Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN z

A. Latar Belakang

Bergulirnya masa ke masa tidak pernah memakan sosok Imam Al-


Ghazali sebagai seorang filosof dan teolog muslim besar yang berpengaruh
terhadap dunia pemikiran Islam. Pemikiran-pemikiran Beliau sangat perlu
diketahui pada zaman sekarang ini yang semakin kompleks sebagai solusi
untuk mengapai “ketenaganan diri”.

Beradasarkan latar belakang tersebut, maka kami berusaha sebisa mungkin


untuk membuat makalah ini, sebagai wujud keperdulian kami untuk
masyarakat dan sebagai bukti pengamalan ilmu yang kami dapat. Selain itu,
ini juga sebagai tanggung jawab kami dalam memenuhi tugas pada mata
kuliah Filsafat Islam.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana riwayat hidup Imam Al-Ghazalil?

2. Bagaimana pemikiran-pemikiran Imam Al-Ghazali ?


3. Apa saja karya-karya yang pernah dikarang oleh Imam Al-Ghazali?

C. Maksud dan Tujuan Penulisan

1. Mengetahui riwayat hidup Imam Al-Ghazali

2. Mengetahui pemikiran-pemikiran Imam Al-Ghazali

3. Mengetahui karya-karya yang pernah dikarang oleh Imam Al-


Ghazali
BAB II

PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup Imam Al-Ghozali

Berikut adalah riwayat hidup ringkas mengenai tokoh yang disebut sebagai
Hujjatul Islam :

1. Nama Asli Imam Al-Ghozali

Nama asli beliau sejak kecil adalah Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad bin Ahmad.1 Namun mengenai penyebutan al-Ghozali di dapat
melalui dua kemungkinan :

a. Berasal dari nama desa tempat lahirnya

Beliau dilahrikan di gazalah maka dengan begitu nama beliau di sebut


dengan al Gazali (dengan satu z). Pendapat ini di yakini oleh imam sam’ani
dalam bukunya tarikh falasifah el islam.”2

b. Berasal dari pekerjaan sehari-hari

Pekerjaan sehari-hari yang dilakukan olehnya dan juga ayahnya adalah


sebagai penenun dan penjual kain yang dinamakan “gazzal” (dengan dua z)
sebagai sebutan penduduk khurasazn kepadanya. Pendapat ini di setujui oleh
Imam Az Zahabi dalam “syazarat uz Zahab” dan Rahiem Asnawi dalam
“Thobaqat us Syafi’iyyah” serta Dr. Omar farrukh. 3

Bagaimanapun kebenaran dua kemungkinan tersebut yang jelas keduanya


memiliki nilai positif tersendiri. Kemungkinan pertama menunjukkan bahwa
dengan adanya Imam Ghozali (dengan satu z) berarti beliau berhasil
membuat nama daerahnya menjadi terkenal atau paling tidak beliaulah orang
terbaik dalam daerah tersebut sehingga di nisbatkan dengan nama sebuah
daerah. Sedangkan pendapat yang kedua (dengan dua z) menunjukkan bahwa
seorang hujjatul islam merupakan pekerja keras dalam memenuhi kebutuhan
ekonominya sehari-hari.

1 Lihat di Zainal Abidin, Riwayat Hidup Imam Al-Gazali, Bulan Bintang, Jakarta, 1975, hlm. 27.

2 Ibid., hlm. 28.

3 Ibid., hlm. 28.


c. Berlatarbelakang Kehidupan yang Melarat

Imam Ghazali lahir pada tahun 450 H/ 1058 M (Tidak diketahui secara
pasti Bulan dan Tanggalnya). Lahir di daeran kampung Gazalah, Kabupaten
Thus, Provinsi Khurasan, wilayah persi (iran saat ini), kedua orang tuanya
miskin dan melarat. Ayahnya sebagai tukang tenun tidaklah dapat menutupi
kebutuhan hidupnya sekeluarga. Akan tetapi ayahnya merupakan seorang
pecinta ilmu yang bercita-cita tingggi. Do’anya selalu dipanjatkan agar Tuhan
menganugerai Putera-putera yang alim dan berpengetahuan luas serta
mempunya banyak ilmu.

Ayah imam Ghozali merasa sangat gembira ketika mendapatkan dua orang
puteranya yang kemudian memenuhi harapannya yang besar itu, dialah Abu
hamid atau Ghozali sebagai putera pertama dan Abul futuh atau Ahmad.

Ayahnya meninggal saat kedua puteranya masih kecil-kecil. Beliau


menitipkan Anak-anaknya kepada seorang sahabatnya, seorang sufi (Ahli
Tasawwuf) dengan Berkata : “sangat malang nasib saya, karena tidak
mempunyai ilmu pengetahuan. Saya ingin kemalangan ini dapat di tebus oleh
kedua anakku ini. Peliharalah mereka dan gunakanlah sampai habis segala
harta warisan yang aku tinggalkan ini untuk mengajar mereka.”

Sepeninggal ayah Imam Al Ghozali, kasih sayang ibunya lah yang selalu
menjadi pendorong bagi keduanya untuk belajar terus. Kemudian ketika
sahabat ayahnya telah kehabisan tenaga untuk melanjutkan pelajaran kedua
anak itu, maka pada suatu hari dia berkata kepada anak-anak yatim itu :
“segala harta warisan ayahmu sudah habis untuk belanja kamu belajar,
sedangkan saya sendiri hidup miskin melarat, tidak mampu mebantu dan
memperbaiki keadaanmu. Maka tidak ada jalan lain bagimu kecuali masuk
“asrama” (dengan ongkos percuma) sehingga kamu dapat melanjutkan
pelajaran ilmu fiqhi”

Asrama yang dimaksud disini didirikan oleh Perdana Menteri Nizamul


Mulk di kota yang bernama “Thus”. Kedua anak yatim tersebut mulai
meninggalkan kampungnya untuk tinggal di dalam asrama. Imam al ghozali
belajar di Thus sampai usianya 20 tahun untuk mendalami ilmu fiqhi dari
Razakani Ahmad bin Muhammad kemudian mempelajari ilmu tasawwuf dari
Yusuf En Nassaj, seorang sufi yang terkenal.

Al ghozali melanjutkan pelajaran ke Jurjan pada tahun 479 H. Gurunya


yang terkenal ialah Nashar el Isma’illi. Kemudian kembali ke Thus selama 3
tahun. Setelah akhirnya timbul dalam fikirannya untuk mencari sekolah yang
lebih tinggi. Kesadarannya mulai muncul untuk “mencari kebenaran.”
Nishapur adalah tempat belajar selanjutnya pada tahun 471 H. Al-Ghozali
tertarik dengan sekolah tinggi “Nizamiyah”. Disinilah dia bertemu dengan
dekannya terkenal, Abu Ma’ali/ Dhiauddien al juwayni yang diberi gelar
imamul Haromain.

Usia imamul haromain hampir 60 tahun (419-478 H./ 1028-1085 M.),


meninggal di niesabur sesudah melawat tanah-tanah suci mekkah dan
madinah sebagai ulama besar yang diakui, mengajar dan memberi fatwa
hampir 4 tahun lamanya di mekkah,sehingga diberi julukan imamul haromain
kemudian diminta menjadi rektor dari madrasah (universitas) Nizamiyah di
niesabur.

Kepada imamul haromain inilah Al ghozali belajar lalu mengangkat al


ghozali sebagai Dosen diberbagai Fakultas nizamiyah itu. Bahkan dia sering
menggantikan Gurunya pada setiap kali berhalangan, baik mewakilinya
memimpin maupun menggantikannya mengajar. 4

d. Menjadi Guru Besar

Pada tahun 475 H., dalam usianya mencapai 25 tahun Al ghozali mulai
menjadi Dosen di bawah pimpinan imamul haromain. Dosen di Universitas
Nizamiyah telah mengangkat namanya begitu tinggi , terlebih setelah
dipercayai oleh Gurunya untuk menggantikan kedudukannya, baik sebagai
Maha guru maupun sebagai Presiden Universitas. Namun pada tahun 479 H
Gurunya meninggal dunia.

Tidak hanya sampai disitu melejitnya Al-Ghozali, Mufti dan Guru Besar
Negara di Mu’askar . Nizamul Mulk begitu tertarik kepadanya. Maka
diundangnya Imam Al-Ghozali supaya pindah di Mu’askar. Dia diminta selalu
menjadi Guru besar yang memberikan pengajian tetap sekali dua minggu di
hadapan para pembesar dan para ahli disamping kedudukannya sebagai
penasehat Agung dari perdana Menteri. Kedudukannya semakin penting
dikalangan rasmi, dibuktikan oleh besar pengaruhnya di dalam politik
pemerintahan yang dijalankan oleh Perdana Menteri Nizamul Mulk. 5

Adapun kejadian menanjaknya kedudukan al ghozali itu justru dia dapat


menguasai jalannya pemerintahan menurut aliran fikirannya. Pemerintahan
Abbasyiah yang tadinya di zaman Khalifah Al Ma’mun(awal abad 3 H)
dipengaruhi oleh mu’tazilah dan falsafah Yunani dikembalikan kepada ajaran

4 Ibid., hlm. 34.

5 Ibid., hlm. 37.


islam yang murni. Diajarkannya faham asy’ari (dalam Aqidah) dan Ilmu
tasawwuf (dalam akhlaq).6

e. Hidup Bertualang

Fase ini merupakan fase baru bagi Al Ghozali. Fase ini berjalan selama 10
tahun lamanya, dimana dikenal oleh sarjana-sarjana barat sebagai fase ragu-
ragu di dalam segala soal. Hal ini disebabkan oleh kegoncangan batinnya yang
sangat hebat menghadapi peristiwa yang berturut-turut terjadi. Al ghozali
jatuh sakit selama 6 bulan, mulai dari bulan rajab 488 H. Kemudian Al ghozali
terpaksa meninggalkan ibu kota baghdad untuk ber kholwat dengan hati yang
murung dan kesal. Segala kewajiban yang telah di amanatkannya kepada
pemerintah tidak dapat dilaksanakan.

Berikut adalah di antara daerah-daerah yang dikunjungi Al ghozali untuk


berkholwat :

1. Masjid Damaskus

Damaskus merupakan tujuan pertama kali imam Al ghozali setelah


permintaannya untuk berhenti dari jabatannya dikabulkan. Letak tepatnya
adalah Masjid Jami’ pada akhir tahun 488H/ 1095M. Disana al ghozali
tidak memiliki pekerjaan kecuali hanya berkhalwat melatih batin dan
berjuang menentang nafsu.7

2. Masjid Baitul Muqoddas

Pada tahun 490 H/ 1098 M al ghozali menuju palestina, Tanah air Nabi-
nabi sejak mulai Nabi Ibrohim sampai Nabi Isa. Dia berharap agar terbebas
dari penyakit “bimbang” yang sangat menyerangnya. Dia berdo’a supaya
diberikan petunjuk sebagaimana yang sudah di anugerahkanNya kepada
para Nabi di Zaman dahulu.8

3. Mesir

Al ghozali melanjutkan pengembaraannya ke Mesir yang merupakan


pusat kedua bagi kemajuan dan kebesaran Islam, sesudah kota Baghdad.
Mengenai cerita Al ghazali selama di Mesir sangat minim karena kurang
mendapat sambutan hangat dari para sarjana di mesir atau disebabkan

6 Ibid., hlm. 38.

7 Ibid., hlm. 43.

8 Ibid., hlm. 44.


karena perbedaan faham antara Universitas Nizamiyah Baghdad dengan Al
Azhar.

4. Makkah dan Madinah

Al Ghozali menceritakan tentang perjalanannya ke tanah suci itu :


“kemudian tergeraklah di dalam hatiku seruan kewajiban Haji,
mengharapkan bantuan dari berkatnya tanah suci Makkah dan Madinah
dan dari berziarah kepada makamnya Rasulullah.

Tidak ada keterangan mengenai berapa lamanya Alghozali di sana.


Alghozali sendiri hanya menyatakan bahwa lamanya hidup berpetualang
semenjak meninggalkan kota Baghdad adalah 10 tahun. Diantaranya
berada di damaskus selama 2 tahun. Jadi jika diperhitungkan waktu 8
tahun lagi di kota-kota lain.

Pada tahun 499 H/1105 M. Alghozali pulang kembali ke Niesabur


dengan hati yang sudah bangga setelah mendapatkan kemenangan suatu
pertempuran. Kemudian mendirikan Asrama Sufi dan Madrasah Fiqhi di
Thus dan meninggal dunia di Thus pada usia 55 tahun. 9

B. Karya-karya Al-Ghazali

Menurut Musthafa Galab, Al-Ghazali telah meninggalkan tulisannya


berupa buku dan karyanya sebanyak 228 kitab yang terdiri dari berbagai macam
ilmu pengetahuan yang terkenal pada masanya. Kitab-kitab tersebut diantaranya:

1. Bidang Filsafat

a. Maqashid al-Falasifat (The tendencies of the Philosophers: Tujuan


Ilmu Filsafat). Berisi mengenai ringkasan ilmu-ilmu filsafat,
dijelaskan juga ilmu-ilmu mantiq, metafisika dan ilmu alam.

b. Tahafut al-falasifat (The distruction of the Philosophers: Kerancuan


pemikiran para filosof). Berisi pertentangan (kontradiksi) yang ada
dalam ajaran filsafat , serta dijelaskannya juga ketidaksesuaiannya
dengan akal.

9 Ibid., hlm. 51-52.


c. Al-Ma’riful ‘Aqliyah (Ilmu Pengetahuan yang Rasional). Kitab ini
mengungkap asal muasal ilmu-ilmu yang rasional dan kemudian
hakikat apa yang dihasilkan serta ke arah mana tujuan pastinya.

2. Bidang Agama

a. Ihya’ Ulumuddin (Revival of the Relegios Sceinces: Menghidup-


hidupkan Ilmu Agama).

b. Al-munqiz min al-Dhalal ( Terlepas dari kesesatan).

c. Minhaj ul’Abidin (the Path of the Devout: Jalan Mengabdi Tuhan).

3. Bidang akhlak tasawuf

a. Miezan ul ‘Amal (neraca amal).

b. Kitab pendamping Ihya’ yang juga berisi akhlak dan tasawuf.

c. Keimiya us Da’adah (kimianya kebahagiaan). Berisi masalah etika


yang dibicarakan dari sudut pandang kepraktisannya dan hukum.

d. Kitab ul Arba’ien (empat puluh prinsip agama). Berisi tentang soal-


soal yang berhubungan dengan akhlak tasawuf.

e. At-Tibrul Masbuk fi nashiehat el muluk (emas yang sudah ditatah


untuk menasehati para penguasa). Berisi tata karma yang
berhubungan dengan pemerintahan.

f. Al-Mustashfa fil ushul (keterangan yang sudaah dipilih mengenai soal


pokok-pokok ilmu hukum).

g. Mishkat ul Anwar (lampu yang bersinar banyak). Berisi tentang


kaitan akhlak dengan ilmu aqidah dan teologi.

h. Ayyuhal Walad (wahai anakku !). Berisi nasehat kepada penguasa


yang berhubungan dengan amal perbuatan dan tingkah polah mereka
dalam kehidupan sehari-hari.
i. Al-adab fi Dien (adab sopan keagamaan). Berisi perilaku manusia di
dalam hubungannya dengan etika hidup manusia.

j. Ar-Risalah al-Laduniyah (risalah tentang soal-soal batin). Berisi


hubungan akhlak dengan masalah-masalah kerohanian termasuk
didalamnya soal wahyu, kata hati dan sebagainya.

4. Bidang kenegaraan

a. Mustazh hiri.

b. Sir ul Alamain (rahasia dua dunia yang berbeda).

c. Sulukus Sulthanah (cara menjalankan pemerintahan). Buku ini


memberi tahu pimpinan bagaimana seorang kepala Negara harus
menjalankan pemerintahannya demi kesejahteraan rakyatnya.

d. Nashihat Muluk (nasehat untuk kepala-kepala negara).

5. Bidang Fiqh dan Ushul Fiqh

a. Asrar al-Hajj, dalam Fiqh al-Syafi’I, terbit di Mesir.

b. Al-Mustasfa fi Ilmi al-Ushul, terbit berulang kali di Kairo.

c. Al-Wajiz fi al-Furu’

C. Pemikiran Fisafat Al-Ghazali

1. Metafisika

Untuk pertama kalinya Al-Ghazali mempelajari karangan-karangan ahli


filsafat terutama karangan Ibnu Sina. Setelah mempelajari filsafat dengan
seksama, ia mengambil kesimpulan bahwa mempergunakan akal semata-mata
dalam soal ketuhanan adalah seperti mempergunakan alat yang tidak
mencukupi kebutuhan.
Al-Ghazali dalam Al-Munqidz min al-Dhalal menjelaskan bahwa jika
berbicara mengenai ketuhanan (metafisika), maka disinilah terdapat sebagian
besar kesalahan mereka (para filosof) karena tidak dapat mengemukakan
bukti-bukti menurut syarat-syarat yang telah mereka tetapkan sendiri dalam
ilmu logika.

Al-Ghazali meneliti kerja para filsuf dengan metodenya yang rasional,


yang mengandalkan akal untuk memperoleh pengetahuan yang meyakinkan.
Dia pun menekuni bidang filsafat secara otodidak sampai menghasilkan
beberapa karya yang mengangkatnya sebagai filsuf. Tetapi hasil kajian ini
mengantarkannya kepada kesimpulan bahwa metode rasional para filsuf tidak
bisa dipercaya untuk memberikan suatu pengetahuan yang meyakinkan
tentang hakikat sesuatu di bidang metafisika (ilahiyyat) dan sebagian dari
bidang fisika (thabi’iyat) yang berkenaan dengan akidah Islam. Meskipun
demikian, Al-Ghazali tetap memberikan kepercayaan terhadap kesahihan
filsafat-filsafat di bidang lain, seperti logika dan matematika.

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwa ada pemikiran tentang


filsafat metafisika yang menurut al-Ghazali sangat berlawanan dengan Islam,
dan karenanya para filosof dinyatakan kafir. Hal ini akan lebih dijelaskan
dalam bagian selanjutnya.

2. Iradat Tuhan

Mengenai kejadian alam dan dunia, Al-Ghazali berpendapat bahwa dunia


itu berasal dari iradat (kehendak) tuhan semat-mata, tidak bisa terjadi dengan
sendirinya. Iradat tuhan itulah yang diartikan penciptaan. Iradat itu
menghasilkan ciptaan yang berganda, di satu pihak merupakan undang-
undang, dan di lain pihak merupakan zarah-zarah (atom-atom) yang masih
abstrak. Penyesuaian antara zarah-zarah yang abstrak dengan undang-undang
itulah yang merupakan dunia dan kebiasaanya yang kita lihat ini.

Iradat tuhan adalah mutlak, bebas dari ikatan waktu dan ruang, tetapi dunia
yang diciptakan itu seperti yang dapat ditangkap dan dikesankan pada akal
(intelek) manusia, terbatas dalam pengertian ruang dan waktu. Al-Ghazali
menganggap bahwa tuhan adalah transenden, tetapi kemauan iradatnya
imanen di atas dunia ini, dan merupakan sebab hakiki dari segala kejadian.

Pengikut Aristoteles, menamakan suatu peristiwa sebagai hukum pasti


sebab dan akibat (hukum kausalitas), sedangkan Al-Ghazali seperti juga Al-
Asy’ari berpendapat bahwa suatu peristiwa itu adalah iradat Tuhan, dan
Tuhan tetap bekuasa mutlak untuk menyimpangkan dari kebiasaan-kebiasaan
sebab dan akibat tersebut. Sebagai contoh, kertas tidak mesti terbakar oleh
api, air tidak mesti membasahi kain. Semua ini hanya merupakan adat
(kebiasaan) alam, bukan suatu kemestian. Terjadinya segala sesuatu di dunia
ini karena kekuasaan dan kehendak Allah semata. Begitu juga dengan kasus
tidak terbakarnya Nabi Ibrahim ketika dibakar dengan api. Mereka
menganggap hal itu tidak mungkin, kecuali dengan menghilangkan sifat
membakar dari api itu atau mengubah diri (zat) Nabi Ibrahim menjadi suatu
materi yang tidak bisa terbakar oleh api.

3. Etika

Mengenai filsafat etika Al-Ghazali secara sekaligus dapat kita lihat pada
teori tasawufnya dalam buku Ihya’ ‘Ulumuddin. Dengan kata lain, filsafat
etika Al-Ghazali adalah teori tasawufnya itu. Mengenai tujuan pokok dari
etika Al-Ghazali kita temui pada semboyan tasawuf yang terkenal “Al-
Takhalluq Bi Akhlaqihi ‘Ala Thaqah al-Basyariyah, atau Al-Ishaf Bi Shifat al-
Rahman ‘Ala Thaqah al-Basyariyah”. Maksudnya adalah agar manusia sejauh
kesanggupannya meniru perangai dan sifat-sifat ketuhanan seperti pengasih,
pemaaf, dan sifat-sifat yang disukai Tuhan, jujur, sabar, ikhlas dan
sebagainya.

Sesuai dengan prinsip Islam, Al-Ghazali menganggap Tuhan sebagai


pencipta yang aktif berkuasa, yang sangat memelihara dan menyebarkan
rahmat (kebaikan) bagi sekalian alam. Berbeda dengan prinsip filsafat klasik
Yunani yang menganggap bahwa Tuhan sebagai kebaikan yang tertinggi,
tetapi pasif menanti, hanya menunggu pendekatan diri dari manusia, dan
menganggap materi sebagai pangkal keburukan sama sekali. Al-Ghazali
sesuai dengan prinsip

Islam, mengakui bahwa kebaikan tersebar di mana-mana, juga dalam


materi. Hanya pemakaiannya yang disederhanakan, yaitu kurangi nafsu dan
jangan berlebihan.

Bagi Al-Ghazali, taswuf bukanlah suatu hal yang berdiri sendiri terpisah
dari syari’at, hal ini nampak dalam isi ajaran yang termuat dalam kitab
Ihya’nya yang merupakan perpaduan harmonis antara fiqh, tasawuf dan ilmu
kalam yang berarti kewajiban agama haruslah dilaksanakan guna mencapai
tingkat kesempurnaan. Dalam melaksanakan haruslah dengan penuh rasa
yakin dan pengertian tentang makna-makna yang terkandung di dalamnya.10

10 Muhamad Husna. 2012. Filsafat Al-Ghazali. http://muhammad-husna.blogspot.com/2012/07/filsafat-al-


ghazali.html. ( 22 februari 216).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Nama lengkap Imam Al-Ghazali ialah Abu Hamid Muhammad bin

Muhammad Al-Ghazali ath-Thusi al-Syafi’i. Beliau lahir di sebuah kota kecil

yang terletak dekat kota Thus, Provinsi Khurasan, Republik Islam Irak pada

tahun 1058 M/450 H, kira-kira bersamaan dengan pengangkatan Sultan al-

Arsalan pada singgasana Seljuk dan wafat pada tahun 1111 M/14 Jumadil

Akhir 505 H (52-53 tahun) di Tabaran, sebuah desa dekat Thus. Thus adalah

salah satu di antara kota-kota yang terkenal di Khurasan pada zaman dahulu.

Saat ini ia sudah bukan lagi sebuah desa, tetapi termasyhur karena

hubungannya dengan penyair terkenal Firdausi yang meninggal di sana pada

tahun 1020 M.
Karya-karya tulisanya meliputi: Maqasid Al Falasifah, Tahafut Al

falasifah, Miyr Al ‘ilm, ihya’ ‘ulum Ad Din, Al Munqidz Min Adl Dlalal, Al-

Ma’arif Al ‘Aliyyah, Misykat Al Anwar, Minhaj Al ‘abidin, Al Iqtishad fi Al

I’tiqad, Ayyuha Al Walad , Al Musythafa, iljam Al Awwam ‘an ‘ilm Al Kalam

dan Mizan Al ‘amal.


B. Saran
Semakin bergumulnya dunia sekarang ini, maka perlu adanya sebuah

suplement untuk menggapai ketenangan diri. Hal tersebut dapat kita capai

salah satunya dengan memamahi pemikiran-pemikiran Imam Al-Ghazali.

Pemikiran-pemikiran Beliau niscaya dapat menjadi solusi dalam

menjawab permasalahan-permasalahan yang semakin kompleks ini.


DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. 1975. Riwayat Hidup Imam Al-Gazali. Jakarta: Bulan Bintang.
Muhamad Husna. 2012. Filsafat Al-Ghazali. http://muhammad-
husna.blogspot.com/2012/07/filsafat-al-ghazali.html. ( 22 februari 216).

Anda mungkin juga menyukai