Anda di halaman 1dari 8

ILMU MUHKAM AL-HADIS

Mata Kuliah:
Ulumul Hadis B
Dosen Pengampu:

Disusun oleh:

Aida Harliyati 180103020010

Syifa Rahmawati 180103020128

Windy Aristina 180103020126

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA

ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

BANJARMASIN

2020
PENDAHULUAN

Hadis ada yang dapat diamalkan dan ada pula yang tidak, oleh karena itu
para muhaddis melakukan pengkajian terhadap hadi-hadis Nabi agar mendapat
titik terang. Dengan demikian muncul berbagai ilmu hadis, yang diantaranya ialah
ilmu muhkam al-hadis.

Secara umum, muhkam al-hadis merupakan hadis maqbul yang maknanya


tidak bertentangan dengan hadis lain yang serupa dengannya. Dari keseluruhan
hadis, hadis yang tidak bertentangan jumlahnya leih banyak dibandigkan hadis
yang bertentangan. Oleh karena itu, sangat penting mengetahui ilmu muhkam al-
hadis beserta perbandingannya dengan mukhtalif al-hadis.

1
PEMBAHASAN

A. Ilmu Muhkam Al-Hadis

Ilmu muhkam al-hadis termasuk bagian dari cabang ilmu hadis. Yang mana
untuk memahaminya perlu adanya pembahasan akan definisinya yang disertai
dengan contoh.

1. Definisi Ilmu Muhkam Al-Hadis

Ilmu berasal dari akar ‘ain-lam-mim yang diambil dari kata ‘allamah yang
berarti tanda, petunjuk maupun indikasi untuk mengetahui sesuatu. 1 Dengan
demikian, kata ‘ilm merupakan bentuk definitif dari kata ‘alima-ya’lamu-
‘ilman yang memiliki arti pengetahuan. 2

Al-muhkam secara bahasa berasal dari kata ‘ihkam’ yang berarti kekuatan,
kekokohan, kesempurnaan dan pencegahan. 3 Sedangkan secara istilah,
muhkam berarti hadis maqbul (hadis yang diterima) yang maknanya tidak
bertentangan dengan hadis lain yang semisal dengannya.4

Adapun al-hadis secara bahasa memiliki makna yang baru (jadid), yang
dekat-belum lama terjadi (gharib), dan sesuatu yang diucapkan seseorang lalu
disampakan kepada orang lain (khabar). 5 Sedangkan secara istilah, hadis
merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan Nabi Muhammad, baik itu
ucapan, perbuatan, keadaan serta perilaku beliau. 6

Dari pengertian-pengertian di atas, maka ilmu muhkam al-hadis adalah


ilmu hadis yang membahas tentang hadis-hadis yang tidak memiliki
pertentagan dengan lainnya yang serupa.

2. Contoh Hadis yang Termasuk dalam Muhkam al-Hadis

Untuk dapat memahami lebih jauh mengenai ilmu muhkam al-hadis, maka
diperlukan contoh hadisnya, yakni sebagai berikut:

ِ ‫ان ِع ْن َد‬
ِ ‫هللا َخي ُْرهُ ْم لِـج‬
‫َار ِه‬ ِ ‫ َو َخي ُْر ا ْل‬، ‫هللا َخي ُْرهُ ْم ِلصَاحِ ِب ِه‬
ِ ‫ـجي َْر‬ ِ ‫ب ِع ْن َد‬ ْ َ‫َخي ُْر اْأل‬
ِ ‫صحَا‬
1 Al-Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam: Membangun Kerangka Ontologi,
Epistimologi,dan Aksiologi Pendidikan, (Medan: Media Perintis, 2008), 43.
2
Al-Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam: Membangun Kerangka Ontologi,
Epistimologi,dan Aksiologi Pendidikan, 44.
3
Muhammad Abd al-Adzim al-Zarqani, Manahilul Irfan fi Ulumul Qur’an, (Beirut: Dar
Fikri, 1998), 270.
4
Abdurrahman bin Ibrahim al-Khamisiy, Mu’jam ‘Ulum al-Hadis an-Nabawiy, (Jeddah:
Darul Andalusi al-Khudhara, t.tt), 202-203.
5 Asep Herdi, Memahami Ilmu Hadis, (Bandung: Tafakur, 2014), 2.
6
Asep Herdi, Memahami Ilmu Hadis, 3.

2
“Sahabat yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik sikapnya
terhadap sahabatnya. Tetangga yang paling baik di sisi Allah adalah yang
paling baik sikapnya terhadap tetangganya” (HR. At Tirmidzi 1944, Abu
Daud 9/156, dinilai shahih oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 103)

Maka jelas sekali bahwa berbuat baik terhadap tetangga adalah akhlak
yang sangat mulia dan sangat ditekankan penerapannya, karena diperintahkan
oleh Allah dan Rasul-Nya.7

َ ‫اَّلل َوا ْل َي ْو ِم ْاْلخِ ِر فَ ْل ُيك ِْر ْم ج‬


‫َار ُه‬ ِ ‫َمنْ كَانَ ُيؤْ مِ ُن ِب ه‬
“Barangsiapa yan beriman kepada Allahdan hari akhir, hendaknya ia
muliakan tetangganya.” (HR. Bukhari 5589, Muslim 70)

Hak dan kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangatlah besar dan
mulia. Sampai-sampai sikap terhadap tetangga dijadikan sebagai indikasi
keimanan.8

ْ ‫ الهذ‬:َ‫هللا؟ قَال‬
‫ِي‬ ُ ‫ َو َمنْ َيا َر‬:َ‫ ِق ْيل‬. ‫هللا ََل ُيؤْ مِ ُن‬
ِ ‫س ْو َل‬ ِ ‫ َو‬، ‫هللا ََل ُيؤْ مِ ُن‬
ِ ‫ َو‬، ‫هللا ََل ُيؤْ مِ ُن‬ِ ‫َو‬
ُ ‫ََل َيأ ْ َم ُن ج‬
‫َار ُه َب َوا ِئقَ ُه‬

“Demi Allah! Tidak beriman, tidak beriman, tidak beriman. Sahabat


bertanya, ‘Siapa itu wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: ‘Orang yang
tetangganya tidak aman dari kejahatannya.” (HR. Bukhari 6016, Muslim 46)

Disamping anjuran, syariat Islam juga mengabakarkan kepada kita


ancaman terhadap orang yang enggan dan lalai dalam berbuat baik terhadap
tetangga. Bahkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menafikan
keimanan dari orang yang lisannya kerap menyakiti tetangga. 9

7 https://muslim.or.id/10417-akhlak-islami-dalam-bertetangga.html, diakses pada 31

Maret 2020 pukul 14.50


8
https://muslim.or.id/10417-akhlak-islami-dalam-bertetangga.html
9
https://muslim.or.id/10417-akhlak-islami-dalam-bertetangga.html

3
B. Perbedaan antara Ilmu Muhkam Al-Hadis dan Ilmu Mukhtalif al-Hadits

Untuk dapat membedakan antara ilmu muhkam al-hadis dan mukhtalif al-
hadis tentunya harus mengetahui terlebih dahulu makna keduanya. Oleh karena
itu, pembahasan akan definisi dari mukhtalif al-hadis juga perlu untuk dibahas dan
disertai contohnya.

1. Definisi Ilmu Mukhtalif al-Hadits

Secara bahasa mukhtalif berasal dari kata ikhtalafa yang berarti bersalahan
atau berbeda, dan lawan dari kata ittafaqa yang berarti bersepakat. Secara
istilah mukhtalif al-hadits adalah hadits-hadits yang diterima yang kontradiktif
dengan hadits sejenis lainya dan memungkinkan dilakukan kompromi antar
keduanya. Dengan kata lain, mukhtalif al-Hadits ialah hadist-maqbul yang
bertentangan dengan hadits sejenisnya. 10

2. Contoh Ilmu Mukhtalif al-Hadits

‫ب ا ْلفَأ ْ َل الصها ِل َح‬


ُّ ِ‫ َوأُح‬, َ‫ َوَلَ طِ يَ َرة‬,‫عد َْوى‬ ُّ ‫ قَا َل ال هن‬: ‫عَنْ أَبِ ْي ه َُري َْرةَ َقا َل‬
َ َ‫ َل‬: ‫بي‬
Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah bersabda: “Tidak ada penyakit
menular dan thiyarah (merasa sial dengan burung dan sejenisnya), dan
saya menyukai ucapan yang baik”. (HR. Bukhari 5093)11

Hal ini tentu kelihatannya bertentangan dengan kenyataan yang ada di


mana kita melihat banyak sekali wabah dan penyakit yang menular, wabah
ini bahkan bisa merenggut nyawa sekelompok orang dengan cepat. Seperti
hadis berikut:

‫علَى ُم ِصح‬ ُ ‫ قَا َل النه‬: ‫عَنْ أَ ِب ْي ه َُري َْرةَ قَا َل‬


َ ٌ‫ َلَ يُ ْو ِر ُد ُم ْم ِرض‬:‫بي‬
Dari Abu Hurairah, berkata: Rasulullah bersabda: “Janganlah sekali-
kali orang yangsakit mendatangi orang yang sehat.” (HR. Muslim)12

Dan adapula dalam hadis lain, yakni sebagai berikut:


10
Muhammad Abu Al-Lays Khayr ‘Abadi, Ulum Al-Hadits Ashuha Wa Mu’asiruha.
(Kuala Lumpur: IIU Press, 2005), 306.
11
Masykur Hakim, “Mukhtalif Al-Hadis dan Cara Penyelesaiannya Perspektif Ibn
Qutaybah”, Jurnal Ilmu Ushuluddin, Vol. 2, No. 3, Januari-Juni 2015, 205.
12
Masykur Hakim, “Mukhtalif Al-Hadis dan Cara Penyelesaiannya Perspektif Ibn
Qutaybah”, 206.

4
َ َ‫اركَ مِ نَ األ‬
‫س ِد‬ َ ‫ ف هِر مِ نَ ا ْل َمجْ ذُ ْو ِم ف َِر‬:‫ قَا َل النهب ُي‬: ‫عَنْ أَ ِب ْي ه َُري َْرةَ قَا َل‬
Dari Abu Hurairah, berkata: Rasulullah bersabda: “Larilah dari penyakit
kusta seperti engkau lari dari singa.” (HR. Bukhari)13

Maka kompromi hadits ini:maksud dari hadits pertama yang menafikan


penyakit menular adalah penyakit tersebut tidak menular dengan sendirinya, tetapi
menular dengan kehendak dan takdir Allah. Wabah yang dinafikan dari hadits
tersebut yaitu apa yang diyakini oleh masyarakat jahiliyah bahwa wabah itu
menular dengan sendirinya (tanpa kaitannya dengan takdir dan kekuasaan Allah).
Adapun pelaranan masuk terhadap suatu tempat yang terdapat tha’un (wabah
menular) karena itu merupakan perbuatan preventif (pencegahan).14

3. Yang Harus Dilakukan untuk Mendudukkan Dua Hadits Maqbul


yang Mukhtalaf

Para ulama menggunakan dua jalan:

1. Thariqah Al-Jami’, yaitu bila memungkinkan menggabungkan untuk


dikompromikan antara keduanya, maka keduanya dikompromikan dan
wajib di amalkan.

2. Thariqah At-Tarjih, yaitu bila tidak memungkinkan untuk dikompromikan


maka:

a. ) Jika diketahui salah satunya nasikh dan yang lain mansukh, maka
kita dahulukan yang nasikh lalu kita amalkan , dan kita tinggalkan
yang mansukh.

b. ) Jika tidak diketahui nasikh dan mansukhnya, maka kita cari mana
yang lebih kuat di antara keduanya lalu kita amalkan, dan kita
tinggalkan yang lemah.

c. ) Jika tidak memungkinkan untuk di tarjih, maka tidak boleh


diamalkan keduanya sampai jelas dalil yang lebih kuat. 15

13 Masykur Hakim, “Mukhtalif Al-Hadis dan Cara Penyelesaiannya Perspektif Ibn


Qutaybah”, 206.
14
https://muslim.or.id/14922-tidak-ada-wabah-penyakit-menular-dalam-pandangan-
islam.html, diakses pada 1 April 2020 pukul 11.00
15
Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta Timur: Pustaka Al-
Kautsar, 2015), 127

5
PENUTUP

Dari beberapa ilmu hadits yang kita ketahui salah satunya ialah ilmu Muhkam al-
Hadits yang telah dipaparkan di atas. Demikian makalah yang telah kami susun
dengan harapan bisa dijadikan kawan-kawan sebagai tambahan bahan bacaan
untuk belajar. Kami sebagai penyusun menyadari adanya kekurangan dalam
makalah ini. Karena keterbatasan referensi yang dapat kami cari dan keadaan kita
sekarang yang tidak memungkinkan untuk berduduk santai di perpustakaan untuk
menambah referensi dan kami pun masih dalam proses belajar. Kami selaku
penyaji memohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan. Kritik dan saran
dari kawan-kawan dan dosen pengampu sangat diharapkan untuk kami lebih baik
lagi.

6
DAFTAR PUSTAKA

‘Abadi, Muhammad Abu Al-Lays Khayr, Ulum Al-Hadits Ashuha Wa


Mu’asiruha. Kuala Lumpur: IIU Press, 2005

Hakim, Masykur, “Mukhtalif Al-Hadis dan Cara Penyelesaiannya Perspektif Ibn


Qutaybah”, Jurnal Ilmu Ushuluddin, Vol. 2, No. 3, Januari-Juni 2015

Herdi, Asep, Memahami Ilmu Hadis, Bandung: Tafakur, 2014

Al-Khamisiy, Abdurrahman bin Ibrahim, Mu’jam ‘Ulum al-Hadis an-Nabawiy,


Jeddah: Darul Andalusi al-Khudhara, t.tt

Al-Qaththan, Syaikh Manna’, Pengantar Studi Ilmu Hadits, Jakarta Timur:


Pustaka Al-Kautsar, 2015

Al-Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam: Membangun Kerangka Ontologi,


Epistimologi,dan Aksiologi Pendidikan, Medan: Media Perintis, 2008

Al-Zarqani, Muhammad Abd al-Adzim, Manahilul Irfan fi Ulumul Qur’an,


Beirut: Dar Fikri, 1998

https://muslim.or.id/10417-akhlak-islami-dalam-bertetangga.html

https://muslim.or.id/14922-tidak-ada-wabah-penyakit-menular-dalam-pandangan-
islam.html

Anda mungkin juga menyukai