Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PEMIKIRAN KALAM NEO-HAMBALISM


(Ibnu Taimiyah, Ibn Hazm dan Muhammad Ibn Abdul Wahab)

IAIN PALOPO
Disusun Oleh Kelompok 8:
Yusniar (2101010017)
Yulfahira (2101010016)

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH


PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
IAT 3 A
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALOPO
2022/2023
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt.atas limpahan rahmat,
taufik dan hidayah-Nya.Sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
PEMIKIRAN KALAM NEO-HAMBALISM (Ibnu Taimiyah, Ibn Hazm dan Muhammad Ibn
Abdul Wahab) ini tepat pada waktunya. Makalah ini penyusun buat sebagai laporan dalam
memenuhi tugas mata kuliah tafsir.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita nabi
Muhammad Saw beserta keluarganya, para sahabat, dan para pengikutnya termasuk kita
semua. Mudah - mudahan kita mendapatkan syafaatnya di yaumiljaza nanti. Aamiin
Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen yang telah memberikan
tugas ini sehingga hal ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan penyusun sesuai
dengan bidang studi yang penyusun tekuni.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah masih terdapat
banyak kesalahan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penyusun berharap
kritikan dan saran dari pembaca. Dan semoga makalah ini dapat membawa manfaat bagi
semua khususnya bagi penyusun sendiri. Terimakasih.

Palopo, oktober 2022

Penulis

I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR I
DAFTAR ISI II
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Masalah 1

BAB II PEMBAHASAN 2
A. Biografi Dan Pemikiran Ibn Taimiyah 2
B. Biografi Dan Pemikiran Ibn Hazm 3
C. Biografi Dan Pemikiran Muhammad bin Abd Wahab 7
BAB III PENUTUP 10
A. Kesimpulan 10
B. Saran 10
DAFTAR PUSTAKA 11

II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketika islam memasuki periode perkembangan peradaban pasca pergumulan
budaya dengan bangsa dan agama lain, ajaran islam mulai dipahami dan diamalkan
dengan spirit rasionalisme dan terjadi proses intelektualisasi doktrin islam dalam
wujud pemikiran islam yang pada gilirannya melahirkan produk berbagai ilmu
keislaman. Terjadi pula perubahan fokus studi islam tidak lagi terpusat pada aktivitas
menelaah dan memahami sumber ajaran secara langsung, melainkan beralih pada
studi produk jadi ijtihad ulama, tafsir, hadist, kalam, fiqh, dan tasawuf.
Akibatnya, pemahaman dan pengalaman agama yang semula sederhana dan
murni menjadi rumit dan kompleks serta terjadi polarisasi. Ahmad Amin, Ali Syami
Al-Nasysyar, dan A. Mukti Ali mendeskripsikan adanya tiga pola pemahaman dan
pengamalan islam yakni Naqli (tekstual-tradisional), Aqli (rasional), Kasyfi (intuitif-
mistis) yang dalam perkembangannya melahirkan ilmu fiqh, kalam dan tasawuf.
Pendekatan tasawuf atau Kasyfi memumculkan kritit, khususnya dari ibn Taimiyah,
Ibn Hazm dan Muhammad Ibn Abdul Wahhab.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi dan pemikiran Ibn Taimiyah ?
2. Bagaimana biografi dan pemikiran Ibn Hazm ?
3. Bagaimana biografi dan pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahhab ?

C. Tujuan Masalah
1. Ingin mengetahui biografi dan pemikiran Ibn Taimiyah
2. Ingin mengetahui biografi dan pemikiran Ibn Hazm
3. Ingin mengetahui biografi dan pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahhab

1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Biografi dan pemikiran Ibn Taimiyah
a. Biografi Ibn Taimiyah
Ibn Taimiyah dilahirkan dikota Harran, tepatnya pada hari senin, taanggal
10 Rabiul Awal tahun 661 H, tetapi pada tahun 667 H beliau beserta keluarga
pindah ke Damaskus, akibat adanya instabilitas dikota kelahirannya. Ibn
Taimiyah lahir di zaman ketika Bagdad merupakan pusat kekuasaan dan
budaya islam pada masa Dinasti Abbasiyah. Ketika berusia 6 tahun 1268, Ia
dibawa ayahnya ke Damaskus disebabkan serbuan tentara mongol atas Irak.
Nama aslinya adalah Taqiyuddin Ahmad bin Syihabuddin bin Ali bin
Taimiyah Al-Harrani. Untuk selanjutnya dikenal dengan sebutan Ibn
Taimiyah.
Nama Taimiyah dinisbatkan kepadanya karena moyangnya yang bernama
Muhammad bin Al-Khadar melakukan perjalanan haji melalui jalan Taima’.
Sekembalinya dari haji, ia mendapati istrinya melahirkan seorang anak wanita
yang kemudian diberi nama Taimiyah. Sejak saat itu keturunannya dinamai
Ibn Taimiyah sebagai peringatan perjalanan haji moyangnya itu.
Semenjak kecil sudah nampak tanda-tanda kecerdasan padanya. Begitu
tiba di Damaskus, ia segera menghafalkan al-qur’an dan mendalami berbagai
cabang ilmu pada para ulama, Huffazh dan ahli-ahli hadist dinegeri itu. Para
ulama dinegara itupun sempat tercengang dengan kepintaran yang dimiliki Ibn
Taimiyah.
Ketika umur beliau mencapai belasan tahun, beliau sudah menguasai ilmu
Ushuluddin dan sudah mendalami tafsir, hadist, dan bahasa arab. Selain itu,
beliau mengkaji musnad Al-Imam Ahmad sampai bebrapa kali.

b. Pemikiran Ibn Taimiyah


Ibn Taimiyah pada saat itu banyak menjadi buah bibir di masyarakat.
Banyak dari kalangan ulama yang heran dengan kemampuan Ibnu Taimiyah.
Selain pintar dalam berpikir, beliau juga menjaga sopan santun dan juga
rendah hati. Setiap malam ia dia tidak pernah meninggalkan shalat tahajjud
dan juga pula pada shalat fajr dan dhuha, beliau tidak meninggalkannya.
Menurut Ibrahim Madzkur, pemikiran Ibn Taimiyah adalah sebagai berikut :
1) Sangat berpegang teguh pada nash (al-qur’an dan sunnah)
2) Tidaka memberi ruang kepada akal
3) Berpendapat bahwa al-qur’an mengandung semua ilmu agama
4) Didalam islam yang diteladani hanya tiga generasi saja (sahabat,
tabi’in dan tabi’it tabi’in)
5) Allah memiliki sifat yang tidak bertentangan dengan tauhid dan tetap
mentanzihkan-Nya.
Ibn Taimiyah mengkritik Imam Hambali yang mengatakan bahwa
kalamullah itu qadim. Menurut Ibn Taimiyah jika kalamullah qadim maka
kalamnya juga qadim. Ibnu Taimiyah adalah seorang tekstualis oleh sebab itu
pandangannya oleh Al-Kitab Al-Juazi sebagai pandangan tajsim Allah

2
(antropomorpisme) yakni menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Oleh
karena itu, Al-Jauzi berpendapat bahwa pengakuan Ibn Taimiyah perlu
ditinjau kembali.
Berikut ini merupakan pandangan Ibn Taimiyah tentang asma-asma Allah:
1) Percaya sepenuh hati terhadap sifat-sifat Allah yang disampaikan oleh
Allah sendiri atau oleh Rasul-Nya. Sifat-sifat yang dimaksud adalah:
a) Sifat Salabiyyah, yaitu qidam, baqa, mukhallafatul lil
hawaditsi, qiyamuhu binafsihi dan wahdaniyyat.
b) Sifat ma’ani, yaitu: qudra, irada, ilmu, hayat, sama’, bashar dan
kalam.
c) Sifat Khabariah (sifat yang diterangkan al-qur’an dan al-hadist
walaupun akal bertanya-tanya tentang maknanya) seperti
keterangan yang menyatakan bahwa Allah ada dilangit; Allah
di arsy; Allah turun kelangit dunia; Allah dilihat oleh orang
yang beriman di surga kelak; wajah, tangan, dan mata Allah.
d) Sifat Idhafiah yaitu sifat Allah yang disandarkan (di-idhafat-
kan) kepada makhluk seperti rabbul ‘alamin, khaliqul kaun dan
lain-lain.
2) Percaya sepenuhnya terhadap nama-nama-Nya, yang Allah dan Rasul-
Nya sebutkan seperti Al-Awwal, Al-Akhir dan lain-lain.
3) Menerima sepenuhnya sifat dan nama Allah tersebut dengan:
a) Tidak mengubah maknanya kepada makna yang tidak
dikehendaki lafadz (min ghoiri tashrif atau tekstual)
b) Tidak menghilangkan pengertian lafadz (min ghoiri tahtil)
c) Tidak mengingkarinya (min ghoiri ilhat)
d) Tidak menggambarkan bentuk Tuhan, baik dalam pikiran atau
hati, apalagi dengan indra (min ghoiri takyif at-takyif)
e) Tidak menyerupakan (apalagi mempersamakan) sifat-sifat-Nya
dengan sifat makhluknya (min ghoiri tamtsili rabb ‘alal
‘alamin)

Dalam masalah perbuatan manusia Ibn Taimiyah mengakui tiga hal:


1) Allah pencipta segala sesuatu termasuk perbuatan manusia
2) Manusia adalah pelaku perbuatan yang sebenarnya dan mempunyai
kemauan serta kehendak secara sempurna, sehingga manusia
bertanggung jawab atas perbuatannya.
3) Allah meridhoi perbuatan baik dan tidak meridhoi perbuatan buruk.
Dalam masalah sosiologi politik Ibn Taimiyah membedakan antara
manusia dengan Tuhan yang mutlak, oleh sebab itu masalah Tuhan
tidak dapat diperoleh dengan metode rasional, baik metode filsafat
maupun teologi. Begitu juga keyakinan mistis manusia untuk menyatu
dengan Tuhan adalah suatu hal yang mustahil.

2. Biografi dan pemikiran Ibn Hazm


a. Biografi Ibn Hazm

3
Tokoh yang bernama lengkap Abu Muhammad Ali bin Abi Ahmad bin
Sa’id bin Hazm bin Galib bin Khalaf bin Ma’dan bin Sufyan bin Yazid bin
Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah bin Abdul Syams Al-Umawi, yang lebih
dikenal dengan sebutan Ibn Hazm Al-Zahiri ini lahir di Corvoda pada rabu, 30
Ramadhan 384 H ataun 7 November 994 M sebelum terbitnya matahari pada
masa Hisyam Al- Muayyad yang memerintah pada usia 10 tahun setelah Al-
Hakam Al-Muntashir. Kakeknya, Yazid adalah orang yang pertama kali
masuk Islam dari garis kakeknya dan berasal dari Persia. Sedangkan Khalaf
bin Ma'dan adalah kakeknya yang pertama kali masuk Negeri Andalusia
bersama Musa bin Nusair dalam bala tentara penaklukan pada 93 H, sehingga
dari garis nasabnya dapat diketahui bahwa ia mempunyai garis keturunan yang
berasal dari keluarga Persia.
Ibnu Hazm wafat pada hari Ahad, dua hari terakhir pada bulan Sya'ban
456 H. 1064 M. Dengan umur 71 tahun 10 bulan 29 hari dipadang Labbah,
sebuah desa di bagian barat Andalusia di Selat laut Besar Namun ada yang
mengatakan bahwa beliau meninggal di desa kelahirannya. Monlisam
b. Pemikiran Ibn Hazm
Ibn Hazm merupakan tokoh yang menjadikan mazhab al-Dzahiri
berkembang pesat di Andalusia. Ibn Hazm menolak pengguna'an ra 'yu seperti
qivas, istihsan, mashlahah mursalah, sad al-dara'i, ta lil al-ahkam dan yang
lainnya Sumber hukum menurut Ibn Hazm adalah Al-Qur'an, al Sunnah dan
Ijma' para sahabat, dengan menerapkan hukum-hukum yang dzahir, yaitu
mengambil makna yang terlintas dihati sewaktu menyebut makna lafaz tanpa
meneliti illatnya dan tanpa mengisyaratkan sesuatu padanya.
Ibn Hazm menulis berbagai karya dan mengkader beberapa orang
muridnya sebagai usaha memperjuangkan dan mengembangkan mazhab al
Dhahiri. Pemikiran mazhab ini dapat ditemui sampai sekarang melalui karya
ilmiah Ibnu Hazm, yaitu kitab al-Ihkm fi Usul al-Ahkam di bidang usul fiqh
dan al-Muhalla di bidang fiqh.
Ibn Hazm dikenal sebagai ulama dhahiri yang mempunyai reputasi di
bidang fikih, Penghormatan ini diberikan lewat karya monumental fikihnya
semisal al-Muhalla dan Ibthal Qiyas (Ignaz Goldziher, 1971: 110-112). Dalam
Ilmu Perbandingan Agama, A. Mukti All 1970: 16-17), la dikenal juga karena
kedalaman ilmunya, sebab hampir seluruh hidupnya "diwakafkan" dan hanya
diabdikan untuk memperdalam ilmu pengetahuan dan bukan untuk
mengumpulkan harta serta kedudukan, sehingga banyak sudah buku yang
ditulisnya baik dalam bidang figh, ushul figh, hadis, filsafat, tafsir, logika dan
lain-lain (Muhammad Abu Zahrah, 1954: 145). Dilihat dari perjalanan
hidupnya, ia kerap berpindah-pindah mazhab dari Maliki kemudian Syafi'i dan
akhirnya Dhahiri (Nourouzzaman Shiddiqi, 1986: 83). Ini menarik, mengapa
pada akhirnya Ibn Hazm lebih memilih mazhab dhahiri yang corak
pemikirannya lebih tekstual. Padahal lazimnya seseorang yang mempunyai
landasan horizon keilmuan yang luas, dalam corak pemikirannya selain
berpegangan pada makna tekstual juga akan melihat sisi kontekstualnya Sebab
dari makna ini akan lebih bernas memberikan penjelasan sesual dengan apa
yang sebenarnya diinginkan oleh nash dan mudah diterima di setiap masa.

4
1) Ijtihad dalam pandangan ibn hazm
Menurut Ibn Hazm, ijtihad yang dapat membebaskan manusia dari
belenggu taklid. Sebab ijtihad yang menghasilkan ilmu pengetahuan,
sedangkan taklid akan membawa kebodohan dan pembodohan secara
sistemik. Ijtihad merupakan refleksi natural manusia dalam
menggunakan pikirannya ketika menghadapi persoalan dalam
dinamika kehidupan yang tidak ia ketahui jawabannya. Apalagi
manusia dibekali nalun keingintahuan, daya ingatan dan kemampuan
untuk berpikir yang dapat dikembangkan secara maksimal melalui
proses belajar dan latihan. Sebaliknya, taklid merupakan refleksi
kejumudan dan kepasifan yang membawa manusia kepada
kemunduran dan penurunan kualitas kemanusiaan. Dalam urusan
keagamaan, menurutnya ijtihad merupakan suatu kewajiban bagi setiap
mu slim dan diamalkan oleh generasi salaf, baik sahabat, tabi' in
maupun tabi' al-tabi' in. Selanjutnya, taklid hukumnya haram dan
merupakan fenomena yang mulai berkembang pada abad ke-4 hijriah.

2) Pemikiran Dan Kebijakan Ekonomi Ibnu Hazm


a) Zakat
Dalam persoalan zakat, Ibnu Hazm menekankan pada status
zakat sebagai suatu kewajiban dan juga menerankan peranan
harta dalam upaya memberantas kemiskinan. Menurutnya,
pemerintah sebagai pengumpul zakat dapat memberikan sanksi
kepada orang yang enggan membayar zakat, sehingga orang
mau mengeluarkannya, baik secara suka rela maupun terpaksa.
Jika ada yang menolak zakat sebagai kewajiban, ia dianggap
murtad. Dengan cara ini, hukuman dapat dijatuhkan pada orang
yang menolak kewajiban zakat, baik secara tersembunyi
maupun terang-terangan. Ibnu Hazm menekankan bahwa
kewajiban zakat tidak akan hilang. Seseorang yang harus
mengeluarkan zakat dan yang belum mengeluarkannya selama
hayatnya harus dipenuhi kewajiban itu dari hartanya, sebab
tidak mengeluarkan zakat berrati utang terhadap Allah Swt. hal
ini berbeda dengan pengeluaran pajak dalam pandangan
konvensional yang jika tidak dibayarkan berartu jkredit macet
(tidak ada pemasukan) bagi Negara dalam priode tertentu.
Sedangkan kewajiban zakat tidak dibatasi priode waktu
tertentu.

3) Pemikiran ibn Hazm dalam bidang fiqh


Pemikiran ibn Hazm dalam bidang figh Pemikiran Ibn Hazm dalam
bidang fiqh umumnya dapat ditemukan dalam kitab al- muhalla.
Bidang yang dibahas dalam kitab tersebut mencakup hampir seluruh
bagian fiqh, mulai dari ibadah, muamalah, munakahat, jinayat dan
"uqubah. Pemikiran ibn Hazm dalam bidang fiqh antara lain:

5
a) Tidak boleh melakukan 'ael (coitus interuptus/ senggama
terputus). Pendapat ini berdasarkan hadis dari Jadamah binti
Wahab, yang berkata "saya hadir ketika Rasulullah berada di
tengah umatnya, lalu mereka bertanya tentang senggama
terputus, Rasulullah menjawab "yang demikian itu (senggama
terputus) adalah pembunuhan terselubung". (HR. Muslim).
Hadis tersebut adalah hadis yang paling sahih di antara hadis-
hadis tentang coitus interruptus."
b) Mushaf al-Qur'an boleh disentuh oleh orang yang dalam
keadaan junub atau orang yang tidak dalam keadaan berwudhu
Argumen untuk mendukung kebenaran pendapat ini adalah
bahwa Rasululah pernah berkirim surat dalam rangka
berdakwah kepada orang yang masih dalam kekafiran. Orang
kafir sudah barang tentu dalam keadaan junub atau setidaknya
tidak dalam keadaan berwudhu. Padahal dalam surat yang
dikirimkan Rasulullah tersebut terdapat ayat al-Quran. Dengan
demikian mereka telah membaca dan menyentuh ayat al-Quran
dalam surat nabi tersebut. Seandainya ayat al-Quran tak boleh
disentuh oleh orang yang junub dan/atau tidak berwudhu, maka
tentu Rasulullah tidak menuliskan satu ayatpun di dalam surat
tersebut, sebab surat tersebut pasti disentuh dipegang oleh
penerima yang kafir itu.
Tindakan Rasulullah ini merupakan dalil bahwa al-Quran boleh
disentuh oleh orang junub dan/ atau tidak berwudhu. Adapun
QS. Al Waqi'ah 56:79 yang menyatakan "tidak menyentuhnya
kecuali hamba- hamba yang disucikan" menurut az-Zahiri
adalah susunan kalimat berita (khabariyah), bukan kalimat
perintah (insha> 'iyah). Kalimat berita tidak mengandung
makna perintah, sehingga tidak menghasilkan hukum wajib
atau sunnah. Memalingkan lafal khabariyah kepada insha'iyah
tidak diperbolehkan, kecuali adanash atau ijmak.
c) Kulit bangkai yang disamak, termasuk kulit babi, anjing dan
binatang buas, adalah suci.
Apabila kulit hewan tersebut telah disamak, maka kita
dihalalkan untuk menjual kulit hewan tersebut dan
diperbolehkan salat dengan memakai benda tersebut. Yang
dikecualikan ibn Hazm hanyalah kulit manusia. Menurut Ibn
Hazm, kulit manusia tidak halal disamak. meskipun ia orang
kafir."
Pendapat ini berdasarkan hadis dari Ibn Abbas yang
meriwayatkan dari rasulullah "kulit apa saja yang disamak
adalah suci". Pendapat ini bertentangan dengan pendapat
jumhur ulama yang berpendapat bahwa kulit hewan yang
disamak dapat dinilai suci apabla hukum asal hewan tersebut
adalah suci. Karena itu jumhur berpendapat bahwa hasil

6
samakan kulit babi dan anjing (yang hukum asal keduanya
adalah najis) hukumnya najis.!"

3. Biografi dan pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab


a. Biografi Muhammad bin Abdul Wahhab
Muhammad bin Abd Al-Wahhab memiiki nama lengkap Muhammad bin
'Abd al Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid
bin Barid bin Muhammad bin al-Masyarif at Tamimi al-Hambali an-Najdi."
Muhammad Bin Abdul Wahab berasal dari Qabilah Banu Tamim." la lahir
tahun 1115 Hijriah (1703 Masehi) dan wafat tahun 1206 Hijriah (1792
Maschi). Beliau wafat di usia yang sangat tua, dengan umur sekitar 91 tahun.
Muhammad bin Abdul Wahab belajar ilmu agama dasar bermazhab hambali
dari ayahnya yang juga seorang qadhi (hakim), Pernah juga ia mengaji kepada
beberapa guru agama Makkah dan Madinah." Di antara gurunya di Makkah
terdapat nama Syeikh Muhammad Sulaiman al Kurdi, Syeikh Abdul Wahab
(bapaknya sendiri) dan kakaknya Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahab.
Guru-gurunya semua termasuk bapak dan kakaknya adalah ulama
Ahlussunnah wal Jama'ah. Hal ini dapat dibaca dalam buku "As Shawa'iqui
Ilahiyah firraddi al Wahabiyah" (Petir yang membakar untuk menolak paham
Wahabi), karangan kakaknya, Sulaiman bin Abdul Wahab Menurut Ustadz
Hazan Khazbyk dalam suatu karangannya dikatakan, bahwa Muhammad bin
Abdul Wahab ketika mudanya banyak membaca, buku-buku karangan Ibnu
Taimiyah dan lain-lain pemuka yang tersesat.
Muhammad bin Abd al-Wahhab merupakan seorang ahli teologi agama
Islam dan seorang tokoh pemimpin gerakan keagamaan yang pernah menjabat
sebagai mufti Daulah Su'udiyyah yang kemudian berubah menjadi Kerajaan
Arab Saudi. Bin Abd al-Wahhab memiliki nama lengkap Muhammad bin Abd
al-Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin
Barid bin Muhammad bin al Masyarif at-Tamimi al-Hambali an-Najdi.

Muhammad bin Abd al-Wahhab, adalah seorang ulama yang berusaha


membangkitkan kembali pergerakan perjuangan Islam secara mumi. Para
pendukung pergerakan ini sesungguhnya menolak disebut Wahabbi, karena
pada dasarnya ajaran Ibnu Wahhab menurut mereka adalah ajaran Nabi
Muhammad, bukan ajaran tersendiri. Karenanya mereka lebih memilih untuk
menyebut diri mereka sebagai Salafis atau Muwahhidun yang berarti "satu
Tuhan".

b. Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab


Salah satu pelopor pembaruan dalam dunia Islam Arab adalah suatu aliran
yang bernama Wahabiyah yang sangat berpengaruh di abad ke-19 Wahabiyah
adalah suatu bagian dari firqah Islamiyah, dibangun oleh Muhammad bin
Abdul Wahab (1702 M-1787 M). Paham atau Madzhab Wahabi pada

7
hakikatnya adalah kelanjutan dari mazhab Salafiyyah yang dipelopori Ahmad
Ibnu Taimiyyah.
Muhammad bin Abdul Wahab mendalami ilmu-ilmu syariat dengan
berkeliling ke wilayah-wilayah islam, seperti Basrah, Baghdad, Hamadzan,
Ashfaham, Qum, dan Kairo. Setelah itu ia berkeliling mendakwahkan
pahamnya yang tak jauh berbeda dengan paham Ibnu taimiyyah dan mayoritas
penganut mazhab Hambali. Abdul Wahab mengadakan pembaruan dengan
memperketat beberapa masalah yang tidak dilakukan oleh guru-gurunya. Ia
mengharamkan rokok, melarang membangun kuburan, meskipun sekedar
dengan membuat gundukan tanah, melarang tashwir (foto atau gambar
makhuk bernyawa). Ia juga melarang berbagai adat kebiasaan."
Hal terpenting yang sangat diperhatikannya adalah masalah tauhid yang
menjadi tiang agama; yang terkristalisasi dalam ungkapanla ilah illa Allah.
Menurutnya, tauhid telah dirasuki berbagai hal yang hampir menyamai syirik,
seperti mengunjungi para wali, mempersembahkan hadiah dan meyakini
bahwa mereka mampu mendatangkan keuntungan atau kesusahan,
mengunjungi kuburan mereka dikunjungi oleh orang dari berbagai penjuru
dunia dan di usap-usap. Seakan-akan Allah sama dengan penguasa dunia yang
dapat didekati melalui para tokoh mereka, dan orang orang dekat-Nya. Bahkan
manusia telah melakukan syirik apabila mereka percaya bahwa pohon kurma,
pepohonan yang lain, sandal atau juru kunci makam dapat diambil berkahnya,
dengan tujuan agar mereka dapat memperoleh keuntungan. Bagaimana
menyelamatkan dari keyakinan keyakinan seperti ini?
Menurutnya, Allah swt semata-mata Pembuat Syariat dan akidah. Allah-
lah yang menghalalkan dan mengharamkan. Ucapan seseorang tidak dapat
dijadikan hujah dalam agama, selain Kalamullah dan Rasulullah. Adapun
pendapat para teolog tentang akidah serta pendapat para ahli fikih dalam
masalah halal dan haram bukanlah hujah. Setiap orang yang telah memenuhi
syarat untuk melakukan ijtihad berhak melakukannya. Bahkan dia wajib
melakukannya. Menutup pintu ijtihad merupakan sebuah bencana atas kaum
muslim, karena hal itu dapat menghilangkan kepribadian dan kemampuan
mereka untuk memahami dan menentukan hukum. Menutupi pintu ijtihad
berarti membekukan pemikiran dan menjadikan umat hanya mengikuti
pendapat atau fatwa yang tertera dalam buku-buku orang yang di ikutinya."

Gerakan kedua dari usaha pemurnian aqidah yang dilakukan Wahabi


adalah pemberantasan bid'ah, misalnya perayaan Maulid, keluarnya kaum
wanita ikut mengiringi jenazah, perayaan-perayaan spiritual, haul untuk
memperingati kematian wali, acara-acara yang lazim dilakukan para pengikut
aliran sufi untuk mengenang kematian guru atau nenek moyang mereka. Di
samping itu, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, beberapa kebiasaan, seperti
merokok, berlebihan minum kopi, laki-laki yang memakai kain sutera,
mencukur jenggot, dan memakai perhiasan emas, juga dianggap bid'ah."
Tauhid, menurut Ibnu Abdul Wahhab, pada dasarnya adalah pengabdian
(ibadah) hanya kepada Allah dengan cara yang benar-benar mengesakan-
NYA. la membagi tauhid menjadi 3, yaitu:

8
1) Tauhid rububiah, berkenaan tentang pengesaan allah sebagai maha
pencipta segala sesuatu yang terlepas dari segala macam pengaruh dan
sebab.
2) Tauhid asma wasifat, berhubungan dengan pengesaan nama dan sifat-
sifat allah yang berbeda dari makhluk-Nya.
3) Tauhid ilahiyah, berkaitan dengan pengesaan allah sebagai tuhan yang
disembah.
Di antara ajaran Muhammad bin Abdul Wahab yang berkenaan dengan tauhid
adalah:
1) Zat yang boleh disembah hanyalah allah semata, dan orang yang
menyembah kepada selain allah telah menjadi musyrik dan boleh dibunuh.
2) Kebanyakan umat islam bukan lagi penganut tauhid yang murni karena
mereka meminta pertolongan bukan lagi kepada allah, tetapi kepada para
wali dan orang saleh. Muslim seperti ini telah menjadi musyrik.
3) Termasuk perbuatan musyrik adalah memberikan dan menyebutkan “gelar
dan sebutan kehormatan” kepada nabi, wali atau malaikat, terutama dalam
shalat, misalnya kata sayyidina, habibuna, atau syafi’una.
4) Memperoleh dan menetapkan ilmu yang tidak didasarkan kepada al-
qur’an dan sunnah merupakan kekufuran.
5) Menafsirkan al-qur’an dengan takwil merupakan kekufuran.
6) Pintu ijtihad selalu terbuka dan wajib dilaksanakan oleh orang yang
mampu.
Itulah dasar dakwah Muhammad bin Abdul Wahab. Dia mengikuti ajaran Ibn
Taimiyah. Atas dasar itu pula dibangunlah hal-hal yang parsial. Menurutnya,
manusia bebas berpikir tentang batas-batas yang telah ditetapkan oleh al-qur’an
dan sunnah. Dia memerangi segala macam bentuk bid’ah dan mengarahkan orang
agar beribadah dan berdo’a hanya untuk allah, bukan untuk para wali, syeikh,
atau kuburan.
Menurutnya, kita harus kembali ke islam pada zaman awal, yang suci dan bersih.
Dia berkeyakinan bahwa kelemahan kaum muslim hari ini terletak pada akidah
mereka yang tidak benar. Jika akidah mereka bersih seperti akidah para
pendahulunya yang menjunjung tinggi kalimat la ilah ha illah allah (yang berarti
tidak menganggap hal-hal lain sebagai tuhan selain allah, tidak takut mati, atau
tidak takut miskin dijalan yang benar), maka kaum muslim pasti dapat meraih
kembali kemuliaan dan kehormatan yang pernah diraih oleh para pendahulu
mereka.

9
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ibn Taimiyah
Nama lengkap Ibn Taimiyah adalah Taqiyuddin Ahmad bin Syihabuddin
Abdul Halim bin Majduddin Abul Barakaat Abdus Salam bin Abu Muhammad
Abdullah bin Abul Qasim Al-Khidhr bin Muhammad Al-Khidr bin Ali bin
Taimiyah Al-Harrani. Ia lahir di kota harran yang terletak di daerah mesopotamia,
pada hari senin, tanggal 10 rabi’ul awal 661 H/ 22 januari 1263 M.

Pemikiran Ibn Taimiyah, dalam hal ini berpikir nasalah ilmu kalam atau
teolog, beliau menjauhkan hal-hal yang merujuk pada pemikiran seorang manusia.
Beliau lebih mengutamakan peran dari al-qur’an dan hadits.

2. Ibn Hazm
Abu Muhammad Ali bin Abi Ahmad bin Sa’id bin Hazm bin Ghaib bin Shalih
bin Khalaf bin Ma’dan bin Sufyan bin Yazid bin Abu Sufyan bin Harb bin
Umayyah bin Abd Syams al-Umawi.

Pemikiran Ibn Hazm dalam bidang fiqh antara lain tidak boleh melakukan ‘azl
(coitus interuptus/ senggama terputus), mushaf al-qur’an boleh disentuh oleh
orang yang dalam keadaan junub atau orang yang tidak dalam keadaan berwudhu
serta kulit bangkai yang disamak, termasuk kulit babi, anjing, dan binatang buas,
adalah suci.

3. Muhammad bin Abd Wahab


Muhammad bin Abd Wahab (115-1206 H/1701-1793 M) adalah seorang ahli
teolog agama islam dan seorang tokoh pemimpin gerakan keagamaan yang pernah
menjabat sebagai mufti Daulah Su’udiyyah yang kemudian berubah menjadi
kerajaan arab saudi dan beliau adalah seorang ulama yang berusaha
membangkitkan kembali pergerakan perjuangan islam secara murni.

Pemikiran yang dikemukakan oleh Muhammad bin Abd Wahab adalah upaya
memperbaiki kedudukan umat islam terhadap paham tauhid yang terdapat
dikalangan umat islam saat itu. Paham tauhid mereka telah bercampur dengan
ajaran-ajaran tarikat yang sejak abad ke-13 tersebar luas di dunia islam. Oleh
karena itu, tidak mengherankan apabila Muhammad bin Abd Wahab memusatkan
perhatiannya pada persoalan lain.

B. Saran

10
Dalam setiap penulisan makalah ini tentu masih jauh dari kata sempurna, dan
memiliki banyak keterbatasan oleh karena itu. Sangat dibutuhkan kritik dan saran
yang membangun untuk lebih baik, karena hasil dari setiap pemikiran dan saran dari
banyak pihak akan berkembang sesuai zaman dan realitas yang ada.

11
DAFTAR PUSTAKA
Ibn Hazm, an-Nahzut al-Kaifiyyati fi Ahkam Ushul al-Din, (Beirut : Dar al-Kitab al-Ilmiyyah,
1985)
Abd al-Halim Uwais, Ibn Hazm wa Zuhuduhu fi dl-Bahs at-Turikhi wa al-Hadari, (Kairo :
Dar al- I’tisam, th)
H.Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam : Kajian Filsafat Pendidikan Islam.
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2000)
Musa, Muhammad Yusuf, Ibnu Taimiyah Kairo : al-Mu’assasah al-masriyah
al-‘Ammah,1962.
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Muhammad bin Abd Wahab
Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam, (Bandung: PT Remaja
Rosdakrya,1995)

12

Anda mungkin juga menyukai