Anda di halaman 1dari 12

Al FASL dan Al WASL

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Al Imla' Wa Al Khoth

Dosen Pengampu: Munirtadho, M. Pd.

Disusun oleh:

OKI NOVIANA ( 21031403 )

M.Budi Choirudin(21031409 )

Prodi Pendidikan Bahasa Arab

Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran

Yogyakarta

2022
BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Balaghah merupakan salah satu ilmu yang dikaji dalam pembelajaran bahasaarab. Ilmu
balaghah terbagi menjadi tiga pilar, yaitu badi’, ma’ani dan bayan. Didalam ilmu ma’ani terdapat
pembahasan tentang fashl dan washl. Kita harusmengetahui keduanya supaya dalam kita
berbicara dapat memahamkan pendengar.Dalam kesempatan kali ini, pemakalah akan
memberikan gambaran mengenai pembahasan dalam ilmu ma’ãni khusunya mengenai fashl dan
washl. Secara bahasafashl bermakna memisahkan, memotong, memutuskan, dan
menghilangkan.Sedangkan Washl menurut bahasa adalah menghimpun. Sebagai pengantar
tentunyamakalah ini tidak akan berbicara panjang lebar mengenai pembasannya, namun hanya
berisi gambaran umum berkenaan dengan fashl dan washl dan tempat-tempatnya.

Rumusan Masalah

1. Pengertian Al fashl ?

2.bagaimana tempat Al fasl ?

3. Bagaiman ketentuan Al fasl ?

4. Pengertian Al wasl ?

5.Bagaimana tempat Al wasl ?

6 Bagaiman ketentuan Al wasl ?

Tujuan

1. Mengetahui tentang Al fasl dan Al wasl ?

2. Mengetahui tempat tempatnya Al fasl dan Al wasl ?


BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian Fashl

Secara bahasa al-fashl bermakna memisahkan, memotong, memecat, dan menyapih.


Sedangkan dalam terminology ilmu balaghah, fashl adalah menggabungkan dua buah kalimat
dengan tdak menggunaan huruf athaf.1

Contohnya:

‫ إن الذين كفروا سواء عليىهم‬dengan ‫أأذرتهم ن أم لم تنذرهم اليؤمنون‬

Pada penggabungan kedua kalimat tersebut tidak digunakan huruf athaf.

Tempat-Tempat Fashl.

Penggabungan dua jumlah mesti menggunakan cara fashl apabila memenuhi persyaratan berikut
ini.

# Antara kalimat yang pertama dan kedua terdapat hubungan yang sempurna. Dikatakan
hubungan yang sempurna apabila kaitan antara kalimat (jumlah) yang pertama dengan yang
kedua merupakan hubungan taukid, bayan, atau badal.

1.Sebagai taukid:

‫ اذا قلت شعرا اصح الدهر منشدا‬# ‫وماالدهر االمن رواةقصائد‬

Tiadalah masa itu melainkan penutur kasidah-kasidah. Jika engkau membaca suatu syi’ir, masa
akan berpantun.

1
Mamat Zaenudin dan Yayan Nurbayan. Pengantar ilmu balaghah, {Bandung Refika Aditama]. Tahun 2007.hal.121
Pada sya’ir kedua tersebut, dari segi makna kalimat kedua berfungsi untuk memperkuat
isi pada kalimat pertama. Karena fungsi tersebut pada awal kalimat kedua tidak perlu ditambah
athaf (‫)و‬.

2. Sebagai bayan.2

‫ بعض لبعض ان لم يشعروا خدم‬# ‫الناس للناس من بد ووحاضرة‬

Manusia itu baik kelompok badwi (orang-orang yang terbelakang) maupun hadhar (orang kota
yang terpelajar).

Jika mereka menyadarinya, bahwa yang satu dengan yang lainnya saling melayani.

Pada syi’ir di atas terdapat penngabungan dua kalimat. Penggabungan antar kedua
kalimat tersebut tidak mengggunakan huruf athaf, melainkan dengan washl. Hal ini karena
kalimat kedua:

‫بعض لبعض ان لم يشعروا خدم‬

Berfungsi sebagai penjelas bagi kalimat pertama:

‫الناس للناس من بد ووحاضرة‬

3.Sebagai badal

)2 :‫يدبر األمر يفصل األيات لعلكم بلقاءربكم توقنون (الرعد‬

Dia mengatur segala urusan, menjelaskan ayat-ayat-Nya. Supaya kalian yakin pertemuan
dengan-Nya” (Q.S. Ar-Ra’d :2).

Pada ayat di atas kalimat ‫ يدبر األمر‬merupakan bagian dari ‫يفصل االيات‬. Oleh karena itu
penggabungan antar keduanya cukup dengan fashl, tidak menggunakan huruf ‘athaf. Antara
kalimat pertama dan kedua berada sama sekali, seperti yang pertama kalam khabari dan yang
kedua kalam insya’I atau tidak ada keterkaitan makna antar keduanya. Contoh:

‫ كل امرئ رهن بما لديه‬# ‫انماالمرء باصغريه‬

2
Ali Al jarim dan musthafa Usman.Terjemah AL ba balaaghatul Wadhihah.[ Bandung: sinar Baru Algesindo].Tahun
2006.Hal .321
Manusia itu tergantung pada dua anggota yang sangat kecil. Setiap manusia menjadi jaminan
bagi apa yang ada padanya.

Pada syi’ir di atas terdapat dua kalimat. Kalimat yang kedua tidak ada kaitan langsung
dengan kalimat pertama. Kalimat kedua merupakan jawaban dari kalimat pertama. Dalam istilah
balaghah, keadaan ini dinamakan syibh kamal-al-ittishal. Contoh:

)07:‫واوجس منهم خيفة قالوا التخف (هود‬

Artinya: “dan mereka curiga dari (kepada) mereka ketakutan, mereka berkata jangan kamu
takut”. ( Q.S. Hud: 70)

Ketentuan Fashal

Wajib memisahkan dua kalimat apabila:

1. Kamalul Ittishal

Artinya hubungan yang sempurna dimana jumlah yang kedua merupakan taukid, bayan, atau
badal untuk jumlah yang kedua.

Contoh Taukid:

ِ ‫ ِإ َّن َم َع ْال ُعس‬.‫ْر يُ ْسرًا‬


‫ْر يُ ْسرًا‬ ِ ‫فَِإ َّن َم َع ْال ُعس‬.

Artinya: “Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya setelah kesulitan itu
ada kemudahan” (Al-Insyirah: 5-6).Ayat 6 merupakan taukid dari ayat 5 sehingga tidak perlu
diathafkan.

Contoh Badal:

ِ ‫يُ َدبِّ ُر اَأْل ْم َر يُفَصِّ ُل اأْل ي‬


‫ت‬

Artinya: “Dia (Allah) yang mengatur urusan dan menjelaskan tanda-tanda” (Ar- Ra’d: 2)

ِّ َ‫ )يُف‬merupakan badal dari (‫)يُ َدبِّ ُر اَأْل ْم َر‬.


ِ ‫ص ُل اأْل ي‬
Kalimat (‫ت‬

Contoh Bayan:
‫ب يُ َذبِّحُوْ نَ َأ ْبنَا َء ُك ْم‬
ِ ‫يَسُوْ ُموْ نَ ُك ْم سُوْ َء ْال َع َذا‬

Artinya: “Mereka menimpakan kepada kalian siksa yang kejam dan menyembelih bayi laki-laki
kalian” (Al-Baqarah: 49).

Kalimat (‫ )يُ َذبِّحُوْ نَ َأ ْبنَا َء ُك ْم‬merupakan bayan bagi jumlah (‫ب‬


ِ ‫)يَسُوْ ُموْ نَ ُك ْم سُوْ َء ْال َع َذا‬.

2. Kamalul Inqitha’

Artinya pemisahan yang sempurna dimana kedua jumlah beda bentuknya dalam hal khabar dan
insya’nya atau antara kedua jumlah tidak ada kesesuaian makna.

Contoh:

ُ‫ض َر َو ِز ْي ُر ال ُّشُؤ وْ ِن ال ِّد ْينِيَّ ِ•ة َحفِظَهُ هللا‬


َ ‫َح‬

Artinya: Telah hadir Menteri Agama, semoga allah menjaganya.

ُّ ‫ض • َر َو ِز ْي • ُر‬
Jumlah yang pertama (•‫الش •ُؤ وْ ِن ال ِّد ْينِيَّ ِة‬ َ berbentuk khabar dan yang kedua (ُ‫)حفِظَ •هُ هللا‬
َ ‫)ح‬ َ
berbentuk insya’.

Contoh lain:

‫ ال َح َما ُم طَاِئ ٌر‬، ُ‫َعلِ ٌّي َكاتِب‬

Artinya: Ali seorang penulis, Merpati itu terbang.

3. Syibhu Kamalil Ittishal

Artinya mirip sempurna hubungan. Dikatakan demikian karena jumlah kedua merupakan
jawaban dari jumlah yang pertama.

Contoh:

ُ‫َما ُكلُّ َما يَتَ َمنَّى ْال َمرْ ُء يُ ْد ِر ُكهُ ** تَجْ ِري ال ِّريَا ُح بِ َما الَ تَ ْشتَ ِهي ال ُّسفُن‬

Artinya: Tidak semua yang dicita-citakan seseorang bisa tercapai # Karena angin itu terkadang
bertiup ke arah yang tidak diinginkan oleh kapal.
Pengertian Washl

Washl menurut bahasa artinya menghimpau atau menggabungkan. Sedangkan menurut


istilah ilmu balaghah adalah:

‫الوصل هو عطف جملة على اخرىبالواو‬

Meng-athafkan suatu kalimat dan kalimat sebelumnya melalui huruf athaf, washl merupakan
kebalikan dari fashl3.Contoh:

‫زيد عالموبكر عاب‬

Pengertian dari Washl ini berarti menyambung, menghubungkan, menggabungkan 4.


Sedangkan menurut istilah adalah menggabungkan dua kalimat dengan menggunakan huruf
‘athaf. Washl bisa diartikan juga dengan mengumpulkan antara dua jumlah dengan
menggunakan huruf wawu secara khusus. Sebab ada hubungan antara keduanya dalam bentuk
dan makna atau bisa dikatakan menolak kesamaran5.

Tempat-Tempat Washl

Penggabungan kalimat mesti menggunakan huruf athaf “‫ ”و‬apabila memenuhi syarat-


syarat sebagai berikut:

1. Keadaan I’rab antar kedua kalimat tersebut sama hukumnya. Jika suatu kalimat digabungkan
dengan kalimat sebelumnya dan kedua kalimat tersebut sama hukumnya, maka mesti
menggunakan huruf ‘athaf.

Contoh:

‫زيد قام ابوه وقعد اخوه‬

2.Kedua jumlah itu harus diwashalkan ketika dikhawatirkan akan terjadi kekeliruan jawaban.
Kita perhatikan contoh berikut ini. Ada seseorang bertanya kepada kita:
3
Ibid.hal.324

4
A.al- Munawir, kamus al-munawir,1562

5
Syaikh Haris Alaikum bin Dimyathi bin Abdullah Bin Abdul Manan Al-Tarmasiy, Syarh AlJauhar Al Maknun,Intisari
Ilmu Balaghah (Yoyakarta: Lentera Kreasindo, cet II 2016), 129 (Penj. Abi Fatih Machfuzhi Al-Qandaniy )
‫هل قام زيد؟‬

Kita mau menjawab sekaligus mendo’akannya. Maka jawaban kita dan do’a mesti pakai fash ilah
yaitu “‫ ”و‬agar tidak terjadi salah faham, jadi jawabnnya adalah

‫الورعاكاهلل‬

Jika kita tidak menggunakan huruf athaf, maka kemungkinan salah fajam sangat besar.

3.Kedua jumlah sama-sama khabar atau insya’I dan mempunyai keterkaitan yang sempurna.
Selain itu dipersyaratkan tidak ada indikator yang mengharuskan washl.

Contoh:

‫الوفاءلكدوب والراحة لحسود‬

Contoh yang sama-sama jumlah ismiyah

‫زيد قام و بكر قاعد‬

Contoh yang sama-sama jumlah fi’liyah

‫قام زيد وقعد بكر‬

Contoh-contoh Washl6

‫وحبّ العيش أعبد ك ّل ح ّر * وعلّم ساغيا أكل المرار‬

Cinta kehidupan itu memperbudak setiap orang merdeka dan mengajarkan orang yang lapar
untuk makan tumbuh-tumbuhan yang pahit.

.Washl ini dikatakan wajib apabila menempati tiga keadaan dibawah ini:

1. mempersatukan dua jumlah dalam segi I’rab (‫ )اشتراك الجملتين في اإلعراب‬ketika menyamakan
kalimat yang kedua dengan kalimat yang pertama dari segi i’rob nya, serta tidak adanya
penghalang yang mencegah penggunaan gaya bahasa

6
Ibid., hal 325
2. washl. Contohnya ‫ علي يقول ويفعل‬persamaan dua jumlah dalam hukum i’rab itu mewajibkan
washl, karena jumlah ‫ يقول‬itu dalam mahal rafa’adalah sebagai khabar mubtada’, dan jumlah
‫ ويفعل‬di athafkan kepada jumlah ‫يقول‬ dan menyamainya. Karena ia dalam mahal rafa’ sebagai
khabar dan keduanya mubtada’.

3..memiliki tujuan menghilangkan kesalah pahaman pada jawaban yang dikehendaki. (‫القصد لرفع‬
‫ )إيهام خالف المراد من الجواب‬, artinya ketika ada dua jenis yang berbeda, yaitu kalam dan khabar
insya’, yang mana ketika dipisah maka akan ada kesalahan makna yang di kehendaki (kesalah
pahaman yang menyalahi makna semula). Contoh ‫( الو ش•••فاه هللا‬belum, dan semoga Allah
menyembuhkannya). Ketika di athofkan (‫ ) الوشفاه هللا‬akan bisa menimbulkan kesalahan asumsi
pemahaman: mendoakan agar ali tidak diberikan kesembuhan oleh Allah. Padahal tujuan
tersebuta agar mendoakan ali. Jadi, tidak ada kekhawatiran yang terjadi pada asumsi ini, maka
kedua jumlah itu harus di wash. Sebab, jenisnya benar-benar berbeda antara insya’ dan khabar.7

4.Ketika kalimat yang pertama dan kalimat yang kedua sama-sama kalam khabar atau Insya’ ,
baik dari segi lafadz dan maknanya atau dari segi maknanya saja. Di antara kedua kalimat
tersebut juga harus terdapat keserasian makna (baik dalam musnad ilaihnya, musnadnya, atau
musnad dan musnad ilahnya) dalam hal ini, keserasian tersebut dibagi menjadi tiga bagian:
pertama, keserasian dari segi akal, kedua keserasian dari segi perkiraan; ketiga, keserasian dari
segi khayalan. Kemudian syarat terakhir adalah tidak adanya penghalang yang mencegah
penggunaan gaya bahasa washl.

Ketentuan Washal

Wajib menyambungkan dua kalimat apabila:

1. Memiliki kedudukan i’rab yang sama.

Contoh:

ُ ‫َوهللاُ يُحْ يِى َويُ ِمي‬


‫ْت‬

Artinya: “Allah yang menghidupkan dan mematikan.” (Ali Imran: 156)

7
Syarh Hilyatul Lubbi Mashum, 125
ُ ‫ )يُ ِمي‬berkedudukan
Jumlah (‫ )يُحْ يِى‬pada contoh di atas berkedudukan sebagai khabar dan jumlah ( ‫ْت‬
sebagi ma’thuf.

2. Terdapat kesamaan bentuk jumlah khabar atau insya’ dan ada kesesuaian makna.

Contoh:

َ ‫ار لَفِ ْي نَ ِعي ٍْم وَِإ َّن ْالفُج‬


‫َّار لَفِ ْي َج ِحي ٍْم‬ َ ‫ِإ َّن اَأْل ْب َر‬

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang berbuat baik berada dalam kenikmatan sementara
orang-orang jahat berada dalam neraka Jahim” (Al-Infithar :13-14)

Kedua ayat di atas diathafkan dengan menggunakan huruf wawu. Kedua bentuk jumlah kedua
ayat di atas adalah sama yaitu jumlah khabar dan keduanya memiliki hubungan makna.

Contoh lain:

‫َوا ْعبُدُوا هللاَ َواَل تُ ْش ِر ُكوْ ا بِ ِه َش ْيًئا‬

Artinya: “Dan sembahlah Allah serta janganlah kalian menyekutukan-Nya….” (An-Nisa’: 36).
Kedua jumlah di atas sama-sama jumlah insya’ dan disambungkan dengan athaf.

3. Dua jumlah yang berbeda bentuk (segi Khabar dan Insya’) tetapi apabila dipisahkan akan
mengaburkan maksud.

Contoh:

Jawaban untuk orang yang bertanya “Ada yang bisa saya bantu?”.

َ‫اَل َوبَا َركَ هللاُ فِ ْيك‬

Dua jumlah di atas berbeda bentuk jumlahnya yakni insya’ dan khabar tapi disambung dengan
athaf. Apabila tanpa athaf ditakutkan orang yang mendengar tersinggung karena menolak
bantuannya sehingga harus disambungkan.
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Washal adalah mengathafkan satu kalimat kepada kalimat lain dengan wawu. Fashal
adalah meninggalkan athaf yang demikian. Masing-masing washal dan fashal mempunyai
tempat-tempat tersendiri.

Di antara dua kalimat, wajib di-fashal-kan dalam tiga tempat, pertama bila di antara
kedua kalimat tersebut terdapat kesatuan yang sempurna, seperti halnya kalimat kedua,
merupakan taukid (Penguat) bagi kalimat pertama, atau sebagai penjelasannya, atau sebagai
badal-nya. Kedua bila di antara keduanya terdapat perbedaan yang sangat jauh, seperti keduanya
berbeda khabar dan insya’nya, atau tidak ada kesesuaian sama sekali di antara keduanya. Ketiga
bila kalimat kedua merupakan jawaban dari pertanyaan yang muncul dari pemahaman terhadap
kalimat pertama.

Wajib washal diantara dua kalimat dalam tiga tempat, yaitu bila keadaan I’rab antar
kedua kalimat tersebut sama hukumnya. Kedua jumlah itu harus diwashalkan ketika
dikhawatirkan akan terjadi kekeliruan jawaban. Ketiga, kedua jumlah sama-sama khabar atau
insya’l dan mempunyai keterkaitan yang sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Jarim, Ali dan Musthafa Usman. 2006. Terjemahan Al-Balaaghatul Waadhihah, Bandung:
Sinar Baru Algensindo.

Zaenuddin Mamat, dan Yayan Nurbayan. 2007. Pengantar Ilmu Balaghah, Bandung: Refika
Aditama.
A.W.al-Munawir, Kamus al-Munawir,1562

Syaikh Haris Alaikum bin Dimyathi bin Abdullah Bin Abdul Manan Al-Tarmasiy, Syarh
AlJauhar Al Maknun,Intisari Ilmu Balaghah (Yoyakarta: Lentera Kreasindo, cet II 2016), 129
(Penj. Abi Fatih Machfuzhi Al-Qandaniy )

Syarh Hilyatul Lubbi Mashum, 125

Anda mungkin juga menyukai