Anda di halaman 1dari 16

KESETARAAN SOSIAL DALAM AL-QURAN MENURUT WAHBAH AZ-ZUHAILI

(Studi Penafsiran Ayat-ayat Sosial dan Kesatuan Manusia dalam karyanya Tafsir Al-
Wasith)

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama pada jurusan Ilmu
Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung

JURUSAN ILMU AL- QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kesetaraan (equality) adalah sebuah istilah yang lahir sebagai sebuah perlawanan
terhadap isu diskriminasi sosial dalam kehidupan masyarakat. Konsep ini memang
dibangun untuk meruntuhkan penindasan, namun kenyataannya kesetaraan dengan fitrah
manusia yang pada hakikatnya adalah berbeda. Kesetaraan dalam perjalanan sejarah juga
pernah menjadi paham tertentu (Isme=egalitarianism) sebuah istilah yang lahir di Perancis
yang mengusung ide bahwa munusia memiliki hak yang sama. 1 Penyebab munculnya
faham kesetaraan tersebut akibat adanya konflik didominasi kelas terhadap kelas lainnya.
Menurut Ignas Kladen dan Loekman Soetrisno mengatakan bahwa “konflik yang terjadi
baru akan benar-benar terjadi ketika suatu dominasi suatu suku atas suku yang lain”.
Dominasi ini pada akhirnya melahirkan asumsi superioritas golongan dan saat itulah terjadi
Strata Sosial.2
Stratifikasi sosial adalah Pembedaan anggota masyarakat berdasarkan status yang
dimilikinya. Berdasarkan status yang diperoleh dewasa ini anggota masyarakat dibedakan
berdasarkan usia, jenis kelamin, hubungan kekerabatan dan keanggotaan dalam kelompok
tertentu seperti kasta dan kelas. Tidak menutup kemungkinan banyak stratifikasi sosial
yang di dasarkan pada berbagai macam seperti halnya agama, ras, ekonomi, pekerjaan, dan
lain-lain.3
Alquran sebagai wahyu ilahi telah melakukan perannya berupa kritik sosial saat itu dan
karena Alquran merupakan kitab terakhir, itu artinya semboyan sālih li kulli zamān wa
makān juga akan tetap relevan melakukan perannya berupa kritik sosial pada kehidupan
saat ini dan sampai dunia kelak. Dari sini, tentu saja Alquran mengasumsikan bahwa
terdapat respons atau bahkan solusi yang diberikan Alquran atas permasalahan kelas sosial
dan diskriminasi.

1
William outhwaite, Kamus Lengkap Pemikiran Sosial Modern (terj.) Tri Wibowo (Jakarta: Putra Grafika,
2008), 274.
2
Agus Salim, Statifikasi Etnik (Semarang: Tiara Wacana, 2006), .2.
3
Ali Nurdin, Quranic Society Menelurusuri Konsep Masyrakat ideal dalam Al-Qur’an, (Jakarta, 2006), 36.

2
Berkenaan dengan konsep kesetaraan merupakan kesejajaran harkat dan martabat,
serta menegakkan keadilan dan kesejahteraan hidup manusia, tanpa melihat perbedaan
kedudukan status sosial masyarakat dilihat dari berbagai sudut seperti tingkat ekonomi,
maupun perbedaan ras dan suku. Kesetaraan menolak prilaku diskriminasi dengan
menegakkan kesejajaran, keadilan, dan diposisi kaum yang moderat. Kesetaran tidaklah
menolak fitrah bahwa manusia diciptakan dengan keunikan masing-masing setiap individu.
Kesetaraan memiliki nilai ideal moral berupa konsep keadilan, keseimbangan dan sikap
moderat yang kesemuanya berkaitan dengan nilai-nilai (humanisme) kemanusiaan.
Kesetaraan dan keadilan merupakan dua aspek yang absolut yang tidak dapat dipisahkan.
Menurut Wahbah Az-Zuhaili manhaj (metode) tafsir adalah permulaan yang paling
penting untuk memahami pesan Alquran secara metodis sebelum memasuki bahasan ayat.
Wahbah Az-Zuhaili pada setiap awal surat selalu mendahulukan penjelasan tentang
keutamaan dan kandungan surah tersebut, dan sejumlah tema yang terkait dengannya
secara garis besar. Alquran dengan isinya yang simple serta kandungannya, oleh karenanya
pasca Rasul wafat muncul beberapa model penafsiran seorang mufassir yang lazim
melatarbelakangi keilmuan yang dikuasainya, walaupun ada sebagian mufassir yang
menulis tafsir dari latar belakang yang berbeda dari basik keilmuan yang dimilikinya.
Wahbah Az-Zuhaili merupakan seorang tokoh ulama fiqh pada abad ke-20 yang terkenal di
Syria. Namanya sebaris dengan tokoh-tokoh Tafsir dan Fuqaha yang telah berjasa di dunia
keilmuan Islam pada abad ke-20.

Sebagian besar tafsir pada masa kontemporer diwarnai dengan latar belakang keilmuan
mufassir, Wahbah Az-Zuhaili menafsirkannya Alquran dengan caranya sendiri yang
sedikit berbeda dari penafsiran lain dalam hal metode, sumber dan corak tafsir.
Tafsir Al-Wasith ini bersandar pada prinsip-prinsip sumber penafsiran tafsir bil-ma’tsur
dan tafsir bil’ra’yi dan juga menjelaskan kandungan ayatnya secara rinci dan menyeluruh
serta bahasanya mudah dipahami oleh orang awam. Tafsir Al-Wasith ini berpegang pada
pedoman teori Asbabun Nuzulnya menafsirkan ayat secara shahih dan terpercaya dengan
inti penafsirannya yang merujuk pada kitab-kitab tafsir dari berbagai manhaj (metode). 4

4
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Wasith Jilid I (Jakarta: Gema Insani, 2012),2.

3
Mengingat kemampuan dan tingkat keilmuan masyarakat yang berbeda-beda, maka
Allah SWT telah memberikan kemudahan kepada beliau untuk menafsirkan Alquran
dengan tiga penafsiran yaitu Tafsir Al-Munir, Tafsir Al-Wasith, dan Tafsir Al-Wajiz,
sehingga setiap Individu bisa mengambil tingkatan yang sesuai dengan kemampuan dan
kecenderungannya. Tafsir al-Wasith bagi orang tingkatan pengetahuan yang menengah.
Istilahnya permasalahan sosial yang merujuk kepada suatu kondisi yang tidak diinginkan,
tidak adil, berbahaya, ofensif, dan dalam pengertian tertentu mengancam kehidupan
masyarakat. Studi pendekatan permasalahan sosial dapat dibagi menjadi dua kelompok
sosial, yakni pendekatan realistis dan obyektif serta konstruksi sosial.5

Tafsir Al-Wasith yang berdasarkan kajian lewat radio yang beliau sendiri merekam dan
disiarkan dengan radio di Damaskus. Kemudian di siarkan di Radio suara rakyat, pada
mulanya penyiar setiap pagi kecuali hari jum’at dengan durasi enam menit, dengan tema
“Kisah-kisah dalam Al-Qur’an.” Selanjutnya penyiar radio pada hari sabtu, Senin, dan
Rabu, juga Radio suara rakyat, pada program “Alquran dan kehidupan.” Setiap judul di
dalam tafsir al-Wasith ini rutin mengunjungi ruang dengar kaum Muslimin selama tujuh
tahun. Tafsir Al-wasith ini di dalamnya di tambahkan penafsiran beberapa ayat yang
terdapat pada Tafsir Al-Munir. Di dalamnya dijelaskan beberapa kata penting yang
dirasakan samar pengertiannya disertai isyarat tentang sebab turunnya ayat tersebut.

Metode Maudhu’i pada umumnya secara terperinci menyeluruh dalam setiap ayat atau
maknanya untuk kemudian melakukan penalaran (analisis) terhadap isi kandungan menurut
cara-cara tertentu, serta menghubungkan antara yang satu dan lainnya dengan kolerasi
yang bersifat komprehensif.6 Adapun yang dimaksud dengan Tafsir Tematik (Maudhu’i)
adalah salah satu model penafsiran yang diperkenalkan para ulama tafsir untuk
memberikan jawaban problem-problem baru dalam masyarakat melalui petunjuk-petunjuk
Alquran.
Kelas sosial merupakan sistem yang muncul di tengah kehidupan masyarakat yang
heterogen, manusia sebagai makhluk sosial, serta memiliki cara yang berbeda-beda dalam
memerankan fungsi kehidupan sosialnya. Adapun ayat-ayat tentang sosial dalam Alquran
yang terdapat dalam Tafsir Al-Wasith yaitu: Surah A’basa penjelasan intinya mengenai
5
Dadang Supardan. Pengantar Ilmu Sosial (Sebuah kajian Pendekatan Struktural 2008),143
6
Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, Tafakur (Kelompok Humaniora) 2007, 114

4
Nabi SAW. Mengerutkan wajahnya dan berpaling karena kedatangan kaum yang lemah
dan buta yaitu Abdullah bin Ummi Maktum, yang datang untuk bertanya pada beliau,
dengan mengatakan Ajarkanlah kepadaku. Namun Rasullullah SAW tidak ingin
memutuskan pembicaraan dengan para kaum musyrik, demi mengharapkan keimanan
mereka, sehingga beliau berpaling dari Abdullah. Maka turunlah Surah A’basa Kemudian
Allah SWT mengkritik Nabi SAW “Ini menjadi dalil kewajiban persamaan antara umat
manusia seluruhnya dalam memberikan peringatan, tidak ada perbedaan antara
bangSAWan dan rakyat jelata. Adapun ayat-ayat tentang kesetaraan martabat antara
pemimpin dengan rakyat QS. Al-Mā’idah(5): ayat 42. QS. An-Nisā’(4) ayat135, QS. Al-
Hujurāt (49) ayat 9.
Kehidupan masyarakat kota bahkan lebih dari itu, mereka mencari penghidupan lebih
sulit, sebab penuh dengan tekanan mental dan persaingan. Sebagian orang menganggap
bahwa kesuksesan seseorang dilihat dari status sosial dapat dilihat dari jenis pekerjaannya
dan jumlah penghasilannya. Siapa yang pekerjaannya lebih mapan dianggap sebagai orang
mulia dan bergengsi.
Dengan demikian dalam pembahasan yang lebih rinci penulis hanya akan memberikan
batasan pembahasan spesifik mengenai Penafsiran Wahbah Az-Zuhaili tentang Kesetaraan
Sosial dalam Tafsir Al-Wasith yang disinyalir terdapat konsep pengentasan problem yang
dibahas tersebut dengan rumusan masalah:

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan Latar Belakang di atas, maka judul tulisan ini ialah: Kesetaraan
Sosial dalam Alquran menurut Wahbah Az-Zuhaili (Studi Penafsiran Ayat-ayat Sosial dan
Kesatuan Manusia dalam Tafsir Al-Wasith).

Adapun rumusan masalah tulisan ini ialah:


1. Bagaimana sumber dan corak penafsiran Wahbah Az-Zuhaili dalam karyanya Tafsir
Al-Wasith.
2. Bagaimana penafsiran kesetaraan sosial Wahbah Az-Zuhaili dalam karyanya Tafsir
Al-Wasith.
C. Tujuan Penelitian

5
Berdasarkan pemaparan diatas Rumusan masalah yang telah dirumuskan, maka
tujuan peneliti adalah menganalisa Penafsiran Wahbah Az-Zuhaili terhadap ayat-ayat
kesetaraan sosial serta mendapatkan dari Tafsir Al-Wasith.

D. Kegunaan Penelitian
Penelitian diharapkan berguna untuk mengiringi pemikiran para peneliti menuju
wawasan yang lebih luas dengan khazanah penafsiran Islam seperti pembaharuan Tafsir
kontemporer yang dilakukan para mufassir, termasuk Wahbah Az-Zuhaili. Secara khusus,
penelitian ini memiliki dua kegunaan, diantaranya:
1. Kegunaan Para peneliti
Secara akademisi, para peneliti mampu menambahkan wawasan khazanah
intelektual Penafsiran Alquran kontemporer bagi disiplin ilmu Alquran dan Tafsir
untuk menunjukkan bahwa pemikiran mengenai metode Penafsiran telah
mengalami perkembangan secara signifikan. Seperti pemikiran Wahbah Az-
Zuhaili yang telah memberikan ilmunya kepada para orang awam yang sulit
memahami isi kandungan Alquran dengan dilengkapi Asbabun Nuzul ayat secara
terperinci dalam menafsirkan ayat yang dipahaminya.
2. Kegunaan Praktis
Secara Praktisi, penelitian dapat menjadikan rujukan referensi dalam
menambahkan khazanah keilmuan para peneliti khususnya mahasiswa pada
semester akhir serta menyalurkan fungsi ilmunya bagi masyarakat setempat.
Wahbah Az-Zuhaili menafsirkan Tafsir Al-Wasith secara deskriftif akan di bahas
pada skripsi ini.

E. Kerangka Berfikir
Ditinjau dari sudut pandang secara sosiologis, ketidakadilan dari berbagai aspek
kehidupan baik ketidakadilan ekonomi, ketidakadilan politik, ketidakadilan hukum dan
sebagainya bisa memicu menimbulkannya konflik sosial. Banyaknya konflik di masyarakat
semua itu akibat absennya ketidakadilan dalam ranah ruang publik, khususnya ketidakadilan
ekonomi. Begitu juga maraknya gerakan sparatisme dan terorisme dalam sebuah negara
karena terlalu timpangnya kondisi masyarakat, paling utamanya masyarakat kelas elit versus
kelas akar rumpun.

6
Konflik yang terjadi di masyarakat yaitu, konflik keluarga, daerah, suku, semuanya
terjadi diakibatkan karena ketidakseimbangan sosial ekonomi. Masing-masing merasa tidak
mendapatkan keadilan. Hanya dambaan semua orang yang ingin menciptakan perdamaian.
Kedamaian adalah sesuatu yang sangat diharapkan oleh semua orang. Pertanyaannya
bagaimana kita bisa menciptakan dan menjaga kedamaian? Semua ini solusinya
membutuhkan pendidikan, butuh langkah-langkah yang sangat tepat, langkah yang paling
penting yang harus di terapkan dimasyarakat adalah bagaimana membawa bangsa dalam
suasana keadilan dan penuh dengan kedamaian. Sejak dahulu bapak bangsa kita sang
Proklamator indonesia ini adalah menciptakan masyarakat yang adil dan makmur.

Kebencian dan kemarahan itulah yang menimbulkan masalah sosial ekonomi yang
kemudian menumbuhkan masalah keamanan. Jadi permasalahan yang terjadi efek krisis
yang disebabkan oleh ketidakadilan, ada yang menjadi kaya karena merampok uang milik
negara dan sebagian besarnya lagi, rakyat menganggur dan hidupnya menderita. Jadi
kesimpulannya jika kita ingin menjaga dan menumbuhkan kedamaian, hal ini sangat pokok
sekali adalah harus menjaga keadilan dan mampu menumbuhkan negara serta menciptakan
kemakmuran adil dan sentosa7.

Perubahan masyarakat tradisional ke arah modern dapat menimbulkan pergeseran peran


serta fungsi dan lembaga-lembaga lama kelembaga baru. Pergeseran ini dapat melahirkan
sejumlah teori lapisan sosial, ada yang menganggap sebagai suatu yang wajar, fungsional,
dan sebagainya. Tetapi sejatinya pelapisan mengacu kepada urutan atau tatanan yang
hierarkis seperti vs. rendah, unggul vs. biasa, superior vs. inferior, priayi vs. wong cilik,
kaum ningrat vs. rakyat jelata, santri vs. abangan, selalu mencakup dalam lapisan sosial.8

Kondisi yang di alami oleh masyarakat zaman kontemporer dengan kompleks dan
beragamnya perbedaan yang ada didalamnya, oleh karena itu masyarakat membutuhkan
sebuah tatanan baru. Banyaknya permasalahan yang dihadapi masyarakat dan membutuhkan
waktu tidak dalam jangka pendek, akan tetapi juga membutuhkan prinsip yang dapat
menjaga stabilitas jangka panjang yang lebih penting. Kedamaian (as-silm) sebuah istilah
yang dibangun K.H Abdurrahman Wahid dengan sapaan Gus-dur tidak dapat diraih oleh
7
Ensiklopedia Sains Islami et al., Yurisprudensi (Tangerang: PT. Kamil Pustaka, 2015), 216
8
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, Pemahaman fakta dan gejala permasalahan sosial
teori, Aplikasi, dan Pemecahan, (Jakarta; Prenada Media Group, 2011), 401-402

7
seseorang dengan cara membangun dirinya sendiri, namun kedamaian yang sejati hanya
akan bisa dirasakan dengan membangun kebahagiaan bersama.
Islam mengenai pengertian epistimologi adalah penyerahan diri, pasrah, patuh dan tunduk
kepada kehendak Allah SWT, maksudnya agama yang membawa keselamatan bagi
pemeluknya baik di kehidupan dunia ataupun akhirat. Dalam pandangan islam bahwa
perdamaian merupakan kunci pokok menjalin hubungan antar umat manusia, sedangkan
pertikaian adalah sumber kerusakan dan malapetaka yang berdampak pada kerusakan
hubungan sosial.
Hikmah perdamaian dalam ajaran Islam adalah menciptakan dinamika yang sehat dalam
menjalin hubungan, suatu keharmonisan, humanisme dalam interaksi sesama manusia,
begitu juga dalam menciptakan suasana kehidupan yang aman dan tentram. Adapun
kebutuhan dasar manusia, tidak bisa hidup tanpa adanya ketenangan dan ketentraman,
bahkan dalam lembaga pemerintahan sekalipun. Untuk berbuat baik dalam syariat Islam
juga mengutamakan sikap perdamainan. Sebagaimana Rasullullah memberikan pelajaran
kepada umat yang tercantum dalam kisah “Perdamaian Hudaibiyah” (as-sulhu al-
hudaibiyah), di mana Rasullullah memillih jalan damai dan bersikap penuh keadilan bagi
semua pihak dalam perjanjian tersebut.9
Nilai-nilai kesetaraan meliputi nilai keadilan dan jiwa moderat sebenarnya merupakan
hal yang diperlukan dalam membangun masyarakat multikultural yang bisa hidup harmonis
ditengah masyarakat dengan kenyataannya perbedaan. Dengan kondisi masyarakat saat ini
yang hidup heterogen akibat terbukanya sekat interaksi sosial dan transportasi, sikap
moderat dan anti fanatisme atau lebih (mengedepankan budaya satu tempat) menjadi hal
penting dalam pergaulan dengan kenyataan perbedaan yang dihadapi.

Pada beberapa masyarakat di dunia, terdapat kelas-kelas yang tepat sekali karena orang-
orang dari kelas tersebut memperoleh sejumlah hak dan kewajiban yang dilindungi oleh
hukum positif masyarakat yang bersangkutan. Warga masyarakat semacam itu sering kali
mempunyai kesadaran dan persepsi yang jelas tentang susunan lapisan dalam masyarakat.
Kedudukan (status) Sosial adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakat
sehubung dengan orang –orang lain, manusia memerlukan perlindungan dari rekan-
rekannya.
9
Ensiklopedia Sains Islami et al., Yurisprudensi (Tangerang: PT. Kamil Pustaka, 2015), 229.

8
Kita telah mengetahui bahwa sumber pedoman hidup manusia di dunia yang berisi setiap
solusi pada Firman Allah dalam Alquran. Dan mengetahui maksud dan maknanya Alquran
yang begitu luas para ulama-ulama Tafsir terdahulu telah merumuskan dan menciptakan
kitab Tafsir dengan berbagai macam pendekatan dan berbagai corak supaya dipahami oleh
masyarakat luas. Namun kenyataan, kebanyakan dari kitab-kitab tafsir klasik tidak terasa
dan mampu mengambil hikmah pesan dalam Alquran.

Sumber penafsiran Wahbah Az-Zuhaili yakni menggunakan Bil ma’tsur yaitu tafsir yang
merujuk pada penafsiran Alquran dengan Alquran, atau penafsiran Alquran dengan Hadis
melalui penuturan para sahabat. Metode ini merupakan tafsir tertinggi yang tidak dapat
diperbandingkan dengan sumber lain, karena menyaksikan disaat turunnya wahyu.
Penafsiran merekalah yang layak untuk dijadikan sumber, di samping mereka adalah orang
yang di didik oleh Rasullullah SAW. Sedangkan Tafsir bil Ra’yi adalah dengan ijtihad
(kebahassan menggunakan akal) yang didasarkan atas prinsip-prinsip yang benar,
menggunakan akal sehat dan persyaratan yang ketat wajib bagi seorang mufassir
memperhartikan secara teliti tentang subyek penafsiran kitab suci. Lebih-lebih penafsiran itu
tidak semata-mata terikat pada al-ra’yu (pikiran) atau al-hawa (keinginan) atau penafsiran
Alquran menurut keinginan diri sendiri (hawa nafsu), kesukaan dan kecenderungan-
kecenderungan yang lainnya. Al-Qurthubi mengatakan barangsiapa yang mengucapkan
sesuatu berdasarkan pikiran kesannya tentang Alquran atau memberikan isyarat-isyarat
dengan sengaja tentang prinsip dasar, ia patut dicap telah melakukan kesalahan dan
penyimpangan, serta kepribadian orang tersebut tidak dapat dipercaya.

Tafsir Al-Wasith ini juga mengedepankan pemikiran para mufassir yang shahih dan dapat
diterima di kalangan kaum muslimin, Wahbah Az-Zuhaili menggunakan sumber penafsiran
bil Ra’yi juga.

Macam-macam Tafsir bil ra’yi dibagi ke dalam dua kategori; tafsir yang terpuji
(mahmudah) dan tafsir yang tercela (mazdmumah).

1. Tafsir yang terpuji


Tafsir yang terpuji adalah tafsir Alquran yang didasarkan dari ijtihad yang
jauh dari kebodohan dan penyimpangan. Tafsir ini sesuai dengan peraturan

9
bahasa Arab. Karena tafsir ini tergantung kepada metodologi yang tepat dalam
memahami ayat-ayat Alquran. Barang siapa yang menafsirkan Alquran
berdasarkan pemikirannya, dengan memenuhi persyaratan dan bersandarkan
kepada makna-makna Alquran, penafsiran seperti ini dibolehkan dan dapat
diterima.
2. Tafsir Tercela
Tafsir tercela adalah tafsir Alquran tanpa dibarengi dengan pengetahuan yang
benar, yaitu tafsir yang didasarkan hanya keinginan seseorang dengan
mengabaikan peraturan dan persyaratan tata bahasa serta kaidah-kaidah
hukum Islam. Selanjutnya tafsir ini merupakan penjelasan kalamullah atas
dasar pikiran atau aliran yang sesat penuh dengan bid’ah atau inovasi yang
menyimpang.
Tanpa pemahaman secara mandalam tentang Alquran, maka besar kemungkinan bagi
seorang mufassir akan melakukan penyimpangan (distorsi)10 dan kesalahan interpretasi,
oleh sebab itu ilmu bahasa dapat membantu seseorang dalam memahami bahasa arab dan
juga memperluas tentang morfologi dan etimologi adalah yang paling penting bagi
seorang mufassir.
Dari perkembangan sejarah ilmu tafsir dan karya-karya seputar itu dapat disimpulkan
tiga bentuk tafsir tematik yang pernah dikenal oleh para ulama:
1) Dilakukan melalui penelusuran kosa kata dan derivasinya (musytaqqāt) pada ayat-
ayat Alquran, kemudian dianalisa sampai pada akhirnya dapat disimpulkan
makna-makna yang terkandung di dalamnya banyak kata Alquran seperti kata al-
ummah, al-jihād, as-sadaqah, dan lainnya digunakan secara berulang dalam
Alquran dengan makna yang berbeda-beda melalui upaya ini seorang mufassir
menghadirkan gaya/style Alquran dalam menggunakan kosa kata dan makna-
makna yang diinginkan.
2) Setiap surah memiliki tujuan pokok sendiri-sendiri. Para ulama tafsir masa lalu
belum memberikan perhartian khusus terhadap model ini, tetapi dalam karya
mereka ditemukan isyarat berupa penjelasan singkat tentang tema-tema pokok
sebuah surah yang dilakukan oleh ar-Rāzi dalam at-Tafsîr al-Kabîr dan al-Biqā’I

10
Thameem Ushama, Metodologi Tafsir Al-Qur’an (Kajian kritis, Objektif & Komprehensif) 2000: 17.

10
dalam Nazm ad-Durar.di kalangan ulama kontemporer, Sayyid Qutub termasuk
pakar tafsir yang selalu menjelaskan tujuan, karakter dan pokok kandungan surah-
surah Alquran sebelum mulai menafsirkan. Karyanya, Fi Zilāl al-Qur’ān,
merupakan contoh yang baik dari tafsir tematik model ini, terutama pada
pembuka setiap surah. Selain itu terdapat karya Syeikh Mahmud Syaltūt, Tafsir
al-Qur’ān al-Kārim (10 juz pertama), ‘Abdullāh Dirāz dalam an-Naba’ al-‘Azim.11
3) Menghimpun ayat-ayat yang terkait dengan tema atau topik tertentu dan
menganalisanya secara mendalam sampai pada akhirnya dapat disimpulkan
pandangan atau wawasan Alquran menyangkut tema tersebut. Model ini adalah
yang populer, dan jika disebut tafsir tematik yang sering terbayang adalah model
ini, Dahulu bentuknya masih sederhana, yaitu dengan menghimpun ayat-ayat
misalnya tentang hukum, sumpah-sumpah (aqsām), perumpamaan (amsāl), dan
sebagainya.
Dengan demikian, kerangka berfikir telah di paparkan, semoga ini dapat membantu
para akademis atau para mahasiswa khususnya tingkat akhir dapat menganalisis penafsiran
Wahbah Az-Zuhaili terhadap permasalahan kesetaraan sosial dalam Alquran Tafsir al-
Wasith (Studi Penafsiran Wahbah Az-Zuhaili).

F. Tinjauan Pustaka
Penulis menyadari bahwa kajian pemaparan mengenai tokoh mufassir Prof. Dr.Wahbah
Az-Zuhaili ini dalam sebuah pemikiran dan metode penafsiran, sebelumnya sudah ada
beberapa peneliti yang telah melakukan penelitian mengenai hal tersebut. Secara spesifik
penulis menemukan sebuah skripsi yang secara dalam mengkaji mengenai tokoh penafsiran
Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili terutama mengenai pemikiran mufassir tersebut:

1) Judul Skripsi yang berjudul “Penafsiran Ayat-ayat tentang Sifat Dasar Manusia
Menurut Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Wasith. Diterbitkan di Bandung:
UIN Sunan Gunung Djati Bandung, tahun 2015. Yang di dalamnya menjelaskan
mengenai apa dan bagaimana Sifat Manusia dalam Tafsir Al-Wasith.

11
Dikutip dari ‘Abdul Hayy al-Farmawi, al-Bidāyah fi Tafsir al-Maudū’I, (Kairo: Maktabah Jumhūriyyah
Misr, 1997) 66.

11
2) Skripsi Karya Kiki Nurmah Marliana, Mahasiswi UIN Sunan Gunung Djati
Bandung, NIM: 1121030062, Jurusan Tafsir Hadits. Dengan judul Penafsiran
Wahbah Az-Zuhaili Tentang ayat-ayat yang berkaitan dengan ruang gerak
perempuan (Studi dalam Tafsir Al-Munîr). Di dalamnya menjelaskan mengenai
Penafsiran Al-Qur’an Wahbah az-Zuhaili seorang mufassir yang terkemuka di
Syiria.
3) Skripsi karya Dewi Meilani seorang mahasiswa Jurusan Tafsir Hadist, Fakultas
Ushuluddin di UIN Sunan Gunung Djati Bandung Tahun 2016 dengan Judul Hak
anak Dalam Perspektif dalam Tafsir Al-Munir (Penafsiran karya Wahbah az-
Zuhaili). Dalam Skripsi ini di paparkan mengenai hak anak dalam keluarga dan
juga penjelasan mengenai Tokoh mufassir Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili. Akan
tetapi tidak samapai pada ranah komparatif dalam penafsirannnya.
4) Skripsi karya Andrian Ahmad Sidiq seorang Mahasiswa Jurusan Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir. Fakultas Ushuluddin di UIN Sunan Gunung Djati Bandung Tahun
2017 dengan Judul Skripsinya Penafsiran Wahbah az-Zuhaili Tentang Akhlak
Mengurus Orang Tua Dalam Tafsir Al-Munir.
5) Skripsi Karya Afina Syahida, seorang mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati
Bandung, NIM 1131040006, Jurusan TaSAWuf Psikoterafi. Dengan Judul
Hubungan Kegiatan Keagamaan Dengan Perilaku Sosial (Studi Perbandingan
antara Santri Asrama dan Santri Non Asrama Kelas VIII Mts Persis 84
Ciganitri). Didalamnya menjelaskan Perilaku sosial dan juga faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku sosial.
6) Skripsi Karya Ikhwan Al-Fariq seorang Mahasiswa UIN SGD, NIM 1211103028,
Jurusan Tafsir Hadits tahun 2015 dengan judul Bentuk-bentuk kesalehan Sosial
dalam Al-Qur’an Menurut Tafsir Al-Manar karya Muhammad Abduh dan M.
Rasyid Ridha. Didalamnya menjelaskan tentang Kesalehan sosial dalam Al-
Qur’an.

Dari Tinjauan Pustaka di atas, yang bersumber dari Skripsi, dan dapat
disimpulkan bahwa kajian penulis tidak menyentuh apa pun yang telah menjadi kajian
sebelumnya, pembaharuan penulis terletak pada implementasi para mufassir terkemuka
Wahbah Az-Zuhaili yang menifestasikan pada kesetaraan sosial dan persamaan nasihat

12
dalam Tafsir Al-Wasith, dijelaskan dengan sumber penafsiran beliau bil Ma’tsur dan
bil’Rayi sedangkan dalam metode penafsirannya menggunakan metode maudu’i
tematik, dan juga corak penafsirannya Adabi Ijtima’i, Sehingga para penulis berfikir dan
mengkaji untuk menginplementasikan ide penafsiran itu terhadap ranah sosial untuk
menjawab problem yang dihadapi manusia pada zaman masa kini.

G. Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan. Metode yang digunakan oleh peneliti
adalah:

1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang akan digunakan para penulis adalah Metode kualitatif.
Metode kualitatif merupakan metode yang digunakan untuk meneliti suatu
objek karya ilmiah dengan cara mengumpulkan data yang bersifat gabungan
yang menghasilkan penelitian yang mengenai acuan dengan penekanan makna
dari pada Generalisasi. Dan juga hasil penelitian kualitatif tidak didapatkan
melalui prosedur secara statistik atau bentuk hitungan yang lainnya.12
2. Sumber Data
Sumber data dari penulisan terbagi ke dalam dua pembagian, yakni data
primer dan data sekunder. Adapun data primer dan sekunder dalam penelitian
di sini akan dipaparkan sebagai berikut:
a. Data Primer
Data primer berupa karya Wahbah Az-Zuhaili yang berjudul Tafsir
Al-Wasith menjelaskan bagi orang dengan tingkat masyarakat
pengetahuan menengah, dengan sebanyak 3 jilid, Tafsir Al-Munir yang
mencakup aqidah, syariat, dan manhaj terdiri dari 16 jilid diperuntukan
bagi para pakar.
b. Data Sekunder
Data sekunder berupa karya orang lain yang meneliti atau
membahas Tafsir Al-Qur’an Tematik karangan Lahjah Pentashihan

12
Anslem Stauss & Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif terj. Basic of Qualitative Grounded
Theory Procedures and Tecpen. Muhammad Shidiq & Imam Muttaqin, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), .4.

13
Mushaf Al-Qur’an, Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI,
Tafsir Al-Qur’anul Majid (Tafsir An-nuur) karangan Teungku
Muhammad Hasbi ash-Shidieqy, Asbabun Nuzul (Studi Pendalaman
Al-Qur’an) karya A.Mudjab Mahali, Al-Qur’an dan Tafsirnya karya
Kementrian Agama RI, Tafsir fi zhilalil Qur’an karya Sayyid Quthb,
Kaidah Tafsir karya Quraish Shihab, Metodologi Tafsir Al-Qur’an
(kajian Kritis, Objektif & Komprehensif) Karya Dr. Thameem
Ushama. Tafsir Tarbawi (Mengungkapkan pesan al-Qur’an Tentang
Pendidikan) Karya Dr. Ahmad Munir, MA Pengantar Sosiologi
(Pemahaman Fakta dan gejala Permaslahan sosial Teori, Aplikasi,
dan Pemecahan), Karangan Elly M. Setiadi dan Usman Kolip,
Psikologi Sosial (Social Psychology) karya David G. Myers
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan Data yang digunakan adalah Studi Kepustakaan
(Library Research), yaitu teknik penelitian dengan cara menelusuri literatur
yang sudah ada serta melakukan penelaah terhadap literatur tersebut secara
teliti dan tekun. Hal ini bertujuan untuk menggali teori-teori yang telah
berkembang dalam bidang keilmuannya. Kemudian mencari metode-metode
serta teknik penelitian, baik dalam pengumpulan data atau dalam menganalisis
data.13
4. Analisis data
Analisis data adalah proses pengelompokan data untuk membuat suatu
urutan atau ketegorisasi. Dan-data tersebut disederhanakan sehinnga mudah
dipahami oleh orang awam. Adapun analisi data dalam penelitian ini meliputi
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan data-kata karya seorang tokoh Wahbah Az-Zuhaili terkait
pembahasan penulis
b. Mengidentifikasi setiap karya Wahbah Az-Zuhaili yang berhubungan
dengan pembahasan para penulis

13
Muhammad Nazir, Metode Penelitian, 79

14
c. Mengidentifikasi ayat-ayat yang ditafsirkan oleh Wahbah Az-Zuhaaili
yang berhubungan dengan tema Pembahasan Penulis
d. Menganalisis Penafsiran Wahbah Az-Zuhaili terkait pembahsan Dalam hal
ini, penulis akan menggunakan pendekatan sosial historis. Dengan
Pendekatan sosial penulis mengetahui karakter manusia, situasi dan
kondisi kemasyarakatan ketika itu sehingga berpengaruh terhadap
kehidupan sosial. Dan dengan pendekatan historis, penulis mengetahui
perkembangan problema sosial seperti persamaan derajat antara kaum si
kaya dan si miskin dalam memperlakukannya dan bagaimana problema itu
dapat terjadi serta dapat memberikan solusi dengan penafsiran Wahbah
Az-Zuhaili.
e. Menyimpulkan hasil analisis penulis dengan pendekatan pustaka yang
terkait penafsiran Wahbah Az-zuhaili tentang sosial kemasyarakatan.

H. Sistematika Penulisan
Dalam rangka merealisasikan pembahasan riset ini, maka sistematika penelitian ini akan
disusun sebagai berikut:
BAB I berisi Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah
akademik, telaah pustaka (Library reseach), metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Hal itu dimaksudkan untuk memberikan arah dan tujuan supaya peneliti konsisten,
sistematis dan sesuai dengan perencanaan riset.
BAB II berisi teori dasar dan menjelaskan nilai ideal moral suatu bangsa dalam mencapai
kesatuan umat manusia serta menjadikan pribadi muslim yang bertanggung jawab
BAB III berisi topik biografi mufassir Wahbah Az-Zuhaili dan karyanya Tafsir Al-
Wasith
BAB IV membahas penafsiran ayat-ayat tentang kesetaran sosial yaitu Surah Abasa ayat
1-10, Surah An-nisa ayat 135, Surah Al-Maidah ayat 42, Surah Al-Hujurat ayat 13.
BAB V merupakan penutup yang berisi kesimpulan sebagai jawaban singkat atas
keseluruhan bab yang sebelumnya telah dibahas. Kemudian dilanjut dengan kritik dan
sarannya dalam penyusunan skripsi ini agar para penulis termotivasi menjadi lebih baik dari
sebelumnya.

15
16

Anda mungkin juga menyukai