Anda di halaman 1dari 12

Makalah

“Mujmal dan Mubayyan”


(Makalah ini disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an)
Dosen Mata Kuliah: Ustadz Syaiful Arief, M.Ag

Disusun oleh:
Kelompok 1
Muhammad Fathurrahman (211120029)
Imam Prameza (211110003)
Muhamad Fathurrahman (211110034)
Muhammad Alfarizi Darmawan (211120023)
Dhiyaul Haq (211120020)

Fakultas Syariah
Perguruan Tinggi Ilmu Qur’an
Tp: 2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, Shalawat serta salam
tetap tercurahkan kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga,
sahabat, dan serta seluruh pengikutnya hingga akhir zaman. Atas rahmat dan
karunia-Nya kami telah selesai menyusun makalah yang berjudul “ Mujmal dan
Mubayyan”.
Makalah ini kami susun guna menyelesaikan tugas kelompok dari mata
kuliah Ulumul quran dengan dosen Ustadz Syaiful arief M. Ag. Adapun ruang
lingkup pembahasan makalah ini meliputi: Pengertian Mujmal dan Mubayyan,
pembagian bentuk Mujmal dan Mubayyan serta contoh-contohnya, dan sebab-
sebab kemujmalan lafadz.
Pembaca mungkin akan menemukan beberapa kekurangan dan kesalahan
penulisan dalam makalah ini, oleh karena itu kami senantiasa mengharapkan saran
dan kritik dari para pembaca demi perbaikan di masa yang akan datang.
Tak lupa kami mengucapkan terimakasih pada seluruh pihak yang ikut
membantu dalam penyelesaiann makalah ini sehingga dapat terselesaikan tepat
waktu,
Akhir kata, semoga makalah ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi syiar Islam.

Jakarta, 16 Januari 2021

Penyusun,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................2
BAB 1........................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................4
A. Latar Belakang................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................4
C. Tujuan.............................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................5
PEMBAHASAN........................................................................................................5
A. Pengertian Mujmal dan Mubayyan.................................................................5
1. Mujmal........................................................................................................5
2. Mubayyan....................................................................................................5
B. Hukum Mujmal...................................................................................................6
C. Pembagian Bentuk Mujmal dan Mubayyan....................................................7
1. Mujmal........................................................................................................7
2. Mubayyan....................................................................................................7
D. Sebab-Sebab Kemujmalan Lafadz..................................................................9
BAB III....................................................................................................................11
PENUTUP................................................................................................................11
Kesimpulan...........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................12

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setelah Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬wafat, beliau meninggalkan dua perkara yang
akan menjadi pedoman manusia hidup di dunia agar tidak tersesat, yaitu Al-Qur’an
dan Hadits. Allah SWT juga menurunkan syariat samawiyah kepada para utusan-
Nya untuk memperbaiki umat di bidang akidah, ibadah, dan muamalah.Tentang
bidang akidah dan muamalah memiliki prinsip yang sama yaitu bertujuan
membersihkan jiwa dan memelihara keselamatan masyarakat.
Segala pedoman untuk melaksanakan syari’at Islam sudah terkandung di
dalam Al-Qur’an dan Hadits. Namun, terkadang ada beberapa ayat yang masih
belum terlalu jelas dan belum dapat dipahami maksudnya. Maka, ayat-ayat tersebut
masih harus memerlukan penjelas (al-bayan), baik penjelasan itu dari Allah
langsung maupun penjelasan melalui Rasulullah ‫ﷺ‬.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Mujmal dan Mubayyan?
2. Bagaimana pembagian bentuk Mujmal dan Mubayyan serta contoh-
contohnya?
3. Bagaimana sebab-sebab kemujmalan lafadz?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Mujmal dan Mubayyan
2. Mengetahui pembagian bentuk Mujmal dan Mubayyan serta contoh-
contohnya
3. Mengetahui sebab-sebab kemujmalan lafadz

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mujmal dan Mubayyan


1. Mujmal
Pengertian mujmal adalah yang tidak jelas maknanya.1 Secara istilah,
mujmal adalah ucapan atau perbuatan yang dalalah (arah maknanya) tidak
jelas dan membutuhkan bayan (penjelasan).
2
Jumhur ulama Ushul Fiqh berpendapat, bahwa mujmal pengertiannya
adalah perkataan atau perbuatan yang tidak jelas petunjuknya.
Sedangkan menurut Abu Ishaq Al-Syirazi yakni lafadz yang belum
jelas maknanya, sehingga dalam memahaminya membutuhkan penjelasan
dari luar (mubayyan) atau jika ada penafsiran/penjelasan dari pembuat
(syari’) mujmal.3
Imam Sarakhasi mendefenisikan mujmal adalah suatu lafal yang tidak
dapat dipahami maksudnya kecuali ada penjelasan dari yang
mengeluarkan lafal mujmal itu dan melalui penjelasannya diketahui
maksud lafal tersebut.
Wahbah Al-Zulaili mendefenisikan mujmal adalah lafal yang sulit
dipahami maksudnya kecuali melalui penjelasan dari mutakallim (orang
yang mengucapkan).

2. Mubayyan
Secara etimologi, mubayyan berarti ‘yang menjelaskan atau yang
merinci’. Sedangkan menurut terminologi, terdapat dua redaksi yang
sama-sama dikemukakan ulama Ushul Fiqh tentang pengertian mubayyan.
Pertama, mubayyan adalah upaya menyingkapkan makna dari suatu
pembicaraan (kalam) serta menjelaskan secara terperinci hal-hal yang
tersembunyi dari pembicaraan tersebut kepada orang-orang yang dibebani
hukum (mukallaf). Kedua, mubayyan adalah mengeluarkan suatu
ungkapan dari keraguan menjadi jelas. 4 Maksudnya ialah, jika ada
ungkapan yang masih bersifat mujmal (global) maka perlu mubayyan
(penjelasan) agar ungkapan tersebut menjadi jelas.

1
Al-Itqan
2
Syarah Al-Waraqat
3
Abdul Aziz Dahlan (et all.), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 6 (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,
1996), 1214.
4
Abdul Aziz Dahlan (et all), op.cit, h.1216.
5
Istilah mubayyan adalah lawan dari lawan mujmal.secara istilah para
ahli ushul fiqh mendefenisikan mubayyan sebagai berikut:
Mubayyan adalah suatu lafal yang dalalahnya telah jelas dengan
memperhatikan maknanya.
Menurut hemat penyusun, dapat ditarik kesimpulan bahwa
pengertian dari mujmal dan mubayan adalah yakni, mujmal ialah suatu
lafadz atau ungkapan yang masih bersifat global/umum yang maknanya
belum dapat dipahami secara jelas. Sedangkan mubayyan ialah suatu
lafadz atau ungkapan yang dapat menjelaskan maksud dari makna yang
mujmal.

B. Hukum Mujmal
Hukum mujmal yaitu kita bersikap tawaqquf (diam) dalam menentukan
maksud tersebut maka tidak boleh mengamalkannya kecuali jika ada
penjelasan dari syâri’. Jika penjelasan tersebut sempurna dan jelas maka lafal
hukum mujmal berpindah ke hukum mufassar dan hukumnya berlaku. Seperti
lafal shalat, zakat dan haji. Tetapi jika penjelasan tersebut tidak sempurna dan
adanya kesamaran maka berpindah ke hukum musykil. Dalam hal ini,
mujthahid berupaya kuat untuk menghilangkan kemusykilan yang terdapat
dalam lafal tersebut dengan tidak bergantung pada penjelasan baru dari
syari’misalnya lafal riba pada firman allah surah al-baqarah ayat 275:
‫وَأ َح َّل هَّللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم الرِّ بَا‬ 
َ
Artinya:” Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
 Menurut Abu Hanifah, lafal riba di ayat ini mujmal karena riba secara
bahasa berarti tambahan . Sebagaimana yang kita ketahui tidak semua
tambahan termaksuk riba. Jual beli yang disyariatkan Islam bertujuan untuk
memperoleh keuntungan dan penambahan. Namun yang dilarang dalam Islam
adalah tambahan dalam bentuk transaksi tanpa ada pengganti yang
diisyaratkan ketika transaksi berlansung. Atau tidak didukung oleh penjelasan
syari’. Dalam hal ini nabi hanya menjelaskan enam jenis barang yang
termaksuk riba, yaitu emas, perak, gandum, jelai, korma, dan garam( HR.
bukhari). Untuk itu oleh para ulama oleh melakukan berijtihad  menentukan
riba dengan cara meng qiyaskan.

6
C. Pembagian Bentuk Mujmal dan Mubayyan
1. Mujmal
a. Lafadz yang secara lughat tidak dipahami maknanya. Penyebabnya
adalah lafadz tersebut gharib/asing, seperti kata ‫ ا ْل ُهلُ ُع‬sebelum ditafsiri.
b. Lafadz yang maknanya diketahui secara lughat, namun tidak
dikehendaki, dan justru menghendaki makna lain. Penyebabnya
adalah pembicara sengaja menyamarkan. Seperti kata; ar-Riba, as-
Shalat, dan az-Zakat. Makna yang dipakai bukan secara bahasa, tetapi
yang dipakai adalah secara istilah atau secara syar’i atau sesuai
dengan konteks pembicaraan.
c. Lafadz yang maknanya diketahui secara lughat, namun berjumlah
banyak dan yang dikehendaki hanya satu serta tidak mungkin
menentukannya karena buntunya metode tarjih. Seperti lafadz
musytarak. Penyebabnya adalah banyaknya wadh’i (pembuat bahasa)
atau terlupakannya pembuat bahasa pertama, jika pembuatnya selain
Allah SWT. Lafadz yang memiliki banyak makna dan antara makna
satu dengan yang lain kadang berbeda maknanya.

2. Mubayyan
Rukun dari bayan ada tiga macam:
a. Mubayyan (yang dijelaskan), yakni dalil mujmal di atas.
b. Mubayyan lahu, yakni mereka orang mukallaf yang terkena khitab
(pembicaraan).
c. Mubayyin (yang menjelaskan), ada beberapa macam:
 Berbentuk ucapan. Adakalanya dari Allah SWT, contoh QS. Al-
Baqarah: 69;
ٰ
َ ‫ٱلنَّ ِظ ِرينَ تَسُرُّ لَّوْ نُهَا فَاقِ ٌ^ع‬
‫ص ْف َرٓا ُء‬
"Adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi
menyenangkan orang-orang yang memandangnya".
Sebagai bayan dari firman Allah SWT QS. Al-Baqarah: 67;
۟ ‫بَقَ َرةً ت َْذبَح‬
ۖ ‫ُوا َأن يَْأ ُم ُر ُك ْ^م ٱهَّلل َ ِإ َّن‬
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi
betina"

7
Adakalanya dari Nabi ‫ﷺ‬, contoh, sabda Nabi:

ِ ْ‫ َو َما ُسقِ َى بِالنَّض‬، ‫ت ال َّس َما ُء َو ْال ُعيُونُ َأوْ َكانَ َعثَ ِريًّا ْال ُع ْش ُر‬
ُ‫ح نِصْ ف‬ ِ َ‫فِي َما َسق‬
‫ْال ُع ْش ِر‬
“Tanaman yang diairi dengan air hujan atau dengan mata air atau
dengan air tada hujan, maka dikenai zakat 1/10 (10%).
Sedangkan tanaman yang diairi dengan mengeluarkan biaya,
maka dikenai zakat 1/20 (5%).”5
Sebagai bayan dari firman Allah SWT QS. Al-An’am: 141;
۟ ‫َۖ و َءا ُت‬
َ ‫وا َح َّقهُۥ َي ْو َم َح‬
‫صا ِدهِۦ‬
“dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan
disedekahkan kepada fakir miskin)”

 Berbentuk perbuatan, contoh, sabda Nabi ‫ﷺ‬:


َ ‫صلُّ ْوا َك َما َرَأ ْي ُتم ُْونِيْ ُأ‬
ْ‫صلِّي‬ َ
 "Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihatku melakukan sholat."6
Sebagai bayan dari firman Allah SWT QS. Al-An’am: 72;
‫صلَ ٰو َة‬ ۟ ‫َأقِيم‬
َّ ‫ُوا ٱل‬
“Dirikanlah sholat”

 Berbentuk surat,contoh surat yang dikirim Nabi ‫ ﷺ‬pada


penduduk Yaman tentang penjelasan dhiyat nyawa dan anggota
badan. Juga surat surat yang dikirimkan Nabi ‫ ﷺ‬tentang
penjelasan kadar zakat.

 Berbentuk isyarah, contoh isyarat Nabi ‫ ﷺ‬dengan kesepuluh


jarinya sebanyak tiga kali sebagai penjelasan tentang bilangan
hari dalam satu bulan, yakni tiga puluh hari. Kemudian beliau
mengulangi isyaratnya tiga kali dan pada ketiga kalinya
mengurangi satu jarinya, yang artinya terkadang dalam satu bulan
hanya ada dua puluh sembilan hari.7

5
HR. Bukhari no. 1483 dan Muslim no. 981.
6
(HR. Bukhari 631, 5615, 6008)
7
Al-Wajiz hal 220-222
8
D. Sebab-Sebab Kemujmalan Lafadz
1. Adanya lafadz yang musytarak, seperti:
‫س‬َ ‫( َوٱلَّي ِْل ِإ َذا َعسْ َع‬Demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya)
(QS. At-Takwir: 17). Secara bahasa, kata ini bermakna: ‘menghadap’ atau
‘berlalu’.

‫( َث ٰلَ َث َة قُر ُٓو ٍء‬tiga kali quru’) (QS. Al-Baqarah: 228). Kata ini secara bahasa
maknanya adalah suci atau haid.

َّ ۟ ‫ َ َأ‬2ُ‫( ِإٓاَّل َأن َيعْ ف‬kecuali jika isteri-isterimu itu


ِ 2‫دَ ةُ ٱل ِّن َك‬22‫ ِدهِۦ ُع ْق‬2‫وا ٱلذِى ِب َي‬2َ 2ُ‫ون ْو َيعْ ف‬2
‫اح‬2
memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah.
(QS. Al-Baqarah: 237). Orang yang memiliki ikatan pernikahan itu dapat
bermakna suami atau wali.
2. Adanya pembuangan, seperti َّ‫وهُن‬22ُ‫ون َأن َتن ِكح‬22ُ
َ ‫( َو َترْ َغب‬dan kamu hendak
menikahi mereka) (QS. An-Nisa: 127). Karena bisa jadi yang dibuang itu
adalah huruf ‫ي‬ ْ ِ‫ ف‬atau ‫ع َْن‬
3. Adanya perbedaan tempat kembalinya dhammir, seperti:
َّ ٰ ‫ٱلطيِّبُ َو ْٱل َع َم ُل‬
‫رْ َف ُعهُۥ‬22‫لِ ُح َي‬2‫ٱلص‬ َّ ‫( ِإلَ ْي ِه َيصْ َع ُد ْٱل َكلِ ُم‬Kepada-Nya-lah naik perkataan-
perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya) (QS. Fathir:
10). Karena bisa jadi dhammir fa’il pada kata ‫ َيرْ َف ُع ُه‬itu kembali kepada
sesuatu yang sama dengan yang ada pada ‫ِإلَ ْي ِه‬, yaitu Allah, dan boleh jadi
kembali kepada amal, sedangkan maknanya adalah: “Amal baik adalah
perkataan yang baik. Boleh jadi pula kembalinya kepada perkataan yang
baik, yaitu tauhid, mengangkat amal yang baik, karena amal itu tidak sah
tanpa disertai iman.”
4. Juga kemungkinan adanya ‘athaf atau kalimat yang berdiri sendiri, seperti:
‫ون‬2 َ 2ُ‫ون فِى ْٱلع ِْل ِم َيقُول‬
َ ‫ ُخ‬2 ‫ٱلرَّ ِس‬ٰ ‫ ْأويلَ ُهۥٓ اَّل ٱهَّلل ُ ۗ َو‬2‫ا َيعْ لَ ُم َت‬22‫( َو َم‬padahal tidak ada yang
‫ِ ِإ‬
mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam
ilmunya berkata) (QS. Ali Imran: 7).
5. Adanya penggunaan kata-kata yang asing, seperti:
َّ‫ضلُوهُن‬ ُ ْ‫( َفاَل َتع‬maka janganlah kamu[para wali] melarang mereka) (QS.
Al-Baqarah: 232).

9
6. Sedikitnya penggunaan kata tersebut sekarang, seperti:
‫مْ َع‬2‫ٱلس‬ َ ُ‫( ي ُْلق‬Mereka menghadapkan pendengaran [kepada syaitan] itu)
َّ ‫ون‬
(QS. Asy-Syu’ara: 223).

‫( َثان َِى عِ ْطفِ ِه‬dengan memalingkan lambungnya) (QS. Al-Hajj: 9). Maksud
dari makna lafadz ini adalah sombong.

‫ ِه‬2‫( َفَأصْ َب َح ُي َقلِّبُ َك َّف ْي‬lalu ia membolak-balikkan tangannya) (QS. Al-Kahfi:


42). Maksudnya ialah menyesal.
7. Adanya pendahuluan dan pengakhiran, seperti firman Allah SWT:
‫ ًّمى‬2‫ ٌل م َُّس‬2‫ا َوَأ َج‬2ً‫ان ل َِزام‬2
َ ‫ِّك لَ َك‬ ْ ‫ َب َق‬2‫( َولَ ْواَل َكلِ َم ٌة َس‬Dan sekiranya tidak ada
َ ‫ت مِن رَّ ب‬
suatu ketetapan dari Allah yang telah terdahulu atau tidak ada ajal yang
telah ditentukan, pasti [azab itu] menimpa mereka) (QS. Thaha: 129).
Maksudnya, jika tidak ada ketetapan dan ajal yang telah ditentukan maka
sisksaan itu pasti.

‫( َيسْ َٔـلُو َن َك َكَأ َّن َك َحفِىٌّ َع ْن َها‬Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu
benar-benar mengetahuinya) (QS. Al-A’raf: 187). Maksudnya, mereka
bertanya kepada kamu tentangnya seolah-olah kamu.
8. Adanya pembalikan suku kata yang dinukil dari bahasa lain, seperti:
‫ِين‬
َ ‫ور سِ ين‬ ُ
ِ ‫( َوط‬Dan demi bukit Sinai) (QS. At-Tin: 2) dan
‫ين‬َ ِ‫( َس ٰلَ ٌم َعلَ ٰ ٓى ِإ ْليَاس‬Kesejahteraan dilimpahkan atas Ilyas) (QS. Ash-Shaffat:
130).
9. Adanya pengulangan yang memutuskan sambungan suatu pembicaraan
pada dzahirnya, seperti:
‫وا لِ َمنْ َءا َم َن ِم ْن ُه ْم‬ ۟ ُ‫ ِعف‬2‫ض‬ َ ‫( لِلَّذ‬kepada orang-orang yang dianggap lemah
ْ ‫ِين ٱسْ ُت‬
yang telah beriman di antara mereka) (QS. Al-A’raf: 75).

10
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
pengertian dari mujmal dan mubayan adalah yakni, mujmal ialah suatu lafadz atau
ungkapan yang masih bersifat global/umum yang maknanya belum dapat dipahami
secara jelas. Sedangkan mubayyan ialah suatu ungkapan yang dapat menjelaskan
maksud dari makna yang mujmal.

Pembagian mujmal yakni:


1. Lafadz yang secara lughat tidak dipahami maknanya
2. Lafadz yang maknanya diketahui secara lughat, namun tidak dikehendaki, dan
justru menghendaki makna lain
3. Lafadz yang memiliki banyak makna dan antara makna satu dengan yang lain
kadang berbeda maknanya
Rukun bayan yakni:
1. Mubayyan (yang dijelaskan)
2. Mubayyan lahu, yakni mereka orang mukallaf yang terkena khitab
3. Mubayyin (yang menjelaskan)
Sebab-sebab kemujmalan lafadz:
1. Adanya lafadz yang musytarak
2. Adanya pembuangan huruf
3. Adanya perbedaan tempat kembalinya dhammir
4. Kemungkinan adanya ‘athaf atau kalimat yang berdiri sendiri
5. Adanya penggunaan kata-kata yang asing
6. Sedikitnya penggunaan suatu kata
7. Adanya pendahuluan dan pengakhiran
8. Adanya pembalikan suku kata yang dinukil dari bahasa lain
9. Adanya pengulangan yang memutuskan sambungan suatu pembicaraan pada
dzahirnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Imam Suyuthi, ‘Ulumul Qur’an II (Terjemah Al-Itqan), Indiva Pustaka, Jakarta,


2009
Azka, Darul dkk, Terjemah Syarah Al-Waraqat, Santri Salaf Press, Lirboyo, 2013
Amin Songgirin, Tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an,
https://journal.ptiq.ac.id/alburhan
Farid Naya, Al-Mujmal dan Al-Mubayyan dalam Kajian Ushul Fiqh
Tafsirweb.com

12

Anda mungkin juga menyukai