Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Filsafat Al-ta’wil Atau Hermeneutika

Hermeneutika Jorge J.E Gracia

Disusun oleh:

Kelompok 4

Annisa Nur Hikmah 1842115033

Herman Feilani 1842115041


Taufik Ibrahim 1842115041
DosenPengampu: Dr. Abdul Majid, S.Ag, M.Ag

PROGRAM STUDI ILMU AL-QU’RAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SAMARINDA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hermeneutika secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu teori atau


filsafat tentang interpretasi makna. Kata hermeneutika itu sendiri berasal dari kata
kerja Yunani hermeneuien, yang memiliki arti menafsirkan, mengeinterpretasikan
atau menerjemahkan. Jika asal katanya dirunut, maka kata hermeneutika
merupakan derivasi dari kata Hermes, seorang dewa dalam mitologi Yunani yang
bertugas menyampaikan dan menjelaskan pesan (message) dari Sang Dewa
kepada manusia. Menurut versi lain, dikatakan bahwa Hermes adalah seorang
utusan yang memiliki tugas menyampaikan pesan Yupiter kepada manusia.

Tugas utama Hermes – yang digambarkan sebagai seseorang yang memiliki


kaki bersayap dan lebih dikenal dengan sebutan Mercurius – adalah
menerjemahkan pesan-pesan dari gunung Olimpus ke dalam bahasa yang dapat
dimengerti oleh manusia. Berawal dari pengertian di atas, kajiankajian mengenai
hermeneutika belakangan ini menjadi daya tarik tersendiri di kalangan ilmuwan-
ilmuwan yang ada. Dari Schleieirmacher, Emilio Betti, Hans-Georg. Gadamer,
atau Paul Ricoeur dari dunia barat, hingga Fazlur Rahman, atau Hassan Hanafi di
belahan dunia timur merupakan contoh tentang bagaimana luar biasanya concern
para ilmuwan terhadap ilmu hermeneutika ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi Jorge J.E Gracia dan Karya-Karyanya.?
2. Apa Saja Teori dan Fungsi Interpretasi Teks Jorge J.E Gracia.?
3. Bagaimana Aplikasi Teori Interpretasi Jorge J.E Gracia dalam Q.S. al-
Maidah :51 ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Jorge J.E Gracia dan Karya-Karyanya

Jorge J.E. Gracia dilahirkan di Kuba pada tahun 1942. Ia adalah


seorang profesor dalam bidang filsafat di University at Buffalo, New
York. Sejarah intelektualitas filsafatnya dimulai dari undergraduate
program di Wheaton Collage (1965), kemudian melanjutkan ke graduate
program di University of Chicago (1966), dan meraih gelar doktor filsafat
dari University of Toronto pada tahun 1971.1

Melihat perjalanan intelektualnya, Gracia menjadi salah satu


hermenian yang memilih core study dalam bidang yang terkait dan
terintegral, antara lain: metafisika/ontology, historiografi filosofis, filsafat
bahasa/ hermeneutika, dan filsafat skolastik. Dengan core study ini, ia
menjadi professor di Universitas Buffalo, sekaligus menjadi filosof
terkenal di Amerika. Dilihati dari jenjang pendidikannya, Gracia adalah
orang yang memiliki pengetahuan mendalam di bidang filsafat, karena ia
sangat konsisten menekuni bidang ini. Bahkan dirinya dapat dikatakan
sebagai salah satu filusuf kontemporer.

Disamping menjadi pengajar filsafat, Gracia juga aktif di berbagai


organisasi yang terkait dengan bidang kajiannya. Selain itu, Gracia juga
memberikan perhatian terhadap masalah-masalah etnisitas, identitas,
nasionalisme, dan lain-lain. Selain itu, Gracia juga mengkaji bidang
metafisika dan hermeneutika, terlihat dari hasil penelitian yang pernah
dilakukannya.2 Hingga pertengahan tahun 1980, Gracia sebenarnya tidak
terlalu tertarik pada kajian hermeneutika. Baginya, hermeneutika
merupakan teori interpretasi, di mana term ini digunakan pada begitu
banyak kajian saat ini. Kehadiran Peter Here, sahabat Gracia yang juga
ahli bahasa, pada tahun1980-an dalam sebuah konferensi di Buffalo terkait
isu historiografi, mulai membuatnya tertarik mengkaji hermeneutika
secara mendalam. Selama bergelut dengan sejarah filsafat, Gracia belum
benar-benar secara eksplisit mengkonfrontasi isu-isu historiografi.

Konteks historiografi inilah yang tampak dalam konsep Gracia


mengenai author dalam karyanya, Text; Ontological Status, Identity,
Author, and Audience. Dalam karya ini, Gracia memunculkan beberapa
ide dan pemetaan mengenai kepengarangan. Di Indonesia, beberapa teori
mengenai “kepengarangan teks” juga digunakan dalam mengkaji hadith,

1
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Quran, 52
2
“Biografi Gracia,” University at Buffalo, New York.
terutama masalah tahrif atau mengetahui dari mana sebuah redaksi hadith
mulai berubah.

Sebagai seorang akademisi, Gracia turut menyumbangkan ide-ide


segarnya dalam bentuk tulisan baik itu buku, artikel seminar, ontologi
maupun jurnal ilmiah. Diantara tulisan-tulisannya adalah sebagai berikut:

1. A Theory Of Textuality: The Logic And Epistemology (Albany: State


University Of New York Press, 1995).
2. Text: Ontological Status, Identity, Author, Audience (Albany: State
University Of New York Press, 1996). 3. Texts and Their Interpretation,
review of metaphysics 43 (1990)
4. Can There Be Texts Without Historical Authors? American
Philosophical Quarterly (1994)
5. Can There Be Texts Without Historical Audiences? The identity and
function of audiences, review of metaphysics (1994)
6. Can There Be Definitive Interpretations? In European philosophy and
the American academy, ed. B. smith (la sale, IL: heeler institute, 1994)
7. Author and repression, contemporary philosophy (1994)
8. Textual identity, sorties (1995)
9. Relativism and The Interpretation Of Texts, metaphilosophy (2000)
10. Borges Pierre Menard: Philosophy Of Literature, journal of
aesthetics and art criticism 59, 1 (2000)
11. The Ethics of Interpretation, in volume of the international academy
for philosophy, Liechtenstein, forthcoming?
12. A Theory of Author, dalam W. Irwin, (ed.), the death and
resurrection of the author (Westport, CN: Greenwood Press, 2002)
13. The Uses And Abuses Of The Classics: Interpreting Interpretation In
Philosophy, dalam J.J.E. Gracia dan Jiyuan Yu (eds). Uses and abuses
of the classics: interpretation in philoshophy.
14. Meaning, dalam dictionary for theological interpretation of
scriptures, diedit oleh Kevin J. vanhoozer, Daniel j. treier, et al.
15. History/Historiography Of Philosophy, dalam encyclopedia of
philosophy (new York?: macmillan, dalam persiapan).
16. From Horror To Hero: film interpretations of stoker’s Dracula, in
William Irwin dan Jorge J. gracia, eds, philosophy and the interpretation
of popular culture (dalam persiapan). The Good And Bad: the quests of
sam gamgee and smeagol (alias Gollum) for the happy life, dalam G.
bassham dan eric Bronson (eds.), philosophy and the lord of the rings
(lasalle, IL: open court, 2003).7
B. Teori dan Fungsi Interpretasi Teks Jorge J.E Gracia

Pada bagian awal telah dijelaskan adanya keterkaitan tiga elemen


tafsir yang ditegaskan oleh Garcia. Bagi Gracia, antara interpretans dan
interpretandum memiliki kaitan erat, karena lahirnya interpretans untuk
menjelaskan interpretandum.3 Dalam menjelaskan teori interpretasinya,
Gracia mengemukakan terlebih dahulu apa yang diistilahkan dengan
interpreter’s dilemma, yakni keadaan dimana seorang penafsir merasakan
kekhawatiran, apakah tambahan kata yang diberikan akan membuat
audiens semakin paham atau tidak, atau malah tambahan kata itu akan
mendistorsi teks.4 Untuk menjawab ini, Gracia memberikan jawaban
dengan bangunan fungsi interpretasinya, yakni historical function,
meaning function, dan implicative function.

a) Historical function (fungsi Sejarah) Gracia menjelaskan tujuan dari


penafsir adalah untuk menciptakan pemahaman dibenak audiens
kontemporer, terkait tindakan mental yang memunculkan teks pertama
kali (historical author), bukan orang yang mengkreasikan teks,
melainkan kondisi masyarakat ketika teks itu muncul.
Pandangan ini mengisyaratkan, bahwa seorang penafsir harus mampu
menyampaikan apa yang menjadi tujuan dari teks sejarah (historical
teks) dengan pemahaman yang sama dengan apa yang diinginkan oleh
historical author. Pemahaman yang dimiliki penafsir inilah yang
kemudian dibawa pada audiens kontemporer, sebagai satu pemahaman
yang didasarkan pada kondisi psikologi historical audience. Dengan
kata lain, tujuan penafsir adalah untuk menciptakan pemahaman pada
sebuah teks di antara audiens kontemporer, sehingga tugasnya sama
sepeti bagaimana historical author dan historical audience dulu
menciptakan historical text.5

Dari sinilah terlihat, mengapa interpretasi merupakan bagian integral


dari pemahaman historical text untuk memahami sebuah teks.
Tujannya untuk menjembatani kesenjangan kontekstual, konseptual,
budaya, dan sebagainya yang memisahkan teks dimana ia dibaca,
didengar, atau bahkan diingat.
Dalam fungsi inilah, dilema seorang penafsir akan hilang atau
terjawab. Sebagaimana ditegaskan oleh Gracia, bahwa dalam
melakukan penafsiran ada takaran-takaran yang jika sudah dipenuhi,
maka tidak perlu lagi ada kekhawatiran. Gracia menyebut hal ini
dengan principle of propotional understanding.6

3
Jorge J. E. Gracia, A Theory of Textuality: The Logic and Epistemology, 148.
4
Jorge J. E. Gracia, A Theory of Textuality: The Logic and Epistemology, 155.
5
Jorge J. E. Gracia, A Theory of Textuality: The Logic and Epistemology, 157.
6
orge J. E. Gracia, A Theory of Textuality: The Logic and Epistemology, 156
b) Meaning function, fungsi perkembangan makna. Gracia menegaskan
bahwa fungsi ini bertujuan untuk menciptakan pemahaman di benak
audiens kontemporer dan mengembangkan makna dari suatu teks.
Terlepas dari apakah pemaknaan tersebut sama atau tidak, dengan apa
yang dimaksud oleh author dan audience historis.7

Perkembangan makna yang dimaksud adalah suatu pemahaman


tambahan dalam menafsirkan suatu teks, karena kondisi yang dialami
para penafsir yang berbeda-beda. Akan tetapi, penafsiran tersebut tidak
berarti hilang kendali dari makna subtansi teks, melainkan
perkembangan makna tersebut hanyalah suatu pengembangan dari
makna subtansi yang dikandung oleh teks, sebagai upaya penyesuaian
dengan problematika yang sedang dialami para penafsir. Dengan kata
lain, menghidupkan teks sesuai dengan permasalahannya. Sehingga
seorang mufasir bisa saja menemukan makna lain, asalkan makna
tersebut merupakan bagian dari makna keseluruhan sebuah teks (part
of the overall teks).

c) Implicative function (fungsi penerapan). Fungsi ini bertujuan untuk


memunculkan pemahaman dibenak audiens, sehingga makna dari teks
yang ditafsirkan dapat dipahami. Pemaknaan suatu teks dapat
dipahami dari tindakan yang dilakukan oleh audiens. Tindakan inilah
yang nantinya dipahami sebagai fungsi penerapan. Akan tetapi, antara
makna dan penerapan harus dibedakan, walaupun makna dan
penerapan terlihat sama. Makna hanya pada ranah konseptual,
sedangkan penerapan sudah lebih jauh dari konsep menjadi sebuah
tindakan audiens.
Pemahaman tentang makna historis merupakan syarat yang harus
dipenuhi untuk memahami fungsi penerapan ini. Seorang penafsir
harus konsisten dengan makna yang ada pada teks tersebut menjadi
makna yang bisa dipahami oleh audien kontemporer, bukan
pemahaman yang subjektif. Hal ini tentu tidak mudah bagi seorang
penafsir, karena situasi yang dialami seorang penafsir dan kemunculan
teks tidak sama.8

C. Aplikasi Teori Interpretasi Jorge J.E Gracia dalam Q.S.al-Maidah :51


7
Jorge J. E. Gracia, A Theory of Textuality: The Logic and Epistemology, 160
8
Jorge J. E. Gracia, A Theory of Textuality: The Logic and Epistemology, 161.
Sebelum jauh melangkah kepada Aplikasi teori penafsiran Jorge J.E
Gracia terhadap Al-Qur’an ayat 51, penulis akan menjelaskan terlebih
dahulu hal- hal tentang teori penafsiran Jorge J.E Gracia. Hal-hal tersebut
akan penulis jelaskan dalam sub-sub bab yang mengacu pada sebuah teori
penafsiran Jorge J.E Gracia yaitu ada tigafungsi diantaranya (1) Fungsi
Historis (2) Fungsi Pengembangan Makna (3) Fungsi Implikatif. Tetapi
dalam menjelaskan ini,pemateri akan membatasi pembahasan hanya
sampai Pembahasan Fungsi pengembangan Makna,yang sesuai dengan
fokus rumusan masalah ini.

Sebagaimana yang telah dijelaskan didalam di atas, yaitu bahwa


Gracia membagi interpretasi menjadi tiga hal diantaranya yaitu: Teks yang
ditafsirkan (Interpretandum), Penafsir (inerreter), dan keterangan
tambahan(interpretans). Interpretandum adalah sebuah teks historis,dan
interpretans adalah tambahan-tambahan atau ungkapan-uangkapan yang
dilakukan oleh seorang munfasir sehingga interpretandum dapat
dimengerti dan dipahami. Oleh sebab itu,dalam hal ini kami akan
menjelaskan terlebih dahulu teks yang menjadi interpretandum atau
keteragan tambahan yang kemudian penulis jelaskan interpretans dari pada
tiga konsep yang dimiliki oleh Gracia diantaranya yaitu fungsi
historis(historical meaning),fungsi makna(meaning function),dan fungsi
implikastif (implicative function). Adapun langkah-langkahnya sebagai
berikut :

a. Menentukan Interpretandum Interpretandum atau teks yang akan


ditafsirkan didalam penelitian ini adalah Al-Qur’an surat Al-Maidah
ayat 51. Adapun ayat tersebut yaitu:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-


orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu);
sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain.
Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin,
Maka Sesungguhnya orang itu Termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepad a orang-orang
yang zalim” (Q.S.Al-Maidah:51)”.

b. Menentukan Interpretans Pada Dua Fungsi Interpretasi


Sebagaimana yang sudah dijelaskan diatas,bahwa sebuah
penafsiran (interpretation) pasti memuat interpretans Atau (keterangan
tambahan dari seorang munfasir). Dikarenakan memang secara umum
fungsi interpretasi adalah sebuah penafsiran yang diciptakan didalam
benak audiens kontemporer. Artinya, sebuah pemahaman terhadap teks
yang ditafsirkan. Oleh sebab itu,tanpa adanya interpretans sudah
barang tentu tujuan dari seorang munfasir tidak bisa tersampaikan.
Untuk itu dibutuhkan sebuah penjelasan interpretans dari kedua fungsi
tersebut diantaranya yaitu, fungsi history dan fungsi pengembangan
makna.

1. Aplikasi fungsi (history)


Dalam aplikasi ini,fungsi historis (sejarah) ini penulis akan
sedikit menjelaskan tiga hal mengenai fungsi historis yang terdapat
didalam surat Al-Maidah : 51. Mengenai sejarah munculnya teks
yang dalam hal ini teks tersebuat adalah surat Al-Midah ayat 51.
Hal ini penting untuk diketahui,karena salah satu upaya untuk
menciptakan didalam benak audiens dalam memahami pemahaman
yang baru terhadap teks tersebut. Seorang sahabat Nabi yang
bernama ‘Ubadah ibn al-Shamit,ia tidak lagi mempercayai kaum
Yahudi dan Nasrani di Madinah sebagai kelompok untuk
membantu umat Islam dalam peperangan,dan ‘Abdullah ibn Ubayy
ibn Salul seorang sahabat yang masih mempercayai mereka
sebagai kawan dalam peperangan. Sebagian riwayat lain
menjelaskan bahwa Abu Lubabah merupakan Abu munzdzir. Dia
dalah sososk yang memberikan isyarat kepada kaum bani
Qura’izah bahwa dirinya adalah korban. Dan dia memberikan
isyarat ini kepada Bani Qura’izah yang bertanya tentang dirinya
terhadap mengenai ketundukan terhadap keputusan Sa’d bin Abu
Mu’adz9 . Riwayat yang lain lagi merangkan bahwa ayat tersebut
terkait dengan kekhawatiran umat Islam menjelang terjadinya
perang Uhud (pada tahun kedua Hijriyah); oleh karena itu,
sebagian dari mereka mencoba meminta bantuan teman-teman
Yahudi, dan sebagian yang lain ingin meminta bantuan kepada
kaum Nasrani di Madinah; ayat tersebut turun untuk menasehati
umat Islam saat itu agar tidak meminta bantuan dna mnolong
mereka.

Tekait hakekat sebuah teks ( surat Al-Maidah ayat:51). Pertama


peneliti mencoba untuk mengetahi makna yang terkandung
didalam teks ( Al-Maidah :51). Didalam bab tiga,penulis telah
menjelaskan,bahwa didalam teks surat Al-Maidah : 51 mempunyai
katakata yang penting untuk dianalisis kebahasaannya diantaranya
sebagai berikut.
Pertama,didalam pembuka ayat surat Al-Maidah : 51.
Allah telah megawali firman-Nya dengan panggilan atau seruan
“yaa ayyuha “ didalam ilmu kebahasaan arab disebut yaa nida’.
Maksudnya adalah,suatu panggilan atau seruan kepada umat
Muslim atau orang yang beriman dalam hal ini agar bisa menjadi
satu konsekwensi dan komitmen sendiri dengan keimanannya.
9
Syeh Imam Al-Qurthubi “Tafsir AL-Qur’an tafsir Al-Qurtubi” Jilid 6,Cet. 1( Jakarta : Pustaka
Azam,2009),hlm.518.
Kedua, didalam ayat tersebut terdapat kata larangan atau
“laa nahi”. Kata larangan tersebut ditujukan kepada beberapa
seorang sahabat yang tidak lagi mempercayai umat Yahudi dan
Nasrani sebagai kawan atau aliansi dalam peperangan. Dengan
alasan bahwa,begitu besar rahasia dalam strategi peperangan
sehingga jangan sampai seseorang yang belum jelas komitmen
untuk bisa menjadi teman atau kelompok dalam aliansi
peperangan,sehingga dikawatirkan mereka Yahudi dan Nasrani
akan membocorkan rahasia strategi peperangan tersebut.
Ketiga,dialam surat Al-Maidah ayat 51 terdapat kata
Awliya. Jam’ak dari kata Waly yang berati dekat atau kedekatan.
Didalam Al-Qur’an Departemen Agama edisi 2010.10 , kata
Awliya’ bermakna yang mencintai, teman, sahabat, yang
menolong, orang yang mengurus perkara seseorang atau waliy. 24
Awliya sebagai obyek yang kedua dari kata laa tattakhidu yang
berkedudukan sebagai penjelas dari obyek yang pertama yaitu
Yahuda waa Nasarā. Maksudnya adalah larangan kepada orang
Muslim untuk menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai
teman dekat dalam aliansi peperangan sehingga mereka
dikawtirkan tidak mempunyai komitmen dan membocorkan
beberapa agenda atau strategi peperangan. Gracia membagi
interpretasi kedalam dua bagian penting diantaranya adalah
Interpretasi Tekstual dan interpretasi non tekstual.

2. Apikasi Interpretasi dalam Fungsi Pengembangan Makna


Untuk mengetahui lebih lanjut dalam penelitian ini,peneliti
tidak terlepas daripada teori yang penulis gunakan,oleh karena itu
penulis mengutip pengertian Interpretasi Gracia. Sebagaimana
yang telah disebutkan diatas,bahwa sebuah Interpretasi yang
berfungsi untuk menciptakan dibenak audiens kontemporer dalam
pemahaman dimana audiens kontemporer tersebut dapat menagkap
sebuah pesan atau makna tertentu yang terdapat didalam sebuah
teks tertentu. Sehingga pesan dan makna yang terdapat diadalam
teks bisa dimngerti dan difahami oleh audiens kontemorer dan ini
semua terlepas dari pada apakah makna tersebut secara persis sama
dengan yang dimaksud oleh pengarang teks (audiens historis) atau
tidak. Dalam fungsi ini peran/tugas dari pada seorang munfasir
adalah sebagai seorang penafsir atau menjelaskan maksud dari ada
sebuah makna yang terdapat didalam teks tersebut. Untuk dapat
memeberikan sebuah kejelasan kepada audiens kontemprer
mengenai pesan atau makna yang terdapat didalam sebuah teks
tersebut.

10
Departemen Agama RI, al-Qur’ān dan tafsirnya (Jakarta :Departemen Agama Edisi
2010),hlm.695.
Tidak terlepas daripada pesan historis didalam surat al-Maidah ayat
51 yang telah penulis jelaskan diatas. Dalam pembahasan
ini,peneliti akan mencoba menjelaskan perkembangan makna dan
pesan-pesan moral yang terkadung didalam surat al-Maidah ayat
51 adalah Persatuan dan persatuan adalah kunci dari pada
ketentramana dan kedamaian.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

 Dari uraian di atas, setidaknya dapat diambil beberapa kesimpulan iya itu.
pertama, konsep teks Alqur’an atau Alnash merupakan konsep yang
tampak hingga saat ini. Tekstualitas Alqur’an dalam menafsirkan adalah
kesadaran utama yang mesti dibangun. Sebab Alqur’an adalah sesuatu yang
terbaca/tersentuh (Almaktub). Ke-maktub-an Alqur’an terlihat dari entitas hurf,
alqur’an, alkitab ayat, kalimat dan alrisalah yang tersusun rapi, khas, dan
membedakan dengan teks semasanya maupun teks sebelumnya. Sebagai alnash,
alqur’an memiliki mekanisme teks yang pendekatan ketekstualitasannya adalah
pintu utama dalam membuka maknanya sebagai teks. Dengan demikian, teks dan
makna adalah entitas yang terkait, tetapi juga berbeda.
Kedua, nalar hermeneutis pemaknaan teks ala Gracia diarahkan untuk
mengatasi ketidakpahaman (misunderstanding), bukan pemahaman (undestading)
dari sebuah teks dengan metode the development of textual interpretation, guna
menjembatani kesejarahan teks dengan keadaan audiens. Teks bagi Graci adalah
entitas yang hidup dan menyangkut banyak segi yang perlu dipahami dengan jalur
undestanding (albayan), expalin (alfahm) dan implicative (istikhraj). Sebagai teks,
Alqur’an adalah entitas yang di dalamnya menyangkut banyak poin untuk yang
harus dianalisis, mengingat adanya konteks dan audiens. Elemen teks tersebut
adalah entitas yang terpisah dan semua akan digerakkan untuk memahami teks.
Teks harus dipahami oleh audiens sebagai aktor yang melakukan aktifitas dalam
memahami makna yang terkandung dalam teks.
Ketiga, Berdasarkan penjelasan peneliti diatas tentang Interpretasi Alquran
Surat al-Maidah: 51 dengan menggunakan pendekatan hermeneutika Jorge.J.E
Gracia. Maka dalam hal ini peneliti akan menyimpulkan hasil dari penelitian ini.
Secara subtasi makna didalam Q.S. alMaidah :51 bukan larangan untuk memilih
pemimpin negara atau suku. Secara historis mikro surat al-Miadah: 51 turun
dalam kondisi dimana masyarakat Muslim akan melakukan perangan. Namun,
secara makro ternyata ayat ini turun disaat berada di Madinah. Ketika itu piagam
Madinah sebagai bentuk tolerasni antar umat beragama dibentuk. Sehingga
bertujuan untuk kemaslahatan manusia yang selalu mengedepankan kehidupan
rukun dan damai. Secara bahasa makna dasar dari kata awliya bukan seorang
pemimpin melainkan dekat atau kasih sayang. Artinya pesan dan ide moral dalam
ayat ini adalah perintah Allah swt kepada manusia untuk bisa hidup yang rukun,
damai dan selalu berhati-hati untuk memilih seorang teman.
        

DAFTAR PUSTAKA
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Quran, 52

“Biografi Gracia,” University at Buffalo, New York.

Jorge J. E. Gracia, A Theory of Textuality: The Logic and Epistemology, 148.

Jorge J. E. Gracia, A Theory of Textuality: The Logic and Epistemology, 155.

Jorge J. E. Gracia, A Theory of Textuality: The Logic and Epistemology, 157.

orge J. E. Gracia, A Theory of Textuality: The Logic and Epistemology, 156

Jorge J. E. Gracia, A Theory of Textuality: The Logic and Epistemology, 160

Jorge J. E. Gracia, A Theory of Textuality: The Logic and Epistemology, 161.


Syeh Imam Al-Qurthubi “Tafsir AL-Qur’an tafsir Al-Qurtubi” Jilid 6,Cet.
1( Jakarta : Pustaka Azam,2009),hlm.518.

Departemen Agama RI, al-Qur’ān dan tafsirnya (Jakarta :Departemen Agama


Edisi 2010),hlm.695.

Anda mungkin juga menyukai