Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

HADITS MAQBUL & HADITS SAHIH

Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas Mata kuliah

“STUDI HADITS”

Dosen Pengampu : H. Syamsuri Lc.M.Pd

DISUSUN OLEH:

Arul Elfansyah [212320025]

Agus Nurhidayat [212320027]

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) AL HIKMAH BENDA

TAHUN 2023

Jl Raya Bulakwungu Benda Kec. Sirampog Kab. Brebes Jawa Tengah


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin

Segala puji Bagi Allah Swt. Tuhan alam semesta atas segala karunia nikmat-Nya
sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan sebaik – baiknya. Makalah yang Berjudul
yang Berjudul “ Hadits Maqbul dan Hadits Sahih “ disusun dalam rangka memenuhi satu di antara
tugas Mata Kuliah Study Hadits yang di ampu oleh H.Syamsuri Lc.M.Pd. Makalah ini Berisi
tentang Definisi Hadits Maqbul dan Hadits Sahih.

Meski telah disusun secara maksimal, penulis sebagai manusia biasa menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna. Karenanya penulis menghrapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sekalian. Besar harapan kami makalah ini dapat menjadi sarana
membantu mahasiswa memahami tentang definisi hadits maqbul dan hadits sahih. Demikian apa
yang bisa kami sampaikan,semoga pembaca dapat mengambil manfaat dari karya ini.

Benda,17 Februari 2024

Penulis
BAB I

PEMDAHULUAN

Hadits Maqbul dan Hadits Shahih adalah dua kategori penting dalam studi Hadits dalam
Islam.Hadits Maqbul adalah hadits yang dapat dijadikan hujah atau argumen. Hadits ini memenuhi
syarat-syarat hadits sahih atau hadits hasan. Ada dua jenis Hadits Maqbul, yaitu 'hadis maqbul
ma’mulun bih' yang boleh diamalkan dan 'maqbul ghair ma’mulun bih' yang tidak boleh
diamalkan.

Sementara itu, Hadits Shahih adalah hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh
perawi yang berkualitas dan tidak lemah hafalannya, di dalam sanad dan matannya tidak ada syadz
dan illat. Hadits Shahih juga mempunyai peringkat berdasarkan siapa yang meriwayatkan dan
menghukuminya sebagai hadits shahih.

Hadits juga merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an dalam Islam. Oleh karena
itu, pemahaman tentang kategori dan kualitas hadits sangat penting
BAB II

PEMBAHASAN

A. HADITS MAQBUL
1. Definisi Hadits Maqbul menurut M. Ajaj al-Khutabi

‫ألمقبول ھو ما توافرت فیھ جمیع الشروط القبول‬

“Hadits Maqbul adalah hadits-hadits yang didalamnya terpenuhi syarat-syarat diterimanya


suatu hadits”. (M.Ajaj alKhuththabi, t.t.: 303).

Definisi yang dikemukakan oleh Mahmud al-Thuhan

‫ما تراجح صدق المخبر بھ‬

“Hadits Maqbul adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang dianggap benar (jujur)”.
Hukum mengamalkan hadits Maqbul adalah wajib begitu pula berhujjah dengannya adalah wajib.

2. Pembagian Hadits Maqbul

Secara garis besar hadits Maqbul terbagi kedalam dua bagian yaitu hadits shahih dan hadits
dan hadits hasan, masingmasing dari hadits shahih dan hasan terbagi kedalam dua bagian lagi yaitu
lidzatihi dan LiGhairihi sehingga jumlahnya menjadi empat bagian sebagi berikut:

1. Shahih Lidzatihi
2. Hasan Lidzatihi
3. Shahih LiGhairihi
4. Hasan LiGhairihi

Selain pembagian hadits di atas Maqbul juga terbagi kedalam dua bagian yaitu Maqbul
ma’mulun bih (Hadits Maqbul yang boleh diamalkan) dan Maqbul Ghair ma’mulun bih (hadits
Maqbul yang tidak boleh diamalkan).
B. HADITS SHAHIH
1. Definisi
Shahih menurut bahasa berarti sehat atau mulus. Kata shahih merupakan lawan kata dari
dari kata “saqam” artinya “sakit”,kemudian kata shahih dijadikan nama bagi hadits yang terlepas
dari segala illat.

Sedangkan definisi hadits shahih menurut istilah adalah sebagai berikut:

a. Definisi yang dikemukakan oleh Mahmud al-Thuhan dalam kitabnya Taisir


Musthlah al-hadits, t.t.: 30)
‫ما اتصل سنده بنقل العدل الظابط عن مثله الى منتهاه من غير‬
‫شذوذ وال علة‬.
“Hadits yang sanadnya bersambung yang diriwayatkan oleh rawi yang adil dan
dhabith dari rawi yang sama (adil dan dhabith) dari awal sanad sampai akhirnya. Serta
tidak syad dan tidak ada illat”.
b. Definisi hadits shahih menurut Ibn Shalah dalam kitabnya ulum al-hadits, (t.t.: 6)
‫المسند الذى يتصل إسنا ده بنقل العدل الظابط عن العدل الظابط‬
‫الى منتهاه وال يكون شاذا وال معلال‬

“Hadits yang sanadnya bersambung yang diriwayatkan oleh orang yang adil dan
dhabit (kuat hafalannya) dari orang yang serupa (adil dan dhabith) sampai akhir sanadnya
serta tidak terdapat syad dan illat”.\

c. Definisi hadits shahih menurut ‘Ajaj al-Khuththabi (t.t.: 304)


‫ما اتصل سنده بالعدول الظابطين من غير شذوذ وال علة‬.

“Hadits yang sanadnya bersambung yang diriwayatkanoleh para rawi yang adil dan
dhabith secara keseluruhan (dari awal sampai akhir sanad), tidak syad juga tidak ada illat”.

2. Syarat-syarat Hadits Shahih

Dari definisi-definisi di atas nampak jelas ada lima syarat bagi hadits untuk bisa disebut
hadits shahih, yaitu
a. Sanadnya bersambung, artinya setiap rawi dari rawi-rawi tersebut mengambil hadits
secara langsung dari orang yang berada di atas thabaqahnya mulai dari awal sampai
akhir sanadnya.
b. Para perawinya orang adil artinya setiap rawi dari rawi-rawi hadits tersebut adalah
Islam, baligh, berakal, tidak fasik dan selalu menjaga muru’ah.
c. Kuat hafalannya baik disebabkan ia menghafalnya atau ia mencatatnya.
d. Hadits tidak syad artinya artinya hadits tersebut tidak menyalahi (bertentangan)
dengan hadits yang diriwayatkan oleh orang tsiqat.
e. Dalam hadits tersebut tidak terdapat illat

3. Contoh Hadits Shahih

Contoh hadits shahih adalah hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhori dalam kitab shahihnya,
kitab adzan berikut:

‫ سمعت رسول هللا صم قرأ‬:‫حدثنا عبد هللا بن يسف قال أخبرنا ما لك عن ابن شهاب عن محمد بن جبير بن مطعم عن أبيه قال‬

‫فيالمغرب بالطور‬

“Telah menceritakan kepada kami Abdullah ibn Yusuf, ia berkata, bercerita kepada kami
Malik dari Ibn Syihab dari Muhammad ibn Zubair ibn Math’am dari bapaknya ia berkata:”Aku
mendengar Rasulullah Saw. membaca Surat al-Thur ketika shalat maghrib’”.

Hadits di atas merupakan hadits shahih disebabkan karena:

1. Sanadnya bersambung karena karena setiap rawi dalam hadits tersebut meriwayatkan
hadits yang diriwayatkan dari gurunya walaupun Malik dan ibn Syihab menggunakan
redaksi “ ‘an” tetap dianggap mut.t.ashil (bersambung) karena kedua-duanya merupakan
rawi yang adil.
2. Rawi-rawi dalam hadits tersebut merupakan rawi yang adil dan dhabith. Sifat yang dinilai
oleh ulama jarh wa ta’dil berikut:
a. Abdullah bin Yusuf Tsiqatun Munqanun
b. Malik bin Anas Imamun Hafidzun \
c. Ibn Syihab al-Zuhri Faqihun hafidun, mutqanun ‘ala jalalatihi wa ithqanihi
d. Muhammad ibn Zubair tsiqatun
e. Jubair ibn Math’am seorang shahabat
3. Hadits tersebut tidak syad (tidak bertentangan dengan hadits yang lebih kuat).
4. Dalam hadits tersebut tidak ada illat (Mahmud al-Thuhan, t.t.: 31)

4. Hukum Mengamalkan Hadits Shahih

Para ulama dari semua kalangan (ulama hadits, ahli ushul dan ahli fiqh) sepakat bahwa
mengamalkan dan berhujjah dengan hadits shahih hukumnya adalah wajib. Bahkan
menurutmereka hadits shahih merupakan salah satu dalil syari’at (Mahmud al-Thuhan).

5. Istilah-istilah Penyusun Kitab Hadits yang Diterapkan Kepada Hadits Shahih

1. Istilah ( ‫هذا حديث صحيح‬.)

Arti dari istilah di atas adalah hadits tersebut shahih karena syarat-syarat hadits shahih yang
lima macam ada pada hadits tersebut tetapi tidak menutup kemungkinan hadits tersebut
diriwayatkan hanya seorang rawi dalam seluruh thabaqahnya atau sebagaian thabaqahnya, atau
mungkin juga diantara rawi-rawi hadits tersebut ada salah satu rawi yang suka lupa sehingga
hadits tersebut tidak harus diterima secara qath’i.

2. Istilah ( ‫)هذا حديث غير صحيح‬

Istilah di atas menunjukan bahwa dalam hadits tersebut tidak terdapat syarat-syarat hadits
shahih disebabkan rawinya banyak yang suka berbuat salah (al-Suyuthi, I : 75-76).

3. Istilah ( ‫وفيه أصح األساند‬.)

Artinya adalah bahwa dalam hadits tersebut mempunyai silsilah yang lebih shahih. Sehingga
martabat hadits tersebut lebih tinggi dibanding hadits yang lainnya.

Diantara silsilah rawi yang termasuk Ashah al-Asanid adalah sebagai berikut:

a. Riwayat dari Zuhri dari Salim dari ayahnya (Abdullah ibn Umar ibn Khotob)
yang diriwayatkan oleh Ishaq ibn Rohawaih dan Ahmad.
b. Riwayat Ibn Sirin dari Ubaidah dari Ali Ra. Yang diriwayatkan oleh Ibn al-
Madani dan Fallas.
c. Riwayat A’masyarakat dari Ibrahim dari Alqamah dari Abdullah yang
diriwayatkan oleh Ibn Mu’in.
d. Riwayat al-Zuhri dari ‘Ali bin Hasan dari ayahnya dari ‘Ali Ra. Yang
diriwayatkan Abi Bakar ibn Abi Syaibah.
e. Riwayat Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar yangdiriwayatkan oleh al-Bukhori
4. Istilah ( ‫) وفي إسنا ده مقال‬
Istilah di atas menunjukan bahwa sanad hadits tersebut perlu diselidiki lebih lanjut
disebabkan karena diantara para perawi dalam hadits tersebut ada yang diperselisihkan
tentang keadaan dan tingkahlakunya. Terhadap hadits seperti ini tidak bisa diamalkan
secara langsung sebelum jelas sanadnya.
5. Istilah ( ‫) هذا حديث صحيح اإلسناد أو إسناد صحيح‬

Arti istilah di atas adalah menunjukan bahwa hadits tersebut menunjukan bahwa
sanadnya saja yang shahih sementara matannya tidak disebabkan karena terdapat illat
(kejanggalan) atau syad (Fathur Rahman, 1970: 130)

6. Istilah ( ‫) حسن صحيح‬

Istilah di atas biasanya digunakan oleh al-Tirmidzi mengenai istilah tersebut ada beberapa
pendapat yaitu ada beberapa pendapat yaitu:

a. Menurut Ibn Shalah istilah tersebut berarti bahwa hadits itu memiliki dua sanad,
yakni: Sanad hasan dansanad shahih.
b. Pendapat lain menyatakan , bahwa diantara dua kalimat tersebut terdapat huruf
penghubung yang dibuang yaitu : au (atau) . dengan demikian hadits tersebut hanya
memiliki satu sanad. Tetapi para ulama berlainan dalam menilainya, sebagian
menilainya sebagai hadits hasan dan sebagian lagi menilainya shahih, jadi dalam
penelitian hadits ini terdapat ta’arudh (perlainan pendapat) sehingga menimbulkan
keraguan. Dengan demikian, hadits ini lebih rendah derajatnya daripada hadits
shahih, karena hadits karena hadits yang dinilai lebih tegas lebih meyakinkan
daripadahadits yang dinilai keragu-raguan.
c. Kalau hadits yang dinilai hasasun shahihun tersebut bukan hadits fard, hal ini
berarti bahwa hadits itu mempunyai dua sanad, yakni yang satu shahih dan yang
satunya hasan. Jika demikian, maka hadits hasan shahih ini lebih tinggi dari pada
hadits shahih, karena hadits yang mempunyai sanad yang banyak dapat bertambah
kuat.

Contoh hadits wa hasan shahih sebagi berikut:

‫ هذا حديث حسن صحيح‬: ‫ توضأ النبي صم ومسح على الخفين والنعلين ) وقال الترمذي‬:‫عن المغيرة بن شعبة قال‬

“ Dari Mughirah ibn Syu’bah berkata: “ Nabi Saw. Telah berwudlu dan mengusap kedua mujah
(kedua kaus kaki) dan kedua sepatunya”.

7. Istilah ( ‫هذا حديث جيد‬. )

Menurut Ibn Shalah pengertian istilah di atas sama pengertiannya dengan istilah hadits
hasasun shahihun . Istilah-istilah tersebut terdapat dalam sunan al-Tirmidzi.

Sedangkan menurut Ibn hajar tidak tepat apabila hadits shahih disamakan dengan hadits
jayyid, kecuali bila hadits tersebut asalnya hasan lidzatihi kemudian naik derajatnya menjadi
shahih LiGhairihi. Dengan demikian, bahwa hadits shahih disipati dengan jayyid itu, lebih
rendah daripada hadits shahih LiGhairihi. Demikian pula dengan istilah hadits Qawiy lebih
rendah derajatnya daripada hadits shahih.
BAB III

PENUTUP

A.KESIMPULAN

Hadits Maqbul dan Hadits Shahih adalah dua kategori penting dalam studi Hadits dalam
Islam.Hadits Maqbul merujuk pada hadits yang dapat dijadikan sebagai argumen atau hujah dalam
pembahasan hukum Islam. Ini karena hadits tersebut memenuhi syarat-syarat hadits sahih atau
hadits hasan. Namun, perlu dicatat bahwa tidak semua Hadits Maqbul dapat diamalkan, tergantung
pada klasifikasinya.

Hadits Shahih adalah hadits dengan kualitas tertinggi, memiliki sanad yang bersambung,
diriwayatkan oleh perawi yang adil dan tsiqah (kuat hafalannya), serta bebas dari syadz dan illat.
Hadits ini menjadi sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an dalam Islam.

Dengan demikian, pemahaman tentang kategori dan kualitas hadits sangat penting dalam
memahami hukum dan ajaran Islam. Kedua kategori ini membantu umat Islam untuk membedakan
antara hadits yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum dan yang tidak.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin Tajul . 2014.Ulumul Hadits.Bandung : Gunung Djati Press.

Abū Dāwud, Sulaimān Ibn al-Asy’ats al-Sijjistānī al-Azdī (1994), Sunan Abū Dāwud, Dār al-Fikr,
Beirut.

Al-Nawāwī (1924), Syarah Shahīh Muslim, al-Mathba`ah alMishriyyah wa Maktabatuhā, Mesir

Anda mungkin juga menyukai