Anda di halaman 1dari 12

TELAAH MATAN DALAM BENTUK JAWAMI’ AL KALIM

Mata Kuliah:
Ulumul Hadis B
Dosen Pengampu:
Dr. Dzikri Nirwana, M.Ag

Disusun oleh:

Ahmad Munir Al-Mubarak 180103020314

Ahmad Saukani 180103020229

Muhammad Ridha Salam 180103020108

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA

ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

BANJARMASIN

2020

0
PENDAHULUAN

Sebagai sumber hukum utama dalam ajaran Islam yang selalu dijadikan
pedoman hidup oleh umatnya, Al-Qur’an dan hadis tidak dapat dipisahkan antara
satu sama lain. Jika al-Qur’an berisi ajaran-ajaran yang masih bersifat global atau
umum, maka hadis berfungsi untuk memberikan penjelasan, keterangan, serta
perincian terhadap hal-hal yang belum jelas di dalam al-Qur’an. Didalam matan
hadis banyak kita jumpai macam-macam matan hadis yang salah satunya dalam
bentuk Jawami’ul Kalim yang akan kami bahas didalam makalah kami serta
bagaimana cara memahami konteks hadis yang ada didalam hadis yang terhimpun
dalam Jawami’ul Kalim.

1
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jawami’ Al-Kalim


Menurut Imam Bukhari, yang dimaksud dengan Jawami’ Al-Kalim adalah
“bahwa Allah mengumpulkan aneka persoalan yang tertulis didalam kitab-kitab
sebelumnya. Kemudian masalah yang banyak itu disatukan kedalam satu atau dua
perkara atau yang semisal dengan itu”. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah r.a yang mengatakan bahwa Rasulullah Bersabda:

‫بُ ِعثْتُ ِب َج َو ِام ِع ْال َك ِل ِم‬


artinya:
“Aku diutus dengan Membawa Jawami’ Al-Kalim”. (Mutafaq ‘alaih)
Maka dengan itu Allah telah mengistimewakan Nabi Muhammad SAW.
Dengan memberikan Jawami’ Al-Kalim. Jawami’ Al-kalim adalah kemampuan
untuk mengungkapkan berbagai macam perkara yang banyak didalam pernyataan
yang singkat.1
Az-Zuhri juga menjelaskan, bahwa Nabi Muhammad diberikan Jawami’
Al-Kalim itu berkenaan dengan apa yang disampaikan kepada kita bahwa Allah
menghimpun sekian banyak hal untuk beliau yang pernah ditulis di berbagai kitab
sebelumnya, yang kemudian Nabi Muhammad cukup menyimpulkan dalam satu
atau dua hal saja.2
Menurut Sayid Abdullah bin Husein bin Thohir r.a. sabda Rasulullah yang
artinya “Seorang mukmin adalah cermin bagi cermin lainnya” itu mengandung
Jawami’ul Kalim (kalimat yang singkat, tetapi sarat dengan makna). Artinya,
hadis Rasulullah dapat dipahami oleh seseorang sesuai dengan pemahaman dan
cahaya yang diberikan oleh Allah kepadanya, baik yang bersifat lahiriah maupun
batiniah.3 Hadis ini merupakan hadis yang ringkas dan indah sekali. Bahkan,
sebagian orang berkata, “tidak ada hadis yang lebih lengkap dari segi penjelasan

1
Ibrahim Mulaakhatir, Keagungan Nabi Muhammad Saw, (Jakarta: Gema Insani Press,
2002), Hal. 46.
2
Yahya bin Syaraf An-Nawawi, dkk, Syarah Hadis Arba’in, (Solo: Pustaka Arafah), Hal.
11.
3
Wawan Susetya, Cermin Hati, (Solo: Tiga Serangkai, 2006), hal. 1.

2
pokok dan cabang agama dibandingkan dengan hadis ini karena dalam hadis ini
Rasulullah SAW. Ibnu As-Sam’ani berkata, “siapa saja yang mengamalkannya, ia
mendapatkan pahala dan aman dari siksa, karena orang yang melaksanakan
kewajiban, menjauhi larangan, mengikuti batasan-batasan yang telah digariskan
dan tidak membahas hal-hal yang didiamkan telah menghimpun berbagai jenis
keutamaan dan menjalankan hak-hak agama.4
Kefasihan Nabi Muhammad dalam menyampaikan Hadis yang terdapat
dalam Jawami’ul Kalim (penghimpun kalimat-kalimat), yang bukan merupakan
bagian dari Al-Qur’an, tetapi termasuk sunnah (sabda-sabdanya), “Aku telah
diberi Jawami’ul Kalim,” merupakan Tahaddus binnikmah terhadap nikmat dan
kekhususan-kekhususanya. Namun, tidak diragukan lagi bahwa isi yang
dikandungnya dalam Jawami’ul Kalim berupa berita-berita gain dan lain
sebagainya merupakan mukjizat Nabi Muhammad SAW.5

B. Macam-macam Jawami’ Al-Kalim


Jawami’ul Kalim yang dikhususkan bagi Nabi Muhammad SAW. Ada dua:
Pertama, Jawami’ul Kalim yang terdapat didalam Al-Qur’an, seperti
firman Allah SWT, “sesungguhnya, Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan
berbuat kebajikan serta memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan”. (Q.S. An-Nahl ayat 90).
Kedua, Jawami’ul kalim yang terdapat dalam sabda Nabi Muhammad
SAW, yang kemudian dibukukan dalam berbagai kitab hadis. Dalam hal ini, para
ulama telah menghimpun kalimat-kalimat beliau yang menyeluruh itu. Lalu, Al-
Hafidz Abu Bakr bin As-Sunni menyusun sebuah kitab yang berjudul Al-Ijaz wa
Jawami’ Al-Kalim min As-Sunan Al-Ma’tsurah sedangkan Al-Qadhi Abu Abdillah
Al-Qadha’I mengarang kitab yang diberi judul Asy-Shihab fi Al-Hikam wa Al-
Adab. Hal yang sama juga dilakukan oleh para ulama yang lain, bahkan (mereka)
memberikan tambahan yang cukup banyak atas apa yang disebutkan sebelumnya.

4
Dr. Musthafa Dib Al-Bugha, Al-Wafi fi Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah, Terj.
Muzayin (Jakarta: Mizan, 2007), hal. 346.
5
Al-Imam Al-Hafidz Ahmad bin Muhammad Al-Qasthalani, Khushushiyyaatir Rasul,
Terj. Abdullah bin Abbas (Jakarta: Qultum Media, 2006), hal. 22.

3
Al-Khaththabi pada bagian awal kitabnya, Gharib Al-Hadis, mengisyaratkan
secara singkat mengenai hadist-hadist yang berisi Jawami’ul Kalim. 6

C. Contoh-Contoh Jawami’ Al-Kalim


1. Hadits tentang keharaman khamr

‫ أخربان‬،‫ حدثنا حيحي )وهو القطان( عن عبد هللا‬:‫ قاال‬,‫وحممد ابن حامت‬
ّ ّّ ‫املثن‬
ّ ‫حممد بن‬
ّ ‫ح ّدثنا‬
‫ و‬.‫ }كل مسكر مخر‬:‫انفع عن ابن عمر قال )وال أعلمه إال عن النيب صلى هللا عليه و سلم( قال‬

.‫كل مخر حرام‬


ّ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin al-Mutsanna dan Muhammad
bin Hatim, mereka berdua berkata: telah menceritakan kepada kami Yahya dari
‘Abdullah, telah mengabarkan kepada kami Nafi’ dari Ibnu ‘Umar, ia berkata:
Rasulullah bersabda: “Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr
adalah haram.”7
‘Umar bin Khatthab pernah berkhotbah di atas mimbar Rasulullah saw.
lalu ia berkata: “Sesungguhnya telah turun ayat tentang pengharaman khamr, dan
khamr berasal dari lima macam, (yaitu) anggur, kurma, hinthah, syair, madu, dan
khamr adalah apa yang menutup akal.”

Apa yang dijelaskan oleh ‘Umar adalah pengertian khamr secara istilah
(terminologi), bukan secara bahasa (etimologi). Ibnu Hajar berkata, “Karena
‘Umar bukan sedang berada dalam posisi menjelaskan definisi khamr menurut
bahasa, melainkan menjelaskan definisi khamr menurut hukum syar’i. Seakan-
akan beliau berkata, ‘Khamr yang diharamkan dalam syari’at adalah apa yang
menutup akal.” Dari segi bahasa, khamr seringkali diartikan sebagai sesuatu yang
memabukkan yang khusus berasal dari anggur. Namun, yang menjadi patokan di

6
Yahya bin Syaraf An-Nawawi, dkk, Syarah Hadis Arba’in, Hal. 11-12
7
Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim, (tk: Dar Thayyibah, 2006), hal. 965.

4
sini ialah definisi khamr menurut hukum syar’i, sehingga sesuatu yang
memabukkan yang berasal dari selain anggur juga dinamakan khamr. 8
2. Hadits tentang perang itu siasat

‫أخربان‬: ‫ أخربان عبد هللا بن املبارك‬: ‫حممد بن عبد الرمحن ابن سهم‬
ّ ‫ حدثنا‬،‫ عن مهام بن منبه‬،‫معمر‬
}‫ {احلرب خدعة‬: ‫عن أيب هريرة قال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم‬

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdurrahman bin Sahm, telah
mengabarkan kepada kami Abdullah bin al-Mubarak, telah mengabarkan kepada
kami Ma’mar, dari Hammam bin Munabbih, dari Abu Hurairah, ia berkata:
Rasulullah bersabda: “perang itu siasat.” 9
‘Ulama sepakat membolehkan menerapkan siasat atau strategi dalam perang atas
orang-orang kafir. Pemahaman terhadap petunjuk hadits tersebut sejalan dengan
teksnya, bahwa setiap perang pastilah memakai siasat. Ketentuan yang demikian
berlaku secara universal, tidak terikat oleh tempat dan waktu. Perang tanpa siasat
sama dengan menyatakan takluk pada lawan tanpa syarat. 10

D. Telaah Matan dalam Bentuk Jawami’ Al-Kalim

Dalam membahas suatu hadis, terdapat 2 pendekatan, yaitu pendekatan


tekstual dan pendekatan kontekstual. Pendekatan tekstual adalah pendekatan yang
paling awal digunakan dalam memahami hadits-hadits Nabi. Sebab, untuk
memahami suatu teks, terlebih dahulu mencoba menangkap makna asalnya,
makna yang populer dan mudah ditangkap. Jika tidak dapat dipahami, baru
kemudian digunakan pendekatan lainnya. Kata teks bermakna “kata-kata asli dari
pengarang” atau “sesuatu yang tertulis”. Kata tekstual adalah kata sifat yang

8
Firanda Andirja, Lc., MA., Bahaya Minuman Memabukkan (Khomr)(3),
https://muslim.or.id/597-bahayaminuman-memabukkan-khomr-3.html, diakses pada tgl 7 April
2020 pukul 20.45 Wita.
9
Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim, hal. 831.
10
Karaengmattawang, Pemahaman Hadis Dilihat Dari Segi Bentuknya,
https://www.google.com/amp/s/karaengmattawang.wordpress.com/2011/06/12/pemahaman-
hadis-dilihat-dari-segibentuknya/amp/, diakses pada tgl 7 April 2020 pukul 20.45 Wita.

5
bermakna sifat teks atau bertumpu pada teks. Dari sini, maka secara istilah
pendekatan tekstual berkaitan dengan pemahaman hadits adalah memahami
makna dan maskud yang terkandung dalam hadits-hadits Nabi dengan cara
bertumpu pada analisis teks.
Dari pengetian di atas, maka yang menjadi pusat perhatian dalam
pendekatan ini adalah makna-makna kata dan struktur gramatika teks. Teks
menjadi bagian yang paling sentral sehingga konteks cenderung terabaikan. 11
Sedangkan kontekstual berarti sesuatu yang berkaitan dengan atau
bergantung pada konteks. Pemahaman kontekstual adalah pemahaman yang
didasarkan bukan hanya pada pendekatan kebahasaan, tetapi juga teks dipahami
melalui situasi dan kondisi ketika teks itu muncul. Dengan demikian, kontekstual
adalah upaya untuk melihat hubungan dalam kalimat yang terdapat dalam suatu
naskah atau matan, karena hubungan kata-kata seringkali penting untuk
memahami apa yang telah dikatakan. Jadi, pemahaman hadits secaea kontekstual
adalah memahami hadits dengan melihat sisi-sisi konteks yang berhubungan
dengan hadits.12
Pendekatan kontekstual, menurut Kamaruddin Hidayat. 13, seorang
penafsir memposisikan sebuah teks ke dalam sebuah jaringan wacana, hal itu
diibaratkan sebuah gunung es, teks adalah fenomena kecil dari puncak gunung
yang tampak di permukaan. Oleh karena itu, tanpa mengetahui latar belakang
sosial budaya dari mana dan dalam situasi apa sebuah teks muncul, maka sulit
menangkap makna pesan dari sebuah teks. 14

11
Muhammad Kudhori, Perlunya Memahami Hadis Secara Tekstual dan Kontekstual
untuk Mendapatkan Pemahaman yang Moderat ‘ala Madhhab Ahlisunnah wal Jama’ah. (Makalah
dipresentasikan pada acara The 3rd Annual Malang International Peace Conference, Malang,
2017), hal. 2-3.
12
Muhammad Kudhori, Perlunya Memahami Hadis Secara Tekstual dan Kontekstual
untuk Mendapatkan Pemahaman yang Moderat ‘ala Madhhab Ahlisunnah wal Jama’ah, Malang,
2017, hal. 3.
13
Dikutip dari bukunya berjudul Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik
(Jakarta: Paramadina, 1996) hal. 214. 17, Liliek Channa Aw, Memahami Makna Hadits Secara
Tekstual dan Kontekstual, dalam Jurnal Ulumuna, Vol XV, No. 2, Desember 2011, hal. 396.
14
Muhammad Kudhori, Perlunya Memahami Hadis Secara Tekstual dan Kontekstual
untuk Mendapatkan Pemahaman yang Moderat ‘ala Madhhab Ahlisunnah wal Jama’ah, hal. 4-15.
Seorang doktor dalam bidang hadits. Ia bahkan pernah menempati urutan 78 dari 101 tokoh Islam
Indonesia yang berpengaruh. Pada tahun 1994, ia dianugerahi gelar Professor (Guru Besar) dalam
bidang Hadis dan Ilmu Hadis.

6
Untuk memahami hadits, apakah lebih tepat dipahami secara tekstual
maupun kontekstual, maka diperlukan petunjuk dan kaidah-kaidah tertentu dalam
memahaminya. Menurut Yusuf al-Qaradawi, hadits Nabi saw. mempunyai tiga
karakteristik:
1. Komprehensif (manhaj syumuli), yaitu manhaj bahwa hadits Nabi mencakup
seluruh aspek kehidupan manusia dan dapat diterapkan di semua tempat dan
zaman.
2. Seimbang (manhaj mutawazin), yaitu manhaj bahwa Nabi mempertimbangkan
keseimbangan antara tubuh dan jiwa, akal dan qalbu, dunia dan akhirat, ideal dan
Memahami Makna Hadits Secara Tekstual dan Kontekstual
realitas, teori dan praktik, alam gaib dan kasat mata, kebebasan dan
tanggungjawab, kebutuhan invididu dan masyarakat, ittiba’ dan ibtida’ dan
seterusnya.
3. Memudahkan (manhaj muyassar), yaitu bahwa hadits Nabi bersifat
memudahkan dan tidak memberikan beban yang tidak semestinya. Menurut
Muhammad Syuhudi Ismail, ada beberapa hal yang perlu ditempuh dalam
memahami hadits:

a. Memahami hadits melalui analisis teks (tekstualis) Dalam memahami


hadits, langkah pertama yang ditempuh oleh Syuhudi Ismail ialah
melakukan analisis teks hadits dengan mengidentifikasi bentuk matan hadits
yang terdiri dari jami’al-kalim (ungkapan singkat padat makna), tamsil
(perumpamaan), bahasa simbolik (ramzi), bahasa percakapan (dialog),
ungkapan analogi (qiyasi), dan lain-lain.

b. Memahami hadits dengan memperimbangkan konteks hadits


(kontekstualis) Syuhudi melihat konteks hadits menjadi dua segi, yaitu:

1) Posisi dan fungsi Nabi Dalam hal ini, Nabi diidentifikasi perannya dalam
banyak fungsi, seperti sebagai Rasulullah, kepala negara, pemimpin masyarakat,
panglima perang, hakim, dan pribadi. Dengan mengidentifikasi posisi atau fungsi

7
Nabi saat suatu hadits muncul, dapat diketahui situasi dan kondisi pada saat itu.
Jika hadits muncul ketika kapasitas Nabi sebagai Rasulullah, maka ketetapan yang
ada dalam haditsnya berlaku universal dan wajib untuk diikuti. Jika selain itu
(sebagai manusia biasa, misalkan), maka ketetapan yang ada dalam haditsnya bisa
saja berlaku secara temporal ataupun lokal.

2) Situasi dan kondisi di mana suatu hadits muncul Hadits pada kemunculannya
melibatkan situasi dan kondisi yang mengitarinya, baik situasi dan kondisi itu
berlaku secara tetap maupun berubah-ubah.

a) Konteks situasi dan kondisi yang tetap

Situasi dan kondisi yang melatarbelakangi kemunculan hadits secara tetap


maksudnya adalah tidak ada hadits lain yang muncul dengan situasi dan kondisi
yang berbeda. Di sini, Syuhudi Ismail membaginya menjadi dua, yaitu hadits yang
mempunyai sebab spesifik-khusus, dan hadits yang mempunyai sebab yang
umum. Salah satu contoh hadits yang memiliki sebab khusus : Rasulullah saw.
bersabda, “Kalian lebih mengetahui urusan kalian.” Hadits di atas memiliki sebab
khusus berupa asbab al-wurud, yaitu pada peristiwa petani kurma yang sedang
mengawinkan pohon kurmanya, lalu Nabi lewat di hadapan petani tersebut.
Dengan melihat sebab khusus dari hadits tersebut, Syuhudi menyimpulkan
pemahaman kontekstual diperlukan untuk memahaminya. Sedangkan hadits yang
mempunyai sebab umum maksudnya ialah karena hadits tersebut muncul tidak
terikat oleh konteks situasi dan kondisi saat itu.
b) Situasi dan kondisi yang berubah Hadits yang muncul dalam situasi
dan kondisi yang berubah (tidak tetap) ini merupakan beberapa hadits yang
membahas satu problem yang sama, akan tetapi secara waktu munculnya berbeda,
juga kandungan hukum di dalamnya. 15
Dari uraian mengenai pemahaman tekstual-konteksual di atas, dan juga contoh-
contoh hadits Nabi yang termasuk dalam bentuk jawami’ al-kalim, maka hadits

15
Taufan Anggoro, Analisis Pemikiran Muhammad Syuhudi Ismail dalam Memahami
Hadis, dalam Jurnal Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis, Vol 3, No. 2, Maret 2019, hal. 96-100

8
dalam bentuk jawami’ al-kalim seringkali dipahami secara tekstual dan berlaku
secara universal, bukan secara kontekstual dan berlaku temporal.

PENUTUP

9
Nabi Muhammad SAW banyak sekali mempunyai keistimewaan yang
diberikan Allah SWT salah satunya adalah, jawami al-kalim, yaitu ungkapan
singkat akan tetapi penuh makna. Beberapa hadis isinya sangat singkat namun
penuh makna dan banyak mengandung pesan-pesan yang dapat di gunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Didalam jawami’ al-kalim memahaminya dapat
menggunakan tekstual karna dari segi makna atau artinya sudah dapat dipahami
meskipun masih universal.

Daftar pustaka

10
Mulaakhatir, Ibrahim, Keagungan Nabi Muhammad Saw, Jakarta: Gema Insani
Press, 2002.
An-Nawawi, Yahya bin Syaraf, dkk, Syarah Hadis Arba’in, Solo: Pustaka
Arafah.
Susetya, Wawan, Cermin Hati, Solo: Tiga Serangkai, 2006.
Dib Al-Bugha, Dr. Musthafa, Al-Wafi fi Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah, Terj.
Muzayin, Jakarta: Mizan, 2007.
Al-Qasthalani, Al-Imam Al-Hafidz Ahmad bin Muhammad, Khushushiyyaatir
Rasul, Terj. Abdullah bin Abbas, Jakarta: Qultum Media, 2006.
Hajjaj, Muslim bin, Shahih Muslim, tk: Dar Thayyibah, 2006.
Andirja,Firanda, Lc., MA., Bahaya Minuman Memabukkan (Khomr)(3),
https://muslim.or.id/597-bahayaminuman-memabukkan-khomr-3.html.
Karaengmattawang, Pemahaman Hadis Dilihat Dari Segi Bentuknya,
https://www.google.com/amp/s/karaengmattawang.wordpress.com/2011/0
6/12/pemahaman-hadis-dilihat-dari-segibentuknya/amp/.
Kudhori, Muhammad, Perlunya Memahami Hadis Secara Tekstual dan
Kontekstual untuk Mendapatkan Pemahaman yang Moderat ‘ala Madhhab
Ahlisunnah wal Jama’ah. Makalah dipresentasikan pada acara The 3rd
Annual Malang International Peace Conference, Malang, 2017.
Aw, Liliek Channa, Memahami Makna Hadits Secara Tekstual dan Kontekstual,
dalam Jurnal Ulumuna, Vol XV, No. 2, Desember 2011.
Anggoro, Taufan, Analisis Pemikiran Muhammad Syuhudi Ismail dalam
Memahami Hadis, dalam Jurnal Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis, Vol 3, No.
2, Maret 2019.

11

Anda mungkin juga menyukai