Disusun Oleh:
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat,
taufiq, hidayah, dan inayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik dan tepat waktu.
Ucapan terima kasih kami haturkan kepada Dosen pengampu mata kuliah Teosofi,
Bapak Ruma Mubarak, M.Pd.I. yang telah memberikan tugas pembuatan makalah yang
berjudul “Sejarah Serta Ajaran Murji’ah dan Sunni” untuk memenuhi nilai tugas
sehingga dapat menambah pengalaman serta wawasan kami dalam bidang studi yang
kami tekuni. Semoga ilmu yang telah Bapak berikan bisa bermanfaat bagi kehidupan
kami dikemudian hari dan juga bisa berguna bagi orang–orang sekitar.
Penulis
(Kelompok 11)
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................................
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................2
C. Tujuan .................................................................................................................2
A. Murji’ah ..............................................................................................................3
B. Sejarah Murji’ah..................................................................................................4
C. Ajaran Murji’ah...................................................................................................7
D. Sunni ...................................................................................................................8
A. Kesimpulan........................................................................................................17
B. Saran..................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Aliran Murji’ah ini merupakan golongan yang tak sepaham dengan kelompok
Khawarij dan Syi’ah. Ini tercermin dari ajarannya yang bertolak belakang dengan
ajaran Khawarij dan Syi’ah. Pengertian Murji’ah sendiri adalah penangguhan vonis
hukuman atas perbuatan seseorang sampai di pengadilan Allah SWT, sehingga
seorang muslim sekalipun berdosa besar dalam kelompok ini tetap diakui sebagai
muslim dan mempunyai harapan untuk bertobat
Aliran Ahlus Sunnah wal Jama’ah timbul sebagai reaksi terhadap faham-
faham Mu’tazilah. Menurut al-Asy’ari, pemikiran Mu’tazilah banyak yang
bertentangan dengan i’tiqad kepercayaan Nabi Muhammad SAW, para sahabat serta
al-Quran dan hadis. Di samping itu, dalam penyebaran faham Mu’tazilah terjadi
suatu peristiwa yang membuat lembaran hitam dalam sejarah perkembangan
Mu’tazilah itu sendiri.
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan aliran Murji’ah dan Sunni
2
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Murji’ah
a. Pengertian Murji’ah
Kata “Murji’ah” berasal dari kata “irja” yang memiliki beberapa arti, antara
lain: pertama, penangguhan, yaitu menundaan hukuman sampai hari kiamat untuk
orang yang mempunyai ataupun melaksanakan dosa besar dari niat dan balasanya.
Kedua, mengacu pada memupuk harapan yang berarti seseorang yang melakukan
dosa besar tetap mempunyai harapan untuk mendapatkan rahmat Allah serta
pengampunanNya sampai masih mempunyai kesempatan untuk masuk surga.
Ketiga, menyerahkan yang berarti menyerahkan permasalahan siapa yang benar dan
siapa yang salah terhadap keputusan Allah SWT kelak. kata Murji'ah berasal dari
frase bahasa Arab al-raja, yang artinya menumbuhkan harapan. Al-irja kemudian
mengacu pada i'taa al-raja (memberi harapan). Menurut al-Syahrastani, kedua tafsir
inilah yang menjadi asal mula makna al-raja'.1
Secara istilah, murji'ah adalah mazhab yang menolak atau memisahkan amal
dari iman; akibatnya, mereka berpendapat bahwa ketidaktaatan tidak melemahkan
iman seseorang. istilah pertama, irja' atau arja'a diciptakan oleh sekumpulan sahabat
untuk meningkatkan persatuan di antara umat Islam selama perselisihan politik dan
untuk mencegah sektarianisme. Syiah dan Khawarij dianggap muncul bersamaan
dengan lahirnya Murji'ah. Menurut teori kedua, Al-Hasan bin Muhammad Al-
Hanafiyah, cicit dari Ali bin Abi Thalib, pertama kali mendemonstrasikan filosofi
irja' sebagai sebuah gerakan pada tahun 695. Teori yang dikembangkan oleh Watt ini
mengklaim bahwa 20 Bertahun-tahun setelah meninggalnya Muawiyah pada tahun
680, Al-Mukhtar memperkenalkan Syiah ke Kuffah pada tahun 685–687, dan bahwa
Al-Hasan kemudian menanggapi gagasan irja' atau penangguhan tahun 695–695
dalam sebuah surat singkat yang menunjukkan sikap politik kepada mengatasi
1
Dr. H. Achmad Muhibbin Zuhri, M.Ag, Aqidah Ilmu Kalam, Surabaya: digilib.uinsby.ac.id, 2013, hal.42
3
perpecahan umat. Al-Hasan kemudian menjauh dari organisasi Syiah yang
mengagungkan Ali beserta pengikutnya serta menjauhkan diri dari golongan
Khawarij.
Dan teori yang ketiga yaitu Teori ketiga mengklaim bahwa Ali dan
Muawiyah berselisih, kaki tangan Muawiyah adalah Amr bin Ash, ia merupakan
orang yang mengusulkan tahkim (arbitrase) yang mengakibatkan pengikut ali
terpecah menjadi dua golongan yaitu Khawarij yang menentang dan syi’ah yang
merupakan pengikut setia Ali. Khawarij merupakan menentang golongan yang
menentang tahkim, mengklaim bahwa melakukan itu adalah dosa serius dan siapa
pun yang melakukannya harus dihukum sebagai kafir, bersama dengan dosa-dosa
lain seperti perzinahan, riba, dan pembunuhan yang tidak masuk akal, antara lain.
Sekte Murji'ah tidak setuju dengan pandangan ini dan mengklaim bahwa mereka
yang melakukan kejahatan berat tidak menjadi kafir tetapi tetap beriman sambil
mengakui kesalahan mereka kepada Tuhan.2
Banyak pemikir Salafi memiliki gagasan tentang sekte murji’ah yaitu Sufyan
Ats-Tsauri, dia pernah mengklaim, bahwa:
“Menurut Mur ji'ah, barang siapa yang mengucapkan syahadat Laa ilaha illa Allohu
wa anna Muhammadan 'abduhu warasuluhu telah menyempurnakan imannya.
Namun, tanpa tindakan amal atau perbuatan baik, iman hanyalah retorika.Dia
memiliki tingkat keimanan yang sama Imannya seper ti imannya Jibril dan para
malaikat meskipun dia membunuh (orang yang haram darahnya-pent) dia tetap
dikatakan sebagai mukmin, dan meskipun dia meninggalkan mandi janabat serta
tidak sholat. Mereka juga menghalalkan darah kaum muslimin”3
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa mazhab Murji'ah kalam
adalah yang berpandangan bahwa orang yang melakukan kejahatan besar tidak
kehilangan imannya melainkan tetap beriman. Dan penyelesaian masalah yang
melibatkan dosa serius yang telah dilakukan ditunda hingga akhir dunia. Menurut
mereka, kemaksiatan tidak membuat iman seseorang menjadi lemah.
b. Sejarah Lahirnya Mur’jiah
Lahirnya murjiah yaitu orang orang yang memisahkan atau tidak campur
2
Rubini, Khawarij dan murji’ah perspektif ilmu kalam, Yogyakarta, komunikasi dan pendidikan islam, 2018,
hal.108-110
3
Dr. H. Achmad Muhibbin Zuhri, M.Ag, Aqidah Ilmu Kalam, Surabaya: digilib.uinsby.ac.id, 2013, hal.42
4
tangan dari kelompok islam yang bertikai, Dengan sikap kritis yang diperoleh dari
sekumpulan ulama ketika kerasnya paham Khawarij pada saat itu. Munculnya aliran
murjiah sama dengan aliran Khawarij, yang sama-sama ditimbulkan oleh persoalan
politik yaitu persoalan politik yang pada saat itu membawa perpecahan dikalangan
umat islam setelah terbunuhnya khalifah ustman bin affan. Seperti yang dikatakan
sebelumnya, Khawarij adalah sekutu pertama Ali sebelum berbalik melawannya.
Syiah, kelompok berbeda yang membela Ali, semakin keras dan kuat sebagai akibat
dari perlawanan ini. Namun, mereka bersatu dalam menentang pemerintahan Bani
Umayyah dengan motivasi yang berbeda.
Pada permusuhan ini, muncullah aliran baru dengan kenetralannya yang
menolak untuk mengambil bagian dalam kekafiran yang menimpa komunitas yang
terbentuk selama pertempuran ini. Bagi mereka, kelompok lawan terdiri dari mereka
yang dapat dipercaya dan tetap berada di jalan. Oleh karena itu, mereka menahan diri
untuk tidak menyebutkan siapa yang salah dan siapa yang benar, dan lebih baik
menunda pengambilan keputusan sampai hari perhitungan di hadapan Allah. Dengan
demikian, Murji'ah adalah mereka yang tidak ikut campur dalam perselisihan dan
mengambil posisi meninggalkan kepercayaan mereka atau menerima mereka yang
membantah keberadaan Tuhan.4
Terdapat beberapa menjelaskan asal usul munculnya aliran mur’jiah, antara
lain yaitu: mengatakan bahwa konsep irja atau arja'a diciptakan oleh beberapa
sahabat untuk menjaga persatuan dan kesatuan umat Islam di masa konflik politik
serta untuk mencegah konflik politik.
Beberapa pakar pensinyalir mengatakan bahwa Al-Hasan bin Muhammad Al-
Hanafiyah, cucu Ali bin Abi Thalib, mendemonstrasikan konsep irja atau arja'a yang
menjadi landasan teologi Islam, untuk pertama kalinya sebagai gerakan politik
sekitar tahun 695. Watt adalah orang yang pertama kali mengusulkan ide ini. Teori
ini, yang dibenarkan oleh Watt, menyatakan bahwa perang saudara mengoyak dunia
Islam 20 tahun setelah kematian Muawiyah pada tahun 680 H. Konsep irja, atau
penangguhan, dikembangkan sebagai reaksi terhadap keadaan ini. Al-Hasan bin
Muhammad Al-Hanafiyah, cucu Ali bin Abi Thalib, menggunakan konsep ini
pertama kali dalam surat sekitar tahun 695 H. Dalam surat tersebut, Al-Hasan
4
Ahmad Nazeh Sobirin, Bella Ana Sahida, Amin Afrizal, 2020, aliran murjiah, Surabaya: academia, hal.5
5
mengungkapkan pandangan politiknya dengan menulis, “mengakui Abu Bakar dan
Umar, tetapi menangguhkan keputusan atas persoalan yang terjadi pada konflik sipil
pertama yang melibatkan Usman, ‘Ali dan Zubair (seorang tokoh pembelot ke
Mekah).” Dengan sikap politik tersebut, Al-Hasan berusaha mempersatukan umat
Islam. Dia kemudian menghindari kelompok revolusioner Syiah yang memuji Ali
dan pengikutnya terlalu tinggi dan menjaga jarak dari Khawarij yang menolak
menerima kekhalifahan Mu'awiyah dengan alasan bahwa dia adalah keturunan
Usman yang berdosa.
Akan tetapi, aliran Murji'ah didirikan pada akhir abad pertama Hijrah, ketika
kedudukan kerajaan Islam telah berpindah dari Madinah ke Kufah dan akhirnya ke
Damaskus. Semuanya berawal dari pergolakan perang politik imamah atau khilafat
di bawah kekuasaan khalifah utsman bin Affan setelah wafatnya Utsman. Kemudian
berlanjut dan berkembang di bawah Ali bin Abi Thalib, khalifah keempat. Pintu
tragedi telah dibuka untuknya oleh umat Islam, dan tidak akan ditutup sampai Hari
Kebangkitan, menurut Abdullah bin Salam, yang membunuh Khalifah Utsman.
Sementara itu, persaingan politik bahkan mengakibatkan pertengkaran fisik
antara gubernur Mu'awiyah dan khalifah Ali bin Abi Thalib, yang diselesaikan
melalui tahkim atau arbitrase. Meski Ali sendiri adalah orang yang cerdas,
pasukannya memaksanya untuk menerima tahkim. Namun, secara historis, dapat
diklaim bahwa ini adalah keadaan yang melahirkan arus Islam, termasuk aliran
Murji'ah.5
Dinasti Umayyah memerintah pada fase yang sangat produktif di aliran
Murji'ah ini. Karena tidak memihak dan tidak memusuhi pemerintah yang sah, aliran
ini bukanlah pemberontakan terhadap penguasa. Selanjutnya, aliran ini semakin
kehilangan polanya, bahkan sebagian ajarannya diterima oleh aliran Kalam. Aliran
Ahlus Sunnah wal Jama'ah menerima ajaran tentang iman, kekufuran, dan dosa besar
dari kelompok Murji'ah Moderat, yang telah hilang dari sejarah sebagai gerakan yang
berdiri sendiri. bagaimanapun, kelas Murji'ah ekstrim tidak lagi hadir dan telah
lenyap. Namun, beberapa Muslim yang mengikuti ajarannya masih menganut
pandangan ekstremisnya. Kemungkinan besar, mereka tidak menyadari bahwa
5
Dr. H. Achmad Muhibbin Zuhri, M.Ag, Aqidah Ilmu Kalam, Surabaya: digilib.uinsby.ac.id, 2013, hal.46-47
6
mereka benar-benar menganut doktrin keras organisasi Murji'ah.6
c. Ajaran Aliran Murji’ah
Pokok ajaran murji’ah pada dasarnya ada 2, yaitu:
a) Tentang pelaku dosa besar bahwa selama seseorang percaya tiada tuhan
selain Allah dan nabi Muhammad adalah Rasulallah, maka dia dianggap
mukmin bukan kafir karena amal tidak sampai merusak iman. Kalaupun
ia tidak diampuni oleh Allah SWT dan dimasukkan kedalam neraka, ia
tidak akan kekal didalam neraka seperti orang kafir.
b) Iman adalah keyakinan dalam hati bahwa tiada tuhan selain Allah SWT.
8
Bandingkan, Hamed Inayat, Reaksi Politik Sunni dan Syiah Pemikiran Politik Islam Modern Menghadapi
Abad ke-20, terj. Asep Hikmat, (Bandung: Pustaka, 1988) 8.
8
beliau. Selepas krisis dan kebimbangan selama dua hari, yang membuat pemakaman
Rasulullah menjadi tertunda, diputuskanlah Abu Bakar As-Shiddiq sebagai penerus
ke khalifahan Rasulullah.
9
Corak pemikiran kalam Abu Hasan al-Asy’ari yang demikian itu menjadi
mudah dipahami oleh kebanyakan orang, sehingga memperoleh pengikut serta
pendukung yang banyak. Imam Abu Hasan al-Asy’ari berjuang melawan kaum
Mu’tazilah dengan lisan dan tulisan, berdebat dan bertanding dengan kaum
Mu’tazilah di mana-mana, sehingga nama beliau masyhur sebagai Ulama Tauhid
yang dapat menundukkan dan menghancurkan paham Mu’tazilah.
Aliran teologinya disebut dengan Ahlus Sunah wal Jama’ah karena lebih
banyak menggunakan al-Sunnah dalam merumuskan doktrin kalamnya, dan
memperoleh pengikut yang cukup besar (wal-jama’ah) dari kalangan masyarakat,
karena kesulitan mengikuti pemikiran kalam aliran Mu’tazilah yang menggunakan
corak pemikiran filsafat yang rumit. Pemikiran aliran Asy’ariyah kemudian
dikembangkan oleh generasi penerusnya, yaitu Imam al-Ghazali (450-505 H/ 1058-
1111 M), Imam Fakhrurrazi (544-606H/ 1150-1210 M), Abu Ishaq al-Isfirayini (w
418 H/1027 M), Abu Bakar al-Baqilani (328-402 H/950-1013 M), dan Abu Ishaq
Asy-Syirazi (293-476 H/ 1003-1083 M).
Pokok-pokok Ajaran Asy’ariyah terbagi menjadi lima ajaran, yakni:
a) Sifat Tuhan
Pandangan al-Asy’ari tentang sifat Tuhan terletak di tengah-tengah antara
Mu’tazilah dan Mujassimah. Mu’tazilah tidak mengakui sifat wujud, qidam,
baqa’ dan wahdaniah (ke-Esaan) dan sifat-sifat yang lain, seperti sama’,
bashardan lain-lain. Golongan Mujassimah mempersamakan sifat-sifat Tuhan
dengan sifat-sifat makhluk. Al-Asy’ari mengakui adanya sifat-sifat Allah sesuai
dengan Zat Allah sendiri namun sama sekali tidak menyerupai sifat-sifat
makhluk. Jadi, Allah mendengar tetapi tidak seperti manusia mendengar, Allah
dapat melihat tetapi tidak seperti penglihatan manusia, dan seterusnya.
b) Kekuasaan Tuhan dan Perbuatan Manusia
Pendapat al-Asy’ari dalam soal ini juga di tengah-tengah antara Jabariyah
dan Mu’tazilah. Menurut Mu’tazilah, bahwa manusia itulah yang mengerjakan
perbuatannya dengan suatu kekuasaan yang diberikan Allah kepadanya.
Menurut aliran Jabariyah, manusia tidak berkuasa mengadakan atau
menciptakan sesuatu, tidak memperoleh (kasb) sesuatu bahkan ia laksana bulu
yang bergerak kian kemari menurut arah angin yang meniupnya. Al-Asy’ari
10
mengatakan bahwa manusia tidak berkuasa menciptakan sesuatu, tetapi
berkuasa karena memperoleh (kasb) dari Allah.
c) Keadilan Tuhan
Menurut Al-Asy’ari, Tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun untuk
menentukan tempat manusia di akhirat. Sebab semua itu marupakan kehendak
mutlak Tuhan sebab Tuhan Maha Kuasa atas segalanya.
d) Melihat Tuhan di akhirat
Menurut Mu’tazilah, Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata kepala di
akhirat nanti, walaupun di surga. Paham ini berlawanan dengan paham
Asy’ariyah yang berpendapat bahwa Tuhan akan dilihat oleh penduduk surga
oleh hamba hambanya yang saleh yang banyak mengenal Tuhan ketika hidup
di dunia, Allah Swt. berfirman dalam QS. al-Qiyāmah (75) : 22-23 Artinya:
Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. kepada
Tuhannyalah mereka melihat. (QS. Al-Qiyāmah [75] : 22-23)
Berdasarkan ayat tersebut, Abu Hasan al-Asy’ari berpendapat bahwa
ketika orang mukmin dimasukkan ke surga, maka wajah mereka berseri-seri
karena kegembiraannya. Dan kegembiraan yang paling tinggi adalah ketika
mereka melihat Tuhan. Secara akliyah, setiap yang ada/wujud dapat dilihat,
Tuhan itu ada maka bisa dilihat. Adapun tentang bagaimana cara-caranya
penghuni surga melihat Tuhan, maka diserahkan kepada Tuhan.
e) Dosa besar
Aliran Asy’ariyah mengatakan, bahwa orang mukmin yang melakukan dosa
besar dihukumi fasik, terserah kepada Tuhan, apakah akan diampuni-Nya dan
langsung masuk surga, ataukah dijatuhi siksa karena kefasikannya, dan
kemudian baru dimasukkan surga, semuanya itu terserah tuhan.
Ajaran Maturidiyah dibagi menjadi dua jenis yakni Maturidiyah Samarkan
Maturidiyah Bukhara.
i. Maturidiyah Samarkan
a. Sejarah Maturidiyah Samarkan
Nama aliran Maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu
Mansur Muhammad bin Muhammad, kelahiran Maturid (sebuah kota kecil
di daerah Samarkand, termasuk wilayah Uzbekistan, Sovyet) kurang lebih
11
pada pertengahan abad ketiga Hijriyah dan meninggal dunia di kota
Samarkand pada tahun 333 H.Diantara guru al-Maturidi adalah Nasr bin
Yahya al-Balkhi (w. 268 H). Beliau hidup pada masa pemikiran dan
perdebatan keilmuan Islam masih dinamis, walaupun aliran Mu’tazilah
sudah mulai redup pamornya, sehingga dalam beberapa hal, pemikiran
kalam al-Maturidi ada kemiripan dengan Mu’tazilah, namun sebagian besar
mempunyai kesamaan dengan pemikiran kalam al-Asy’ari. Di bidang fikih,
ulama Maturidiyah adalah mengikuti madzhab Hanafi.
Untuk mengetahui corak pemikiran al-Maturidi maka tidak dapat
meninggalkan pola pemikiran al-Asy’ari dan aliran Mu’tazilah. Al-Maturidi
danal-Asy’ari memposisikan diri sebagai kontra pemikiran Mu’tazilah.
Dengan posisi ini, al-Maturidi sangat berjasa dalam mempertahankan
i’tiqad Ahlussunnah wal-Jama’ah sebagaimananya Imam al-Asy’ari.
Abu Masur al-Maturidi termasuk penulis yang produktif. Beliau tidak
hanya menulis kitab yang berisi ilmu kalam saja, tetapi juga di bidang ilmu
keislaman lainnya, ada beberapa kitab yang berhasil ditulisnya, diantaranya
adalah:
Kitab Ta’wilat al-Qur’an at- Ta’wilat Ahl al-Sunnah.(Tafsir)
Kitab Ma’khadh al-Syari‘ah.(Usul al-Fiqh)
Kitab al-Jadal.(Tafsir & Kalam Ahl al-Sunnah)
Kitab al-Usul (Usul al-Din).
Kitab al-Maqalat.
Kitab al-Tawhid.
Kitab Bayan Wahm al-Mu‘tazilah.
Pokok-pokok Ajaran Maturidiyah Samarkan antara lain adalah
a) Kewajiban mengetahui Tuhan
Menurut al-Maturidi, akal dapat mengetahui kewajiban untuk
mengetahui Tuhan, seperti yang diperintahkan oleh Tuhan dalam ayat ayat
al-Qur’an untuk menyelidiki (memperhatikan) alam, langit dan bumi. Akan
tetapi meskipun dengan akal sanggup mengetahui Tuhan, namun ia tidak
sanggup mengetahui dengan sendirinya hukum-hukum taklifi (perintah-
12
perintah Tuhan). Pendapat terakhir ini berasal dari Abu Hanifah.Pendapat
al-Maturidi tersebut mirip dengan pendapat Mu’tazilah. Hanya
perbedaannya ialah kalau aliran Mu’tazilah mengatakan bahwa pengetahun
Tuhan itu diwajibkan oleh akal (artinya akal yang mewajibkan), tetapi
menurut al-Maturidi, meskipun kewajiban mengetahui Tuhan dapat
diketahui dengan akal, tetapi kewajiban itu sendiri datangnya dari Tuhan.
16
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
17
B. Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
19
20