Anda di halaman 1dari 17

IDEALISME, REALISME, RASIONALISME, DAN KRITISISME SEBUAH ALIRAN

FILSAFAT MODERN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Umum

Dosen

Pengajar:

Dr.Murni,M.Pd

Oleh :

Nurrayyan Azhar (210203066)

Sukma Zahara (160203213)

Lis Habibah (210203058)

Annisa Maghfirah (210203046)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PRODI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

UIN AR-RANIRY
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................I

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................II

A. Latar Belakang...................................................................................................II
B. Rumusan Masalah..............................................................................................II
C. Tujuan Penulisan................................................................................................II

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................1

A. Aliran Rasionalisme..............................................................................................
B. Aliran Kritisme .....................................................................................................
C. Aliran Idealisme ....................................................................................................
D. Aliran Realisme.....................................................................................................

BAB III PENUTUP .......................................................................................................

Kesimpulan ……...............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
berkah dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini
disusun guna memberikan informasi mengenai berbagai macam aliran filsafat yang muncul
dalam kehidupan.

Dalam makalah ini penulis membahas secara singkat tentang aliran rasionalisme, aliran
kritisme,aliran realisme dan aliran idealisme.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang sumbernya berupa artikel dan
tulisan yang mana telah penulis jadikan sebagai referensi guna penyusunan makalah ini.
Semoga dapat terus berkarya guna menghasilkan tulisan-tulisan yang mengacu terwujudnya
generasi masa depan.

Penulis berharap, semoga informasi yang ada dalam makalah ini dapat berguna bagi penulis
khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis
menerima kritik dan saran guna membantu penyempurnaan makalah ini.

Banda Aceh, 08 Juni 2022

PENULIS

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam sejarah perkembangan filsafat sejak zaman pra-Yunani kuno hingga abad XX
sekarang ini, telah banyak aliran filsafat bermunculan. Setiap aliran filsafat memiliki
kekhasan masing-masing sesuai dengan metode yang dijalankan dalam rangka memperoleh
kebenaran.

Filsafat zaman modern berfokus pada manusia, bukan kosmos (seperti pada zaman
kuno), atau Tuhan (pada abad pertengahan). Dalam zaman modern ada periode yang disebut
Renaissance (kelahiran kembali). Kebudayaan klasik warisan Yunani-Romawi dicermati dan
dihidupkan kembali; seni dan filsafat mencari inspirasi dari sana.

Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab
suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri.

Namun tentang aspek mana yang berperan ada Perbedaan pendapat. Aliran
rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti berasal
dari rasio (akal). Aliran empirisme, sebaliknya, meyakini pengalamanlah sumber
pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang inderawi. Lalu muncul aliran kritisisme, yang
mencoba memadukan kedua pendapat berbeda itu.

B. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini, penulis akan merumuskan beberapa masalah, diantaranya;

1. Jelaskan yang dimaksud dengan Aliran Rasionalime!


2. Jelaskan yang dimaksud dengan Aliran Kritisme!
3. Jelaskan yang dimaksud dengan Aliran Idealisme!

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah, diantaranya;

 Menjelaskan pengertian Aliran Rasionalime.


 Menjelaskan pengertian Aliran Kritisme.
 Menjelaskan pengertian Aliran Idealisme.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. ALIRAN RASIONALISME
1. Pengertian Rasionalisme

Rasionalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa sumber pengetahuan satu –


satunya yang benar adalah rasional (akal budi), dengan demikian rasionalisme adalah paham
filsafat yang mengatakan bahwa akal (resen) adalah alat yang terpenting dalam memperoleh
pengetahuan dan mengetes pengetahuan. Jika empirisme mengatakan bahwa pengetahuan di
peroleh dengan mengalami atau melalui objek emperis (penelitian/ilmiah), maka rasionalisme
di sini mengajarkan bahwa ilmu pengetahuan di peroleh dengan cara berpikir dengan kaidah-
kaidah yang logika.

Di mana jauh sebelumnya manusia sudah berusaha untuk memberi kemandirian pada
akal sebagai mana yang telah di rintis oleh para pemikir renaisans sampai diabad 17 dan
pada abad tersebut di mulainya era pemikiran – pemikiran tentang filsafat dalam artian yang
sebenarnya. Seiring dengan perkembangan zaman manusia mulai menaruh kepercayaan yang
besar terhadap kemampuam akal, bahkan di yakini bahwa dengan kemampuan akal semua
persoalan dapat di jelaskan dan semua permasalahan dapat di pahami dan di pecahkan
termasuk seluruh permasalahan tentang kemanusiaan di samping itu keyakinan yang
berlebihan terhadap kemampuan akal dapat membawa kita ke dalam perang dengan mereka
yang malas menggunakan akal ( logika ).

Dengan kekuasaan atau kemampuan akal tersebut manusia menginginkan suatu


kehidupan ( dunia ) baru yang di kendalikan oleh akal sehat manusia. Kepercayaan akan akal
sehat sangat jelas dalam bidang filsafat, yaitu dalam bentuk suatu keiginan untuk menyusun
secara apriori suatu sisitem keputusan akal pada tingkat yang tinggi dan luas. Dalam hal ini
bisa di pahamai bahwa dalam filsafat aliran yang mengedapankan akal
adalahaliran Rasionalisme.

2. Tokoh – Tokoh Rasionalisme

1) Blaise Pascal ( 1623 – 1662 )


2) Nicolas Malebranchhe ( 1638 – 1775 )
3) B De Spinoza ( 1632 – 1677 )
4) G.W Leibniz ( 1946 – 1716 )

3. Corak berpikir para Tokoh – Tokoh Filsafat ( Rasionalisme )

Blaise Pascal ( 1623 – 1662 )

Blaine Pascal adalah seorang ahli ilmu pasti,ilmu alam dan seorang filusuf. Dalam
pemikirannya dia mengatakan bahwa seorang filsuf harus mampu memahami dan menyelami
keadaan manusia yang secara konkret apa yang di hadapi oleh setiap orang, dari peyelamam
5
tersebut maka seorang filsuf memahami bahwa realita itu pada hakekatnya adalah suatu
rahasia. Akal ( rasio ) manusia akan memberikan suatu pengetahuan kepada manusia tentang
rahasia itu, tetapi akal tidak dapat

merumuskannya dalam pengertian-pengertian yang memadai. Karena ciri khas dari


manusia adalah di mana manusia tersebut dapat menyatukan dua hal antara tubuh dan
jiwa.Untuk menghadapi hal tersebut manusia di hadapkan pada suatu keadaan dimana harus
mengambil suatu keputusan.

Dalam pengambilan suatu keputusan tidak hanya rasio yang kita gunakan, melainkan
juga hati (perasaan). Padahal hati letaknya di dalam akal dan hati di hadapkan dengan Allah.
Sehingga dalam pengambilan keputusan manusia tidak bisa terlepas dari Allah.
Menurut Pascalterdapat tiga macam tertib yaitu tertib bendawi, rohani dan kasih. Dalam tertib
bendawi ada besar dan kecil, ada yang lebih kaya dan lebih miskin serta yang lebih berkuasa
dan yang kurang berkuasa. Di dalam tertib rohani terdapat yang terbesar dan terkuasa.
Kebesaran rohani tidak terjangkau oleh besarnya tertib bendawi. Sebaliknya kebesaran rohani
tiada arti di dalam tertib kasih. Roh tidak mengenal kesucian yang hanya dapat di lihat oleh
Allah dan para malaikat.Tiada tubuh yang menghasilkan gagasan karena gagasan tidak
termasuk tertib bendawi. Sebaliknya tiada tubuh dan tiada roh yang dapat mengasihi dalam
arti sebenarnya, karena kasih termasuk tertib yang alinya.

N. Malebranche ( 1638 – 1715 )

Orang Prancis yang bernama Nicolas Malebranche berusaha memperdamaikan filsafat


baru yang di rintis Decrates dengan pemikiran kristiani, terlebih pemikiran Augustinus.
Dalam hal ini terkait substansi filsuf satu ini mengikuti ajaran Decrates yaitu tentang
pemikiran dan keluasan. Tetapi tentang hubugan antara jiwa dan tubuh ia mempunyai
pemecahan tersendiri. Pendiriannya dalam bidang ini biasanya di namakan okasionalisme
(occasion = kesempatan). Nicolas Malebranche mempertahankan dengan tegas bahwa jiwa
tidak dapat mempengaruhi tubuh.Tetapi pada saat kesempatan terjadinya perubahan dalam
tubuh, Allah menyebabkan perubahan yang sesuai dengan dalam jiwa.

Baruch De Spinoza ( 1632 – 1677 )

Filsuf yang satu ini lahir di Amsterdam.Dia terlahir dari seorang Yahudi
dari Portugal yang pindah ke Belanda. De Spinoza sangat mengutamakan kebebasan
pemikiran, juga dalam bidang agama. Oleh sebab itu dia di kucilkan dari umat Yahudi dan
harus meninggalkan kota Amsterdam. Buku beliu yang paling penting adalah “Ethica, ordine
geometrico demonstrate (Etika yang di buktikan dengan cara gemetris)” baru di terbitkan
setelah De Spinoza meninggal. Menurut Spinoza hanya ada satu substansi yaitu Allah. Dan
substansi tersebut meliputi dunia maupun manusia. Oleh sebab itu pendiriannya di sebut
pantaisme (Allah di samakan dengan segala sesuatu yang ada ).

Spinoza juga beranggapan bahwa satu substansi ini memiliki ciri yang tak terhingga
jumlahnya dan dalam setiap ciri mengekspresikan hakekat Allah seluruhnya. Tetapi kita
hanya mengenal dua ciri saja pemikiran dan keluasaan. Dalam diri manusia dua ciri tersebut

6
terdapat bersama-sama dalam pemikiran (jiwa) dan serentak juga keluasaan (tubuh). Karena
itulah buat Spinoza tidak hanya lagi hubungan antara jiwa dan tubuh, karena jiwa dan tubuh
hanya merupakan dua aspek yang menyangkaut substansi yang sama. Sebenarnya tidak
pernah dalam sejarah filsafat kesatuan manusia sangat di tekankan seperti pada Spinoza.

G.W Leibniz ( 1646 – 1716 )

Gottfried Wilhelm Leibniz adalah seorang Jerman, tetapi dalam karya-karyanya dia
menulis dengan bahasa Latin dan Perancis. Dia adalah seorang sarjana ensiklopedis yang
mengusai seluruh lapangan pengetahuan yang di kenal waktu itu. Menurut Leibniz terdapat
banyak substansi dan jumlahnya tidak terhingga. Ia menamakan substansi sebagai “Monade“.
Menurut dia monade-monade tidak bersifat jasmani dan tidak dapat di bagi-bagi. Jiwa
merupakan suatu monade, tetapi juga materi terdiri dari banyak monade. Dalam suatu kalimat
yang kemudian terkenal ia mengatakan “Monade-monade tidak memiliki jendela-
jendela,tempat sesuatu bias masuk atau keluar”. Itu berarti bahwa semua monade harus di
anggap tertutup,sebagaimana “cogito”,atau kesadaran yang hanya mengenal dirinya dan ide-
ide yang ada padanya, sedangkan yang lainnya di kenal secara tidak langsung melalui ide-ide
tersebut.

B. ALIRAN KRITISME

Kritisisme Imanuel Kant

Filsafat Kant merupakan titik tolak periode baru bagi filsafat Barat. Ia mengatasi dan
menyimpulkan aliran Rasionalisme dan Empirisme, yang dibantah oleh Copleston VI. Dari
satu pihak ia mempertahankan obyektifitas, universalitas, dan keniscayaan. Dalam filsafat
Kant, tekanan yang utama terletak pada kegiatan atau pengertian dan penilaian manusia.
Bukan seperti empirisme yang menekankan pada aspek psikologi, melainkan sebagai analisa
kritis, pada pemahaman Kant yang baru, dan sering disebut “revolusi Kopernikus yang
kedua”.

Kant memandang rasionalisme dan empirisme senantiasa berat sebelah dalam menilai
akal dan pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Kant tidak menentang adanya akal murni,
ia hanya menunjukkan bahwa akal murni itu terbatas. Akal murni menghasilkan pengetahuan
tanpa dasar indrawi atau independen dari alat pancaindra.

Kant dalam argumennya, bahwa akal dipandu oleh tiga ide transcendental, yaitu ide
psikologis yang disebut jiwa, ide dunia, dan ide tentang Tuhan. Ketiganya tersebut memiliki
fungsi masing-masing, yaitu “ide jiwa” menyatakan dan mendasari segala gejala batiniah
yang merupakan cita-cita yang menjamin kesatuan terakhir dalam bidang psikis, “ide dunia”
menyatakan segala gejala jasmaniah, “ide Tuhan” mendasari segala gejala, segala yang ada,
baik batiniah maupun yang lahiriah (Ahmad Tafsir, 2005:150-151, lihat Mircea Eliade,t.:247)

Kant mengarang macam-macam kritik mengenai akalbudi, kehendak, rasa, dan


agama. Dalam karyanya yang sering disebut metafisika. Menurutnya Metafisika merupakan
uraian sistematis mengenai keseluruhan pengertian filosofis yang dapat dicapai. Ia
berpendapat bahwa pada sekurang-kurangnya pada prinsipnya mungkin untuk

7
memperkembangkan suatu metafisika sistematis yang lengkap. Namun Kant mulai
meragukan kemungkinan dan kompetensi metafisik, sebab menurut dia metafisik tidak
pernah menemukan metode ilmiah yang pasti untuk memecahkan masalahnya, maka perlu
diselidiki dahulu kemampuan dan batas-batas akal-budi.

Immannuel Kant membedakan akal (vertstand) dari rasio dan budi (vernuft). Tugas
akal merupakan yang mengatur data-data indrawi, yaitu dengan mengemukakan “putusan-
putusan”. Sebagaimana kita melihat sesuatu, maka sesuatu itu ditrasmisikan ke dalam akal,
selanjutnya akal mengesaninya. Hasil indra diolah sedemikian rupa oleh akal, selanjutnya
bekerja dengan daya fantasi umtuk menyusun kesan-kesan itu sehingga menjadi suatu
gambar yang dikuasai oleh bentuk ruang dan waktu.

Pemikiran-pemikiran Kant yang terpenting diantaranya adalah tentang “akal murni”.


Menurut Kant dunia luar itu diketahui hanya dengan sensasi dan jiwa, bukanlah sekedar
tabula rasa. Tetapi jiwa merupakan alat yang positif, memilih dan merekontruksi hasil sensasi
yang masuk itu dikerjakan oleh jiwa dengan menggunakan kategori, yaitu dengan
mengklasifikasikan dan memersepsikannya ke dalam idea. Melalui alat indara sensasi masuk
ke otak, lalu objek itu diperhatikan kemudian disadari. Sensasi-sensasi itu masuk ke otak
melalui saluran-saluran tertentu yaitu hukum-hukum, dan hukum-hukum tersebut tidak semua
stimulus yang menerpa alat indra dapat masuk ke otak. Penangkapan tersebut telah diatur
oleh persepsi sesuai dengan tujuan. Tujuan inilah yang dinamakan hukum-hukum(Ahmad
Syadali dan Mudzakir, 2004: 121).

Demikian gagasan Immanuel Kant yang menjadi penggagas Kritisisme. Filsafat


memulai perjalanannya dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber
pengetahuan manusia. Maka Kritisisme berbeda dengan corak filsafat modern sebelum
sebelumnya yang mempercayai kemampuan rasio secara mutlak. Dengan Kritisisme yang
diciptakan oleh Immanuel Kant, hubungan antara rasio dan pengalaman menjadi harmonis,
sehingga pengetahuan yang benar bukan hannya pada rasio, tetapi juga pada hasil indrawi.
Kant memastikan adanya pengetahuan yang benar-benar “pasti”, artinya menolak aliran
skeptisisme, yaitu aliran yang menyatakan tidak ada pengetahuan yang pasti.

Zaman pencerahan atau yang dikenal di Inggris dengan enlightenment. Terjadi pada
abad ke 18 di Jerman. Immanuel Kant mendefinisikan zaman itu dengan mengatakan
“dengan aufklarung, manusia akan keluar dari keadaan tidak akil balig (dalam bahasa
Jerman: unmundigkeint), yang dengan ia sendiri bersalah”. Sebabnya menusia bersalah
karena manusia tidak menggunakan kemungkinan yang ada padanya yaitu rasio. Dengan
demikian zaman pencerahan merupakan tahap baru dalam proses emansipasi manusia barat
yang sudah dimulai sejak Renaissance dan reformasi. Di Jerman, seorang filosof besar yang
melebihi zaman aufklarung telah lahir yaitu Immanuel Kant.

8
1) Ciri-ciri Kritisisme

Isi utama dalam kritisisme yaitu gagasan Immanuel Kant tentang teori pengetahuan,
etika, dan estetika. Gagasan tersebut muncul karena ada pertanyaan-pertanyaan yang
mendasar yang timbul pada pemikiran Immanuel Kant. Pertanyaan-pertanyaan tersebut yaitu:
Menganggap objek pengenalan berpusat pada subjek dan bukan pada objek.

Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk menetahui realitas atau


hakikat sesuatu, rasio hanya mampu menjangkau gejalanya atau fenomenanya saja.

Menjelaskan bahwa pengenalan manusia atas sesuatu itu diperoleh atas perpaduan
antara peranan unsure “a priori” (sebelum di buktikan tapi kita sudah percaya) yang berasal
dari rasio serta berupa ruang dan waktu dan peranan unsur “a posteori” (setelah di buktikan
baru percaya) yang berasal dari pengalaman yang berupa materi.

Pandangan Immanuel Kant (1724-1804)

Immanuel Kant adalah seorang filsuf Jerman kelahiran Konigsberg, 22 April 1724 –
12 februari 1804. Ia dikenal sebagai tokoh kritisisme. Filsafat kritis yang ditampilkannya
bertujuan untuk menjembatani pertentangan antara kaum Rasionalisme dengan kaum
Empirisme. Bagi Kant, baik Rasionalisme maupun Empirisme belum berhasil memberikan
sebuah pengetahuan yang pasti berlaku umum dan terbukti dengan jelas. Kedua aliran itu
memiliki kelemahan yang justru merupakan kebaikan bagi seterusnya masing-masing.

Menurut kant, pengetaahuan yang dihasilkan oleh kaum Rasionalisme tercermin


dalam putusan yang bersifat analitik-apriori, yaitu suatu bentuk putusan dimana predikat
sudah termasuk dengan sendirinya kedalam subyek. Memang mengandung kepastian dan
berlaku umum, tetapi tidak memberikan sesuatu yang baru. Sedangkan yang dihasilkan oleh
kaum Empirisme itu tercermin dalam putusan yang bersifat sintetik-aposteriori, yaitu suatu
bentuk putusan dimana predikat belum termasuk kedalam subyek. Meski demikian, sifat
sintetik-apesteriori ini memberikan pengetahuan yang baru, namun sifatnya tidak tetap,
sangat bergantung pada ruang dan waktu. Kebenaran disini sangat bersifat subyektif.

Dengan melihat kebaikan yang terdapat diantara dua putusan tersebut, serta
kelemahannya sekaligus, Kant memadukan keduanya dalam suatu bentuk putusan yang
bersifat umum-universal, dan pasti di dalamnya, “akal budi dan pengalaman indrawi
dibutuhkan serentak”. Dalam hal ini kant menunjukan pada 3 bidang sebagai tahapan yang
harus dilalui, yaitu:

Bidang indrawi

Peranan subyek lebih menonjol, namun harus ada dua bentuk murni yaitu ruang dan
waktu yag dapat diterapkan pada pegalaman. Hasil yang diterapkan pada ruang dan waktu
merupakan fenomena konkrit. Namun pengetahuan yang diperoleh indrawi ini selalu
berubah-ubah, tergantung pada subyek yang mengalami dan situasi yang melingkupinya.

9
Bidang Akal

Apa yang telah diperoleh melalui bidang indrawi tersebut, untuk memperoleh
pengetahuan yang bersifat objektif-universal. Haruslah dituangkan ke bidang akal. Disini
terkandung 4 bentuk kategori:

1) Kategori kuantitas, terdiri atas; singulir(kesatuan), partikulir(sebagian), dan


universal(umum).
2) Kategori kualitas, terdiri atas; realitas(kenyataan), negasi(pengingkaran), dan
limitasi(batas-batas).
3) Kategori relasi, terdiri atas; categories(tidak bersyarat), hypothetis(sebab dan akibat),
disjunctif(saling meniadakan).
4) Kategori modalitas, terdiri atas; mungkin/tidak, ada/tiada, keperluan/kebetulan.

Bidang Rasio

Pengetahuan yang telah diperoleh akal itu baru dapat dikatakan sebagai putusan
sintetik-apriori, setelah dikaitkan 3 macam ide, yaitu; Allah (ide teologis), jiwa (ide
psikologis), dan dunia (ide kosmologis). Namun ketiga macam ide itu sendiri tidak dapat
dicapai oleh akal pikiran manusia. Ketiga ide ini hanya merupakan petunjuk untuk
menetapkan kesatuan pengetahuan. Selain itu Immanual Kant juga mengangkat aliran Aufk
Larung ke puncak perkembangannya sekaligus mengantar keruntuhannya. Pendapatnya
adalah:

1) Ajarannya tentang pengetahuan

Ialah pendapat-pendapat yang sintesis dengan suatu pertanyaan; bagaimana mungkin


orang dapat menetapkan pendapat yang apriori (terlepas dari pengalaman) tentang suatu
objek dengan mempergunakan logika?

2) Ajarannya tentang kesusilaan

Adalah bertentangan dengan ajaran etika/ kesusilaan dari aufk larung (rasa senang/
kenikmatan dan faedah). Maka ajaran etikanya berprinsip bahwa segala sesuatu hanya
tergantung pada kehendak/ suasana yang menjadi dasar perbuatan-perbuatan kita. Perbuatan
baik dari sudut susila adalah berdasarkan keinsafan kewajiban dengan pengertian bahwa
setiap perbuatan kita bisa menjadi hukum umum yang berlaku. Asas pokok kesusilaan adalah
imperatif kategoris, artinya suatu imperatif/ perintah dari dalam diri kita yang memerintahkan
kepada kita tanpa memandang sebab dan akibatnya, cara berbuatnya, dsb. Berbuat baik
adalah berbuat dengan berpangkal pada hukum kesusilaan yang dibuat oleh diri kita sendiri
seara otonom karena menghormati hukum kesusilaan

3) Ajarannya tentang kesenian

Rasa estetis itu khususnya berupa suatu rasa senang/ nikmat yang bercampur dengan
perasaan tak senang. Dapat mengikat menjadi perasaan luhur yang berlebih-lebihan yang
dapat membuat kita merasa luhur/ mulia.

10
C. ALIRAN IDEALISME

Idealisme adalah salah satu aliran filsafat pendidikan yang berpaham bahwa
pengetahuan dan kebenaran tertinggi adalah ide. Semua bentuk realita adalah manifestasi
dalam ide. Karena pandangannya yang idealis itulah idealisme sering disebut sebagai lawan
dari aliran realisme. Tetapi, aliran ini justru muncul atas feed back realisme yang
menganggap realitas sebagai kebenaran tertinggi. Secara logika, antara idealisme dan
realisme tidak bisa dipertentangkan. Sebab, pencetus idealisme (Plato) adalah murid dari
pencetus realisme (Socrates). Jika demikian, apakah mungkin Plato seorang idealis yang juga
realis? Dengan pertanyaan lain, apakah Sokrates yang realis juga seorang idealis? Apa
sesungguhnya hakekat ide dan riil atau materi itu? Idealisme menganggap, bahwa yang
konkret hanyalah bayang-bayang, yang terdapat dalam akal pikiran manusia.

Kaum idealisme sering menyebutnya dengan ide atau gagasan. Seorang realisme tidak
menyetujui pandangan tersebut. Kaum realisme berpendapat bahwa yang ada itu adalah yang
nyata, riil, empiris, bisa dipegang, bisa diamati dan lain-lain. Dengan kata lain sesuatu yang
nyata adalah sesuatu yang bisa diindrakan (bisa diterima oleh panca indra). Dalam konteks
pendidikan, paham ini mencita-citakan pemikiran atau ide tertinggi. Secara kelembagaan
institusional, maka pendidikan akan didominasi oleh fakultas atau jurusan filsafat dan
pemikiran pendidikan. Di ranah pendidikan dasar, akan didominasi oleh konsep-konsep dan
pengertian-pengertian secara devinitif tentang segala sesuatu.

Sejarah Aliran Idealisme

Aliran ini merupakan aliran yang sangat penting dalam perkembangan sejarah
pemikiran manusia. Mula-mula dalam filsafat barat kita temui dalam bentuk ajaran yang
murni dari Plato. Plato menyatakan bahwa alam cita-cita itu adalah yang merupakan
kenyataan sebenarnya. Adapun alam nyata yang menempati ruang ini hanya berupa bayangan
saja dari alam ide.

Aristoteles memberikan sifat kerohanian dengan ajarannya yang menggambarkan


alam ide sebagai suatu tenaga yang berada dalam benda-benda dan menjalankan pengaruhnya
dari benda itu. Sebenarnya dapat dikatakan bahwa paham idealisme sepanjang masa tidak
pernah hilang sama sekali. Di masa abad pertengahan malahan satu-satunya pendapat yang
disepakati oleh semua ahli pikir adalah dasar idealisme ini.

Pada jaman Aufklarung para filosof yang mengakui aliran serba dua (dualisme)
seperti Descartes dan Spinoza yang mengenal dua pokok yang bersifat kerohanian dan
kebendaan, maupun keduanya mengakui bahwa unsur kerohanian lebih penting daripada
kebendaan. Selain itu, segenap kaum agama sekaligus dapat digolongkan kepada penganut
idealisme yang paling setia sepanjang masa, walaupun mereka tidak memiliki dalil-dalil
filsafat yang mendalam. Puncak jaman idealisme pada masa abad ke-18 dan 19 ketika periode
idealisme.

11
Secara historis, idealisme diformulasikan dengan jelas pada abad IV sebelum masehi
oleh Plato (427-347 SM). Semasa Plato hidup kota Athena adalah kota yang berada dalam
kondisi transisi (peralihan). Peperangan bangsa Persia telah mendorong Athena memasuki era
baru. Seiring dengan adanya peperangan-peperangan tersebut, perdagangan dan perniagaan
tumbuh subur dan orang-orang asing tinggal diberbagai penginapan Athena dalam jumlah
besar untuk meraih keuntungan mendapatkan kekayaan yang melimpah. Dengan adanya hal
itu, muncul berbagai gagasan-gagasan baru ke dalam lini budaya bangsa Athena. Gagasan-
gagasan baru tersebut dapat mengarahkan warga Athena untuk mengkritisi pengetahuan &
nilai-nilai tradisional. Saat itu pula muncul kelompok baru dari kalangan pengajar (para
Shopis). Ajarannya memfokuskan pada individualisme, karena mereka berupaya menyiapkan
warga untuk menghadapi peluang baru terbentuknya masyarakat niaga. Penekanannya
terletak pada individualisme, hal itu disebabkan karena adanya pergeseran dari budaya
komunal masa lalu menuju relativisme dalam bidang kepercayaan dan nilai.

Idealisme dengan penekanannya pada kebenaran yang tidak berubah, berpengaruh


pada pemikiran kefilsafatan. Selain itu, idealisme ditumbuh kembangkan dalam dunia
pemikiran modern. Tokoh-tokohnya antara lain: Rene Descartes (1596-1650), George
Berkeley (1685-1753), Immanuel Kant (1724-1804) dan George W. F. Hegel (1770-1831).
Seorang idealis dalam pemikiran pendidikan yang paling berpengaruh di Amerika adalah
William T. Harris (1835-1909) yang menggagas Journal of Speculative Philosophy. Ada dua
penganut idealis abad XX yang telah berjuang menerapkan idealisme dalam bidang
pendidikan modern, antara lain: J. Donald Butler dan Herman H. Horne. Sepanjang sejarah,
idealisme juga terkait dengan agama, karena keduanya sama-sama memfokuskan pada aspek
spiritual dan keduniawian lain dari realitas.

Tokoh-tokoh Idealisme

Plato (477 -347 Sb.M)

Menurut Plato, kebaikan merupakan hakikat tertinggi dalam mencari kebenaran.


Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa
saja yang telah mengetahui ide, manusia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat
menggunakannya sebagai alat untuk mengukur, mengklarifikasikan dan menilai segala
sesuatu yang dialami sehari-hari.

Immanuel Kant (1724 -1804)

Ia menyebut filsafatnya idealis transendental atau idealis kritis dimana paham ini
menyatakan bahwa isi pengalaman langsung yang kita peroleh tidak dianggap sebagai
miliknya sendiri melainkan ruang dan waktu adalah forum intuisi kita. Dapat disimpulkan
bahwa filsafat idealis transendental menitik beratkan pada pemahaman tentang sesuatu itu
datang dari akal murni dan yang tidak bergantung pada sebuah pengalaman.

12
Pascal (1623-1662)

Kesimpulan dari pemikiran filsafat Pascal antara lain :

1) Pengetahuan diperoleh melalaui dua jalan, pertama menggunakan akal dan kedua
menggunakan hati.
2) Manusia besar karena pikirannya, namun ada hal yang tidak mampu dijangkau oleh
pikiran manusia yaitu pikiran manusia itu sendiri. Menurut Pascal manusia adalah
makhluk yang rumit dan kaya akan variasi serta mudah berubah. Untuk itu matematika,
pikiran dan logika tidak akan mampu dijadikan alat untuk memahami manusia.
Menurutnya alat-alat tersebut hanya mampu digunakan untuk memahami hal-hal yang
bersifat bebas kontradiksi, yaitu yang bersifat konsisten. Karena ketidak mampuan filsafat
dan ilmu-ilmu lain untuk memahami manusia, maka satu-satunya jalan memahami
manusia adalah dengan agama. Karena dengan agama, manusia akan lebih mampu
menjangkau pikirannya sendiri, yaitu dengan berusaha mencari kebenaran, walaupun
bersifat abstrak.
3) Filsafat bisa melakukan apa saja, namun hasilnya tidak akan pernah sempurna.
Kesempurnaan itu terletak pada iman. Filsafat bisa menjangkau segala hal, tetapi tidak
bisa secara sempurna. Karena setiap ilmu itu pasti ada kekurangannya, tidak terkecuali
filsafat.

J. G. Fichte (1762-1914 M.)

Ia adalah seorang filsuf jerman. Ia belajar teologi di Jena (1780-1788 M). Pada tahun
1810-1812 M, ia menjadi rektor Universitas Berlin. Filsafatnya disebut
“Wissenschaftslehre” (ajaran ilmu pengetahuan). Secara sederhana pemikiran Fichte:
manusia memandang objek benda-benda dengan inderanya. Dalam mengindra objek tersebut,
manusia berusaha mengetahui yang dihadapinya. Maka berjalanlah proses intelektualnya
untuk membentuk dan mengabstraksikan objek itu menjadi pengertian seperti yang
dipikirkannya.

F. W. S. Schelling (1775-1854 M.)

Schelling telah matang menjadi seorang filsuf disaat dia masih amat muda. Pada
tahun 1798 M, dalam usia 23 tahun, ia telah menjadi guru besar di Universitas Jena. Dia
adalah filsuf Idealis Jerman yang telah meletakkan dasar-dasar pemikiran bagi perkembangan
idealisme Hegel.

Inti dari filsafat Schelling: yang mutlak atau rasio mutlak adalah sebagai identitas
murni atau indiferensi, dalam arti tidak mengenal perbedaan antara yang subyektif dengan
yang obyektif. Yang mutlak menjelmakan diri dalam 2 potensi yaitu yang nyata (alam
sebagai objek) dan ideal (gambaran alam yang subyektif dari subyek).

13
G. W. F. Hegel (1770-1031 M.)

Ia belajar teologi di Universitas Tubingen dan pada tahun 1791 memperoleh gelar
Doktor. Inti dari filsafat Hegel adalah konsep Geists (roh atau spirit), suatu istilah yang
diilhami oleh agamanya. Ia berusaha menghubungkan yang mutlak dengan yang tidak
mutlak. Yang mutlak itu roh atau jiwa, menjelma pada alam dan dengan demikian sadarlah ia
akan dirinya. Roh itu dalam intinya ide (berpikir).

Esensi Aliran Idealisme

Idealisme termasuk aliran filsafat pada abad modern. Idealisme berasal dari bahasa
Inggris yaitu Idealism dan kadang juga dipakai istilahnya mentalism atau imaterialisme.
Istilah ini pertama kali digunakan secara filosofis oleh Leibnez pada mula awal abad ke-18.
Leibniz memakai dan menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato, secara bertolak belakang
dengan materialisme Epikuros. Idealisme ini merupakan kunci masuk hakekat realitas.

Idealisme diambil dari kata ide yakni sesuatu yang hadir dalam jiwa. Idealisme dapat
diartikan sebagai suatu paham atau aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya
dapat dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Menurut paham ini, objek-objek fisik
tidak dapat dipahami terlepas dari spirit.

Ada pendapat lain yang mengatakan, idealisme berasal dari bahasa latin idea, yaitu
gagasan, ide. Sesuai asal katanya menekankan gagasan, ide, isi pikiran, dan buah mental.
Terdapat aliran filsafat yang beranggapan, yang ada yang sesungguhnya adalah yang ada
dalam budi, yang hadir dalam mental. Karena hanya yang berbeda secara demikian yang
sempurna, utuh, tetap, tidak berubah dan jelas. Itu semua adalah idealisme.

Inti dari Idealisme adalah suatu penekanan pada realitas ide-gagasan, pemikiran, akal-
pikir atau kedirian daripada sebagai suatu penekanan pada objek-objek & daya-daya material.
Idealisme menekankan akal pikir (mind) sebagai hal dasar atau lebih dulu ada bagi materi, &
bahkan menganggap bahwa akal pikir adalah sesuatu yang nyata, sedangkan materi adalah
akibat yang ditimbulkan oleh akal-pikir atau jiwa (mind). Hal itu sangat berlawanan dengan
materialisme yang berpendapat bahwa materi adalah nyata ada, sedangkan akal-pikir (mind)
adalah sebuah fenomena pengiring.

Konsep filsafat menurut aliran idealisme adalah :

Metafisika-idealisme: secara absolut kenyataan yang sebenarnya adalah spiritual dan


rohaniah, sedangkan secara kritis yaitu adanya kenyataan yang bersifat fisik dan rohaniah,
tetapi kenyataan rohaniah yang lebih berperan.

Humanologi-idealisme: jiwa dikaruniai kemampuan berpikir yang dapat


menyebabkan adanya kemampuan memilih.

Epistimologi-idealisme: pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi dan


pengingatan kembali melalui berpikir. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh
beberapa orang yang mempunyai akal pikiran yang cemerlang.

14
Aksiologi-idealisme: kehidupan manusia diatur oleh kewajiban-kewajiban moral yang
diturunkan dari pendapat tentang kenyataan atau metafisika. Demikian kemanusiaan
merupakan bagian dari ide mutlak, Tuhan sendiri. Idea yang berpikir sebenarnya adalah gerak
yang menimbulkan gerak lain. Gerak ini menimbulkan tesis yang dengan sendirinya
menimbulkan gerak yang bertentangan, anti tesis. Adanya tesis dan anti tesisnya itu
menimbulkan sintesis dan ini merupakan tesis baru yang dengan sendirinya menimbulkan
anti tesisnya dan munculnya sintesis baru pula.

Prinsip-prisip Idealisme :

Menurut idealisme bahwa realitas tersusun atas substansi sebagaimana gagasan-


gagasan atau ide (spirit). Menurut penganut idealisme, dunia beserta bagian-bagianya harus
dipandang sebagai suatu sistem yang masing-masing unsurnya saling berhubungan. Dunia
adalah suatu totalitas, suatu kesatuan yang logis dan bersifat spiritual.

Realitas atau kenyataan yang tampak di alam ini bukanlah kebenaran yang hakiki,
melainkan hanya gambaran atau dari ide-ide yang ada dalam jiwa manusia.

Idealisme berpendapat bahwa manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga
dan lebih tinggi dari pada materi bagi kehidupan manusia. Roh pada dasarnya dianggap
sebagai suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai
penjelmaan dari roh atau sukma. Demikian pula terhadap alam adalah ekspresi dari jiwa.

Idealisme berorientasi kepada ide-ide yang theo sentris (berpusat kepada Tuhan),
kepada jiwa, spiritualitas, hal-hal yang ideal (serba cita) dan kepada norma-norma yang
mengandung kebenaran mutlak. Oleh karena nilai-nilai idealisme bercorak spiritual, maka
kebanyaakan kaum idealisme mempercayai adanya Tuhan sebagai ide tertinggi atau Prima
Causa dari kejadian alam semesta ini.

D. Realisme

Realisme termasuk ke dalam aliran filsafat yang membahas tentang hakekat pengetahuan,
realisme berpendirian bahwa pengetahuan manusia merupakan gambaran yang baik dan tepat
dari kenyataan. Aliran realisme berpandangan bahwa kenyataan tidak terbatas pada
pengalaman inderawi ataupun gagasan yang terbangun dari dalam. Realisme merupakan
suatu bentuk penolakan terhadap aliran idealisme dan empirisme yang memiliki gagasan –
gagasan yang ekstrim di dalamnya. Dalam perkembangannya, aliran ini dibagi menjadi 2,
yaitu realisme empiris dan rasional. Aliran realisme empiris merupakan aliran yang
mendapatkan pengetahuan melalui rekaman fakta dari panca indra sehingga menjadikan
pengetahuan tersebut menjadi kopi/penggandaan dari fakta-fakta yang terdapat diluar akal.
Jadi, teori ini berusaha menjadikan pengetahuan untuk menggambarkan kebenaran.
Sedangkan untuk realisme rasionalisme adalah aliran yang mendapatkan pengetahuan melalui
akal dan pancaindra, sehingga hasilnya merupakan gandaan/kopi yang benar tentang hakekat.
Namun kebenaran yang didapatkan ini belumlah mutlak, tapi merupakan kebenaran yang
lebih dekat dengan hakekat, yaitu kemampuan yang maksimal dari akal untuk dapat
memahami hakekat tersebut.

15
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan (the mother of sciences) yang mampu
menjawab segala pertanyaan dan permasalahaan. Mulai dari masalah-masalah yang
berhubungan dengan alam semesta hingga masalah problematika dan kehidupanya. Dengan
demikian, telah banyak aliran filsafat yang bermunculan yang memiliki kekhasan masing-
masing sesuai dengan metode yang dijalankan dalam rangka memperoleh kebenaran.

Diantara aliran filsafat yang bermunculan adalah aliran rasionalisme, aliran kritisme
dan aliran idealisme. Aliran rasionalisme mengajarkan bahwa ilmu pengetahuan di peroleh
dengan cara berpikir dengan kaidah–kaidah logika. Sementara aliran kritisme yang digagas
oleh Immanuel Kant beranggapan bahwa pengetahuan itu diperoleh dari apa yang disebut
„akal murni‟ yang dibarengi dengan etika dan estetika. Sedangkan aliran idealisme
berpendapat bahwa pengetahuan dan kebenaran tertinggi adalah ide. Semua bentuk realita
adalah manifestasi dalam ide.

16
DAFTAR PUSTAKA

Agus, Bustanuddin. 1999. Pengembangan Ilmu - Ilmu Sosial: Studi Banding Antara
Pandangan Ilmiah dan Ajaran Islam. Jakarta: Gema Insani Press.

Anatomie. 2010. Etimologi dari Aksiologi, Ontologi dan Epistimologi. Makalah Sekolah
Tinggi Keguruan dan Ilmu Kependidikan (STKIP) Pasundan

Bagus, Lorens. 2005. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia.

Berling, R.F. 1966. Filsafat Dewasa Ini. Jakarta: Balai Pustaka.

Bertens, K. 2005. Panorama Filsafat Modern. Jakarta: Teraju.

Darmodiharjo, Darji, Shidarta. 1995. Pokok - Pokok Filsafat Hukum: Apa Dan Bagaimana
Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hamersma, Harry. 2008. Pintu Masuk ke Dunia Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

Hanif, Muhammad, dkk. . Aliran – Aliran Filsafat Modern. Makalah STAINU Purworejo

Hardiman, F.Budi Hardiman. 2004. Filsafat Modern - Dari Machiavelli sampai Nietzsche.
Jakarta: Gramedia.

Huijbers, Theo. 1982. Fisafat dalam lintasan sejarah. Yogyakarta: Kanisius.

Keraf, A. Sonny & Mikhael Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis.
Yogyakarta: Kanisius.

Magee, Bryan. 2008. The Story of Philoshopy: Edisi Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.

Muhdi, Ali, dkk. 2012. Merevitalisasi Pendidikan Pancasila Sebagai Pemandu Reformasi.
Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press.

Qomar, Mujamil. 2006. Epistemologi Pendidikan Islam - Dari Metode Rasional Hingga
Metode Kritik. Jakarta: Erlangga.

Rahman, Fathur. 2011. Makalah Pengertian Epistemologi, Ontologi dan Aksiologi. Makalah
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura Pontianak.

Rapar, Jan Hendrik. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

Setijo, Pandji. 2009. Pendidikan Pancasila Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa: Dilengkapi
dengan Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen. Jakarta: Grasindo.

Sholikhin, Muhammad. 2008. Filsafat dan Metafisika Dalam Islam. Yogyakarta: Narasi.

Warsito, Loekisno Chairil, dkk. 2012. Pengantar Filsafat. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press

Wibowo, Ignatus dan B Herry Priyono. 2006. Sesudah Filsafat: Esai - Esai Untuk Franz
Magnis - Suseno. Yogyakarta: Kanisius.

17

Anda mungkin juga menyukai