Anda di halaman 1dari 11

PEMIKIRAN FILSAFAT MARTIN HEIDEGGER

VIO SAM APRILLYO


Uin Sunan Ampel Surabaya
e-mail: viosam1304@gmail.com

Abstract : marteralism and idealism have had an adverse reaction to the birth of the philosophy
of Martin heidegger. According to materialism, man's view of the world as a whole. Man and
matter in its shape are superior to the product but are essentially the same, and the resultant
chemical process causes. Whereas according to the subject's ideals as human view and
consciousness is only the end. The idealism forgets, because the object as the subject is only
parent standing. The united realities around which a human can only stand. There are
differences in the two courses of existentialism, when the philosophy of existentialism sees
subjects and objects in humans instead of the two being united

Keyword: Thought, Philosophy, Martin Heidegger


Absrak: Filsafat marteralisme dan idealisme mendapatkan reaksi pertentangan yang disebabkan
oleh lahirnya filsafat martin Heidegger. Menurut materialisme bahwa berpandangan manusia
sebagai benda dunia yang digunakan secara keseluruahan. Manusia dan benda menurut
bentuknya lebih unggul dibandingkan benda tetapi hakikatnya sama, dan penyebabnya dari
unsur proses kimia (resultante). Sedangkan menurut Idealisme subyek sebagai pandangan
manusia dan kesadaran hanya sebagai akhirnya. Idealisme lupa, karena obyek sebagai subyek
bahwa menusia hanya bapat berdiri. Realitas bersatu disekitarnya manusia hanya dapat berdiri.
Terdapat perbedaan menurut dua aliran itu, filsafat eksistensialisme melihat subyek dan
sekaligus obyek pada manusia bukan keduanya bersatu

Kata kunci: Pemikiran, Filsafat, Martin Heidegger

PENDAHULUAN
Pada abad- ke 18 Masehi pada masa Enlightenment sebelum abad ke 15 dan 16 masehi pada
masa renaissance pada humanisme yang dilacak sebagai muculnya sejarah Eksistensialisme.Hal ini
disebabkan masa enlightenment dan masa renaissance, otoritas dogmatis melakukan gerakan
perlawanan, banyak diperhatikan, gerakan kebebasan (freedom) serta penghormatan yang besar pada
individualitas, dan pengukuhan tehadap kemanusian.Tumbuhnya eksistensialisme merupakan
kondisi yang favourable pada intisari semua gerakan ini. Yang dikenal sebagai aliran filsafat 1

1
David Michail Levin, Existentialism at The End of Modernity, (Questioning The I’s
Eyes), dalam; plylosophy Today, (USA: Phylosophy Documentation Center, Vol 34 Num. 1/4 Spring 1990),
h. 81
Heidegger, jaspers, Marcel, dan Sartre melalui tulisan pada seperempat abad kedua abad ke-20
Masehi sampa mempengaruhi benua eropa dan Soren Aabye Kierkegaard (1815-1855) mencetuskan
awal aliran filsafat eksistensialisme2.
Eksistensalisme menentang kaum rasionalis karena doktrinnya dan alamini yang
mendatangkan bahwa emperis pasti (determined, resolute), yang dapat dimengerti oleh pemkirian
peneliti dalam system yang teratur,sehingga mengelola segalasesuatu yang ada bisa menemukan
hukum alam, serta menambahkan aktivitas manusia sebagai peran akal dalam
beraktifitas.3Eksistensialisme dapat memandang bahwa penekanan linguistik dan positivism serta
kumpulan pengetahuan sains dan deskriptif menjadikan kehidupan kita kosong. Selama 100 tahun
terakhir pertambahan perasaan keterasingan manusia .teknologi dan revolusi industri yang
menimbulkan kota kota besar, gerakan gerakan masa serta kecendrungan kolektivis dan kehidupan
serta spesialisasi pengetahuan, semua dilihat oleh eksistensialisasi telah menjurus pada
menghilangkan kepribadian (depersonalisasi) manusia. Nilai nilai moral, perusakan manusia, dan
dehumisasi manusia merupakan bahaya yang rill, maka menjadi persoalan eksistensi manusia. 4
Filsafat idealisme dan materialisme sabagai reaksi terhadap lahirnya filsafat ini. Menurut
materialisme berpandangan bahwa manusia hanya sebagai benda seperti fungsi benda benda lainnya.
Hakikatnya sama saja tetapi menurut manusia bentuknya lebih unggul dibandingkan benda lainnya,
penyebabnya akibat proses unsur resultante (kimia).
Menurut filsafat eksistensialisasi, terdapat kesalahan materialisme disini, yaitu sebagai
sebuah keseluruhan penginggakaran terhadap manusia,seorang eksistensialis dari Prancis, bernama
Rene Le Senne kesalahan itu diistilahkan dengan dettotalisasi atau detotalisation berarti kemungkiri
keseluruhan.5
Para eksistensialis tetap mensetujui bahwasannya manusia terdapat unsure yang disebut
jasmani (materi)seperti benda lainnya, tetapi hanya satu aspek, bukan keseluruhan bagian padangan
para filsuf materialisme. Dalam pandangan materialisme adalah keseluruhan sebagian pandangan
salah satu.
Sedangkan menurut Idealisme adalah yang merupakan penyebab lahirnya eksistensialisme-
obyek sebagai pandangan manusia, dan akhirnya sebuah kesadaran. Idealisme lupa, manusia hanya
bisa berdiri obyek karena menghadapi subyek, manusia hanya bisa berdiri sebagaimana manusia

2
Antony Flew, A Dictionary of Philosopky, (New York: ST. Martin‟s Press, 1979), h. 107
3
Ibid.
4
Simon Blackurn, The Oxford Dictionary of Philosophy, (New York: Oxfoard Press,
1994), h. 169-170

5
N. Drijakara, Percikan Filsafat, (Jakarta: Pembangunan, 1989), h. 56. Jurnal
karena realitasnya bersatu dengan sekitarnya, berbeda dengan pertentangan aliran itu ,
eksistensialisme melihat subyek dan obyek sebagai manusia, bukan hanya dari salah satu tersebut 6

Riwayat Hidup
Martin Heidegger lahir pada tanggal 26 September 1889 M, di Kota Baden, Jerman. Ia
masuk biara Yusuit, kemudian ia belajar kepada Husselr dan Rekert. Pada tahun 1909-1910 studi
pertamanya dimulai pada musim dingin di Falkultas Universitas Freiug. Sambil menekuni filsafat dia
juga belajar teknologi.pada semester empat di Fakultas Teologi, mengehentikan studi teologi dan
memfokuskan kepada pemikiran filsafat. Dia tertarik sama fenomologi Husserl, yang dipelajari
melalaui karya Hussrel .
Pada tahun 1913 Heidegger berhasil meraih gelar Ph.D dari almamaternya dengan desertasi berjudul
Die Kategorian Und Bedeutunslehre Des Dunus Scotus.pada tahn 1923, ia mendapatkan undangan
ke Uneversitas Marbug dandan diangkat sebagai professor. Di sini ia bertemu seorang teolog
terkemuka protestan yang bernama Bultman. Ia diangkat menjadi professor di Freiburg sebagai
pengganti Husserl pada tahun 19267
Ketika Hittle di Jerman, Heidegger dipilih sebagai Rektor pada Universitas Freiburg yang
mengakibatkan memburukya hubungannya dengan Husserl yang mana pada waktu Nazisme orang
yahudi menderita dan terlibat dalam partai Nasionalisme Sosialisme. Heidegger merasa kecewa
dengan pemerintahan Nazisme dan tidak lama dari itu ia juga mengundurkan diri sebagai Rektor, dan
akhirnya ia pergi di desa terpencil untuk menyepi sampai akhir hayatnya pada tahun 1976.8
Pengaruh dari Kierkegaard mendapatkan pemikiran yang eksistensialisme dari seorang
sentral pemikiran yang dikenal sebagai Heidegger. Melalui karyanya monumentalnya Sein Und Zeit
pada tahun 1927 menjadi sangat terkenal dan pengembangan dab pemikiriannya Heidegger
mendapatkan deteretan teratas
Karya karya yang terkenal antara lain adalah
1. Kant dan Problem metafisika( 1929).
2. Apakah Metafisika itu ? (1929).
3. Jalan-jalan yang Macet (1950).
4. Einfuhrung in die Metaphysic( 1950).
5. berpikir itu apa (1954).

6
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales Sampai James, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1990), h. 192-193.
7
K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX, Jilid I, (Jakarta: Granedia, 1983), h. 142-143
8
Paul Edawrds, The Encyclopedia of Philosophy, (Edit), Volume Three, (New York: Inc & The Free Press,
t.t), h. 459. 256
6. Vortage und Aufsatze, (1957).
7. Jalan Menju Bahasa (1958).
8. Nietzhe, (1961).
9. Identitas dan Perbedaan (1969).
10. Zur Sache des Denkens, 1969.Dan
11. fenomelogi dan teologi (1970).9

Eksistentialisme Martin Heidegger


1. Pengertian Eksistentialism
Eksistentialisme (eksistentialism) berasal dari kata eks yang berarti keluar dan sistensi
yang berarti menempatkan, berdiri (berasal dari kata kerja sisto). Sedangkan menurut bahasa kata
eksistensi berarti manusia yang berdiri sebagai diri sendiri yang kelaur dari dirinya dan sadar
bahwasannya dirinya ada. 10 akan tetapi yang terdapat di dalam filsafat eksistentialisme suatu
ungkapang eksistensi yang memiliki arti secara khusus adalah cara mansusia yang terdapat di dalam
dunia yang berbeda memiliki cara berbeda benda lainya. 11
Mungkin dapat dikatakan tanpa ada hubungan, yang satu berada di samping lainya, dan
dan benda benda tidak sadar akan keberadaanya. Tidak demikian cara manusia berbeda. Benda itu
berada bersama dengan manusia .manusia bisa berarti karena benda benda itu. Terdapat dua cara
membedakan di dalam filsafat eksistentialisme dikatakan, bahwasannya manusia ” bereksistensi “ ,
sedangkang benda benda “berada”. jadi bereksistensi hanyalah manusia.

2. Pokok-pokok Ajaran Eksistentialisme Heidegger


Diketahui bahwa pemikiran Heidegger, dipengaruhi dengan pemikiran fenomenologi,
sebelum berjalan ke filsafat eksistentialisme 12 Husserl. Dalam metode ini penting untuk menguji data
langsung pengalaman. Untuk mencari perbedaan antaradunia luar untuk menemukan sebuah fakta
yang benar dan mencari kesadaran serta membuang semua kontruksi logis dan epistimologis. Dia

9
Save M. Dagun, Filsafat Eksistentialisme, (terj.), (Jakarta: Rineca Cipta, 1990), h. 31
10
Ali Mudhofir, Kamus Tiori dan Aliran dalam Filsafat, (Yogyakarta: Liberty, 1988), h.
11
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), h. 148.
12
Kata fenomenologi berasal dari bahasa Yunani: phainomenon, dari phanesthai/
phainimai/ phainein yang artinya menempatkan dan memperhatikan. Dalam istilah filsafat kata
tersebut sering diartikan dengan: obyek persepsi, apa yang diamati, apa yang tampak pada kesadaran
seseorang, pengalaman iderawi, apa yang tampak pada panca indra dan pristiwa yang dapat diamati.
Oleh karena itu fenomenologi menganggap obyek berhubungan dengan kesadaran murnni bukan
kesadaran kosong. Lihat; Save M Dagun, Filsafat Eksistentialisme, h. 37 & 39.
menambahkan antara dunia obyek dan subyek untuk menciptkan penonton sebagai seseorang yang
menambahkan teori, maka akan gagal menciptakan fatkta yang benar.
Persoalan eksistensi manusia terpusat pada di atas Heidegger supaya terhindar dari
kegagalan. Segala sesuatu yang berada di luar manusia akan berkaitan dengan manusia itu sendiri.
Dengan ikatan manusia benda benda yang berada diluar kita baru memiliki arti. Dikatakan lebih
jauh, manusia dipandang didunia luar dan dikonsepkan sebagai benda benda secara sruktual masuk
kedalam wilayah modalitas eksistentialitas dan modifikasi manusia .
Heidegger membicarakan konsep waktu. Gagasan subyektif manusia dikaitkan dengan
waktu. Waktu adalah tahapan eksistensi tidak dapat dipisahkan pada zamannya baik masa lalu, masa
sekarang dan masa yang akan datang. Pada dimensi waktu itu sama juga realnya. Didalam perjalan
waktu seseorang senantiasa terdapat dalam kemungkinan. Potensi ini menjadikan alternatif untuk
manusia bertindak. Di sini manusia memiliki pilihannya. Di sini manusia terdiri dari kehilangan
kehilangan. Yang artinya terdapat pengalaman akan ketiadaan dan hal hal yang tidak ada direalisir.
Terdapat pilihan yang belum direalisir dan mucullah perasaan cemas pada manusia,. Itulah realitas
manusia, manusia terbentur dengan keterbatan dan ketiadaan. Hal tersebut menjadikan menerung
secara mendalam.
Dari pemikiran diatas, Heidegger kembali berpikir awal, siapa manusia sebenarnya?..
Apakah terdapat konkrit?. Apakah terdapat yang tertinggi itu?. Apakah ada pada diriku?.
Semua pertanyaan tersebut dipikirkan manusia untuk mencapai eksistensi pada dirinya.
Kekawatiran, sesuatu yang terjadi akan ketiadaanya adalah nasib manusia. Menurut Heidegger
pandangan manusia sebagai makhluk yang terlempar di dunia. Manusai sekakan hidup di daerah
tempat yang sempit dan diapit dengan jurang yang sangat dalam. Ada dan ketiadan ada diantara
meraka. Mereka ada karena hidup dan tiada karena berakhir dengan kematian. Manusia itu sendiri
sadar pengalaman ketiadaan akan kegelisahan manusia tersebut. Pada akhirnya manusia harus
bertemu dengan pertanyaan pertanyaan seperti tempotaritas. Jawaban jawaban atas pertanyaan
tersebut dapat dirincikan sebagai berikut ini.
Manusia artinya Human Being. Hal ini berawal dari pemikiran filsafat Sein (being) atau
Seinde (being). Being berarti ada/yang ada/ ada-nya, merupakan penelitan terhadap Time dan
Being yang dibahsa inggriskan (pada tahun 1962) dari aslinya Sein Und Zeit (pada tahun 1927)
dari sebuah pemikiran filosof Heidegger pada berusia 37 tahun. Merupakan peristiwa maha penting,
saat Heidegger memikirkan pertanyaan arti ada, karena sesuatu itu akan menandai keseluruhan
karirnya sabagai filosof. Dan Time and Being (waktu dan ada) merupakan sebuah langkah pertama
untuk menjawab permasalahan tersebut. Menurut Heidegger, untuk menggelar sebuah pertanyaan
akan ada terlebih dahulu akan bertanya akan ada-nya sebuah makhluk satu satunya
mempertanyakan tersebut, adalah manusia. Manusia menanyakan karena pengertian akan-ada.
Memperhatikan sebuah pengertian akan-ada dalam sebuah demikian ini menunjukkan
bahwasannya kata manusia jarang dipakai sama Heidegger,bahkan tern filosof tang teracu pada
manusia seperti sebuah person atau kesadaran, subyek aku yang tidak dipergunakan, akan tetapi
justru, Heidegger menujuk manusia sebagai istilah nama Dasien, 13 istilah ini masih bertahan tetap
dipertahankan sebagai terjemah.
Peristiwa ini yang digunakan Heidegger untuk meneliti manusia, ialah berangkat dari
sebauh kenyataan historis. Yaitu manusia/orang ketidak samaan yang ditemukan setiap harinya.
Untuk membahas yang sebenar-benarnya manusia tersebut ialah sebagai Yand-ada. Diistilahkan
dengan Human Being, Dasein, yakni man (orang) itu sendiri yang terdapat di antara ada-ada
(Being) yang mencari kegunaan ada. Hal itu niscaya awal untuk mencari ada itu sendiri, guna
melukiskan ketidak asliannya man’s inauthentic (orang) atau exixtence (kehidupan) setiap hari.
Heidegger telah mengarahkan tiga aspek fundamental tentang Huuman Being (ada-nya
14
manusia), yang bagaimanapun seharusnya ini tersusun didalam satu struktur kesatuan internal .
tentang makna penelitan hal ini, menurut Bertens, adalah memperlihatkan bagian-bagian dasariah
Dasein .15 adapun tida aspek tersebut fssticity/faktilitas (keberadaan), existetiality (sifat yang ada/
eksistensialitas), dan forfeiture/wafailen (keruntuhan /kemorosaotan.
Tentang adanya tuhan, tidak bisa disatukan dengan adanya manusia dan benda lainnya.
Menurut Heidegger, adanya tuhan merupakan permaslahan keimanan yang dilator belakangi oleh
masing masing pemeluk agamanya, menerutnya , membahassecara eksklusif terhadap masalah
keiamanan, sedangkan pemikiran sebagai filosof, tidak bersamaan menyelesaikan masalah-masalah
semisal tuhan bersatu dengan manusia dengan tuhan, oleh sebab itu daerah God dan Being harus
dipisahkan. God adalah kajian teologis (bukan onto-teo-logi), sedangkan Being merupakan daerah
filosofis.16

13
K. Berten, Filsafat Barat Abad xx, h. 149-150
14
Paul Edwards, The Encyclopedia of Philosophy, h. 459.
15
K. Berten, Filsafat Barat Abad xx, h.150.
16
Hans-Geor Gormener, The Religions Dimension in Heidegger, dalam: Alam M. Olson
(Ed), Traucendence and The Sacred, (London: University of Notre Dame Press, 1981), h. 193.
MENYIMAK SENI MARTIN HEIDEGGER
1. Posisi interpretasi
Sebelum memperlihatkan interprestasi saya terhadap teks tersebut, saya akan menyajikan
secara singkat pandangan beberapa pemikiran. Setidaknya adaa dua posisi interpretative atas karya
Heidegger.ursprung des kunstwerkes. Christoper P.Long dan Otto Poggele, yang saya bicarakan
sebagai posisi radikal disalah satu pihak, dan Friedrich-Wilhelm von Herrmann, Walter Biemel dan
Joseph J.Kockelmans sebagai posisi konvervatif di pihak lainnya. 17 Menurut Poggeler, sebuah karya
Heidegger tersebut pertamanya tidak memiliki ikatan dengan filsafat seni tetapi dengan pertanyaan
mengenai Sein, bahwasannya tulisan Heidegger dalam Adendum:”keseluruhan esai inisecara sadar
bergerak, meskipun implicit, melewati jalan pertanyaan tentang hakikat ada .“18 bedasarkan
persoalan ini, Poggeler menggaris bahwahi mengenai kebenaran sein, dia menegaskan kembali apa
yang dibicarakan oleh Heidegger bahwa seni memiliki ikatan dengan peristiwa apropriasi, makna
tentang sein dapat diartikan. Poggeler menyatakan bahwa karya tersebut yaitu meditasi lanjut
Heidegger atas sein yang telah dimulai sejak karyanya yang bernama Sein und Zeit .
Menurut Christopher terdapat kesamaan nada, dengan membandingkan Walter Benjamin dan
Heidegger , 19 menyatakan bahwa esai Heidegger itu dapat dilihat sebagi respons terhadap
kemungkinan politisasi seni, berupaya untuk menghidupkan kembali aura seni kedalam sebuah
aturan yang kemungkinan perlingungan terhadap intraksi otentik antara sebab sebab Geiist dan
kekuatan masyarakan jerman yang mau diluruskan, lagi lagi menurt Long, karya ini dapat melihat
sebagi respon terhadap kekuatan Benjamin yang terlihat hilangnya aura seni karena terpengaruh oleh
teknologi dan kemungkinan estetisasi politik melaui seni sebagai kekuatan baru fasisme.

17
“Art’s Fateful Hour: Benjamin, Heidegger, Art and Politics,” New Source German Critique, No. 83,
Special Issue on Walter Benjamin,(2001)
89-115.t Joseph J. Kockelmans, Heidegger on Art and Art Work, (Dordrecht: Martinus Nijhoff Publishers,
1986) 81
18
Heidegger, “The Origin of the Work of Art,” 55; Cf. Otto Pöggeler, Martin Heidegger’s Path of Thinking,
trans. Daniel Magurshak and Sigmund Barber (New York: Humanities Press International Inc., 1987) 167;
Lih. Kockelmans, Heidegger, 81. Cf. Martin Heidegger, “Letter on Humanism,” Pathmark, trans. Frank A.
Capuzzi (Cambridge: Cambridge University Press, 1998) 239. Penekanan oleh saya 47
19
Dalam catatan Christopher Long, hanya berbeda sebulan saja Benjamin dan Heidegger membincangkan
seni. Benjamin pada tanggal 16 Oktober 1935 menulis sebuah surat kepada Horkheimer tentang upayanya
melihat seni dalam hubungannya dengan politik. Dan
pada 13 November 1935, Heidegger memulai kuliahnya tentang The Origin of the Work of Art di Freiburg.
Christopher P. Long, “Art’s Fateful Hour,” 89-90. Di tempat lain, David Ferris menunjukkan bahwa
kedekatan waktu tersebut, mengindikasikan kalau Benjamin mengetahui kuliah Heidegger mengenai
karya seni di Freiburg (November 1935) dan di Zurich (Januari 1936). Lihat David Ferris, “Politics of the
Useless: The Work of Art in Benjamin and Heidegger,” Sparks Will Fly: Benjamin and Heidegger, eds.
Andrew Benjamin and Dimitris Vardoulakis, (Albany, NY: SUNY Press, 2015) 277n.
48
Menurut Friedrich-Wilhelm von Herrmann bahwa teks yang didalam Of the Beaten Track
( Holzwaage), memiliki arti garis besar pemikiran Heidegger tentang seni. Menurutnya, pernyataan
Heidegger dalam Adendum di salah satu sisi, memperhatikan kerja merefleksikan seni dengan cara
yang berbeda dari apa yang pada umumnya dalam historiofrafi seni, yang bisa ditemukan pada para
Empirisit, Rasional, Kant dan Hegel. Pada sis tersebut, bila persoalan dikaitkan dengan kebenaran
Sein sebagai persoalan senta bagi filsafat, maka persoalan menyangkut makna seni dapat dibicarakan
dari prespektif yang lebih meluas. Kockelmass dan Biemel sepemikiran dengan von Herrmann yang
yakin bahwa esai tersebut menjadi salah satu esai penting dalam keseluruhan filsafat seni Heidegger,
dan dia sendiri tidak pernah mencabut darinya sebagai tesis dasar yang dikembangkannya: usaha
20
yang berkanjang untuk menyelam ke dalam misteri Sein.

2. Titik berangkat Heidegger


Heidegger menyimpulkan garis besar antara dirinya dengan seluruh sejarah filsafat seni
dalam tradisi barat terutama dengan para pemikir klasik Jerman, yang dimulai sejak
Baumgarten dan Kant. Heidegger memikirkan semua sejarah filsafat sejak pre-Sokratik sebagai
Vergessenheit des Seins (sejarah penghilangan ada) dan dianggap dirinya adalah pemikir yang
sukses menemukan kembali ada itu. Menurut itu, dia menempatkan dirinya sebagai salah satu
titik muasal baru (Anfang) di dalam sejarah pemikiran.hal yang sama dilakukan dalam
pemikiran filsafat seni. Menurutnya, fisilsafat seni tidak pernah mencapai dirinya sendiri sendiri
dan oleh karena itu, dia ingin melakukannya, memabawahi seni pada Vollendung
(kepunahannya), yang terdapat paa titik apokaliptiknya. 21
Dalam teksnya tentang Nietzsche, dia membedakan dan merekonstruksi enam fase dialektis
hubungan fisalaf dan seni 22
a. Seniman besar kurun antic Yunani.
b. Ditandai dengan kekesalahan interprestasi dan perbedaan yang tidak sama terhadap
hylemoerphe yang disamakan begitu saja dengan materi-forma.
c. Dimulai pada era modern yang mana selera atau citarasa diartikan sebagai reasi
indiviualistik manusia dengan lingkungan disekitarnya
d. Berakhirnya seni sebagaimana klaim Hegel.

20
Kockelmans, Heidegger, 82
21
Martin Heidegger,Being and Time, trans. John Macquarrie and Edward Robinson
22
“Six Basic Developments in the History of Aesthetics,” Nietzsche Vol. I-II, trans. David Farrell Krell, (New
York: HarpersCollins, 1991) 80-91. Saya mendapat bantuan juga dari Kai Hammermeister, The German
Aesthetic Tradition, (Cambridge: Cambridge University Press, 2002) 174-175.
50
e. Pada abad ke-19 ketika Richard Wagner berusaha mencoba hubungan baru antara seni
dengana ‘yang-absolut
f. Terjadi transformasi estetika kedalam fisiologi melalui konsepsinya mengenai
kemabukan emosional
Kemudian Heidegger menulis sebuah teks Der Urspring des Kunstwerkes menjadikan jalan
keterlibatkan teka teki yang besai mengenai seni.membawa seni kembali pada dirinya sendiri.
Sebenarnya Heidegger mengundang kita untuk membaca teks tersebut sembil menjaga ketenangan
tetap yeng terdapat di klaimnya . Heidegger memberikan kita dua petunjuk penting . yang pertama
terkait asal usul estetika modern dan yang lainya dakam menyangkut nasib seni modern 23
Heidegger mengingatkan kita bahwa estetika merupakan cabang filsafat yang hadir
kemudian dengan karya-karya seni sebagai objeknya, objek aisthēsis, tangkapan sensasi
dalam artinya yang luas. Dalam hal ini, pengalaman subjektif manusia sangat menentukan,
sebab darinya, kita memeroleh informasi mengenai esensi seni. Pengalaman menjadi sumber
dan ukuran menyangkut apresiasi kita terhadap seni dan gaya- gaya dari produk artistiknya.
Artinya, estetika berbicara tentang pengalaman. Namun, pengalaman itu juga menurut
Heidegger menjadi elemen penting melaluinya seni secara perlahan-lahan berakhir. Ini
disebabkan oleh cara penerimaan yang membatasi seni hanya pada hal-hal yang tampak
mata. Terjadi reduksifasi Sein sekadar tampakan estetis, tergantung reaksi estetis subjek
individual24Tentang klaimnya itu, Heidegger mengutip beberapa pernyataan masyur dari
Hegel sebagaimana terdapat dalam Lectures on Aesthetics:
“Sudah lama seni tidak lagi
memberi harapan bagi kita sebagai cara tertinggi melaluinya kebenaran
melindungi eksistensi dirinya sendiri.” “Seseorang barangkali berharap
bahwa seni akan terus meningkatkan dan menyempurnakan dirinya, namun formanya
berhenti menjadi kebutuhan
tertinggi dari roh.” “
Dalam keseluruhan relasi ini,
seni sebagai dan juga yang tertinggal bagi kita, pada titik tertinggi dari panggilannya, telah
menjadi masa lalu.”25

23
Kockelmans, Heidegger, 83.
24
Heidegger, “The Origin of the Work of Art,” 50. 14
25
Ibid., 51.
DAFTAR PUSTAKA
AzizNasiy (Kajian dari Segi Karakteristik dan Pola Pikir yang Dikembangkan),jurnal manuisa
sebagai sabyek dan obyek,
Barker, Anton. Ontologi atau Metafisika Umum Filsafat Pengada dan Dasardasar
Kenyataan.(Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Bertens,K. Filsafat Barat Abad XX. Jilid I. Jakarta: Granedia, 1983.
Blackham, J. Six existentialist Thinkers. London & Henley: Routledge & Kegan Paul, 1978.
Copleston, Frederick, SJ. Contemporary Philosophy, London: Burns & Oats, 1963.
Delfgaauw, Bernard. Sejarah Singkat Filsafat Barat Abad XX. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992.
Edwards, Paul. The Encyclopedia of Philosophy. New York: Macmillan Publishing Co. Inc & the
Free Press, 1972, vol.3.
Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Hamerma, Harry. Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern. Jakarta: Gramedia, 1986.
Peursen, CA. Van. Orientasi di Alam Filsafat. (terj. Dick Hartoko). Jakarta: Gramedia, 1988.

Ruresi,Y. Kupu-Kupu Di Atas Bunga – Angin Menari Melalui Padang: Menyimak Filsafat Seni
Martin Heidegger, 2019. Lumen Veritatis: Jurnal Filsafat dan Teologi2019
“Art’s Fateful Hour: Benjamin, Heidegger, Art and Politics,” New Source German Critique, No.
83, Special Issue on Walter Benjamin,(2001)
89-115.t Joseph J. Kockelmans, Heidegger on Art and Art Work, (Dordrecht: Martinus Nijhoff
Publishers, 1986) 81
Heidegger, “The Origin of the Work of Art,” 55; Cf. Otto Pöggeler, Martin Heidegger’s Path of
Thinking, trans. Daniel Magurshak and Sigmund Barber (New York: Humanities Press
International Inc., 1987) 167; Lih. Kockelmans, Heidegger, 81. Cf. Martin Heidegger, “Letter on
Humanism,” Pathmark, trans. Frank A. Capuzzi (Cambridge: Cambridge University Press, 1998)
239. Penekanan oleh saya 47
Dalam catatan Christopher Long, hanya berbeda sebulan saja Benjamin dan Heidegger
membincangkan seni. Benjamin pada tanggal 16 Oktober 1935 menulis sebuah surat kepada
Horkheimer tentang upayanya melihat seni dalam hubungannya dengan politik. Dan
pada 13 November 1935, Heidegger memulai kuliahnya tentang The Origin of the Work of Art di
Freiburg. Christopher P. Long, “Art’s Fateful Hour,” 89-90. Di tempat lain, David Ferris
menunjukkan bahwa kedekatan waktu tersebut, mengindikasikan kalau Benjamin mengetahui
kuliah Heidegger mengenai karya seni di Freiburg (November 1935) dan di Zurich (Januari
1936). Lihat David Ferris, “Politics of the Useless: The Work of Art in Benjamin and Heidegger,”
Sparks Will Fly: Benjamin and Heidegger, eds. Andrew Benjamin and Dimitris Vardoulakis,
(Albany, NY: SUNY Press, 2015) 277n.
48
Kockelmans, Heidegger, 82
Martin Heidegger,Being and Time, trans. John Macquarrie and Edward Robinson
“Six Basic Developments in the History of Aesthetics,” Nietzsche Vol. I-II, trans. David Farrell
Krell, (New York: HarpersCollins, 1991) 80-91. Saya mendapat bantuan juga dari Kai
Hammermeister, The German Aesthetic Tradition, (Cambridge: Cambridge University Press,
2002) 174-175.50
Kockelmans, Heidegger, 83.
Heidegger, “The Origin of the Work of Art,” 50. 14
Ibid., 51.

Anda mungkin juga menyukai