Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Uslub Al-Qur’an
Oleh:
Dosen pengampu:
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt karena berkat rahmat dan
karunianya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Dalam
makalah ini kami membahas tentang tindak tutur berbahasa. Kami ucapkan banyak
terimakasih kepada Ustadz Fathur Rohim selaku dosen pengampu mata kuliah Uslub Al-
Qur’an yang membimbing kami dalam penyusunan makalah ini.
Kami sangat menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan kami, untuk itu
kami mohon maaf atas semua kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini. kami juga
sangat mengharapkan kritik dan saran bagi pembaca terutama dari Ustadz Fathur Rohim
demi perbaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi siapapun yang membacanya dan
juga bagi kami sebagai penyusunnya, dalam menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai tindak tutur berbahasa.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 2
BAB I ..................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ....................................................................................................... …4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 4
C. Tujuan Penulisan………….. ............................................................................ 4
BAB II ................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN.................................................................................................................. 5
A. AL-AMR (PERINTAH) .................................................................................. 5
1. Pengertian Amr ............................................................................................ 5
2. Bentuk-bentuk Amr ...................................................................................... 5
3. Kaidah-Kaidah Amr ..................................................................................... 6
B. AN-NAHY (LARANGAN) .................................................................................... 9
1. Pengertian An-Nahy..................................................................................... 9
2. Shigat (Bentuk) ............................................................................................ 9
3. Kaidah-kaidah Nahyi ................................................................................... 9
BAB III ...............................................................................................................................12
PENUTUP ..........................................................................................................................12
SIMPULAN ..................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................12
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an yang merupakan kitab Allah yang menjadi sumber syariat islam selain
dikaji isinya juga sering dikaji bahasanya. Untuk menyingkapi keindahan bahasa Al-
Qur‟an, banyak sarana ilmu yang dibutuhkan, di antara ilmu yang terpenting adalah
ilmu Balaghah. Hal ini dikatakan oleh Ali Al Jarim dan Musthafa Amin, bahwa Ilmu
balaghah adalah suatu disiplin ilmu yang berlandaskan kepada kejernihan jiwa dan
ketelitian menangkap keindahan dan kejelasan perbedaan yang samar diantara macam-
macam uslub (ungkapan).
Salah satu uslub yang ada di dalam Al-Qur’an adalah uslub Al-Amr (perintah)
dan An-Nahy (larangan). Perintah dan larangan Al Qur’an terdapat dalam berbagai
bentuk, sementara perintah biasanya diungkapkan dengan gaya bahasa imperatif, tetapi
ada kesempatan lain digunakan kalimat lampau sebagai pengganti. Memahami Amr dan
nahy sangatlah penting begitu juga dengan kaidah-kaidah yang menyertainya.
Di antara urgensi penelitian ini adalah perintah-perintah yang Allah Swt. sebut
dalam Al-Qur'an kadang bukan hanya sekadar bermakna perintah begitu juga dengan
larangan-larangan, karena itu kita harus menelaah perintah-perintah tersebut secara
mendalam agar kita mengetahui maksud dari perintah tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan pada latar belakang di atas, maka
rumusan permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut:
C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. AL-AMR (PERINTAH)
1. Pengertian Amr
Amr secara bahasa terambil dari masdar amara-ya’muru-amran yang
artinya perintah1. Sedangkan menurut istilah ada beberapa pendapat. Menurut Ibn
Subki, amr adalah tuntutan untuk berbuat, bukan meninggalkan yang tidak
memakai latar (tinggalkanlah) atau yang sejenisnya, tapi ada yang mengatakan
amr adalah memerintah tanpa paksaan. Tetapi definisi yang sering dipakai oleh
para ulama adalah طلب الفعل علي وجه اإلستعالءyaitu permintaan untuk melakukan
sesuatu yang keluar dari orang yang kedudukannya lebih tinggi kepada orang yang
kedudukannya lebih rendah.2
Adapun penjelasan dengan lafadz " "علي وجه اإلستعالءyang artinya “dari sisi
orang yang kedudukannya lebih tinggi” pernyataan ini menuai banyak perbedaan
pendapat, karena sudah ada sebagian ulama yang mengkategorikan amr menjadi
dua yaitu untuk doa (permohonan) dan iltimas (ajakan), yang pertama bisa
dibilang perintah dari orang yang kedudukanya lebih rendah kepada yang lebih
atas, sedangkan yang kedua dari orang sejajar 3, jadi tidak ada tuntutan bahwa yang
memerintah harus lebih tinggi kedudukanya.
2. Bentuk-bentuk Amr
Lafaz yang menunjukkan kepada amr atau perintah tersebut mempunyai
beberapa bentuk diantaranya:
Artinya: “Dan berikanlah mahar kepada wanita yang kamu nikahi sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan.” (QS An-Nisa':4)
1
Ahmad. W. Munawwir, Al-Munawir, (Jakarta: Pustaka Praja, 1997), 38
2
Muhammad Adib Shalih, Tafsir Nusus Fi Fiqhi al-Islami, ( ttp. Maktabah al-Islami, tt), J.2. h.232
3
Kamali, M. H. (1996). Principles of Islamic Jurisprudence; The Islamic Text Society. Jakarta:
Pustaka Pelajar and Humanity Studies
5
b. Fiil Mudhari' yang didahului oleh الم االمرseperti:
َو ْلتَكُ ْن ِّم ْنكُ ْم ا ُ َّمةٌ يَّدْع ُْونَ اِّلَى ْال َخي ِّْر-١٠٤
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kebaikan.” (QS Ali Imran:104)
d. Lafaz yang mengandung makna perintah seperti faradha, kutiba, amara, dan
sebagainya, contohnya:
• Menggunakan lafaz faradha:
Artinya: “Sungguh kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada
mereka tentang istri-istri mereka” (QS Al-Ahzab:50)
3. Kaidah-Kaidah Amr
Kaidah pertama menyatakan bahwa pada dasarnya amar (perintah) itu
menunjukkan kepada wajib dan tidak menunjukkan kepada selain wajib kecuali
dengan qarinah-qarinah tertentu. Amr pada dasarnya menunjukkan arti wajib,
kecuali adanya qarinah-qarinah tersebut yang memalingkan arti wajib tersebut.
6
Berikut adalah contoh lafaz amar yang menunjukkan kepada selain wajib
karena qarinah-qarinah tertentu:
a. Nadb ( )الندبcontohnya:
ِّّٰللا
ض ِّل ه ْ ض َوا ْبتَغُ ْوا
ْ َمِّن ف ِّ ْاالر ُ ص ٰلوة ُ فَا ْنت
َ ْ َشِّر ْوا فِّى َّ ت ال ِّ ُفَ ِّاذَا ق-١٠
ِّ َضي
Artinya:”Maka buatlah satu surat saja yang semisal dengan Al-Qur'an (QS. Al-
Baqarah:23)
7
Kaidah Ketiga menyatakan bahwa amr atau perintah itu menghendaki
segera dilaksanakan kecuali ada qarinah-qarinah tertentu yang menyatakan jika suatu
perbuatan tersebut tidak segera dilaksanakan. Contoh lafaz amar yang menghendaki
segera dilakukan:
ط َّه ُر ْو ٌۗا
َّ َوا ِّْن كُ ْنت ُ ْم ُجنُبا فَا-٦
b. Perintah tersebut dikaitkan dengan illat, dengan kaidah: “Hukum itu ditentukan
oleh ada atau tidak adanya illat.” Seperti hukum rajam sebab melakukan zina.
Contoh:
ٍي فَاجْ ِّلد ُْوا كُ َّل َواحِّ ٍد مِّ ْن ُه َما مِّ ائَةَ َج ْلدَة َّ لزانِّيَةُ َو
ْ ِّالزان َّ َ ا-٢
Artinya: “Wanita dan laki-laki yang berzina maka deralah masing-masing seratus
kali.” (Q.S.An-Nur:2)
c. Perintah tersebut dikaitkan dengan sifat atau keadaan yang berlaku sebagai illat,
seperti kewajiban shalat setiap kali masuk waktu.
8
B. AN-NAHY (LARANGAN)
1. Pengertian An-Nahy
Nahy secara bahasa kebalikan dari amr, nahy bentuk masdar dari نهي ينهي
نهياyang artinya mencegah atau melarang 4. Sedangkan menurut istilah nahy adalah
ungkapan yang meminta agar suatu perbuatan dijauhi yang dikeluarkan oleh orang
yang kedudukanya lebih tinggi kepada orang yang kedudukanya lebih rendah
tetapi dalam ulum Al Qur’an disebutkan lebih sederhana yaitu tuntutan untuk
meninggalkan suatu perbuatan, atau mencegah untuk melakukan pekerjaan
tertentu. Dari pengertian tersebut dapat diambil benang merah, bahwa nahy harus
mengandung kriteria:
1. Nahy harus berupa tuntutan
2. Tuntutan tersebut harus berupa meninggalkan
3. Tuntutan untuk meninggalkan harus ditujukan oleh sighat nahy
2. Shigat (Bentuk)
Seperti halnya amr, nahy dalam menyatakan suatu larangan pun memiliki
beberapa sighat, seperti:5
1. Bentuk tipikal dari larangan (nahy) dalam bahasa arab adalah dengan
menggunakan fi’il mudhari’ yang didahului dengan lam nahy
2. Dengan sighat fi’il amr yang menunjukkan larangan
3. Dengan lafadz nahy
4. Larangan kadang dikemukakan dalam bentuk pernyataan atau jumlah
khabariyah
3. Kaidah-kaidah Nahyi
Seperti halnya amr, dalam memahami nahy yang sering dijumpai dalam
nash Al-Qur’an dibutuhkan juga adanya kaidah-kaidah atau rambu-rambu didalam
memahaminya, di antara kaidah-kaidah itu adalah:6
4
Ahmad. W. Munawwir, Al-Munawir, (Jakarta: Pustaka Praja, 1997), 734
5
Muhammad Adib Shalih, Tafsir Nusus Fi Fiqhi al-Islami, (Maktabah al-Islami, tt), J. 2, h.377-378
6
Khalib bin Utsman, Qawaid Tafsir Jam’an wa Dirasatan, (Kairo: Dar ibn Utsman, 1421 H), h. 509-517
9
tertentu yang tidak menghendaki hal tersebut. Contoh lafaz nahyi yang
menunjukkan haram:
Artinya: “Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong.” (Q.S.Al-
Isra’:37)
a. Doa ( ) الدعاءseperti:
طأْنَا
َ ربَّنَا َال ت ُ َؤاخِّ ذْنَا ْٓ ا ِّْن نَّسِّ ْينَا ْٓ اَ ْو اَ ْخ-٢٨٦
َ
Artinya: “Wahai Tuhan kami janganlah Engkau menyiksa kami, jika kami
lupa.” (Q.S.Al-Baqarah:286)
ْاليَ ْو َم تَ ْعتَذ ُِّروا َال َكف َُروا الَّذِّينَ أَيُّ َها يَا-٧
10
Kaidah kedua menyatakan bahwa pada dasarnya larangan itu
menghendaki fasad (rusak) secara mutlak. Contohnya:
11
BAB III
PENUTUP
D. KESIMPULAN
Inti dari makna amr (perintah) adalah lafadz yang diinginkan agar orang melakukan
apa yang dimaksudkan. Ada banyak bentuk atau shighat amar, antara lain fiil amar, fiil
mudhari' yang diawali dengan lam amar, masdar sebagai pengganti fiil, dan beberapa lafal
yang berkonotasi perintah, seperti kutiba, amara, dan faradha. Kaidah amar dalam Al-
Qur'an mirip dengan kaisah pertama yaitu amar (perintah) mengacu pada wajib dan tidak
berhubungan dengan hal lain kecuali wajib kecuali dengan adanya qarinah. Qarinah ini,
seperti ibahah, nadb, irsyad, tahdid, dan ta'jiz, mengubah makna aslinya, yang bersifat
wajib.
meninggalkan sesuatu yang berasal dari orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang
yang lebih rendah. Bentuknya fiil, yang didahului la nahiyah, beberapa lafaz yang
mengandung makna nahi. Kaidah nahi yaitu pada dasarnya larangan itu menunjukkan
kepada haram kecuali ada qarinah-qarinah tertentu. Pada dasarnya, pembatasan tersebut
12
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghailani, M. (1987). Jami’ ad-Durus al-Arabiyah. Beirut: Al- Maktabah al-Ashriyah.
Kamali, M. H. (1996). Principles of Islamic Jurisprudence; The Islamic Text Society.
Jakarta: Pustaka Pelajar and Humanity Studies.
Munawwir, A. W. (1997). Al-Munawir,. Jakarta: Pustaka Praja.
Sabt, K. (1421). Qawaid Tafsir. Waraqa Maqwa.
Shalih, M. A. (2002). Tafsir Nusus Fi Fiqhi al-Islam. Maktabah al-Islam.
Utsman, K. b. (1421 H). Qawaid Tafsir Jam'an wa Dirasatan. Kairo: Dar Ibn Utsman.
13