MAKALAH
Disusun oleh:
KELOMPOK 8
Shalawat dan salam kami haturkan kepada junjungan kita Nabi agung
Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya yang telah
memperjuangkan agama Islam.
(PENYUSUN)
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan ................................................................................................. 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al Qur’an merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW dengan menggunakan Bahasa Arab. Sebagai bahasa Al Qur’an,
Bahasa Arab memiliki berbagai macam dialek (lahjah), sehingga tidak sedikit
dijumpai lafadz yang kadang kala bisa memiliki berbagai macam arti. Dalam Al
Qur’an banyak dijumpai istilah yang biasa dipakai untuk menunjukkan makna
tertentu, seperti lafadz ‘am, khas, muthlaq, muqayyad, dan lain sebagainya.
Untuk bisa memahami dengan baik dan benar bahasa Al Qur’an tersebut,
para ulama, baik ulama ushul fiqh, ulama tafsir, ulama lughah, dan lain
sebagainya, telah mengadakan penelitian yang serius terhadap beberapa lafadz,
khususnya yang terkait dengan uslub atau gaya bahasa arab.
Hasil penelitian dari para ulama tersebut kemudian disusun menjadi
beberapa kaidah-kaidah atau ketentuan-ketentuan yang dapat digunakan untuk
memahami nash-nash Al Qur’an secara baik dan benar. Kaidah-kaidah tersebut
bisa berupa kaidah yang terkait dengan masalah kebahasaan, hukum, ilmu-ilmu Al
Qur’an, dan lain sebagainya. Dalam makalah ini kami akan mencoba untuk
membahas kaidah-kaidah kebahasaan dalam Al Qur’an, khususnya dalam hal
lafadz ‘am dan khas.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, disusun rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apakah pengertian lafadz ‘am dan khas ?
2. Bagaimana cara mengetahui lafadz ‘am dan khas ?
3. Apa saja jenis-jenis atau macam-macam lafadz ‘am ?
4. Apa pengertian khas dan mukhassis?
5. Bagaimana pembagian mukhassis?
6. Bagaimana Pentakhshishan sunnah dengan Al Qur’an?
2
C. Tujuan Pembelajaran
1. Mengetahui pengertian lafadz ‘am dan khas.
2. Mengetahui lafadz ‘am dan khas.
3. Mengetahui jenis-jenis atau macam-macam lafadz ‘am.
4. Mengetahui pengertian khas dan mukhassis.
5. Mengetahui pembagian mukhassis.
6. Mengetahui cara Pentakhshishan sunnah dengan Al Qur’an.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Lafaz amm ini adalah menurut kepada bentuk dari suatu lafadz, di dalam
lafadz itu tersimpul, atau masuk semua jenis yang sesuai dengan lafadz itu.
Sebagaimana kita katakan al-insan (manusia, maka di dalam kata-kata al-insan ini
termasuk semua manusia yang ada di dunia ini,baik manusia itu kecil ataupun
besar, baik dia merdeka maupun dia masuk golongan budak, baik dia bebas
maupun dia terikat. Adakalanya lafadz umum itu ditentukan dengan lafadz yang
telah disediakan untuk itu, seperti lafadz “kullu, jami’u, dan lain-lain.
Maka yang dimaksud dengan ‘amm yaitu suatu lafadz yang dipergunakan
untuk menunjukkan suatu makna yang pantas (boleh) dimasukkan pada makna itu
dengan mengucapkan sekali ucapan saja.seperti kita katakan arrijal, maka lafadz
ini meliputi semua laki-laki.2
1
Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media, 2005), 196.
2
Nazar Bakry, Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1996),
184
4
Dari sini bisa disimpulkan bahwa lafadz ‘amm atau umum ialah lafadz
yang diciptakan untuk pengertian umum sesuai dengan pengertian lafadz itu
sendiri tanpa dibatasi dengan jumlah tertentu.
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran, (Bogor: Litera Antar Nusa,
3
4
Abdul Wahab Khalaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada), 298
5
Muhammad Al-Khudhori Biek, Ushul Fiqih, (Pekalongan: Raja Murah, 1986),
187
5
C. Macam-macam ‘Amm
“dan tidak ada satu binatang melata pun di bumi melainkan Allahlah yang
memberi rizkinya.” (QS. Hud : 6)
“Dan daripada air ,kami jadikan segala sesuatu yang hidup” (QS.Al Anbiya 30)
7
Abdul Wahab Khalaf, 305
7
… ًسبِ ْيال
َ ع اِلَ ْي ِه ِ اس ِح ُّج اْلبَ ْي
َ َت َم ِن ا ْست
َ طا ِ ََّوهللِ َعلَى الن
Manusia dalam pengertian nash ini adalah ‘am, yang dimaksud dengan itu khusus
orang-orang mukallaf. Karena akal itu (sebuah batasan) yang menetapkan tidak
masuknya anak kecil dan orang-orang gila. Seperti firman Allah :
Sepintas lalu difahami bahwa ayat tersebut menunjukkan makna umum, yaitu
setiap penduduk madinah dan orang-orang sekitarnya termasuk orang-orang sakit
dan orang-orang lemah harus turut menyertai Rasulullah pergi berperang.Namun
yang dimaksud oleh ayat tersebut bukanlah makna umum itu, tetapi hanyalah
orang-orang yang mampu.9
9
Satria Effendi, M. Zein Ushul Fiqh, 199
8
اخش َْو ُه ْم فَزَ ادَ ُه ْم اِ ْي َما ًنا َوقَالُ ْوا َح ْسبُنَا هللاُ َونِ ْع َم اْ َلو ِك ْي ُل (ال عمران
ْ َاس قَدْ َج َمعُ ْوا لَ ُك ْم ف ُ َّاَلَّ ِذيْنَ قَا َل لَ ُه ُم الن
َ َّاس ا َِّن الن
)۱٧۳ :
Maksud an-Nas yang pertama adalah Nu’aim bin Mas’ud, sedang An-Nas kedua
adalah Abu Sufyan. Kedua lafadz tersebut tidak dimaksudkan untuk makna
umum.kesimpulannya ditunjukkan pada ayat sesudahnya اِ َّن َما ذَا ِل ُك ْمsebab syarat
dengan ذَا ِل ُك ْمhanya menunjukkan kepada satu orang tertentu.
ًسبِ ْيال
َ ع اِلَ ْي ِه ِ اس ِح ُّج ْالبَ ْي
َ َت َم ِن ا ْست
َ طا ِ َّلى الن
َ َوهللِ َع
10
Abdul Wahab Khalaf, 306
9
Lafadz khas merupakan lawan dari lafadz ‘am, jika lafadz ‘am
memberikan arti umum, yaitu suatu lafadz yang mencakup berbagai satuan-satuan
yang bnyak, maka lafadz khas adalah suatau lafadz yang menunjukan makna
khusus.11 Definisi lafadz khas dari para ulama adalah sebagai berikut:
Khas adalah lawan kata ‘amm, karena itu tidak menghabiskan semua apa yang
pantas baginya tanpa pembatasan. Takhsis adalah mengeluarkan sebagian apa
yang dicakup lafadz ‘amm. Dan mukhassis (yang mengkhususkan) ada kalanya
muttasil, yaitu yang antara ‘amm dan mukhassis tidak dipisah oleh sesuatu hal,
dan adakalanya munfasil, yaitu kebalikan dari muttasil13
Seperti yang dikemukakan Adib Shalih, lafadz khash adalah lafadz yang
mengandung satu satu pengertian tunggal secara tunggal atau beberapa pengertian
yang terbatas. Sedangkan Saiful Hadi mengatakan lafadz khusus adalah lafadz
11
Mohammad Nor Ikhwan, Memahami Bahasa Al-qur’an,( Jogjakarta: Pustaka
Pelajar, 2002), 185
12
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Semarang: Dina Utama, 1994), 299.
yang menunjukkan arti satu atau lebih tapi masih dapat di hitung atau terbatas,
ُ أ َ ْل, َر ُجالَ ِن,ٌَر ُجل
seperti 14]ف ِر َجال
Jadi yang dimaksud dengan khas ialah lafadz yang tidak meliputi
mengatakannya sekaligus terhadap dua sesuatu atau beberapa hal tanpa
menghendaki kepada batasan.15
E. Pembagian Mukhassis
1. Istisna’ (pengecualian) seperti firman Allah : ت ث ُ َّم لَ ْم يَأْت ُ ْو ِ صنَا َ َْوالَّ ِذيْنَ يَ ْر ُم ْونَ ْال ُمح
ْش َهدَا َء فَاجْ ِلد ُْو ُه ْم ثَ َما ِنيْنَ َج ْلدَة ً َوالَ تَ ْق َبلُ ْوا لَ ُه ْم َش َهادَة ً أ َ َبدًا َوأُولَئِكَ ُه ُم الفا َ ِسقُونَ اِالَّ الَّ ِذيْنَ تَابُوا
ُ ِبأ َ ْر َب َع ِة
(An-Nur : 4-5)
2. Sifat, misalnya سائِ ُك ُم الالَّتِ ْي دَخ َْلت ُ ْم بِ ِه َّن
َ ِ َو َربَا ِئبُ ُك ُم الالتي فِ ْي ُح ُج ْو ِر ُك ْم ِم ْن نlafadz الالَّتِ ْي
دَخ َْلت ُ ْم بِ ِه َّنadalah sifat bagi lafadz nisa’ukum. Maksudnya, anak perempuan
istri telah digauliitu haram dinikahi oleh suami, dan halal bila belum
menggaulinya.
3. Syarat, misalnya : َصيَّةُ ِل ْل َوا ِلدَيْن َ ض َر أ َ َحدَ ُك ُم ْال َم ْوتُ ا ِْن ت ََركَ َخي ًْر
ِ الو َ ب َعلَ ْي ُك ْم اِذَا َح
َ ُك ِت
َلى ْال ُمحْ ِسنِيْن ِ ( َواالَ ْق َربِيْنَ بِال َم ْع ُر ْوal-Baqarah : 180). lafadz(ا ِْن ت ََركَ َخي ًْرjika ia
َ ف َحقَّا َع
َ َوالَّ ِذيْنَ يَ ْبتَغُ ْونَ ْال ِكت
meninggalkan harta) adalah syarat dalam wasiat. Dan َاب ِم َّما
َ َت أ َ ْي َمنُ ُك ْم فَكَاتِب ُْو ُه ْم ا ِْن
ً ع ِل ْمت ُ ْم فِ ْي ِه ْم َخيْرا ْ ( َملَكan-Nur : 33), yakni mengetahui adanya
kesanggupan untuk membayar ayau jujur dan penghasilan.
4. Ghayah (batas sesuatu), seperti dalam ي َم ِح َّله ُ ْس ُك ْم َحتَّ ْى َي ْبلُ َغ ا ْل َهد
َ ُ( َوالَ تَحْ ِلقُ ْو ُرؤal-
ْ (والَ تَ ْق َرب ُْوه َُّن َحتَّى َيAl-Baqarah
Baqarah : 196) dan َط ُه ْرن َ : 222)
14
Saeful Hadi, Ushul Fiqih, (Yogyakarta: Sabda Media, 2011), 46
15
Nazar Bakri, 195
11
5. Badal Ba’d min kull (sebagian menggantikan keseluruhan) Misalnya : هلل ِ َو
َ ع اِلَ ْي ِه
َسبِ ْيال َ طا ِ اس ِح ُّج ْالبَ ْي
َ َت َم ِن ا ْست ِ َّ( َعلَى النali Imran : 97) lafadz ع َ َ َم ِن ا ْستadalah
َ طا
ِ َّالن. maka kewajiban haji hanya khusus bagi mereka yang
badal dari اس
mampu.16
Mukhassin munfasil adalah mukhassis yang terdapat di tempat lain, baik ayat,
hadis, ijma’ ataupun qiyas. Contoh yang ditakhsis oleh Quran ialah : ُطلَّقَات
َ وال ُم
( يَت ََربَّصْنَ ِبأ َ ْنفُسِ ِه َّن ثَالَثَةَ قُ ُر ْوءal-Baqarah : 228). Ayat ini adalah ‘Amm, mencakup setiap
istri yang dicerai baik dalam keadaan hamil maupun tidak, sudah digauli maupun
belum. Tetapi keumuman ini ditakhsis oleh ayat :ض ْعنَ َح ْملَ ُه َّن َ َوأوالَتُ االَحْ َما ِل أَ َجلُ ُه َّن اَ ْن ي
ْ ُ طلَّ ْقت
(at-Thalaq : 4) dan firmannya موه َُّن ِم ْن قَ ْب ِل اَ ْن ت َ َمس ُّْوه َُّن فَ َمالَ ُك ْم َعلَ ْي ِه َّن ِ اِذَا نَ َكحْ ت ُ ُم ْال ُمؤْ ِمنَا
َ ت ث ُ َّم
( ِم ْن ِعدَّةal-Ahzab : 49).
Contoh yang ditakhsis oleh hadis ialah ayat : ( َواَ َح َّل هللا البَ ْي َع َو َح َّر َم الِّ ِربَاal-Baqarah :
275). Ayat ini di takhsis oleh jual beli yang fasid sebagaimana disebutkan dalam
sejumlah hadis. Antara lain disebutkan dalam kitab sahih bukhari, dari ibnu umar,
ia berkata : “Rasulullah melarang mengambil upah dari air mani kuda jantan”.
Dalam sahihain diriwayatkan dari ibnu umar bahwa Rasulullah melarang jual beli
kandungan binatang yang mengandung, jual beli seekor unta sampai unta itu
melahirkan, kemudian anaknya itu beranak pula. (redaksi hadis ini adalah redaksi
bukhari). Dan hadis-hadis lainnya.
Dan dari jenis riba didispensasikanlah jual beli ‘ariyah, yakni menjual
kurma basah yang masih di pohon dengan kurma kering. Jual beli ini
diperkenankan (mubah) oleh sunnah.
16
Manna’ khalil Al-Qattan, 319
12
“Dari Abi Hurairah, Bahwa Rasulullah member keringanan untuk jual beli
‘ariyah dengan ukuran yang sama jika kurang dari lima wasaq’ (muttafaqun
‘alaihi)17
Di antara ulama ushul tidak ada perbedaan di dalam hal bahwa mentakhsis
keumuman al-Quran dengan al-Quran atau dengan as-Sunnah yang mutawattir
adalah boleh.Karena nash-nash al-Quran dan as-Sunnah yang mutawattir itu
bersifat pasti ketetapannya. Maka sebagian bisa mentakhsis sebagian yang lain.
Adapun mentakhsis al-Quran dengan as-Sunnah yang tidak mutawattir, menurut
mayoritas ulama’ ushul boleh.Mereka beralasan bahwa hal itu terjadi, dan sepakat
mengamalkannya.
17
Manna’ khalil Al-Qattan, 320
18
Abdul Wahab Khalaf, 313
13
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
1. Lafadz ‘am adalah lafadz yang memiliki makna umum yang di dalamnya
terdapat dua makna atau lebih..
2. Menurut Manna’ Khalil Al-Qattan sedikitnya ada 6 sigat ‘Amm
3. Macam-macam ‘Amm:
DAFTAR PUSTAKA