Anda di halaman 1dari 9

PEMBAGIAN HADITS DARI SEGI KUALITAS

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Hadist Tematik BKI
Yang di ampu oleh :
Setyo Pranoto, M.Pd.

Disusun Oleh :
Arildalona Ilhamawan Tarnasta
NIM : 22109920001

UNIVERSITAS ISLAM BALITAR


FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
Juli 2023
A. Pembagian Hadits dari Segi Kualitas
Sebagiamana telah dikemukakan bahwa hadis muatawatir memberikan pengertian
yang yaqin bi alqath, artinya Nabi Muhammad benar-benar bersabda, berbuat atau
menyatakan taqrir (persetujuan) dihadapan para Sahabat berdasarkan sumber-sumber yang
banyak dan mustahil mereka sepakat berdusta kepada Nabi. Karena kebenarannya sumbernya
sungguh telah meyakinkan, maka dia harus diterima dan diamalkan tanpa perlu diteliti lagi,
baik terhadap sanadnya maupun matannya. Berbeda dengan hadits ahad yang hanya
memberikan faedah zhanni (dugaan yang kuat akan kebenarannya), mengharuskan kita untuk
mengadakan penyelidikan, baik terhadap matan maupun sanadnya, sehingga status hadis
tersebut menjadi jelas, apakah diterima sebagai hujjah atau ditolak.
Sehubungan dengan itu, para Ulama ahli hadis membagi hadis dilihat darisegi
kualitasnya, menjadi tiga bagian, yaitu hadis shahih, hadis hasan, dan hadis dhaif.
1. Hadits Shahih
Kata shahih ( ‫ح‬‫ ي‬‫ح‬‫ )الص‬dalam bahasa diartikan orang sehat antonim dari (
‫م‬‫ي‬‫ )الَس ق‬orang yang sakit, jadi maksudnya hadis shahih adalah hadis yang sehat dan
benar tidak terdapat penyakit dan cacat. Sedangkan secara istilah menurut Ulama hadis,
misalnya Ibn ash-Shalah yaitu:
‫ِ ة‬‫ُذ ْو ِذ َو اْلِع ل‬‫اِبِط َضْبًط ا َك اِم ًا َْع ن ِم ْثلِ ِ َو َخ َاِ َم ن الش‬َ‫ُ بِ ِْق ل اْلَعِْد ل اْلض‬56َُ
َُ‫د‬5‫َص َل س‬‫و َم ا ات‬
َُ
”Hadis yang muttashil (bersambung) sanadnya (sampai kepada Nabi), diriwayatkan oleh
orang adil dan dhobith (kuat daya ingatannya) sempurna dari sesamanya, selamat dari
kejanggalan (syadz) dan cacat („illat).
Dari defenisi di atas dapat dipahami bahwa syarat-syarat hadits shahih adalah:1)
sanadnya bersambung, 2) perawinya bersifat adil, 3) perawinya bersifat dhabith, 4)
matannya tidak syazdz, dan 5) matannya tidak mengandung „illat.
2. Hadits Hasan
Dari segi bahasa hasan berasal dari kata al-husnu ( ‫ن‬‫ح س‬‫ )ال‬bermakna al-
jamal (‫ ) َج َم ا ل‬yang artinya keindahan. Menurut istilah para Ulama memberikan definisi
hadis hasan secara beragam. Namun, yang lebih kuat sebagaimana yang dikemukakan
oleh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam an-Nukhbah yaitu:
 ِ‫ُذ ْو ِذ َو ْالِع ل‬‫ ِم َن الش‬‫ُ َو َخ ا‬8‫ َضْبط‬‫اّلِذ ي َقل‬
َ‫ُ بِ ِْق ل ْالَعِْد ل‬َُ‫د‬5‫َص َل س‬‫َُ و َم ا ات‬
“Hadis hasan adalah bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil, kurang sedikit
kedhobithannya, tidak ada keganjilan (syadz), dan tidak ada „illat.
Kriteria hadits hasan hampir sama dengan hadis shahih. Perbedaannya hanya
terletak pada sisi kedhabithannya. Hadis shahih kedhabithannya seluruh perawinya harus
zamm (sempurna), sedangkan dalam hadis hasan, kurang sedikit kedhabihtannya jika
dibanding dengan hadis shahih.
Hadis hasan terbagi menjadi dua macam, yaitu hasan lidzatih dan hasan
Lighayriy. Hasan lidzatih adalah hasan dengan sendirinya, karena memenuhi kriteria dan
persyaratan yang ditentukan. Sedangkan hasan lighayrih ada beberapa pendapat
diantaranya adalah:
ُ5 ِ‫ُ َأْو َأقْ َو ي م‬8‫ِع ُْي ف ِاَذ ا ُر َِو ي ِم ْن َطِر ٍْي ق ُأْخ َر ي ِم ثْ ل‬ُ‫َو َْْاِد ُْي ث الض‬
“adalah hadits dha‟if jika diriwayatkan melalui jalan (sanad) lain yang sama atau lebih
kuat”.
ُ َ‫اِو ي َأْو ِكْذ ب‬‫ُ َو لَْ م َيُك ْن َسَبُب َْض عفِ ِ ِفْسَق الر‬8‫َدْت ُطُر ق‬‫ِع ُْي ف ِاَذ ا تَ َعد‬ُ‫َو الض‬
“adalah hadits dha‟if jika berbilangan jalan sanadnya dan sebab kedha‟ifan bukan karena
fasik atau dustanya perawi”.
Dari dua definisi tersebut di atas dapat dipahami bahwa hadis dho‟if bisa naik
menjadi hasan lighayrih dengan dua syarat yaitu:
a. Harus ditemukan periwayatan sanad lain yang seimbang atau lebih kuat
b. Sebab kedho‟ifannya hadis tidak berat seperti dusta dan fasik, tetapi ringan seperti
hafalannya yang kurang atau terputus sanadnya atau tidak diketahui dengan jelas
(majhul) identitas perawinya.
Dari penjelasan hadis di atas, hadis hasan dapat dijadikan hujjah walaupun
kualitasnya di bawah hadis shahih. Semua Fuqaha, sebagian Muhadditsin dan Ushuliyyin
mengamalkannya kecuali sedikit dari kalangan orang yang sangat ketat dalam
mempersyaratkan penerimaan hadis (musyaddidin). Bahkan sebagian Muhaddisin yang
mempermudah dalam persyaratan shahih (mutasahhilin) memasukannya ke dalam hadis
shahih, seperti al-Hakim, Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah.
3. Hadits Dho‟if
Hadits dha‟if bagian dari hadits mardud. Dari segi bahasa dha‟if (‫ )الضعيف‬berarti
lemah lawan dari al-Qawi (‫ )القوي‬yang berarti kuat. Kelemahan hadis dha‟if ini karena
sanad dan matannya tidak memenuhi kriteria hadis kuat yang diterima sebagian hujjah.
Dalam pengertian hadits dha‟if secara istilah adalah :
 ِِ‫ُ َْْاَس ِن ِبَفْقِد َْش ٍر ط ِم ْن ُش ُرْو ط‬5‫َُ و َم اََْ ََْ َم ْع ِص ف‬
“Adalah hadis yang tidak menghimpun sifat hadis hasan sebab satu dari beberapa syarat
yang tidak terpenuhi”.
Atau definisi lain yang biasa diungkapkan oleh mayoritas Ulama:
‫ِح ِْي ح َو َْْاَِس ن‬‫ُ الص‬5‫َُ و َم اََْ ََْ َْم ع ِص ف‬
“Hadis yang tidak menghimpun sifat hadis shahih dan hasan”.
Kriteria hadis dha‟if adalah hadis yang tidak memenuhi sebagain atau semua
persyaratan hadis hasan dan shahih, misalnya sanadnya tidak bersambung (muttasshil),
Para perawinya tidak adil dan tidak dhabith, terjadi keganjilan baik dalam sanad atau
matan (syadz) dan terjadinya cacat yang tersembunyi („Illat) pada sanad atau matan.
Sedangkan hukum periwayatan hadis dho‟if tidak identik dengan hadis mawdhu (hadis
palsu), diantaranya terdapat kecacatan para perawinya yang tidak terlalu parah, seperti
daya hafalan yang kurang kuat tetapi adil dan jujur. Sedangkan apabila hadis mawdhu
perawinya seorang pendusta, maka para Ulama memperbolehkan meriwayatkan hadis
dha‟if dengan dua syarat yaitu:
a. Tidak berkaitan dengan aqidah seperti sifat-sifat Allah.
b. Tidak berkaitan dengan hukum syara‟ yang berkaitan dengan halal dan haram, tetapi
berkaitan dengan masalah mau‟izhah, targhib wa tarhib (hadis-hadis tentang ancaman
dan janji), kisah-kisah dan lain-lain.
4. Hadits Ma’mul Bih
Hadits Ma’mul Bih adalah hadits yang dapat diterima menjadi hujjah dan dapat
diamalkan. Yang termasuk katogori ini meliputi:
a. Hadits Muhkam
Muhkam menurut bahasa artinya yang dikokohkan atau yang diteguhkan.
Yaitu hadits-hadits yang tidak mempunyai saingan dengan hadits yang lain, yang
dapat mempengaruhi artinya. Dengan kata lain tidak ada hadits lain yang
melawannya. Dikatakan muhkam ialah karena dapat dipakai sebagai hukum
lantaran dapat diamalkan secara pasti, tanpa syubhat sedikit pun.
Kebanyakan hadits tergolong kepada jenis ini, sedangkan yang
bertentangan jumlahnya sedikit.
Contohnya:
‫الَلْيُث َقاَل َح َّد َثِني َسِع ْيُد اْلَم ْقَبِر ي َاِبي َش ِر ْيِح الَعَد ِو ي َقاَل َسِم ْعُت ُأْد َناي َو َاْبَصَر ِت َعْيَناي ِح ْيَن َتَك َّلُم‬
‫(الُبَخ اِر ي‬..…‫الَنِبي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َفُقْل َم ْن َك اَن ُيْؤ ِم ُن ِباِهلل َو اْلَيْو ِم اَأْلِخ َرِة َج اَر َهَز‬
“ telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf, menceritakan kepada
kami al-Laits, ia berkata , bercerita kepada Said al-maqburi,dari Abu Suraih al-
Adawi, ia berkata, saya mendengar dengan kedua telingaku dan melihat dengan
kedua mataku manakala Nabi S.A.W bercakap-capak beliau S.A.W bersabda:”
barang siapa percaya kepada allah dan hari ahir, hendaklah ia memulyakan
tetangganya”. (H.R bukhori)
b. Hadits Mukhtalaf
Mukhtalaf artinya adalah yang bertentangan atau yang berselisih.
Sedangkan secara istilah ialah hadits yang diterima namun pada zhahirnya
kelihatan bertentangan dengan hadits maqbul lainnya dalam maknanya, akan
tetapi memungkinkan untuk dikompromikan antara keduanya. Kedua buah
hadits yang berlawanan ini kalau bisa dikompromikan, diamalkan kedua-
kaduanya.
Untuk mendudukan hadits-hadits yang mukalaf ini para ulama’
mengunakan dua cara yaitu:
 Thariqotul jam’I, yaitu mengumpulkan hadits-hadits yang kelihatan
berlawanan yang kemudian didudukan satu-persatu sehingga semua hadits
tersebut dapat dipakai.
 Thariqotut tarjih, yaitu hadits-hadits yang dhahir kelihatan bertentangan
satu dengan yang lain kemudian dicari keterangan yang paling kuat.
Dalam menyikapi hadits atau riwayat yang muktalif para ulama’ selalu
memakai thariqatul jam’I lebih dahulu, karena dengan cara ini semua dalil dapat
dipakai. Setelah benar-benar tidak ada jalan untuk menjama’ baru mereka
menempuh cara thariqatut tajrih sebagai usaha terahir.
Contohnya:

‫َح َّد َثَنا َيْح َيي ْبُن َيْح َي َاْخ َبَر َنا َداُو ُد ْبِن َعْبُد الَّرْح َمِن َعَّعْن ُع َم ُر و ْبُن َج اِبر ْبُن َر ْيِد َأِبي الَشْع َثاء َعْن ِاْبِن‬
‫َعَّباس َأَّنُه َقاَل َتَز َّوَج َر ُسْو َل ِهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َم ْيُم ْو َنَة َو ُهَو ُم ْح ِرٌم (َم ْسِلم‬
“…. Dari Ibnu Abbas Bahwasannya Rasulullah telah menikahi maimunah, sedang
Beliau dalam ihram.(H.R Muslim)
……‫َعْن َيِز ْيُد ْبِن اَألِص م َعْن َم ْيُم ْو َنِة َقَلْت َتَز َّوَج ِني َر ُسْو ُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلُم َو ُهَو َح اَل ٌل (ُم ْسِلم‬
“dari yazid bin asham dari maimunah, ia berkata rasulullah saw menikahiku
sedang beliau sedang dalam ihlal(keluar dari ihram).” (H.R Muslim)
Kedua riwayat tersebut drajatnya sama-sama shahih. Dan jika diihat
terdapat pertentangan antara keduanya. Oleh karena itu, para ulama’ ada yang
mengunakan thariqatul jam’I ada yang thariqatut tajrih
c. Hadits Rajih
Hadits Rajih yaitu sebuah hadits yang terkuat diantara dua buah hadits
yang berlawanan maksudnya. Riwayat yang tidak dipakai dinamai marjuh artinya
yang tidak diberati, yang tidak kuat.
Contoh :hadits tentang riwayat yang mengatakan Nabi menikah saat ihlal.
Riwayat yazid bin asham itu disebut rajih dan riwayat ibnu abbas di sebut marjuh.
d. Hadits Nasikh
Hadits Nasikh yaitu hadits yang datang lebih akhir, yang menghapuskan
ketentuan hukum yang terkandung dalam hadits yang datang mandahuluinya.
Hadits yang dihapuskan ketentuan hukumnya dinamakan mansukh.
Contohnya:
‫َقاَل َر ُسْو ُل ِهللا َص َّلى َع َلْيِه َو َس َّلُم اَل َيْأُك َلَّن َاَح ُد ُك ْم ِم ْن ُنْسِكِه َبْعَد َثاَل ٌث (الَشاِفِع ي‬
“Rasulullah saw bersabda : janganlah salah seorang diantara kamu memakan
daging kurban sudah tiga hari.” (imam syafi’i)
Larangan memakan daging kurban yang sudah tiga hari itu disebut “
hukum”. Kemudian hukum dihapuskan oleh Nabi sendiri dengan sabdanya:
‫َنَهْيُتُك ْم َعْن لُح ْو ِم اَألَض اِخ ي ِاْن اَل َتُك ْو َلَها َبْعَد َثاَل ُث َفُك ُلْو ا َو اْنِفْيُعْو ا ِبَها ِفى ِاْس َفِرُك ْم‬
(‫)اِإل ْع ِتَبار‬
“aku pernah melarang kamu tentang daging kurban bahwa jangan kamu makan
dia sesudah tiga hari, tetapi (sekarang) makanlah dan gunakan dalam pelayaran-
pelayaran kamu.” (al-I’tibar)
Hadits yang pertama dinamakan mansukh, artinya yang dihapuskan karena
hukum yang ada padanya sudah tidak terpakai lagi. Hadits yang kedua di sebut
nasikh, yang menghapuskan hukum yang ada pada hadits yang pertama.
5. Hadits Ghairu Ma’mul bih
Hadits ghairu ma’mul bih ialah hadits hadits maqbul yang tidak bisa di amalkan.
Yang masuk kategori ini meliputi:
a. Hadits Mutasyabih
Matasybih artinya yang samar. Yakni hadits yang samar/ sukar dipahami
dan tidak bisa diketauhi maksud dan tujuannya. Ketentuan hadits mutasyabih ini
ialah harus diimankan adanya, tetapi tidak boleh diamalkan.
Contohnya:
‫ِاَّنُه ليعان َع َلى َقْلِبي َو ِاِّني َاِلْس َتْغ ِفُر هللا ِفي اْلَيْو ِم ِم اَئة َم َّر ة (ُم ْسِلم‬
“sesungguhnya tertutup hatiku. Dan aku akan meminta maaf kepada allah dalam
sehari seratus kali” (H.R Muslim)
Arti hadits tersebut sudah jelas tetapi tentang maksudnya dan tujuanya
para ulama’ berbeda pendapat. Dalam sarah muslim terdapat enam pendapat
hadits tersebut.
Hadits mutasyabih sedikit sekali jumlahnya dibandingkan dengan yang
muhkam. Sebagian besar mutasyabih itu terdapat pada persoalan-persoalan yang
gaib-gaib.
b. Hadits Mutawaqqaf fihi
Hadits mutawaqqaf fihi yaitu dua buah hadits maqbul yang saling
berlawanan yang tidak dapat di kompromikan, ditarjihkan dan dinasakhkan.
Kedua hadits ini hendaklah dibekukan sementara.
c. Hadits Marjuh
Hadits marjuh yaitu sebuah hadits maqbul yang ditenggang oleh hadits
Maqbul lain yang lebih kuat. Kalau yang ditenggang itu bukan hadits
maqbul, bukan disebut hadits marjuh.
d. Hadits Mansukh
Secara bahasa mansukh artinya yang dihapus, Yakni hadits maqbul yang
telah dihapuskan (nasakh) oleh hadits maqbul yang datang kemudian.
Contohnya:
Fakta sejarah, seperti hadits yang terdapat dalam kitabnya Imam

‫َح َّد َثَنا َأُّيوُب ْبُن ُم َح َّم ٍد الَّر ِّقُّي َو َداُو ُد ْبُن َر ِش يٍد َقااَل َح َّد َثَنا ُم َعَّم ُر ْبُن ُس َلْيَم اَن َح َّد َثَنا َعْبُد ِهَّللا‬
‫ْبُن ِبْش ٍر َعْن اَأْلْع َمِش َعْن َ ْح َأِبي َص اِلٍح َعْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َقاَل َقاَل َر ُس وُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا‬
‫َع َلْيِه َو َس َّلَم َأْفَطَر اْلَح اِجُم‬
Telah menceritakan kepada kami Ayyub bin Muhamamd Ar Raqqi dan Dawud
bin Rasyid keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Mu’ammar bin
Sulaiman berkata, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Bisyr dari Al
A’masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Orang yang membekam dan yang dibekam semuanya
batal”
Hadits diatas dimansukh oleh hadits berikut yang diriwayatkan Imam
Tirmidzi
‫َبَشر ْبُن ِهاَل ل الَبْص ِر ي َح َّد َثَنا َعْبُد الَو اِر ِث ْبُن َسِع ْيِد َح َّد َثَنا َأُيْو ِب َعْن ِع ْك ِرَم ِة َع ِن ْبِن َعَّباس َقاَل‬
‫ِاْح َتَج َم َر ُسْو ُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َو ُهَو ُم َح ِّر ٌم َص اِئٌم‬
Dua hadis ini berbicara tentang bekam, hadits pertama berisi batalnya
puasa orang yang membekam dan orang yang berbekam, sedang hadis kedua
menerangkan bahwa bekam tidak membatalkan puasa.
Hadits tentang batalnya puasa baik subyek maupun obyek bekam juga
diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dari jalur Shaddad. Imam syafi’I
menerangkan bahwa hadits yang diriwayatkan shaddad peristiwanya terjadi pada
hari al fath (fathu makkah) pada tahun 8 hijriyah, sedang hadits ibnu Abbas
terjadi pada haji Wada’ yang terjadi beberapa tahun setelah fathu makkah yakni
pada tahun 10 hijriyah, maka hadits yang kedua menasakh hadits pertama.
DAFTAR PUSTAKA

.http://eprints.radenfatah.ac.id/436/2/BAB%20II.pdf (diakses pada Senin, 17 Juli 2023)


http://rasyidalkatiry.blogspot.com/2014/10/hadits-mamul-bih-dan-hadits-ghairu.html?m=1
(diakses pada Senin, 17 Juli 2023)

Anda mungkin juga menyukai