Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

AL MUSYTARAK

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Ushul Fiqh

Dosen Pengampu: Muhamat Nur Maarif, M.H.

Disusun oleh:

1. Noor Ma’rifatun Nisak (2020110084)


2. Ridlo Noor Hidayah (2020110085)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

FAKULTAS SYARI’AH

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul Al Musytarak. Makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fiqh. Disamping itu, dibuatnya makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan mengenai Al Musytarak dalam memahami ilmu agama
khususnya pada bab dalam menentukan hukum Islam, bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami sangat menyadari, makalah yang kami susun masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kami sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran yang membangun demi kemajuan
makalah yang akan kami buat ke depannya.

2
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu ushul fiqh sebenarnya merupakan ilmu yang tidak bisa diabaikan oleh seorang Mujtahid
dalam upayanya memberi penjelsan mengenai nash-nash syariat islam dan dalam menggali
hukum islam yng tidak terdapat nash padanya. Ia juga merupakan ilmu yang diperlukan bagi
seorang Hakim (Qadhi) dalam usaha memahami materi secara sepurna.

Kaidah-kaidah pokok bahasa juga dibahas dalam ilmu ushul fiqh. Dalam bagian ini tampaknya
ketelitian untuk para pengaji untuk memahami nash-nash, dan ketelitian bahasa arab dalam
dalalahnya kepada beberapa makna yang dikandungnnya.

Dengan adanya kemampuan ini para ulama syariat dapat menggali hukum-hukum syariat islam
dari beberapa nashnya yng meskipun mempunyai makna yang ganda. Dan dapat menghilangkan
kesulitan-kesulitan tersebut dalam rangka menjelaskan tenteng hukum-hukum syariat islam,
walaupun mempuanyai arti yang ganda atau bahkan lebih banyak.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian lafadz musytarak ?

2. Bagaimana sebab timbulnya lafadz musytarak ?

3. Bagaimana hukum lafadz musytarak dan dalalahnya?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian lafadz musytarak

2. Mengetahui sebab timbulnya lafadz musytarak


3. Mengetahui hukum lafadz musytarak dan dalalahnya

iii
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dari Al-Musytarak


Al-Musytarak adalah sebuah lafadz yang mempunyai arti banyak dengan kegunaan yang banyak
pula. Seperti lafadz (‫( ) ال س نة‬tahun) yang bisa berarti tahun hijriah atau miladiyah. Lafadz ( ‫ال يد‬
) (tangan) yang bisa berarti tangan kanan dan juga bisa berarti tangan kiri.

Al-musytarak juga bisa berarti suatu lafadz yang mempunyai dua arti atau lebih dengan
kegunaan yang banyak yang dapat menunjukkan arti ini atau arti itu. Seperti lafadz ( ‫) ال ع ين‬
yang bisa berarti mata, sumber mata air, dan reserse (mata-mata).

Musytarak adalah suatu lafadz yang mempunyai dua arti yang sebenarnya dan arti-arti tersebut
berbeda-beda. Apabila arti yang sebenarnya hanya satu dan yang lain majaz, maka tidak tidak
dikatakan musytarak. Umumnya ulama ushul, menepatkan lafadz musytarak ini pada kelompok
al-khash, dan al-‘am yaitu dilihat dari segi penetapan lafadz bagi suatu makna.

Lafadz disebut musytarak disyaratkan dua hal yaitu :

1. Terdapat beberapa penerapan suatau lafadz dan juga


2. Terdapat pengertian dari lafadz diterapkan dua kali atau lebih untuk dua pengertian atau
lebih.

Jadi, lafadz musytarak dapat diartikan lafadz yang diletakan untuk dua makna atau lebih dengan
peletakan nag bermacam-macam, diman lafadz itu menunjukan makna yang ditetapkan secara
bergantian, artinya lafadz itu menunjukan makna ini atau makna itu. Sebagaimana lafadz ain
ditetapkan menurut bahasa untuk pandangan, untuk mata air yang bersumber, dan mata-mata.
Lafadz al-quru ditetapkan dalam bahasa, untuk pengertian suci dan haidh.

Ketika kita menjumpai suatu lafdz dalam Al-Quran dan ditemukan pemaknaan yang berbeda dari
referensi satu dengan referensi yang lain maka lafadz tersebut teramsuk lafadz musytarak. Untuk
memilih makna lafadz yang lebih sesuai dengan lafadz yang lebih sesuai dengan lafadz tersebut

iv
maka jalan yang lebih utamaadalah mengambil pemaknaan secara syar’i bukan lugowi, yang
akan diuraikan lebih mendalam.1

B. Sebab-sebab Timbulnya Lafadz Musytarak


Sebab-sebab adanya lafadz musytarak dalam bahasa banyak sekali, diantaranya yang terpenting
ialah perbedaan kabilah dalam mempergunakan lafadz untuk menunjukan kepada beberapa
makna. Sebagian kabilah memutlakan lafadz yad pada seluruh hasta sebagian kabilah yang lai
memutlakan lafadz yad pada pada lengan dan telapak tangan. Dan sebagian kabilah yang lain
memutlakannya pad atelapak tangan secara khusus.

Selanjutnya para ulama mengutip bahasa menetapkan bahwasanya tangan dalam bahasa arab
adalah lafadz musytarakantara pengertian yang tiga tersebut. Dimana sebabnya lagi ialah
penetapan suatu lafadz itu diperguanakan tidak pada pebnetapannya secara majas.

Apapun yang menjadi sebab persekutuan makna dalam lafadz menurut bahasa, maka
sesungguhnya lafadz yang musytarak antara dua makna atau lebih tidaklah sedikit didalam
bahasa, dan terdapat dalam nash-nash syar’iyyah, baik ayat-ayat Al-Quran maupun hadits
Rasulullah.

Timbulnya lafadz musytarak :

a) Perbedaan beberap suku di dalam lafadz-lafadz untuk menunjukkan beberapa arti. Suku
bangsa arab terdiri dari dua golongan yaitu golongan Adnan dan golongan Qathan. Masing-
masing golongan ini terdiri dari suku yang bermacam-macam dan dusun yang terpencar-pencar
yang berbeda-beda tempat dan lingkungannya. Kadang-kadang suatu suku membikin nama
untuk suatu pengertian. Kemudian suku lain menggunakan nama tersebut untuk sesuatu
pengertian lainnya yang tidak dimaksud oleh suku pertama. Kadang-kadang antara kedua
pengertian itu tidak ada sangkut pautnya. Tatkala bahasa Arab diambil orang lain dan dibukukan
kedua pengertian itu diambil begitu saja tanpa memperhatikan hubungannya dengan suku yang
membikinnya semula.2

1
Abdul Wahab Khallaf. Kaidah-kaidah Hukum islam. Jakarta: PT Raja Grafindo. 1996. Hal:292-293

2
Syafi’I Karim. Fiqih Ushul Fiqih. Bandung: CV Pustaka Setia. 1997. Hal: 196
v
Misalnya sebagian suku mengartikan ( ‫ ) ال يد‬dengan keeseluruhan hasta (tangan), yang lain
mengartikan ( ‫ ) ال يد‬dengan lengan tangan atau tapak tangan. Dan yang lain lagi mengartikan
dengan tapak tangan saja. Maka para ahli bahasa menetapkan bahwa ( ‫ ) ال يد‬menurut bahasa
Arab adalah lafadz yang mempunyai tiga arti yaitu lafadz yang digunakan untuk arti secara
3
hakikat, kemudian digunakan untuk arti lain secara majaz.

b) Antara kedua pengertian terdapat arti dasar yang sama. Karenannya, satu lafal bisa
digunakan untuk kedua pengertian tersebut. Inilah yang disebut isytirak ma’ani (persekutuan
batin ). Kadang-kadang lantas orang melupakan arti yang dapat mengumpulkan kedua pengertian
tersebut, dan disangkanya hanya isytirak lafzi (persekutuan) lafal saja. Sebagaimana lafal qur’un
yang artinya semula ialah waktu tertentu. Karennya malaria disebut qur’un, karena mempunyai
waktu yang tertentu. Orang perempuan dikatakan mempunyai qur’un sebab ia mempunyai
datang bulan yang tertentu dan waktu suci yang tertentu.

Arti dasar yang menghubungkan berbagai-bagai pengertian qur’un ialah waktu yang tertentu
(isytirak ma’nawi). Tetapi arti yang menghuungkan arti ini kemudian dilupakan, sehingga tidak
dikenal hubungannya suci dan datang bulan dan dinamaknnya isytirak lafzi.

c) mula-mula sesuatu lafal digunakan untuk sesuatu arti, kemudian berpindah kepada arti
yang lain dengan jalan majaz, karena adannya ‘alaqah (hubungannya). Alaqah ini dilupakan dan
kemudian hilang maka disangka kata tersebut digunakan untuk kedua arti yang sebenarnya
(haqiqi) tanpa mengetahui adannya alaqah tersebut.

C. Hukum Lafadz Musytarak dan Dalalahnya


Maksud dari pada syari’at ialah agar kita beramal menurut ketentuan arti lafal-lafal yang datang
daripadanya. Lafal Musytarak tidak dapat menunjukkan salah satu artinya yang tertentu. (dari
arti-arti lafal musytarak) selama tidak ada hal-hal (qarinah) yang menjelaskannya. Apabila ada
lafal musytarak tanpa penjelasan, padahal yang dikehendaki oleh salah satu artinya maka dengan
sendirinya lafal musytarak tersebut ditinggalkan. Sebab tidak mungkin kita bisa beramal sesuai
dengan petunjuknya (lafal musytarak) selama kita tidak mengetahui maksud sebenarnya.

3
Abdul Wahab Khallaf. Op Cit. hal: 293
vi
Berhubung dengan itu, tiap-tiap lafal musytarak yang datang dari syari’at tentu disertai qarinah,
baik qawliah (perkataan) atau haliyah (keadaan/suasana).

Contoh:
ُ ََ َ ُ َْ َّ َ َ ‫َو ْال ُم َط َّلقٰ ُت َٰي‬
ٰ‫تب ْص َن ِٰبانف ِس ِه َّنٰثلٰثةٰق ُر ْٰوء‬

(Al Baqarah228)

Artinya: Isteri-isteri yang diceraikan, hendaklah berdiam diri (beribadah) tiga kali suci.

Lafal Qur’un mempunyai dua arti, yaitu datang bulan (haid) dan suci. Mana yang dikehendaki
ayat tersebut dari kedua arti ini. Yang dikehendaki ialah datang bulan menurut satu pendapat.
Keterangannya adalah sebagai berikut:

Sebagaimana yang telah diterangkan diatas, bahwa arti qur’un semula ialah waktu yang tertentu.
Waktu yang tertentu hanya terdapat dalam hal-hal yang bergiliran, yang datang kepada keadaan
yang asal (pokok). Maka yang bergiliran disini tidak hanya lain hanya datang bulan, sebab suci
adalah keadaan yang asal. Dapat pula ditambahkan keterangannya

a. Maksud ‘Iddah ialah untuk mengetahui tentang tidak adannya kandungan. Tidak adannya
kandungan hanya dapat diketahui dengan adannya datang bulan.

b. Qur’an tidak bisa menyebutkan hal-hal yang kurang baik di dengar.

Dari contoh di atas kita mengetahui bahwa yang dimaksud lafal Musytarak di sini hanya satu arti
saja. Qarinah di sini ialah haliyyah (keadaan).4

Contoh lain :

Kata yad (tangan) dalam firman Allah SWT:


َ َ ْ َ ُ َ َّ َ ُ َّ َ
‫الس ِارقةٰفاقط ُع ْٰواٰا ْي ِد َي ُه َما‬‫والس ِارقٰو‬

Artinya:

4
Syafi’I Karim. Fiqih Ushul Fiqih. Bandung: CV Pustaka Setia. Hal: 197-198

vii
“laki-laki yang mencuri dan wanita yang mencuri, potonglah tangan keduannya “ (QS Al-
Maidah: 38)

Kata tersebut adalah musytarak antara dzira’ (dari ujung jari hingga ujung bahu), antara telapak
tangan dan lengan (dari ujung jari sampai dengan siku) dan antara tangan kiri dan kanan. Jumhur
mujtahid beristidlal dengan sunnah amaliyyah untuk menentukan yang dimaksud dengan tangan
ayat itu, yakni dari ujung jari sampai dengan dua pergelangan pda tangan kanan.

Tidaklah sah menghendaki suatu lafadz musytarak dengan dua makna atau lebih secara
sekaligus, sekiranya hukum yang ada dalam satu waktu, karena sebenarnya suatau lafadz
tidaklah dikehandaki oleh syar’I kecuali pada satu makna saja dari beberapa maknanya,
penetapannya untuk beberapa makna hanyalah dalam rangka pertukaran makna, artinya bahwa
lafadz itu adakalanya menunjukan arti itu.

Demikian pula halnya dalam nash perundang-undangan hukum positif, apabila lafadz musytarak
di dalamnya antara sejumlah makna kebiasaan, dan pembuat undang-undang tidak menjelaskan
makna yang dikehendaaki dari lafad itu, maka wajib dilakukan ijtihatuntuk menenukan
maknanya. Tidaklah sah memaksudkan lebih dari satu makna pada lafadz musytarak yang
terdapat dalam nash, karena lafadz musytarak tidaklah ditetapkan kecuali untuk satu makna saja,
akan tetapi satu makna itu berkisar antara dua makna atau lebih.

Jika lafadz musytarak yang ada dalam nash syara’ itu musytarak antara makna kebahasaan dan
makna terminologis syar’i, maka wajib dimaksudkan sebagai maknanya yang bersifat
terminologis syar’i. kata shalat misalnya ditetapkan menurut bahasa untuk pengertian do’a, dan
ia ditetapkan menurut syara’ untuk ibadah tertentu. Maka dalam firman Allah SWT :

Artinya : “ dirikanlah shalat”

Yang dimaksud dari lafadz itu adalah maknanya yang bersifat syar’i, yaitu ibadah tertentu.
Bukan makna kebahasaanya, yaitu do’a. kata Thalaq ditetapakan menurut bahasa untuk
melepaskan ikatan saja,dan menurut syara’ ia diletakkan untuk pelepasan ikatan pernikahan yang
shahih.

Apabila lafadz musytarak dalam nash syar’i adalah musytarak antara sejumlah mskna
kebahasaan, mska wajib dilakukan ijtihat untuk menentukan makna yang dikehendaki
viii
darpadanya, karena syar’i tidaklah menghendaki pada suatu lafadz kecuali salah satu makna saja.
Dan seorang mujtahid berkewajiban untuk mengambil penunjuk dengan berbagai qarinah dan
tanda-tanda serta dalil-dalil untuk menetukan maksudnya itu.

Hal-hal diatas dilakukan untuk tidak menimbulkan kebingungan pada masyarakat awam jika
menjumpai lafadz mustarak. Tidaklah sah menghendaki suatu lafadz musytarak dengan dua
makna atau lebih secara sekaligus, sekiranya hukum yang ada dalam satu waktu karena
sebenarnya suatu lafadz tidaklah dikehendaki oleh syar’i kecuali padasatu makna saja dari
beberapa maknanya. Penetapannya untuk beberapa makna hanyalah dalam rangka pertukatan
makna, artinya bahwa lafadz itu adakalanya menunjukan arti itu. Adapun penunjukannya
terhadap arti ini dan arti itub sekaligus dalam satu waktu.5

5
Abdul Wahhab Khallaf. Ilmu Ushul Fiqh. Semarang: Dina Utama. 1994. Hal: 275

di March 10, 2016


ix
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Al-Musytarak adalah sebuah lafadz yang mempunyai arti banyak dengan kegunaan yang banyak
pula. Seperti lafadz (‫( ) ال س نة‬tahun) yang bisa berarti tahun hijriah atau miladiyah. Lafadz ( ‫ال يد‬
) (tangan) yang bisa berarti tangan kanan dan juga bisa berarti tangan kiri.

Timbulnya lafadz musytarak dikarenakan Perbedaan beberap suku di dalam lafadz-lafadz untuk
menunjukkan beberapa arti. Suku bangsa arab terdiri dari dua golongan yaitu golongan Adnan
dan golongan Qathan. Dan antara kedua pengertian terdapat arti dasar yang sama. mula-mula
sesuatu lafal digunakan untuk sesuatu arti, kemudian berpindah kepada arti yang lain dengan
jalan majaz,

Lafal Musytarak tidak dapat menunjukkan salah satu artinya yang tertentu. (dari arti-arti lafal
musytarak) selama tidak ada hal-hal (qarinah) yang menjelaskannya.

x
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Syasi’i. Fiqih Ushul Fiqih. Bandung: CV Pustaka Setia. 1997.

Wahab Khallah, Abdul. Ilmu Ushul Fiqh. Semarang: Dina Utama. 1994.

Wahab Khallaf, Abdul. Kaidah-kaidah Hukum islam. Jakarta: PT Raja Grafindo. 1996.

xi

Anda mungkin juga menyukai