Anda di halaman 1dari 10

HADITS MUKHTALIF

I. PENDAHULUAN Al-Quran adalan sumber utama ajaran islam, namun banyyak ayat ayat dalam al-Quran yang maknanya masih berbentuk global. Namun itu tidak oleh ijadikan alasan bagi kita untuk tidak menjalankan aturan-aturan Allah yang terdapat dalam al-Quran, sebab selain al-quran nab Muhammad SAW juga meninggalkan pedoman lain yaitu sunnah beliau, yang salah satu fungsinya adalah sebagai penjelas terhadap al-Quran. Teapi yang menjadi masalahnya adalah banyaknya ditemukan hadis-hadis dengan berbagai periwayatan dan makna yang tampak bertentangan yang disebut juga hadis-hadis mukhtalif, sehingga membawa kebingungan dalam memahaminya, manakah hadis yang akan dijadikan hujjah diantara hadis-hadis tersebut. Untuk itu penulis akan membahas seputar hadis mukhtalif.

II. PEMBAHASAN A. Pengertian Hadits Mukhtalif Mukhtalif berasal dari kata ikhtilaf (berbeda) yang merupakan lawan dari ittifaq (sesuai). Makna mukhtalif al-hadits adalah:

.
hadits-hadits yang sampai kepada kita dan berbeda satu sama lain dalam makna,artinya maknanya saling berlawanan.1

Menurut An-nawawi, seperti yang dikutip As-suyuti menerangkan bahwa hadis-hadis mukhtalif adalah dua buah hadis yang saling bertentangan pada makna lahiriyahnya, maka diantara keduanya itu dikompromikan atau ditarjih salah satunya.
1

Mahmud at-Tahhan, Taisir musthalah al-hadits (Beirut). h. 46.

Defenisi

yang

dikemukan

tersebut

sebenarnya

mengandung

kelemahan, karena dalam pengertian tersebut dikatakan hadits-hadits yang mukhtalif tersebut mencakup semua hadis yang secara lahiriyah tampak bertentangan, baik hadis-hadis tersebut sama dalam kategori

maqbul(memenuhi persyaratan untuk diterima dan dijadikan hujjah) tanpa ada batasan. Padahal, tidak semua hadis yang tampak saling bertentangan perlu dikaji untuk dapat ditemukan pengompromian dan penyelesaiannya, melainkan hanyalah apabila hadis-hadis tersebut sama-sama dalm kategori maqbul.2 Dalam buku qawaid fi ulumul hadis dirumuskan tentang pengertian hadis-hadis mukhtalif dengan menambahkan batasan dalam kategori maqbul. Sebagaimana dikemukakan oleh al-tahanuwi yaitu hadis-hadis mukhtalif adalah dua buah hadis maqbul yang saling bertentangan pada zhahirnya, dan maksud yang dituju keduanya itu dapat dikompromkan dengan cara yang wajar. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hadis-hadis mukhtalif adalah hadis shahih atau hasan yang secara lahiriyah tampak saling bertentangan dengan hadis shahih atau hasan lainnya. Namun makna yang sebenarnya atau maksud yang dituju oleh hadis-hadis tersebut tidaklah bertentangan satu dengan yang lainnya. Sebenarnya dapat dikompromikan atau dicari penyelesaiannya dalam bentuk nasikh atau tarjih.3 Sedangkan ilmu mukhtalif al-hadits secara isthilah adalah:

.
Ilmu yang membahas hadits-hadits yang tampaknya salintg bertentangan, lalu menghilangkan pertentangan itu atau mengkompromikannya, di

Edi Safri, al-Imam as-safeI metode penyelesaian hadis-hadis mukhtalif. Padang: IAIN IB press, 1999, h. 82 3 Ibid, h. 83

samping membahas hadits yang sulit difahami atau dimengerti, lalu menghilangkan kesulitan itu dan menjelaskan hakikatnya.4

Oleh karena itu ulama manamakan ilmu ini dengan sebutan ilmu musykil al-hadits, ilmu ikhtilaf al-hadits, ilmu tawil al-hadits ataupun ilmu talfiq al-hadits.

B. Latar Belakang Pentingnya Ilmu Mukhtalif Ulama memberikan perhatian serius terhadap ilmu mukhtalif hadits sejak zaman sahabat, yang menjadi rujukan utama segala persoalan setelah Rasulullah wafat. Mereka melakukan ijtihad mengenai berbagai hukum, memadukan antara berbagai hadits, menjelaskan, dan menerangkan maksudnya. Kemudian generasi demi generasi mengikuti jejak mereka dan mengkompromikan antara hadits yang tampaknya saling bertentangan dan menghilangkan kesulitan dalam memahaminya.

C. Urgensinya Ilmu Mukhtalif Pelajaran tentang ilmu ini merupakan salah satu ilmu yang penting dalam ulumul hadits, dan ilmu yang penting bagi para ahli hadits, fuqaha dan ulama-ulama lain. Yang menekuninya harus memiliki harus memiliki pemahaman yang mendalam, ilmu yang luas, terlatih dan berpegalaman. Dan yang bisa mendalaminya hanyalah yang mampu memadukan antara hadits dan fiqh. Ilmu ini merupakan salah satu buah dari penghafalan hadits, pemahaman secara mendalam terhadapnya, pengetahuan am dan khas-nya, yang mutlak dan muqayyad-nya dan hal-hal lain yang berkaitan dengan penguasaannya. Sebab tidak cukup bagi seseorang hanya dengan menghafal hadits, menghimpun sanad-sanadnya dan menandai kata-katanya tanpa memahaminya dan mengetahui kandungan hukumnya.

Ajaj al-khatib, Ushul al-Hadits,(Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007). h. 254.

D. Sebab-Sebab Terjadinya Hadits Mukhtalif Al-Hafnawi telah berhasil menemukan faktor-faktor penyebab timbulnya taarudh itu, yang kemudian disimpulkan faktornya sebagai berikut:5 1. Nash yang menjadi dalil itu berupa zhanni ad-dhalalah (sesuatu yang menunjukkan atas suatu makna, tetapi boleh jadi ditakwilkan dan dipalingkan maknanya dan maksudnya adalah makna yang lain), sehingga membuka peluang untuk pemahaman yang beragam. Keberagaman ini membawa kepada taarudh. 2. Adanya dua hadits yang terlihat saling bertentangan untuk masalah yang sama disebabkan karena diriwayatkan bahwa Rasulullah saw pernah menetapkan hukum yang sama untuk kasus yang sama. Misalnya kasus sempurna atau rusaknya shalat makmum akibat shalat rusaknya shalat imam. 3. Kadangkala salah satu di antara dua hadits dipandang taarudh yang sebenarnya salah satunya berstatus nasikh dan yang lain mansukh. 4. Kadangkala nabi menyebutkan lebih dari lebih dari satu cara untuk suatu perbuatan yang ketentuan hukumnya sama, yang sebenarnya ada kebolehan untuk memilih salah satu cara dari beberapa cara yang disebutkan. 5. Kadangkala terdapat lafaz nash yang datang dalam bentuk am dan yang dimaksud memang am. Namun ada lafaz am yang datang bukan maksudnya am melainkan khas dan begitu juga sebaliknya.

E. Cara-Cara Penyelesaian Hadits-Hadits Mukhtalif Kewajiban bagi yang menemukan dua hadits yang bertentangan yang juga maqbul keduanya, maka ada beberapa cara penyelesaiannya: 1. Apabila mungkin menghimpunkan keduanya, maka jelaskan cara penghimpunannya dan wajib beramal dengan keduanya.

Suhefri, Nasakh Al-Hadits Menurut Imam Syafii, (Jakarta: Bina Pratama. 2007). h. 56-61

2. Apabila tidak mungkin menghimpunkan keduanya ada cara sebagai berikut: a. jika diketahui salah satu keduanya nasikh, maka kita mendahulukan dan mengamalkan yang nasikh dan meninggalkan yang mansukh. b. Jika kita tidak mengetahui yang nasakh, maka kita menguatkan salah satunya terhadap yang lain dengan salah satu cara dari cara-cara tarjih. c. Jika tidak dikuatkan salah satunya terhadap yang lain (ini jarang), maka ditawaqquf-kan( dibiarkan) dari pengamalan dengan keduanya hingga jelas mana yang rajih.6 Prinsip pokok dalam menyelesaikan hadits-hadits yang saling bertentangan, urutannya sebagai berikut:7 1. al-jamu wa at-taufiq maksudnya adalah penyelesaian hadis-hadis mukhtalif yang

tampak(makna lahiriyah) dengan cara menelusuri titik temu kandungan makna masing-masingnya. Sehingga maksudyang sebenarnya yang dituju oleh yang dengan yang lainnya dapat dikompromikan.8 2. an-nasakh maksudnya adalah bahwa suatu hukum yang sebelumnya berlaku kemudian dinyatakan tidak berlaku lagi oleh syari (Allah dan rasulNya), yakni dengan didatangkannya dalil syari yang baru yang membawa ketentuan lain dari yang berlaku sebelumnya. 3. at-tarjih yaitu memperbandingan hadis-hadis yang tampak bertentangan yang bisa dikompromikan dan tidak pula terkait sebagai nasikh dan mansukh, dengan mengkaji lebih jauh hal-hal yang terkait dengan masingmasingnya agar dapat diketahui manakah sebenarnya diantara hadis-hadis tersebut yag lebih kuat atau lebih tinggi nilai hujjahnya dibanding dengan yang lain, untuk selanjutnya dipegang dan diamalkan yang kuat dan ditinggalkan yang lemah(lawannya).
6 7

Mahmud at-Tahhan. Op.cit. h. 47 Suhefri,op.cit h. 97. 8 Edi Safri, op. cit. h. 97

F. Contoh Hadits Mukhtalif 1. Contoh Jamu Wa Taufiq

: . , :
Artinya: Dari abu said al-khudri bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah saw: Ya Rasulullah, sesungguhnya di dalam telaga Budaah terdapat bangkai anjing dan darah haid (masih sucikah air itu)? nabi menjawab sesungguhnya air itu tidaklah dinajisi oleh sesuatu apapun juga. (HR. Abu Daud)

: : .
Artinya: Dari Abdullah bin Umar dari bapaknya berkata Rasulullah bersabda:Apabila jumlah air telah mencapai dua kullah maka dia tidak lagi mengandung najis.(HR. Abu Daud)

Dalam hadits nomor satu menyatakan air tidak dinajisi oleh seseuatu harus difahami sebagai pernyataan yang bersifat umum. Dan hadits yang kedua menyatakan pembatasan( takhsis). Maka air yang sudah melegihi dua kullah, maka tidak dipandang najis walaupun ada najis di dalamnya.9

2. Contoh Nasakh

: , . :

Ibid. h. 63.

Artinya: dari syidad bin Aus berkata: saya bersama nabi saw pada saat penaklukan mekkah. Nabi melihat seseorang sedang berbekam pada tanggal 18 Ramadhan. Lalu nabi bersabda: orang yang berbekam dan yang dibekam batal puasanya. (HR. Abu Daud)

.
Artinya: dari Ibnu Abbas ia menerangkan juga bahwa Rasulullah saw berbekam pada saat beliau sedang berihram dan berpuasa. (HR. Ibnu Majah) Hadits pertama menyatakan batal puasa karena berbekam. Dan hadits ini muncul pada saat penaklukan mekkah. Hadits kedua muncul pada saat haji wada dua tahun setelah penaklukan mekkah. Jadi yang diamalkan adalah hadits yang kedua yang merupakan nasikh dan hadits pertama merupakan mansukh.10

3. Contoh Tarjih

: , : . ,
Artinya: dari ibnu abi bardah berkata, Ziyad bin abi Jaad memegang tanganku lalu menempatkanku di samping seorang syekh yaitu salah seorang sahabat nabi saw bernama Wabishah bin mabad. Lalu Ziyad berkata: Syekh ini telah memberitahukan kepadaku bahwa Rasulullah saw melihat seseorang shalat di belakang imam sendirian, maka nabi menyuruhnya untuk mengulangi shalat.

10

Ibid. h. 66.

: , .
Artinya: dari putra Abdillah dia pernah mendengar pamannya anas bin malik berkata: saya dan seorang yatim shalat dibelakang Rasulullah di rumah kami. Sedangkan Ummu Salamah di belakang nabi di belakang nabi sendirian.(HR. Al-Bukhari) Hadits pertama menyebutkan tentang wajib mengulang shalat bagi orang yang shalat sendirian di belakang imam. Hadits kedua menceritakan tentang tidak wajib mengulang shalat bagi orang yang shalat sendirian di belakang imam. Maka hadits yang kedua lebih kuat dari yang pertama dengan pertimbangan bahwa ketika kita shalat sendirian sudah mencukupi untuk dirinya dan imam juga shalat sendirian di depan. Jadi, hadits tentang posisi imam dan makmum yang sendirian menunjukkan bahwa tidak ada sesuatu apapun yang merusak terhadap shalat sendirian.11 Namun menurut pemakalah, kedua hadits ini bisa ditalfiqkan (digabungkan). Alasannya bahwa hadits pertama wajib mengulang shalat jika ia berdiri sendiri di belakang imam. Dan disini menunjukkan adanya kewajiban untuk berdiri di samping imam jika ia memang dia sendiri makmumnya. Sedangkan hadits kedua tidak wajib mengulang shalat bagi makmum perempuan walau ia sendirian. Karena perempuan yang sendirian dalam shalat berjamaah tidak mungkin barcampur dengan laki-laki dalam satu shaf.

G. Kitab-Kitab Hadits Mukhtalif Para ulama yang terkenal mengarang kitab tentang mukhtalif alhadits:12

11 12

Ibid. h. 64-65.

Rahman, Fatchur. Ikhtisar Musthalahul Hadits. (Bandung: PT. Al-Maarif.

1991).h.296.

1. Ikhtilaf Al-Hadits, karya imam Syafii, dia yang pertama pertama berbicara dan mengarang tentang ilmu ini. 2. Tawil Mukhtalif Al-Hadits, karya Al-Hafizh Abdullah bin Muslim bin Qutaibah ad-Dainury(213-276 H) 3. Musykil Al-Atsar, karya Imam Abu Jafar Ahmad bin Muhammad atThuhawi (239-321 H). 4. Musykilul Hadits Wa Bayanuhu, karya al-Muhaddits Abu Bakar Muhammad bin al-Hasan (Ibnu Farak) al-Anshary al-Ashibany.

III. PENUTUP Hadis-hadis mukhtalif adalah hadis shahih atau hasan yang secara lahiriyah tampak saling bertentangan dengan hadis shahih atau hasan lainnya. Namun makna yang sebenarnya atau maksud yang dituju oleh hadi-hadis tersebu tidaklah bertentangan satu dengan yang lainnya sebenarnya dapat dikompromikan atau dicari penyelesaiannya dalam bentuk nasikh atau tarjih. Ilmu mukhtalif al-hadits adalah ilmu yang membahas hadits-hadits yang tampaknya saling bertentangan, lalu menghilangkan pertentangan itu atau mengkompromikannya, di samping membahas hadits yang sulit difahami atau dimengerti, lalu menghilangkan kesulitan itu dan menjelaskan hakikatnya. Sebenarnya dalam hadits Rasulullah tidak ada yang saling bertentanga. Pada zahirnya ia memang bertentangan, namun ini terjadi karena di antara hadits nabi ada yang nasakh, yang tarjih, dan juga karena kebijaksanaan Rasulullah dalam mengeluarkan hadits sesuai dengan situasi dan kondisi. Prinsip pokok dalam menyelesaikan hadits-hadits yang saling bertentangan, urutannya adalah al-jamu wa at-taufiq, an-naskh, at-tarjih at-takhyir.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Al-khatib, Ajaj, Ushul al-Hadits,Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007. Safri, Edi, al-Imam as-safeI metode penyelesaian hadis-hadis mukhtalif. Padang: IAIN IB Press, 1999. Rahman, Fatchur. Ikhtisar Musthalahul Hadits. Bandung: PT. Al-Maarif. 1991. At-Tahhan, Mahmud, Taisir Musthalah Al-Hadits Beirut. Suhefri, Nasakh Al-Hadits Menurut Imam Syafii, Jakarta: Bina Pratama. 2007.

10

Anda mungkin juga menyukai