HADITS SHAHIH
1. DEFINISI
a. Menurut bahasa: Shahih itu lawan dari saqim (sakit atau lemah). Arti hakikinya ditujukan bagi
tubuh, sedangkan arti majaz (kiasan) ditujukan bagi hadits, atau pun untuk seluruh
pengertian.
b. Menurut istilah: Hadits yang sanadnya bersambung melalui (riwayat) rawi yang adil lagi
dlabith dari rawi yang semisal hingga akhir (sanad), tanpa ada syudzudz maupun 'ilat.
2. PENJELASAN
Definisi diatas mengandung beberapa hal yang harus dipenuhi agar sebuah hadits termasuk
pada hadits shahih. Beberapa perkara itu adalah:
a. Sanadnya bersambung: Artinya, bahwa setiap rawi mengambil (haditsnya) secara langsung
dari orang di atasnya, dari awal sanad hingga akhir sanad.
b. Adilnya para perawi: Yaitu setiap rawi harus muslim, baligh, berakal, tidak fasik dan tidak
buruk tingkah lakunya.
c. Dlabithnya para perawi: Yaitu setiap rawi harus sempurna daya ingatnya, baik ingatan dalam
benak atau pun tulisan.
d. Tidak ada syadz: Yaitu, haditsnya tidak syadz. Syudzudz berarti haditsnya tidak menyelisihi
dengan hadits yang diriwayatkan oleh orang yang lebih tsiqah dibandingkan dirinya.
e. Tidak ada 'ilat: Yaitu haditsnya tidak ma'lul (cacat). 'Ilat adalah penyebab samar lagi
tersembunyi yang bisa mencemari shahihnya sebuah hadits, meski secara dhahir kelihatan
terbebas dari cacat.
4. CONTOH
Hadits yang dikeluarkan oleh Bukhari dalam Shahihnya, yang berkata:
« َح َّد َثَنا َع ْبُد ِهَّللا ْبُن ُيوُسَف َقاَل َأْخ َبَر َنا َم اِلٌك َع ِن اْبِن ِش َهاٍب َع ْن ُمَح َّمٍد ْبِن ُج َبْيِر ْبِن
»ُم ْطِع ٍم َع ْن َأِبيِه َقاَل َسِم ْع ُت َر ُسْو َل ِهَّللا ﷺ َقَر َأ ِفي اْلَم ْغ ِرِب ِبالُّطوِر
UINSSC
Universitas islam negeri Siber Syekh Nurjati Cirebon
Telah bercerita kepada kami Abdullah bin Yusuf, yang berkata telah mengkhabarkan kepada
kami Malik, dari Ibnu Syihab, dari Muhammad bin Jabir bin Muth'im, dari bapaknya, yang berkata, aku
mendengar Rasulullah saw membaca surat at-Thur di waktu (shalat) maghrib.
Hadits ini shahih, karena:
a. Sanadnya bersambung, sebab masing-masing rawi yang meriwayatkannya telah mendengar
haditsnya dari syekh (guru)nya. Sedangkan adanya 'an'anah, yaitu Malik, Ibnu Syihab dan
Ibnu Jabir, termasuk bersambung, karena mereka bukan penipu (mudallis).
b. Para perawinya tergolong adil dan dlabith. Kriteria mengenai mereka (para perawi hadits itu)
telah ditentukan oleh para ulama jarh wa at-ta'dil, yaitu: Abdullah bin Yusuf: orangnya tsiqah
(terpercaya) dan mutqin (cermat). Malik bin Anas: adalah imam sekaligus hafidh. Ibnu Syihab
az-Zuhri: orangnya faqih, hafidh, disepakati tentang ketinggian dan kecermatannya.
Muhammad bin Jabir: tsiqah.Jubair bin Muth'im: sahabat.
c. Tidak ada syadz, karena tidak bertentangan dengan perawi yang lebih kuat.
d. Tidak ada cacat ('ilat) di dalamnya.
6. MAKSUD PERNYATAAN: HADITS INI SHAHIH, DAN HADITS INI TIDAK SHAHIH
a. Yang dimaksud dengan pernyataan: 'Hadits ini shahih', karena lima syarat diatas telah
terpenuhi. Namun bukan berarti batasan (shahih) ini harga mati, karena pada orang-orang
tsiqah juga dimungkinkan adanya kekeliruan atau lupa.
b. Yang dimaksud dengan pernyataan: 'Hadits ini tidak shahih', karena tidak terpenuhinya lima
syarat diatas, baik Sebagian maupun seluruh syarat. Namun bukan berarti hadits tersebut
dusta, melainkan perawinya banyak melakukan kesalahan.
11. KETETAPAN APA YANG DIPEROLEH DARI HADITS SHAHIHNYA BUKHARI MUSLIM?
Kita telah paparkan bahwa Bukhari dan Muslim tidak memasukkan hadits di dalam kitab
Shahihnya melainkan hadits-hadits yang shahih. Umat Islam telah menerima hadits-hadits yang ada
pada kedua kitab tersebut. Lalu apa arti dari hadits-hadits shahih yang diterima oleh umat Islam itu?
Jawabnya adalah: Bahwa hadits-hadits yang diriwayatkan keduanya dengan sanad yang
bersambung, maka hukumnya adalah shahih. Sedangkan hadits-hadits yang dihilangkan seorang
atau lebih rawi pada awal sanad -yang disebut dengan hadits mu'allaq. padahal dalam kitab Bukhari
yang seperti ini amat banyak, maka hal ini telah dijelaskan oleh Bukhari dalam berbagai bab dan
muqaddimah kitabnya, sehingga tidak ada sesuatu pun yang terpangkas. Sementara di dalam Shahih
Muslim tidak ada realita seperti ini, kecuali satu hadits saja yang terdapat pada bab tayamum, yang
tidak ada pada topik lain. Hukumnya sebagai berikut:
a. Kalau haditsnya menggunakan shighat jazm (bentuk kalimat yang bersifat pasti), seperti
pernyataan: amara (telah meme-rintahkan), dzakara (telah menyebutkan), maka hukumnya
shahih berdasarkan penyandaran (mudlaf ilaihi).
b. Kalau haditsnya tidak menggunakan shighat jazm, seperti pernyataan: yurwa (diriwayatkan),
yudzkar (disebutkan), yuhka (dikisahkan), atau ruwiya dan dzukira, maka hukumnya tidak
shahih berdasarkan penyandaran (mudlaf ilaihi). Karena itu tidak ada hadits lemah yang
dimasukkan ke dalam kitab yang bernama Shahih.