Anda di halaman 1dari 19

KAIDAH-KAIDAH TAFSIR TERKAIT DHAMIR

Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Qawaid Tafsir

Disusun oleh :

Nurul Fadillah 19211265


Rahma Juwita Sari 19211282
Risa Aisyah Afandi 19211292
Shabrina Salsa Nabila 19211305

Dosen pengampu:
Dr. Muhammad Azizan Fitriana, M.A

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA

1442 H/2021 M
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim

Alhamdulillah, puji serta syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberi rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini yang berjudul
“Kaidah-Kaidah Tafsir Terkait Dhamir”. Shalawat serta salam kami curahkan
kepada baginda Nabi Muhammad Saw, serta keluarganya dan para sahabatnya.

Kami selaku tim penyusun makalah megucapkan terimakasih kepada bapak Dr.
Muhammad Azizan Fitriana, M.A, selaku dosen pengampu dan pembimbing mata
kuliah Qawaid Tafsir, Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak
terlepas dari bantuan banyak pihak yang memberi pengetahuannya, saran maupun
kritik, sehingga makalah ini dapat tersempurnakan dan terselesaikan. Oleh karena
itu kritik yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan makalah kami.
Semoga Makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para
pembaca semua.

Surabaya, 5 Desember 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I ............................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan................................................................................................... 1
BAB II .............................................................................................................. 2
PEMBAHASAN .............................................................................................. 2
A. Pengertian Dhamir................................................................................ 2
B. Kaidah-Kaidah Dhamir ........................................................................ 2
BAB III ............................................................................................................. 15
PENUTUP ........................................................................................................ 15
A. Kesimpulan........................................................................................... 15
B. Saran ..................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Al Quran merupakan kitab suci yang dijadikan pedoman paling utama oleh
umat islam, baik dalam syariah, mu’amalah, maupun pedoman umat islam
yang lainnya. Untuk itulah semua umat islam diwajibkan untuk
mempelajarinya agar hidupnya tidak tersesat. Namun tidak cukup mudah
untuk memepelajari dan memahami isi dari ayat ayat umat islam tersebut,
karena Al-Quran diturunkan dalam bentuk bahasa arab sehingga
membutuhkan ilmu-ilmu yang mendukung dalam memahami nya seperti ilmu
nahwu, shorof, balagah, dan lain lain terutama sebagai musaffir hendaknya
memahami kaidah0kaidah penafsiran dalam Al-Quran agar tidak terjadi
kesalahan dan kerancuan dalam penafsirannya.

Dalam makalah ini penulis akan membahas salah satu kaidah penafsiran
yang ada di dalam kaidah kaidah tafsir. Salah satu kaidah yang harus dipahami
dengan baik oleh seorang yang ingin mendalami makna ayat ayat Al Quran
adalah kaida dhamir. Hal ini sangat penting sebab menurut kaidah pokok,
kesesuaian semua kata ganti dhamir dengan kata yang dirujuk (marji’)
bertujuan untuk menghindari terjadinya kekacauan dalam sebuah kalimat.
Sehingga pengetahuan terhadap kaidah dhamir ini penting untuk dipahami.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kaidah-kaidah tafsir terkait dhamir?
2. Bagaimana contoh kaidah-kaidah dhamir dalam Al Quran?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kaidah-kaidah tafsir terkait dhamir
2. Untuk mengetahui contoh kaidah-kaidah dhamir dalam Al Quran

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dhamir
Sebelum memahami kaidah dhamir dalam al-Quran, ada
baiknya dipahami pengertian dhamir terlebih dahulu. Kata al-
Dhamair merupakan bentuk jamak dari dhamir, sebagaimana dikutip
oleh Khalid ibn 'Usman al-Sabt dari kitab al-Mu'jam al-Wasit dan kitab
Mu'jam al-I'rab wa al-Imla', dikatakan bahwa menurut para ahli nahwu
dhamir adalah sesuatu yang menunjuk kepada yang berbicara seperti
kata "saya", atau lawan bicara seperti kata "kamu" atau menunjuk
orang ketiga seperti kata "dia", atau dengan kata lain dhamir adalah
kata yang menggantikan seseorang baik itu orang ketiga (ga'ib), atau
orang kedua (mukhatab) dan orang pertama (mutakallim).1
Hal ini senada di dalam Kamus Kontemporer Arab Indonesia,
kata dhamir berarti hati nurani atau suara hati. Sedangkan dalam
pengertian ilmu bahasa, kedua kamus ini menyimpulkan bahwa
dhamir adalah "kata ganti nama" atau "pronoun".2 Mengenai kaidah
dhamir, yaitu:
B. Kaidah-kaidah Dhamir

1. Kaidah pertama:
‫ار‬
َ َ‫اَصَلََوَضَعََالضَمَيَرََللَخَتَص‬
Asal mula diletakkannya dhamir adalah untuk
meringkas kalimat.
Sebagai contoh, Firman Allah dalam QS. Al-Ahzab/33: 35.

1
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia (Surabaya: Penerbit
Pustaka Progresif, 1997).
2
Atabik Ali and Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia (Yogyakarta:
Multi Karya Grafika, 1998).

2
َ‫إنَالمسلمينَوالمسلماتَوالمؤمنينَوالمؤمناتَوالقانتينَوالقانتاتَوالصادقين‬
َ‫والصادقاتَوالصابرينَوالصابراتَوالخاشعينَوالخاشعاتَوالمتصدِّقين‬
َ‫والمتصدِّقاتَوالصائمينَوالصائماتَوالحافظينَفروجهمَوالحافظاتَوالذاكرينََّللا‬
َ‫يراَوالذاكراتَأعدََّللاَلهمَمغفرةًَوأج ًراَعظي ًما‬
ً ‫كث‬
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim,
laki-laki-dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan
perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan
perempuan yang benar, laki-laki dan perempaun yang
sabar, laki-laki dan perempuan yang khusuk, laki-laki
dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan
perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan
yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan
perempaun yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah
Telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala
yang besar. (QS. Al-Ahzab[33]:35.
Dhamir )‫َ(هم‬pada kata (َ‫َ(لهم‬berfungsi sebagai pengganti
puluhan lafal yang terletak sebelumnya dimulai dari lafal َ
‫المسلمين‬sampai kepada lafal ‫والذاكرات‬.ََDengan demikian, tanpa
pengulangan lafal-lafal tersebut, maksud yang dikehendaki
dari ayat itu sudah tercapai. Fungsi utamanya dhamir pada ayat
ini adalah untuk meringkas kalimat.3
2. Kaidah kedua:
َ‫اَذَاَكَانََفَ ا‬
‫َحَمَلََعَلَيَ َه‬,ََ‫َوَأَمَكَنََالَحَمَلََعَلَىَالَجَمَيَع‬,َ‫يَاليَةََضَمَيَرََيَحَتَمَلََعَوَ َدهََإَلَىَأَكَثَرََمَنََمَذَكَوَر‬
Apabila ada dhamir di dalam satu ayat yang tempat
kembalinya mencakup lebih dari yang disebutkan dan memang

3
Muhammad Aqsho, “Kaidah-Kaidah Tentang Penafsiran Alquran,” Jurnal Warta Edisi 49,
2016.

3
memungkinkan untuk mencakup kesemuanya itu, maka bisa
dikembalikan kepada semuanya sesuai cakupannya.
Sebagai contoh firman Allah di dalam Q.S. Al-
Insyiqaq/84: 6.
َ ٦ََ‫ايٰٓايُّهاَالنسانَانكَكادحَا الىَربِّكَكد ًحاَفم القيه‬
“Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja
dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu
akan menemui-Nya”. (QS. Al-Insyiqaq[84]:6)
Dhamir pada ayat ini adalah ha’ pada kata َ‫ فم القي‬menurut
Sebagian mufassir mengatakan bahwa dhamir tersebut
kembali kepada َ‫ ربك‬yaitu "Tuhanmu", sehingga kata tersebut
bermakna “kamu pasti akan bertemu Tuhanmu” tetapi
menurut pendapat yang lain kembali padaَ َ‫ َ َكد ًحا‬yaitu "
perbuatan”, sehingga bermakna “kamu akan menemui amal-
amal perbuatanmu".
Kedua pendapat ini dinilai benar karena seorang hamba
di akhirat nanti akan menemui Allah dan amal-amal
perbuatannya. Dengan demikian, kedua kata diatas dinilai
benar sebagai tempat kembalinya dhamir pada ayat diatas.
Banyaknya kata yang dapat dijadikan sebagai tempat
kembalinya dhamir disebabkan oleh ketetapan bahwa Al-
Qur’an merupakan kitab yang mu’jiz (melemahkan hal
lain/sebagai mukjizat). Di antara keistimewaan Al-Qur’an
adalah adanya kata/kalimat yang pendek dapat mencakup
banyak makna atau disebut dengan dhamir ini. Semua makna
dinilai benar dengan syarat tidak bertentangan dengan maksud

4
ayat, maka semuanya dapat dijadikan arti dari maksud ayat
tersebut.4
3. Kaidah ketiga:
‫اف‬
َ َ‫َفَاَلَصَلََعَوَ َدهََلَلَمَض‬,َ‫جاءََبَعَدََهَمَاَضَمَيَر‬
َ َ‫اَذَاَوَرَدََمَضَافََوَمَضَافَ ََإلَيَهََو‬
Apabila ada mudhaf dan mudhaf ilaih kemudian
terdapat dhamir sesudah keduanya, maka pada dasarnya
dhamir itu kembalinya ke mudhaf.
Kaidah pokoknya adalah ketika terdapat mudhaf dan
mudhaf ilaih sebelum dhamir maka dikembalikan ke mudhaf,
kecuali ada petunjuk-petunjuk lain yang mengharuskan
dikembalikan kepada mudhaf ilaih. Contoh pertama adalah
firman Allah di dalam Q.S. Ibrahim/14: 34.
…َ‫ََّللاَلَتحصوه ُۗا‬
‫و اا اتىكمَ ِّمنَك ِّلَماَسالتمو ُۗهَوانَتعدُّواَنعمت ه‬
“Dia telah menganugerahkan kepadamu segala apa
yang kamu mohonkan kepada-Nya. Jika kamu
menghitung nikmat Allah” (QS. Ibrahim [14]:34)
Susunan mudhaf dan mudhaf ilaih pada ayat diatas
adalah ‫َّللا‬
َ‫نعمتَ ه‬. Kata َ‫ نعمت‬adalah mudhaf dan kata ‫َّللا‬
َ‫ ه‬adalah
mudhaf ilaih. Kemudian terdapat dhamir ha’(muannats) di
َ‫ نعمت ه‬. Dhamir ha’ di kata ini
dalam kata َ‫ لَتحصو‬sesudah kata ‫ََّللا‬
tempat kembalinya adalah َ‫ نعمت‬. Mengapa demikian? karena
ha’dhamir tersebut muannats dan kata َ‫ نعمت‬adalah muannats.
Selain daripada itu, pada konteks tertentu tempat
kembalinya suatu dhamir adalah mudhaf ilaih, bukan mudhaf.
Berikut contohnya:
َ …َُۗ‫اسبابَالسما اوتَفاطلعَا الٰٓىَا الهَموسا ىَوانِّيَلظنُّهَكاذبًا‬

4
Salman Harun, Kaidah-Kaidah Tafsir (Jakarta: QAF, 2020), h. 369.

5
“(yaitu) pintu-pintu langit, agar aku dapat melihat
Tuhannya Musa. Sesungguhnya aku memandangnya
sebagai seorang pendusta.” (QS. Gafir [40]: 37)
Mudhaf pada ayat ini adalah َ‫ا اله‬, dan mudhaf ilaih-nya
‫موسا ى‬. Kata yang menjadi tempat kembali dhamir َ‫َه‬pada kata َ‫لظ ُّن‬
adalah kata ‫ موسا ى‬yang berkedudukan sebagai mudhaf ilaih.
Hal ini disebakan adanya kata ‫( كاذبًا‬berdusta), Allah tidak
mungkin berdusta jadi Musa yang dinilai berdusta.
Selain dari dua ketentuan diatas terdapat pula isyarat
bahwa dhamir bisa kembali kepada mudhaf atau mudhaf ilaih
yang disebabkan tidak samanya pemahaman mufassir ketika
menetapkan dalil atau qarinah (konteks) ayat. Berikut adalah
contohnya:
…َ‫…اوَلحمَخنزيرَفانهَرجس‬
“…atau daging babi, (karena sesungguhnya
hal itu adalah kotor”. (QS. Al-an’am [6] :145)

Mudhaf pada ayat ini adalah َ‫ لحم‬dan mudhaf ilaihnya


َ‫ خنزير‬, dan dhamir َ‫ ه‬pada lafadz َ‫فان‬. Bagi mufassir yang
berpendapat bahwa tempat kembali dhamir َ‫ ه‬adalah mudhaf
mereka berpendapat bahwa kata itulah yang sesungguhnya
menjadi pokok pembicaraan. Beberapa mufassir yang
berpendapat demikian adalah al-Kawkab as-Durriy, dan Abu
Hayyan.
Sedangkan bagi sebagian mufassir yang menyatakan
bahwa tempat kembali dhamir َ‫ ه‬adalah mudhaf ilaihnya mereka
berpendapat bahwa kata itulah yang menjadi tempat kembali

6
dhamir, karena letaknya lebih dekat. Yang berpendapat
demikian di antaranya adalah Ibn Hazm dan al-Mawardi.5
4. Kaidah keempat:
ََ‫سرَهََسَيَاقََالَكَلَم‬
َِّ َ‫كَالَذَيََيَف‬,ََ‫ضَمَيَرََالَغائَبََقَدََيَعَوَ َدَعَلَىَغَيَرََمَلَفَوَظََبَه‬
Dhamir orang ketiga (al-gaib) kadang-kadang
dikembalikan kepada kata yang tidak terucap sebelumnya,
namun dapat dipahami dari konteks kalimat
Contoh yang terdapat dalam firman Allah dalam Q.S.
al-Qadr/97:1.
َ ١َ‫انآَٰانزل انهَفيَليلةَالقدر‬
“Sesungguhnya kami telah menurunkannya (al-Quran)
pada malam kemulian.” (QS. Al-Qadr[97]:1)
Dhamir yang dimaksud dalam ayat ََ‫ انزلناه‬adalah al-
Quran. sebab, kata al-inzal (turun) menunjukkan secara pasti
(iltizam) bahwa rujukan (marji') yang dimaksud dalam dhamir
itu adalah al-Quran.6
5. Kaidah kelima:
َ‫إَذَاَتَعَاقَبَتََالضَمَائَرََفَالَصَلَ ََأ ًنَََيتَحَدََمَرَجَعَهَا‬
Apabila terdapat beberapa dhamir disebutkan
berurutan, maka hukum dasarnya dikembalikan kepada satu
tempat kembali.
Pada kaidah ini menjelaskan bahwa apabila terdapat
beberapa dhamir yag disebut secara berurutan pada suatu ayat,
dan tempat kembalinya dimungkinkan kepada satu kata
sebelumnya, atau beberapa kata yang disebut sebelumnya,

5
Salman Harun, Kaidah-Kaidah Tafsir, h. 372–374.
6
Muslihin, Kaidah Dhamir dalam Al-Qur’an, diakses dari
https://www.referensimakalah.com/2012/08/kaidah-dhamir-dalam-al-quran.html?m=1, pada
tanggal 4 November 2020.

7
maka yang lebih utama hanya satu tempat kembalinya. Karena
jika tempat kembalinya beragam, hal ini memungkinkan
timbulnya kerancuan pada susunan makna atau redaksi ayat.
Namun dalam kaidah ini terdapat beberapa pengecualian yang
akan dipaparkan berikut ini:
a. Contoh dari dhamir-dhamir dalam satu ayat dengan
satu tempat kembali, antara lain, firman Allah dalam
Q.S. al-Fath/48:9:
ً ‫لتؤمنواَباَّللَورسولهَوتع ِّزروهَوتوقِّروهَوتسبِّحوهَبكرةًَوأص‬
َ‫يل‬
“Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya, menguatkan (agama)-Nya,
membesarkanNya dan bertasbih kepada-Nya di waktu
pagi dan petang. (QS. Al-Fath[48]:9)
Pada ayat diatas terdapat beberap dhamir yang
disebut secara berurutan pada kata َ‫ رسول‬dan kata-kata
kerja ‫ تع ِّزروَا‬,َ‫تسبِّحوا‬,‫َ َتوقِّروا‬. Para ulama dan mufassir
sepakat bahwa dhamir pada kata َ‫رسول‬, ‫ تسبِّحوا‬, adalah
sebagai kata ganti dari Allah, dan kata ‫تع ِّزروَا‬, ‫َتوقِّروا‬sebagian
berpendapat bahwa dhamir pada 2 kata tersebut
merupakan kata ganti dari rasul, dan sebagian lagi
mengatakan kata tersebut merupakan kata ganti dari
Allah. Namun pendapat yang lebih tepat pada 2 kata
diatas ialah dhamir tersebut merupakan kata ganti dari
Allah.7
b. Contoh dari perbedaan tempat kembali beberapa
dhamir dalam ayat, karena khawatir terjadi kerancuan:
َ ٢٢ََࣖ‫…ولَتستفتَفيهمَ ِّمنهمَاحدًا‬

7
Salman Harun, Kaidah-Kaidah Tafsir, h. 384.

8
“…dan janganlah engkau minta penjelasan tentang
mereka (pemuda-pemuda itu) kepada siapa pun dari
mereka (Ahlul kitab)”. (QS. Al-Kahfi[18]:22)
Pada ayat ini terdapat dua dhamir, yang pertama
terangkai dengan kata ‫ في‬yang merupakan kata ganti
dari para pemudaَ َ(Ashabul Kahfi), dan kata َ‫من‬
merupakan kata ganti dari umat Yahudiَ(ahlul kitab).8
6. Kaidah keenam:
َ‫قَدََيَذَكَرََشَيَئَانََوَيَعَوَ َدَالضَمَيَرََعََلىَأَحَدَهَمَاَاكَتَفَا ًَءَبَذَكَرَهََعَنََا ا‬
َ‫َمَعََكَوَنََالَجَمَيَعََمَقَصَوَ َدًا‬,ََ‫لخَر‬
Kadang ada dua sesuatu yang disebutkan kemudian dhamir-
nya hanya kembali kepada salahََsatunya saja karena sudah
cukup meliputi yang lainnya, sekalipun yang dimaksud adalah
kedua-duanya.
Pembahasan pada kaidah ini berkaitan dengan dhamir
yang Kembali kepada dua kata atau salah satu dari dua kata
yang terdapat pada satu ayat. Telah menjadi kebiasaan orang-
orang Arab, jika terdapat dua kata yang mungkin menjadi
tempat Kembali dhamir, maka ada empat kategori yang
berlaku, yaitu:
a. Tempat kembalinya dhamir adalah kedua kata
tersebut, baik secara redaksi maupun makna.
Contohnya ialah:
َ …َ‫اَّللَاو الىَبهم ُۗا‬
‫…انَيكنَغنيًّاَاوَفقي ًراَف ه‬
“Jika dia kaya atau miskin, maka Allah lebih layak
tahu (kemaslahatan) keduanya…” (QS. An-
Nisa’[4]: 135)

8
Salman Harun, Kaidah-Kaidah Tafsir, h. 386.

9
Pada ayat ini, dhamir yang dimaksud adalah َ‫هما‬
(keduanya) yang terangkai dengan harf jarr َ‫ب‬.
Sedangkan dua term yang disebut di dalamnya adalah
‫( غنيًّا‬kaya) dan ‫( فقي ًرا‬miskin). Tempat Kembali
dhamir yang terdapat pada ayat diatas adalah kedua
kata tersebut, baik secara redaksi maupun makna.
Hal ini karena kedua kata tersebut yang dimaksud
dalam ayat ini.
b. Tempat kembalinya dhamir adalah pada kata yang
pertama, dan bukan yang lainnya. Contohnya ialah:
َ َ‫واذاَراواَتجارةًَاوَله ًواَۨانفض ُّٰٓواَاليهاَوتركوكَق ۤا ِٕى ًم ُۗا‬
“Apabila (sebagian) mereka melihat
perdagangan atau permainan, mereka segera
berpencar (menuju) padanya dan
meninggalkan engkau (Nabi Muhammad) yang
sedang berdiri (berkhotbah)…”
Pada ayat diatas, dhamir yang dimaksud
adalah ‫( ها‬nya) yang tergabung dengan ‫إلى‬.
Kemudian terdapat dua term pada ayat diatas yakni
ً ‫( تجار َة‬perniagaan) dan ‫( له ًوا‬permainan). Tempat
kembali dhamir yang terdapat pada ayat diatas
adalah kata yang disebut pertama, yaitu ً ‫ تجار َة‬. Hal
ini sesuai dengan aturan kebahasaan bahwa dhamir
‫ ها‬merupakan bentu muannats, maka yang diganti
haruslah kata dari bentuk tersebut yaitu ً ‫تجار َة‬.
c. Tempat kembalinya dhamir adalah pada kata yang
kedua dan bukan yang pertama. Contohnya ialah
QS. al-Taubah [9]: 34:

10
ِّ ‫ََّللاَۙفب‬
َ ٣٤َ‫شرهمَبعذابَالي ۙم‬ ‫…والذينَيكنزونَالذهبَوالفضةَولَينفقونهاَفيَسبيل ه‬
“Orang-orang yang menyimpan emas dan
perak, tetapi tidak menginfakkannya di jalan
Allah, berikanlah kabar ‘gembira’ kepada
mereka (bahwa mereka akan mendapat) azab
yang pedih” (QS. al-Taubah [9]: 34)
Pada ayat ini, dhamir yang dimaksud
adalah ‫( ها‬nya) yang tergabung dengan kata
kerja ingkar ‫ لَينفقونها‬. Sementara itu di ayat ini
terdapat dua term yakni َ‫ الذهب‬dan َ‫ الفضة‬, yang
menjadi tempat kembali dhamir adalah kata
yang disebut kedua pada ayat diatas. Alasannya
karena َ‫ الفضة‬merupakan kata terdekat ketimbang
َ‫الذهب‬. Selain itu, keberadaan perak lebih banyak
digunakan dalam kehidupan sehari-hari dalam
perniagaan.
d. Disebutkannya dua hal dalam ayat, tetapi tempat
kembalinya dhamir hanya pada salah satu term
yang dimaksud, walaupun yang dimaksud
keduanya. Kaidah ini merupakan poko dari kaidah
ini. Contohnya terdapat pada QS. al-Taubah/9: 62:
َ ٦٢َ‫َّللاَورَسول ٰٓهَاح ُّقَانَيُّرضوهَانَكانواَمؤمنين‬
‫…و ه‬
“…Dan Allah dan Rasul-Nya itulah yang lebih
patut mereka cari keridhaan-Nya jika mereka
adalah orang-orang yang beriman.” (QS. al-
Taubah[9]: 62)
Pada ayat diatas, dhamir pada kata
‫يُّرضوا‬, tempat kembalinya dhamir

11
dimungkinkan kepada dua term sebelumnya
yakni َ‫ رسول‬dan ‫ َه‬yang tergabung dengan kata
rasul, yang tempat kembali dhamirnya adalah ‫َّللا‬
َ‫ه‬
yang disebut sebelumnya. Kemudian, dhamir
ysng dimaksud di kaidah ini yakni yang
terangkai dengan kata kerja dan terletak di akhir
ayat, tempat kembalinya adalah َ‫ه‬, yang
merupakan kata ganti dari Allah. Dengan
demikian maksud dari ayat diatas adalah ridha
yang mereka cari adalah ridha Allah.9
7. Kaidah ketujuh:
ََ‫لًَبَشَيَءََوَهَوََلَغيَرَه‬
َ‫ص‬َِّ َ‫قَدََيَجَيءََالضَمَيَرََمَت‬
Kadang-kadang dhamir bersambungan dengan sesuatu
tetapi dia (dhamir) diperuntukkan untuk yang lainnya.
Contoh dalam firman Allah di dalam Q.S. Yasin/36:
81.
َ ٨١َ‫اوليسَالذيَخلقَالسما اوتَوالرضَب اقدرَع الٰٓىَانَيخلقَمثلهمَُۗب الىَوهوَالخلهقَالعلَيم‬
“Bukankah Zat yang menciptakan langit dan
bumi mampu menciptakan manusia yang
serupa mereka itu (di akhirat kelak)? Benar.
Dialah yang Maha Banyak Mencipta lagi Maha
Mengetahui”.
Firman Allah ‫ مثلهم‬bukan kembali kepada ‫السمواتَوالرض‬
akan tetapi kembali kepada orang-orang kafir yang
mengingkari hari kebangkitan. Dengan dalil bahwa, orang-

9
Salman Harun, Kaidah-Kaidah Tafsir, h. 376–379.

12
orang kafir itu tidak mengingkari penciptaan langit dan bumi,
yang mereka ingkari adalah hari kebangkitan.10
8. Kaidah kedelapan:
َ‫اةَاللََفظََوَالَمَعَنىَبَدَئََبَاللَفَظََثَمََبَالَمَعَنى‬
َ َ‫اَذَاَجَتَمَعََفَىَالضَمَائَرََمَرَاع‬
Apabila dalam beberapa dhamir terhimpun maksud
untuk menjaga kesesuain kata dan kesesuaian makna, maka
sebaiknya dimulai dengan menjaga kesesuaian kata baru
kemudian kesesuaian makna.
Contohnya di dalam firman Allah Q.S. al-Baqarah/2:
8.
َ ٨َ‫َالخرَوماَهمَبمؤمني َۘن‬
‫اَّللَوباليوم ا‬
‫ومنَالناسَمنَيقول اَامناَب ه‬
“Di antara manusia ada yang mengatakan "kami
beriman kepada Allah dan hari kemudian", padahal
mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang
beriman” (QS. Al-Baqarah[2]:8)
Kalimat pertamaَ ‫ منَ يقول‬menggunakan dhamir mufrad
karena mengikuti tuntutan kata, sedangkan pada kalimat
kedua َ َ‫َ َوماَ همَ بمؤمنين‬menggunakan dhamir jamak karena
mengikuti tuntutan makna dalam ayat tersebut.11
9. Kaidah kesembilan:
َ‫قَدَيَثَنَىَالضَمَيَرَمَعََكَوَنَهََعَائَ َدًاَعََلىَأَحَدَالَمَذَكَوَرَيَنََ َدوَنََ ا‬
‫الخَ َر‬
Adakalanya dhamir mutsanna (dual), sedangkan
kembalinya kepada salah satu yang disebutkan itu.

10
Muslihin, Kaidah Dhamir dalam Al-Qur’an, diakses dari
https://www.referensimakalah.com/2012/08/kaidah-dhamir-dalam-al-quran.html?m=1, pada
tanggal 4 November 2020.
11
Muslihin, Kaidah Dhamir dalam Al-Qur’an, diakses dari
https://www.referensimakalah.com/2012/08/kaidah-dhamir-dalam-al-quran.html?m=1, pada
tanggal 4 November 2020.

13
Pada kaidah ini menjelaskan tempat kembalinya
dhamir yang menjadi mutsanna, dan tempat kembali dhamir
tersebut hanya salah satu dari keduanya yang terdapat di ayat
tersebut. Contohnya:
…َ‫فلماَبلغاَمجمعَبينهماَنسياَحوتهما‬
“Maka tatkala mereka (Musa dan muridnya) sampai ke
pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan
ikannya…” (QS. Al-Kahfi [18]: 61)
Dhamir pada ayat ini adalah dhamir ‫ هما‬yang terdapat di
kataَ َ‫ حوت‬yang merupakan kata ganti dari Musa dan muridnya
pada ayat sebelumnya. Tempat kembali dari dhamir tersebut
bukanlah kepada Musa dan muridnya, akan tetapi kepada
murid Musa saja. Hal ini dipahami dari konteks ayat bahwa
yang membawa ikan itu bukan keduanya tetapi murid Musa
saja.12

12
Salman Harun, Kaidah-Kaidah Tafsir, h. 381.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dhamir adalah sesuatu yang menunjuk kepada yang berbicara
seperti kata "saya", atau lawan bicara seperti kata "kamu" atau
menunjuk orang ketiga seperti kata "dia", atau dengan kata lain dhamir
adalah kata yang menggantikan seseorang baik itu orang ketiga (ga'ib),
atau orang kedua (mukhatab) dan orang pertama (mutakallim).
Sedangkan dalam pengertian ilmu bahasa, kedua kamus ini
menyimpulkan bahwa dhamir adalah "kata ganti nama" atau
"pronoun". Mengenai kaidah-kaidah dhamir terbagi atas sembilan
kaidah.
B. Saran
Demikianlah pemaparan kami mengenai materi diatas,
mengingat keterbatasan yang penyusun miliki, masih banyak hal-hal
yang menarik yang belum kami paparkan dalam makalah ini. Untuk
itu kami berharap agar pembaca dapat mengulik dan mencari informasi
lebih mengenai materi ini, baik berupa buku ataupun sumber yang lain.
Dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Atabik and Ahmad Zuhdi Muhdlor, "Kamus Kontemporer Arab-


Indonesia" Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1998.
Aqsho, Muhammad , “Kaidah-Kaidah Tentang Penafsiran Alquran,” Jurnal
Warta Edisi 49, 2016.
Harun, Salman, "Kaidah-Kaidah Tafsir" Jakarta: QAF, 2020.
Munawwir, “Ahmad Warson, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia,"
Surabaya: Penerbit Pustaka Progresif, 1997.
Muslihin, “Kaidah Dhamir dalam Al-Qur’an,” diakses dari
https://www.referensimakalah.com/2012/08/kaidah-dhamir-dalam-al-
quran.html?m=1, pada tanggal 4 November 2020.

16

Anda mungkin juga menyukai