Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

‘Am dan Khosh


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an
Dosen : Endin Lidinillah, M.Ag

Disusun Oleh :
Helmi Ilman Yasir
HKI 1 A

FAKULTAS SYARI’AH
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM CIPASUNG
TASIKMALAYA
2019
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah yang maha esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan makalah
penjelasan tentang ‘am dan khosh , makalah ini saya buat untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Ulumul Qur’an.

Makalah ilmiah ini sudah selesai saya susun dengan maksimal dengan


bantuan pertolongan dari berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang sudah ikut berkontribusi didalam pembuatan makalah ini.

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
ilmu pengetahuan. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat banyak kekurangan, karena itu saya mohon adanya kritik dan saran demi
perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya
sendiri maupun orang yang membacanya.

Tasikmalaya, Desember 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman Judul .......................................................................................................i

Kata Pengantar.........................................................................................................ii

Daftar Isi...................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................1

B. Rumusan Masalah......................................................................................1

C. Tujuan Pembelajaran.................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A.Pengertian ‘Amm dan Khash......................................................................2

B.Lafal-lafal ‘Amm.........................................................................................3

C.Macam-macam ‘Amm.................................................................................4

D.Pengertian Khash dan Mukhassis...............................................................7

E.Pembagian Mukhassis.................................................................................8

F.Takhsis sunnah dengan Al-Qur’an..............................................................9

BAB III PENUTUP

Kesimpulan..................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al Qur’an merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW dengan menggunakan Bahasa Arab. Sebagai bahasa Al Qur’an,
Bahasa Arab memiliki berbagai macam dialek (lahjah), sehingga tidak sedikit
dijumpai lafadz yang kadang kala bisa memiliki berbagai macam arti. Dalam Al
Qur’an banyak dijumpai istilah yang biasa dipakai untuk menunjukkan makna
tertentu, seperti lafadz ‘am, khas, muthlaq, muqayyad, dan lain sebagainya.
Untuk bisa memahami dengan baik dan benar bahasa Al Qur’an tersebut,
para ulama, baik ulama ushul fiqh, ulama tafsir, ulama lughah, dan lain
sebagainya, telah mengadakan penelitian yang serius terhadap beberapa lafadz,
khususnya yang terkait dengan uslub atau gaya bahasa arab.
Hasil penelitian dari para ulama tersebut kemudian disusun menjadi
beberapa kaidah-kaidah atau ketentuan-ketentuan yang dapat digunakan untuk
memahami nash-nash Al Qur’an secara baik dan benar. Kaidah-kaidah tersebut
bisa berupa kaidah yang terkait dengan masalah kebahasaan, hukum, ilmu-ilmu Al
Qur’an, dan lain sebagainya. Dalam makalah ini kami akan mencoba untuk
membahas kaidah-kaidah kebahasaan dalam Al Qur’an, khususnya dalam hal
lafadz ‘am dan khas.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, disusun rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apakah pengertian lafadz ‘am dan khas ?
2. Bagaimana cara mengetahui lafadz ‘am dan khas ?
3. Apa saja jenis-jenis atau macam-macam lafadz ‘am ?
4. Apa pengertian khas dan mukhassis?
5. Bagaimana pembagian mukhassis?
6. Bagaimana Pentakhshishan sunnah dengan Al Qur’an?
2

C. Tujuan Pembelajaran
1. Mengetahui pengertian lafadz ‘am dan khas.
2. Mengetahui lafadz ‘am dan khas.
3. Mengetahui jenis-jenis atau macam-macam lafadz ‘am.
4. Mengetahui pengertian khas dan mukhassis.
5. Mengetahui pembagian mukhassis.
6. Mengetahui cara Pentakhshishan sunnah dengan Al Qur’an.
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian ‘Amm dan Khash

Al ‘amm secara etimologi berarti merata, yang umum. Sedangkan secara


terminologi atau istilah, Muhammad Adib Saleh mendefinisikan bahwa al ‘amm
adalah lafadz yang diciptakan untuk pengertian umum sesuai dengan pengertian
tiap lafadz itu sendiri tanpa dibatasi dengan jumlah tertentu.1

Lafaz amm ini adalah menurut kepada bentuk dari suatu lafadz, di dalam
lafadz itu tersimpul, atau masuk semua jenis yang sesuai dengan lafadz itu.
Sebagaimana kita katakan al-insan (manusia, maka di dalam kata-kata al-insan ini
termasuk semua manusia yang ada di dunia ini,baik manusia itu kecil ataupun
besar, baik dia merdeka maupun dia masuk golongan budak, baik dia bebas
maupun dia terikat. Adakalanya lafadz umum itu ditentukan dengan lafadz yang
telah disediakan untuk itu, seperti lafadz “kullu, jami’u, dan lain-lain.

Maka yang dimaksud dengan ‘amm yaitu suatu lafadz yang dipergunakan
untuk menunjukkan suatu makna yang pantas (boleh) dimasukkan pada makna itu
dengan mengucapkan sekali ucapan saja.seperti kita katakan arrijal, maka lafadz
ini meliputi semua laki-laki.2

Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media, 2005), 196.
1

2
Nazar Bakry, Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1996),
184
4

Manna’ Khalil al-Qattan mendefinisikan ‘Amm sebagai berikut yaitu:


“lafadz yang menghabiskan atau mencakup segala apa yang pantas baginya tanpa
ada pembatasan”.3

Adapun Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan Amm sebagai berikut yaitu


Al-‘Amm ialah lafadz yang menurut arti bahasanya menunjukkan atas mencakup
dan menghabiskan semua satu-satuan yang ada di dalam lafadz itu dengan tanpa
menghitung ukuran tertentu dari satuan-satuan itu.4

Al-‘amm (keumuman) ialah lafadz yang menunjukkan pengertian yang


meliputi seluruh objek-objeknya seperti:

ٍ ‫اِ َّن ْا ِال ْن َسانَ لَفِ ْي ُخس‬


‫االية‬.…‫ْر‬

“sesungguhnya manusia itu dalam kerugian….”.(QS. Al Asr:2)

Lafadz Insan adalah umum, yakni menunjukkan pengertian menyeluruh atas


semua orang.5

Dari sini bisa disimpulkan bahwa lafadz ‘amm atau umum ialah lafadz
yang diciptakan untuk pengertian umum sesuai dengan pengertian lafadz itu
sendiri tanpa dibatasi dengan jumlah tertentu.

Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran, (Bogor: Litera Antar Nusa,
3

Bogor, 2011), 312

Abdul Wahab Khalaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo


4

Persada), 298
5
Muhammad Al-Khudhori Biek, Ushul Fiqih, (Pekalongan: Raja Murah, 1986),
187
5

B. Lafal –Lafal ‘Amm

Menurut Manna’ Khalil Al-Qattan6, sedikitnya ada 6 sigat ‘Amm diantaranya :

1. Kull, seperti firman Allah :


ِ ْ‫س َذاِئقَةُ ْال َمو‬
2. ‫ت‬ ٍ ‫( ُكلُّ نَ ْف‬ali ‘Imran : 185) dan … ‫ ْيٍئ‬e‫لِّ َش‬ee‫ق ُك‬
ُ ِ‫ ال‬eَ‫(خ‬al-An’am : 102).
Searti dengan kulladalah jami’.
3. Lafaz-lafaz yang di-ma’rifah-kan dengan alyang bukan
ٍ ‫( َو ْال َعصْ ِر اِ َّن ْا ِال ْن َسانَ لَفِ ْي ُخس‬al-‘Asr : 1-2). Maksudnya,
al-‘ahdiyah.Misalnya :‫ْر‬
setiap manusia, berdasarkan ayat selanjutnya :‫وْ ا‬eeُ‫ اِالَّ الَّ ِذ ْينَ اَ َمن‬ (al-Asr : 3).
Juga seperti : ,‫( َواَ َح َّل هللاُ ْالبَ ْي َع‬al-Baqarah : 275) dan ‫ا ْقطَعُوْ ا‬eeَ‫ارقَةُ ف‬ َّ
ِ e‫والس‬ ُ ‫ار‬
 ‫ق‬ َّ ‫َو‬
ِ e‫الس‬
‫( …أ ْي ِديَهُ َما‬al-Ma’idah : 38)
4. Isim Nakirah dalam konteks Nafy dan Nahi, seperti :
5. ِّ‫َال فِي ْال َحج‬ َ َ‫( فَالَ َرف‬al-Baqarah : 197),  ِّ‫ا ُأف‬ee‫( فَالَ تَقُلْ لَهُ َم‬Al-Isra’ :
َ ْ‫ث َوالَفُسو‬
َ ‫ق َوالَ ِجد‬
23), atau dalam konteks syarat seperti :
َّ ‫ك فَا َ ِجرْ هُ َحت‬
6. ِ‫ى يَ ْس َم َع َكالَ َم هللا‬ َ ‫( َواِن اَ َح ٌد ِمنَ ْال ُم ْش ِر ِك ْينَ ا ْستَ َج‬Al-bara’ah : 6)
َ ‫ار‬
7. Al-Lati dan Al-Laziserta cabang-cabangnya. Misalnya : ٍّ‫ال لِ َوالِ َد ْي ِه ُأف‬ َ َ‫َوالَّ ِذيْ ق‬
‫ لَ ُك َما‬ (al-Ahqaf : 17) maksudnya setiap orang yang mengatakan seperti itu,
َّ ‫ك الَّ ِذ ْينَ َح‬
berdasarkan firman sesudahnya dalam sigat jamak, yaitu : ‫ق َعلَ ْي ِه‬ َ ‫اُولَِئ‬
ْ
‫(القَوْ ُل‬al-Ahqaf : 18)
8. Semua isim syarat.Misalnya : ‫(فَ َم ْن َح َّج ْالبَيْتَ اَ ِوا ْعتَ َم َرفَالَ ُجنَا َح َعلَ ْي ِه اَ ْن يَطَّ َوفَ بِ ِه َما‬al-
Baqarah : 158) ini untuk menunjukkan umum bagi semua yang berakal.
Dan ‫( َو َما تَ ْف َعلُوْ ِم ْن خَ ي ٍْر يَ ْعلَ ْمهُ هللا‬al-Baqarah : 197) ini untuk menunjukkan bagi
yang tidak berakal.
9. Ismul-Jins (kata jenis) yang di-idafat-kan kepada isim ma’rifah. Misalnya
‫( فَ ْليَحْ َذ ِر الَّ ِذ ْينَ يُ َخالِفُوْ نَ ع َْن َأ ْم ِر ِه‬an-Nur : 63) maksudnya segala perintah Allah.
Dan ‫في َأوْ الَ ِد ُك ْم‬ ِ ‫ص ْي ُك ُم هللا‬ ِ ْ‫( يُو‬an-Nisa’ : 11)

Manna’ Khalil Al-Qattan, 316.


6
6

C. Macam-macam ‘Amm

Abdul Wahab Khalaf menyimpulkan bahwa menurut hasil penelitiannya


terhadap beberapa nash, telah ditetapkan bahwa al-‘amm itu ada tiga bagian7 :

1. ‘Amm yang tetap dalam keumumannya (Al-‘amm al-baqi ala umumih)

Seperti ‘Amm dalam firman Allah SWT :

ِ ْ‫َو َما ِم ْن دَابَّ ٍة فِي ْاالَر‬


‫ض اِالَّ َعلَى هللاِ ِر ْزقُهَا‬

“dan tidak ada satu binatang melata pun di bumi melainkan Allahlah yang
memberi rizkinya.” (QS. Hud : 6)

Dan firman Allah :

‫َو َج َع ْلنَا ِمنَ ْالما َ ِء ُك َّل َش ْيٍئ َح ِّي‬

“Dan daripada air ,kami jadikan segala sesuatu yang hidup” (QS.Al Anbiya 30)

Di dalam masing-masing ayat tersebut terdapat ketetapan sunnah tuhan yang


umum yang tidak ditakhsiskan atau diganti. Jadi Al-‘Amm yang terdapat dalam
dua ayat tersebut, adalah pasti dalalahnya tentang keumumannya dan tidak
mempunyai kemungkinan bahwa yang dimaksud daripadanya adalah kekhususan.

Contoh lain seperti dicontohkan oleh Manna Khalil al-Qattan misalnya :

 dalam surat An-Nisa’ayat 176 :‫وهللا عَل َى ُّك ِّل َش ْيٍئ قَ ِد ْي ٌر‬.
 Dalam surat Al-Kahfi ayat 49 :‫ظلِ ُم َربُّكَ َأ َحدًا‬ ْ َ‫والَ ي‬. 
َ
 Dalam surat An-Nisa’ ayat 23 :‫ت َعلَ ْي ُك ْم اُ َّمهَاتُ ُك ْم‬
ْ ‫‘ ُح ِّر َم‬

Abdul Wahab Khalaf, 305


7
7

Amm dalam ayat-ayat di atas tidak mengandung kekhususan.8

2. (Al-‘amm al-murad bihi al-khusus)

Yaitu ‘amm yang dibarengi dengan qorinah yang dapat meniadakan


ketetapan al-‘amm kepada keumumannya, dan dapat menjelaskan bahwa yang
dimaksud daripadanya ialah sebagian satuannya. Seperti firman Allah :

ِ ‫اس ِحجُّ ْالبَ ْي‬


… ً‫ت َم ِن ا ْستَطَا َع اِلَ ْي ِه َسبِ ْيال‬ ِ َّ‫َوهللِ َعلَى الن‬

”mengerjakan haji ke baitullah adalah kewajiban manusia terhadap Allah” (QS.


Ali Imron:97)

Manusia dalam pengertian nash ini adalah ‘am, yang dimaksud dengan itu khusus
orang-orang mukallaf. Karena akal itu (sebuah batasan) yang menetapkan tidak
masuknya anak kecil dan orang-orang gila. Seperti firman Allah :

)۱٢ .: ‫ب َأ ْن يَتَ َخلَّفُوْ ا ع َْن َرسُوْ ِل هللاِ (التوبة‬


ِ ‫َما َكانَ َِأل ْه ِل ْال َم ِد ْينَ ِة َو َم ْن َحوْ لَهُ ْم ِمنَ ْاالَ ْع َرا‬

“tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Baduwi


yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (untuk pergi
berjuang) (QS. At-Taubah : 120)

Sepintas lalu difahami bahwa ayat tersebut menunjukkan makna umum, yaitu
setiap penduduk madinah dan orang-orang sekitarnya termasuk orang-orang sakit
dan orang-orang lemah harus turut menyertai Rasulullah pergi berperang.Namun
yang dimaksud oleh ayat tersebut bukanlah makna umum itu, tetapi hanyalah
orang-orang yang mampu.9

Contoh lain adalah seperti firman Allah ;

Manna’ Khalil Al-Qattan, 317


8

Satria Effendi, M. Zein Ushul Fiqh, 199


9
8

‫اخ َشوْ هُ ْم فَ َزا َدهُ ْم اِ ْي َمانًا َوقَالُوْ ا َح ْسبُنَا هللاُ َونِ ْع َم ْال َو ِك ْي ُل (ال عمران‬
ْ َ‫اس قَ ْد َج َمعُوْ ا لَ ُك ْم ف‬ َ َ‫اَلَّ ِذ ْينَ ق‬
َ َّ‫ال لَهُ ُم النَّاسُ اِ َّن الن‬
)۱٧۳ :

Maksud an-Nas yang pertama adalah Nu’aim bin Mas’ud, sedang An-Nas kedua
adalah Abu Sufyan. Kedua lafadz tersebut tidak dimaksudkan untuk makna
umum.kesimpulannya ditunjukkan pada ayat sesudahnya ‫ا َذالِ ُك ْم‬ee‫ اِنَّ َم‬sebab syarat
dengan  ‫ َذالِ ُك ْم‬hanya menunjukkan kepada satu orang tertentu.

3. ‘Amm yang di khususkan (Al-‘amm al-makhsus)

yaitu‘amm al-Muthlaqyang dibarengi dengan qorinah yang dapat meniadakan


kemungkinan mentakhsisnya, dan tidak pula merupakan qorinah yang dapat
meniadakan dalalahnya atas umum. Seperti kebanyakan nash yang di dalamnya
terdapat sighot umum, adalah digeneralkan dari qorinah-qorinah berupa akal atau
lafadz, atau urf (kebiasaan) yang dapat menentukan umum atau khusus. Ini jelas
ُ َ‫“ َو ْال ُمطَلَّق‬perempuan-
umum sampai ada dalil yang mentakhsisnya.Seperti : َ‫ات يَتَ َربَّصْ ن‬
perempuan yang dijatuhi talak itu menahan diri atau menunggu” .dalam
membedakan antara, al-‘am yang dimaksudkan dengan itu al-khusus dan al-amm
al-makhsus, imam asy-Syaukani berkata : Al-‘amm yang dimaksudkan dengan itu
al-khusus ialah bukan umum. Seperti khitab-khitab taklif yang umum. Maka yang
dimaksud dengan al-amm di sana ialah khususnya orang-orang yang menjadi
objek taklif. Karena akal merupakan batasan yang menghendaki
memperkecualikan bukan mukallaf.10

‘Amm macam ini banyak ditemukan dalam Quran sebagaimana akan


dikemukakan nanti. Contohnya, ayat 97surat ali Imran :

ِ ‫اس ِحجُّ ْالبَ ْي‬


ً‫ت َم ِن ا ْستَطَا َع اِلَ ْي ِه َسبِ ْيال‬ ِ َّ‫َوهللِ عَل َى الن‬

D. Pengertian Khas dan Mukhassis

10
Abdul Wahab Khalaf, 306
9

Lafadz khas merupakan lawan dari lafadz ‘am, jika lafadz ‘am
memberikan arti umum, yaitu suatu lafadz yang mencakup berbagai satuan-satuan
yang bnyak, maka lafadz khas adalah suatau lafadz yang menunjukan makna
khusus.11 Definisi lafadz khas dari para ulama adalah sebagai berikut:

1. Menurut Manna al-Qaththan, lafadz khas adalah lafadz yang merupakan


kebalikan dari lafadz ‘am, yaitu yang tidak menghabiskan semua apa yang
pantas baginya tanpa ada pembatasan.
2. Menurut Mushtafa Said al-Khin, lafadz khas adalah setiap lafadz yang
digunakan untuk menunjukkan makna satu atas beberapa satuan yang
diketahui.
3. Sedangkan menurut Abdul Wahhab Khallaf, lafadz khas adalah lafadz yang
digunakan untuk menunjukkan satu orang tertentu.12

Khas adalah lawan kata ‘amm, karena itu tidak menghabiskan semua apa yang
pantas baginya tanpa pembatasan. Takhsis adalah mengeluarkan sebagian apa
yang dicakup lafadz ‘amm. Dan mukhassis (yang mengkhususkan) ada kalanya
muttasil, yaitu yang antara ‘amm dan mukhassis tidak dipisah oleh sesuatu hal,
dan adakalanya munfasil, yaitu kebalikan dari muttasil13

Seperti yang dikemukakan Adib Shalih, lafadz khash adalah lafadz yang
mengandung satu satu pengertian tunggal secara tunggal atau beberapa pengertian
yang terbatas. Sedangkan Saiful Hadi mengatakan lafadz khusus adalah lafadz
yang menunjukkan arti satu atau lebih tapi masih dapat di hitung atau terbatas,
seperti 14]‫ َأ ْلفُ ِر َجا ٍل‬,‫ َر ُجالَ ِن‬,ٌ‫َر ُجل‬

Mohammad Nor Ikhwan, Memahami Bahasa Al-qur’an,( Jogjakarta: Pustaka


11

Pelajar, 2002), 185


12
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Semarang: Dina Utama, 1994), 299.
13
Manna’ khalil Al-Qattan, 319
14
Saeful Hadi, Ushul Fiqih, (Yogyakarta: Sabda Media, 2011), 46
10

Jadi yang dimaksud dengan khas ialah lafadz yang tidak meliputi
mengatakannya sekaligus terhadap dua sesuatu atau beberapa hal tanpa
menghendaki kepada batasan.15

E. Pembagian Mukhassis

Manna’ Khalil Al-Qattan membagi mukhassin menjadi 2 bagian yaitu


mukhassin muttashil dan mukhassis munfasil. Mukhassis muttashil ada lima
diantaranya :

1. Istisna’ (pengecualian) seperti firman Allah : ْ‫ت ثُ َّم لَ ْم يَْأتُو‬ ِ ‫صنَا‬ َ ْ‫َوالَّ ِذ ْينَ يَرْ ُموْ نَ ْال ُمح‬
َ ‫دًا َوُأولَِئ‬e َ‫هَا َدةً َأب‬e‫بَِأرْ بَ َع ِة ُشهَدَا َء فَاجْ لِ ُدوْ هُ ْم ثَ َمانِ ْينَ َج ْل َدةً َوالَ تَ ْقبَلُوْ ا لَهُ ْم َش‬
ْ ‫اب‬eeَ‫قُونَ اِالَّ الَّ ِذ ْينَ ت‬e ‫ك هُ ُم الفا َ ِس‬
‫ُوا‬
(An-Nur : 4-5)
2. Sifat, misalnya ‫اِئ ُك ُم الالَّتِ ْي َدخَ ْلتُ ْم بِ ِه َّن‬e ‫وْ ِر ُك ْم ِم ْن نِ َس‬ee‫اِئبُ ُك ُم الالتي فِ ْي ُح ُج‬eeَ‫ َو َرب‬lafadz ‫الالَّتِ ْي‬
‫ َدخَ ْلتُ ْم بِ ِه َّن‬adalah sifat bagi lafadz nisa’ukum. Maksudnya, anak perempuan
istri telah digauliitu haram dinikahi oleh suami, dan halal bila belum
menggaulinya.
3. Syarat, misalnya : َ‫ َد ْين‬eeِ‫يَّةُ لِ ْل َوال‬ee‫ص‬ ُ ْ‫و‬ee‫ َد ُك ُم ْال َم‬ee‫ َر َأ َح‬ee‫ض‬
َ ‫ َر‬eeَ‫ت اِ ْن ت‬
ِ ‫ ًر ال َو‬eeْ‫ك خَ ي‬ َ ‫ب َعلَ ْي ُك ْم اِ َذا َح‬
َ ِ‫ُكت‬
َ‫َلى ْال ُمحْ ِسنِ ْين‬ ِ ْ‫ َواالَ ْق َربِ ْينَ بِال َم ْعرُو‬  (al-Baqarah : 180). lafadz‫ك َخ ْي ًر‬
َ ‫ف َحقَّا ع‬ َ ‫(اِ ْن تَ َر‬jika ia
meninggalkan harta) adalah syarat dalam wasiat. Dan ‫َاب ِم َّما‬ َ ‫َوالَّ ِذ ْينَ يَ ْبتَ ُغوْ نَ ْال ِكت‬
ً‫ت َأ ْي َمنُ ُك ْم فَ َكاتِبُوْ هُ ْم اِ ْن َعلِ ْمتُ ْم فِ ْي ِه ْم َخيْرا‬
ْ ‫( َملَ َك‬an-Nur : 33), yakni mengetahui adanya
kesanggupan untuk membayar ayau jujur dan penghasilan.
4. Ghayah (batas sesuatu), seperti dalam ‫ي َم ِحلَّه‬ ُ ‫( َوالَ تَحْ لِقُوْ ُرُؤ َس ُك ْم َحتَّ ْى يَ ْبلُ َغ ْالهَ ْد‬al-
ْ َ‫( َوالَ تَ ْق َربُوْ ه َُّن َحتَّى ي‬Al-Baqarah : 222)
Baqarah : 196) dan     َ‫طهُرْ ن‬
5. Badal Ba’d min kull (sebagian menggantikan keseluruhan) Misalnya : ِ‫َوهلل‬
ِ ‫اس ِحجُّ ْالبَ ْي‬
َ‫ت َم ِن ا ْستَطَا َع اِلَ ْي ِه َسبِ ْيال‬ ِ َّ‫ َعلَى الن‬ (ali Imran : 97) lafadz  ‫ َم ِن ا ْستَطَا َع‬adalah
badal dari ‫اس‬ ِ َّ‫الن‬. maka kewajiban haji hanya khusus bagi mereka yang
mampu.16

15
Nazar Bakri, 195

16
Manna’ khalil Al-Qattan, 319
11

Mukhassin munfasil adalah mukhassis yang terdapat di tempat lain, baik ayat,
ُ eَ‫وال ُمطَلَّق‬
hadis, ijma’ ataupun qiyas. Contoh yang ditakhsis oleh Quran ialah : ‫ات‬e
‫( يَت ََربَّصْ نَ بَِأ ْنفُ ِس ِه َّن ثَالَثَةَ قُرُوْ ٍء‬al-Baqarah : 228). Ayat ini adalah ‘Amm, mencakup setiap
istri yang dicerai baik dalam keadaan hamil maupun tidak, sudah digauli maupun
belum. Tetapi keumuman ini ditakhsis oleh ayat : ‫ض ْعنَ َح ْملَه َُّن‬ َ َ‫ت االَحْ َما ِل َأ َجلُه َُّن اَ ْن ي‬ ُ َ‫وأوال‬
ِ ‫اِ َذا نَكَحْ تُ ُم ْال ُمْؤ ِمنَا‬
(at-Thalaq : 4) dan firmannya ‫ت ثُ َّم طَلَّ ْقتُموْ ه َُّن ِم ْن قَب ِْل اَ ْن تَ َمسُّوْ ه َُّن فَ َمالَ ُك ْم َعلَ ْي ِه َّن‬
‫ ِم ْن ِع َّد ٍة‬ (al-Ahzab : 49).

Contoh yang ditakhsis oleh hadis ialah ayat :‫ َواَ َح َّل هللا البَ ْي َع َو َح َّر َم الّ ِربَا‬ (al-Baqarah :
275). Ayat ini di takhsis oleh jual beli yang fasid sebagaimana disebutkan dalam
sejumlah hadis. Antara lain disebutkan dalam kitab sahih bukhari, dari ibnu umar,
ia berkata : “Rasulullah melarang mengambil upah dari air mani kuda jantan”.

Dalam sahihain diriwayatkan dari ibnu umar bahwa Rasulullah melarang jual beli
kandungan binatang yang mengandung, jual beli seekor unta sampai unta itu
melahirkan, kemudian anaknya itu beranak pula. (redaksi hadis ini adalah redaksi
bukhari). Dan hadis-hadis lainnya.

Dan dari jenis riba didispensasikanlah jual beli ‘ariyah, yakni menjual
kurma basah yang masih di pohon dengan kurma kering. Jual beli ini
diperkenankan (mubah) oleh sunnah.

ِ ‫ا بِ ِخ‬eeَ‫ع ْال َع َراي‬e


َ‫ا ُدوْ ن‬ee‫هَا فِ ْي َم‬e‫رص‬ َ ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ َأ ََّن َرسُوْ َل هللا‬
َ ‫ص َّل هللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َر َّخ‬
ِ e‫ص فِ ْي بَ ْي‬ ِ ‫ع َْن َأبِ ْي ه َُر ْي َرةَ َر‬
ٍ ‫ق َأوء فِ ْي خَ ْم َس ِة َأوْ ُس‬
‫ق‬ ٍ ‫خَ ْم َس ِة َأوْ ُس‬

“Dari Abi Hurairah, Bahwa Rasulullah member keringanan untuk jual beli
‘ariyah dengan ukuran yang sama jika kurang dari lima wasaq’ (muttafaqun
‘alaihi)17

F. Takhsis sunnah dengan al-Quran

17
Manna’ khalil Al-Qattan, 320
12

Di antara ulama ushul tidak ada perbedaan di dalam hal bahwa mentakhsis
keumuman al-Quran dengan al-Quran atau dengan as-Sunnah yang mutawattir
adalah boleh.Karena nash-nash al-Quran dan as-Sunnah yang mutawattir itu
bersifat pasti ketetapannya. Maka sebagian bisa mentakhsis sebagian yang lain.
Adapun mentakhsis al-Quran dengan as-Sunnah yang tidak mutawattir, menurut
mayoritas ulama’ ushul boleh.Mereka beralasan bahwa hal itu terjadi, dan sepakat
mengamalkannya.

Jadi hadits: ُ‫ه‬eُ‫ لُّ َم ْيتَت‬e‫اُؤ هُ ْال ِح‬ee‫وْ ُر َم‬eeُ‫ هُ َو الطَه‬mentakhsis keumuman firman Allah
ُ‫ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَة‬
ْ ‫حُرِّ َم‬

Hadits  ‫ب‬ ِ ‫َّضا ِء َما يَحْ ُر ُم ِمنَ النَّ َس‬


َ ‫يَحْ ُر ُم ِمنَ الر‬adalah mentakhsis keumuman firman Allah
‫َوُأ ِح َّل لَ ُك ْم َما َو َرا َء َذالِ ُك ْم‬

Mendakwahkan kemutawatiran atau kemasyhuran hadis-hadis ini, adalah


tidak ada dalilnya.Inilah madzhab yang benar.Mereka yang melarang mentakhsis
keumuman al-Quran dengan as-Sunnah yang tidak mutawattir adalah berarti
menolak beberapa pengkhususan oleh Nabi.Bagi mereka tidak ada jalan
mengingkari, mentakwili, dan menetapkan kemutawatiran hadits-hadits tersebut.18

BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan

Dari uraian sebelumnya di makalah ini, kami menyimpulkan diantaranya:

18
Abdul Wahab Khalaf, 313
13

1. Lafadz ‘am adalah lafadz yang memiliki  makna umum yang di dalamnya
terdapat dua makna atau lebih..
2. Menurut Manna’ Khalil Al-Qattan sedikitnya ada 6 sigat ‘Amm
3. Macam-macam ‘Amm:

a) Al-‘amm al-baqi ala umumih


b) Al-‘amm al-murad bihi al-khusus
c) Al-‘amm al-makhsus
4. Lafadz khas adalah suatau lafadz yang menunjukan makna khusus.
5. Pembagian Mukhassis ada 4 yaitu:
a. Istisnak.
b. Sarat
c. Sifat
d. Ghayah
e. Badal Ba’d min kull
6. mentakhsis keumuman al-Quran dengan al-Quran atau dengan as-Sunnah
yang mutawattir adalah boleh.Karena nash-nash al-Quran dan as-Sunnah
yang mutawattir itu bersifat pasti ketetapannya. Maka sebagian bisa
mentakhsis sebagian yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qattan.Manna’ Khalil.2011. Studi Ilmu-Ilmu Quran, Bogor;Litera Antar Nusa.

Bakry. Bakrey.1996.Fiqh dan Ushul Fiqh, Jakarta; PT Rajagrafindo Persada.

Beak.Muhammad Al-Khudhori.1986.Ushul Fiqih, Pekalongan; Raja Murah


14

Effendi Satria Zein. M.2005.Ushul Fiqh, Jakarta; Prenada Media.

Hadi.Saeful.2011.Ushul Fiqih, Yogyakarta;Sabda Media.

Ikhwan.Mohammad Nor.2002.Memahami Bahasa Al-qur’an, Jogjakarta;Pustaka


Pelajar.

Khalaf.Abdul Wahab.1996.Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Jakarta;PT


Rajagrafindo Persada,

Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel.2012.Studi Al-Quran, Surabaya;IAIN


SA Press.

Al Quran Terjemahan.2009.Pena Al-Qur’an.,Jakarta

Anda mungkin juga menyukai