dari lafadz amrin yang bermakna keadaan,
kepentingan, kejadian dan perbuatan. Sedangkan maqashid jama’ lafadz
maqshadin yang bermakna berkehendak untuk melakukan (al I’tizam), maksud
tujuan (wujhah/tawajjuh) dan niat. 1)
Makna kaidah ini menurut Al Burnu adalah"‫"انّ االفعال والتصرفات تابعة للنــيات‬
(sesungguhnya semua perbuatan dan tasharuf mengikuti/sesuai dengan niat-
niatnya 2.
Sedangkan menurut Al Lahji dalam kitab Idlahu al Qawaidi al Fiqhiyah
makna kaidah al umur bi maqashidaha adalah‫( " "الشــؤون مرتبطــة بنياتها‬segala
kepentingan/urusan dihubungkan dengan niatnya.)3
Adapun makna populer kaidah ini adalah segala sesuatu tergantung dengan
niatnya.

B. Dasar Kaidah
Dasar kaidah Al Umur bi Maqashidiha adalah hadits Nabi Muhammad
SAW :
‫ اخرجه الستة من حديث سيدنا عمر بن الخطاب رضي هللا‬G‫انما االعمـــال بالـنــيات (حديث صحيح مشهور‬
)‫عنه‬
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan hanyalah dengan niat”4

Sebelum membahas makna hadits ini, perlu diketahui bahwa hadits ini
terbangun dari tiga (tiga) unsur teks utama, yakni:

1. ‫اِنّـ َما‬

1
Muhammad Shidqi Al Burnu, Al Wajiz fi Idhahi Qawaidil Fiqhi, hal 123
2
Muhammad Shidqi Al Burnu, Al Wajiz fi Idhahi Qawaidil Fiqhi, hal 124
3
Abdullah bin Said Al Lahji, Idlahul Qawaidil Fiqhiyyah, hal 21
4
Al Imam Jalaluddin As Suyuti, Al Asybah wan Nadzair, hal 6
Imam Nawawi berpendapat bahwa “menurut ulama (ulama’
maa’ni dan jumhur ulama ushul), huruf inna ma adalah adatul hashr
yang berfaidah atau berfungsi menetapkan hukum sesuatu yang
disebutkan setelahnya dan menafikan hukum sesuatu selain yang
disebut setelah nya.

2. ‫أألعـمال‬

Jama’ lafadz a’malin yang bermakna harakatul badani atau


gerak tubuh yang mencakup ucapan juga bermakna a’malul jawarih
atau perbuatan anggota tubuh.

3. ‫بالنيـات‬

Ba’ adalah huruf jar yang mengandung makna sababiyah dan


mushahabah (bersamaan) sedangkan niyyaat adalah jama’ lafadz
niyyatin yang secara bahasa bermakna qashdu atau menyengaja.
Adapun makna istilah niyyat sebagaimana yang diterangkan Imam
Mawardi adalah5:

‫قصد الشيئ مقــترنا بفعــله‬


“menyengaja untuk melakukan sesuatu bersamaan
dengan melaksanakan sesuatu tersebut”

Dari pembahasan ketiga teks utama Hadits diatas, para Ulama’


memberikan makna Hadits ini dengan beberapa redaksi diantaranya adalah:

a. Menurut Ibn Daqiq Al ‘Ied dalam Syarah Arbain Nawawiyah.


 ‫( ال يعــت ّد االعـمال بدون النية‬amal perbuatan tidak dianggap bila
tanpa niyat) 6.
b. Menurut Hasan Al Mudabighi As Syafi’I.
‫انت بال نية‬GG‫ب اذا ك‬GG‫ة وال تحس‬GG‫انت بني‬GG‫ب اذا ك‬GG‫ال تحس‬GG‫( االعم‬Sesungguhnya
terwujudnya amal perbuatan hanya dengan niyyat dan amal
5
Muhammad Yasin bin ‘Isa al Fadani, Al Fawaid Al Janiyyah, I/108-112
6
Ibn Daqiq al ‘Ied, Syarah Arbain Nawawi, hal 11
yang dimaksud adalah adalah amal perbuatan yang dianjurkan
syariat). 7

c. Menurut Syamsuddin As Sufayri As Syafi’I

‫حبها لم تصح‬GG‫حت واذا لم تص‬GG‫ة ص‬GG‫ الني‬G‫حبتها‬GG‫ادة اذا ص‬GG‫( أن العب‬Sesungguhnya


ibadah yang disertai dengan niyyat berhukum sah dan ketika
tidak disertai dengan niyyat maka tidak sah.)8

d. Menurut Al ‘Iraqi As Syafi’i.

‫ال الشرعـيـة‬GGGG‫راد االعم‬GGGG‫ون الم‬GGGG‫ة ويك‬GGGG‫ا بالني‬GGGG‫انّــما االعــمال وجوده‬


(Sesungguhnya terwujudnya amal perbuatan hanya dengan
niyyat dan amal yang dimaksud adalah adalah amal perbuatan
yang dianjurkan syariat.)9

Selain itu, para Ulama’ dalam memahami hadits innmal a’malu bin
niyyat terbagi menjadi 4 (empat) golongan:

a. Ulama’ yang mensyaratkan niat sebagai patokan keabsahan ibadah


seperti Imam Syafi’I dan pengikutnya mentaqdirkan mudlaf yang
dibuang dari lafadz al a’mali yang sekaligus menempati tarkib
mubtada’ yang sesungguhnya dengan lafadz shihah (‫حة‬GGG‫)ص‬.
Penerapan mentaqdirkan lafadz shihah dalam redaksi hadits ini
adalah ‫ات‬GG‫ال بالني‬GG‫حة االعم‬GG‫ا ص‬GG‫ انم‬selain memberikan faidah bahwa
keabasahan ibadah hanya bisa diperoleh ketika bersamaan dengan
niyyat, juga memberikan pengertian bahwa amal-amal dihukumi
tidak sah ketika tanpa niyyat.

b. Ulama’ yang cenderung tidak menjadikan niyyat sebagai patokan


keabsahan niyyat seperti ulama’ madzhab Hanafi mentaqdirkan
mudlaf dari lafadz al a’mal yang sekaligus menempati tarkib
mubtada’ yang sesungguhnya dengan lafadz Kamalu ( ‫ال‬GG‫)كم‬.
Penerapan mentakdirkan mudlaf lafadz al a’mali dengan lafadz
7
Hasan bin Ali Al Mudabighi, Hasyiyah Fathul Mubin,hal 115
8
Syamsuddin As Sufayri Asy Syafi’I, Al Majalis Al Wa’dliyah, I/113
9
Zainuddin al ‘Iraqi, Tharhu At Tatsrib fi Syarhit Taqrib, II/ 8
kamalu dalam hadits ini adalah ‫ات‬GGG‫ال بالني‬GGG‫ال االعم‬GGG‫ا كم‬GGG‫ انم‬secara
otomatis menjadikan niyyat hanya sebagai sebagai unsur
kesempurnaan saja dalam amal ibadah.

c. Ulama’ mutaakhirin dari mdzhab Hanafi diantaranya adalah qadli


qudlat Syamsuddin As Saruji mentaqdirkan mudlaf dari lafadz al
a’mal yang sekaligus menempati tarkib mubtada’ yang
sesungguhnya dengan lafadz tsawabu ( ‫)ثواب‬.

d. Sebagaian Ulama’ tidak memperkenankan dalam Hadits ini untuk


mentaqdirkan mudlaf dari lafadz al a’mali dengan lafadz shihah,
kamal dan tsawab. Yang seharusnya ditaqdirkan dalam hadits ini
adalah ta’alluqnya huruf jar dalam lafadz bin niyyat. Adapun
penerapan mentakdirkan taa’lluqnya huruf jar dalam hadits ini
adalah ‫انّــما االعــمال وجودها بالنية‬.10

C. Kedudukan Hadits Innamal A’malu Bin Niyyaat.

Hadits Innamal A’malu Bin Niyyaat adalah Hadits yang mempunyai


kedudukan yang agung dikalangan para imam madzhab. Imam Abi Ubaydah
berkata “tidak ada dalam hadits Nabi sesuatu yang lebih penting dan lebih
banyak memberikan faedah kecuali hadits Hadits Innamal A’malu Bin
Niyyaat.
Imam Syafi’I, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Abu Dawud dan yang
lain nya sepakat bahwa Hadits Innamal A’malu Bin Niyyaat adalah sepertiga
ilmu. Argumentsi yang disampaikan oleh Imam Al Baihaqi tentang hadits
niyyat merupakan sepertiga ilmu adalah karena perbuatan manusia tidak
lepas dari 3 (tiga) aspek, yakni hati, lisan dan anggota badan. Niyyat
merupakan bagian dari tiga hal tersebut dan menjadi unsur yang paling
unggul/berbobot nilainya karena terkadang niyyat menjadi ibadah tersendiri
(mustaqillah) dan ibadah selain nya membutuhkan nya.11

10
Zainuddin al ‘Iraqi, Tharhu At Tatsrib fi Syarhit Taqrib, II/ 8
11
Abdullah bin Said Al Lahji, Idlahul Qawaidil Fiqhiyyah, hal 22
Sedangkan argumentasi Imam Ahmad bin Hanbal bahwa Hadits
innamal a’malu bin niyyat merupakan sepertiga dari ilmu, karena hadits ini
termasuk salah satu dari tiga hadits yang semua permasalahan hukum
dikembalikan kepada tiga hadits tersebut. Ketiga hadits tersebut adalah:12

1. ‫انما االعــمال بالنيـــات‬


“sesungguhnya perbuatan-perbuatan hanyalah dengan niat”

2. ‫من احدث في امرنا هذا ما ليس منه فهو ر ّد‬


“barangsiapa yang membuat pembaharuan dalam agamaku ini dengan
hal yang bukan darinya maka ia tertolak”

3. ‫الحالل بيـّـن والحرام بيـّن‬


“perkara yang halal itu jelas dan perkara yang haram itu juga jelas”

Sementara menurut sebagaian Ulama’, Hadits innmal a’malu bin


niyyat merupakan seperempat ilmu sesuai dengan rumusan Imam Abu
Dawud bahwa pokok dari Hadits Nabi itu ada 4 (empat):13

1. ‫انما االعــمال بالنيـــات‬


“sesungguhnya perbuatan-perbuatan hanyalah dengan niat”

2. ‫من حسن اسالم المرئ تركه ما ال يعنيــه‬


“sebagaian dari bagusnya keislaman seseorang adalah meninggalkan
perbuatan yang tidak bermanfaat bagi dirinya”

3. ‫الحالل بيـّـن والحرام بيـّن‬


“perkara yang halal itu jelas dan perkara yang haram itu juga jelas”

4. ‫ان هللا طيب ال يقـبل االّ طـيبا‬


“sesungguhnya Allah maha baik yang tidak akan menerima kecuali
perkara yang baik”

12
Kh Djamaluddin Ahmad, Al Inayah Syarahal Faraid Al Bahiyyah, hal 22
13
Kh Djamaluddin Ahmad, Al Inayah Syarahal Faraid Al Bahiyyah, hal 22
Hadits innamal a’malu bin niyyat menurut Ibn Mahdi menjadi dasar
pembahasa 30 bab ilmu Fiqh. Sedangkan menurut Imam Syafi’i, hadits ini
menjadi dasar pembahasan 70 bab fiqh.

Anda mungkin juga menyukai