Anda di halaman 1dari 16

PEMBAGIAN HADIST BEDASARKAN KUALITAS

PERAWINYA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadist

Dosen Pengampu :

Abdul syukur M.Pd

DISUSUN OLEH :

Abrar Illiyin

(22420211309)

PROGRAM STUDI BAHASA ARAB FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TAKENGON

TAHUN 2O22

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Pembagian hadist berdasarkan
perawinya” sebagai salah satu tugas yang diberikan dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Allah yang telah memberikan


nikmat kesehatan dan kepada seluruh pihak yang telah mendukung penulis sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu
penulis mengharapkan kritik serta saran untuk makalah ini, agar makalah ini nantinya
dapat menjadi karya ilmiah yang lebih baik lagi. Demikian dan apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Terimakasih.

Takengon, September 2022

Penulis

ABRAR ILLIYIN

ii
KATA PENGANTAR......................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................iii

PENDAHULUAN............................................................................................1

Pembagian Hadits Berdasarkan Kualitas..........................................................2

A. Hadits Shahih........................................................................................2
B. Hadits Hasan.........................................................................................7
C. Hadits Dha’if........................................................................................10

PENUTUP........................................................................................................13

A. Kesimpulan...........................................................................................13

iii
PENDAHULUAN

Hadits merupakan sumber ajaran Islam yang kedua telah dibukukan pada
masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, khalifah kelima Bani Umayyah.
Sedangkan sebelumnya hadits hadits Nabi SAW masih terdengar dalam ingatan para
sahabat untuk kepentingan dan pegangan mereka sendiri.

Umat Islam di dunia harus menyadari bahwa hadits Rasulullah SAW sebagai
pedoman hidup yang kedua setelah Al Qur'an. Tingkah laku manusia yang tidak
ditegaskan ketentuan hukumnya, cara mengamalkannya, tidak dirinci dengan ayat Al
Qur'an secara mutlak dan secara jelas, hal ini membuat para muhaditsin sadar akan
perlunya mencari penyelesaian dalam hal tersebut dengan al-hadits.

Dalam meneliti kekuatan hadits serta kelemahan hadits dan untuk dijadikan
hujjah hukum, serta untuk mengamalkan Hadits, perlu dipahami hadits-hadits yang
berkembang baik dari segi kualitas. Dalam makalah ini penulis akan membahas;
Hadits Shahih, dan pembahasannya. Ke-dua; Hadits Hasan, dan pembahasannya. Ke-
tiga; Hadits Dhaif, dan pembahasannya.

1
Pembagian hadits berdasarkan Kualitas

Sebagiamana telah dikemukakan bahwa hadits memberikan pengertian yang


yaqin bi alqath, artinya Nabi Muhammad benar-benar bersabda, berbuat atau
menyatakan taqrir (persetujuan) dihadapan para sahabat berdasarkan sumber-sumber
yang banyak dan mustahil mereka sepakat berdusta kepada Nabi. Karena
kebenarannya sumbernya sungguh telah meyakinkan, maka dia harus diterima dan
diamalkan tanpa perlu diteliti lagi, baik terhadap sanadnya maupun matannya.

Sehubungan dengan itu, para ulama ahli hadits membagi hadits dilihat dari
segi kualitasnya, menjadi tiga bagian, yaitu hadits shahih, hadits hasan, dan hadits
dhaif.

A. Hadits Shahih

Menurut bahasa berarti sah, benar, sempurna, tiada celanya. Secara istilah,
beberapa ahli memberikan defenisi antara lain sebagai berikut : Menurut Ibn Al-
Shalah, Hadits Shahih adalah hadits yang sanadnya bersambung (muttasil) melalui
periwayatan orang yang adil dan dhabith dari orang yang adil dan dhabith, sampai
akhir sanad tidak ada kejanggalan dan tidak berillat.Sedangkan menurut Imam Al-
Nawawi, hadits shahih adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh
perawi yang adil lagi dhabith, tidak syaz, dan tidak berillat.

Dari defenisi diatas dapat dipahami bahwa syarat-syarat hadits shahih adalah :

1). sanadnya bersambung

2). perawinya bersifat adil

3). perawinya bersifat dhabith

4). matannya tidak syaz

5). matannya tidak mengandung ‘illat.

2
Penjelasan Definisi :

a. Sanad Bersambung: Bahwa setiap rangkaian dari para periwayatnya telah


mengambil periwayatan itu secara langsung dari periwayat di atasnya
(sebelumnya) dari permulaan sanad hingga akhirnya.

b. Periwayat yang Adil: Bahwa setiap rangkaian dari para periwayatnya


memiliki kriteria seorang Muslim, baligh, berakal, tidak fasiq dan juga
tidak cacat maru'ah (harga diri)nya.

c. Periwayat yang Dhabit: Bahwa setiap rangkaian dari para periwayatnya


adalah orang-orang yang hafalannya mantap atau kuat (bukan pelupa), baik
mantap hafalan di kepala ataupun mantap di dalam tulisan (kitab)

d. Tanpa Syudzudz: Bahwa hadis yang diriwayatkan itu bukan hadis kategori
Syad (hadis yang diriwayatkan seorang isiqah bertentangan dengan riwayat
orang yang lebih tsiqah darinya)

e. Tanpa illat: Bahwa hadis yang diriwayatkan itu bukan hadis kategori Ma'lub
(yang ada illatnya). Makna Illat adalah suatu sebab yang tidak jelas atau
samar, tersembunyi yang mencoreng keShahihan suatu hadis sekalipun
secara lahirnya kelihatan terhindar darinya.

Beberapa Kriteria Hadis Shahih :

a. Mengenai Sanad

1). Semua rawi dalam sanad haruslah bersifat adil

2). Semua rawi dalam sanad haruslah bersifat dhabit

3). Sanadnya bersambung

4). Tidak rancu (Sya>dz)

3
5). Tidak ada cacat

b. Mengenai Matan

1). Pegertian yang terkandung dalam matan tidak boleh bertentangan

dengan al- Qur’an atau hadis mutawatir walaupun keadaan rawi

sudah memenuhi syarat.

2). Pengertian matan tidak boleh bertentangan dengan pendapat yang

disepakati (ijma‘) Ulama atau bertentangan dengan keterangan

ilmiah yang kebenarannya sudah dapat dipastikan secara sepakat

oleh para ilmuan.

3) Tidak ada kejanggalan lainnya, jika dibandingkan dengan matan

hadis yang lebih tinggi tingkatan dan kedudukannya.

Macam- Macam Hadis Shahih

a. Hadis Shahih li dzatihi

Ialah hadis Shahih yang memenuhi secara lengkap syaratsyarat hadis yaitu
bersambung terus sanadnya, yang diriwayatkan oleh orang yang adil, yang sukup kuat
ingatannya dari orang yang seumpama juga yang berturut- turut sampai penghujung
sanad dan terhindar dari hal yang mengganjal dan cacat. Maksud sanad yang
bersambung ialah selamat sanadnya dari terputus- putus dan gugur seorang perawi
ditengah- tengahnya. Dalam hal ini keluarlah hadis mua’allaq, muadl, mursal,
munqhathi’, disebabakan tidak bersambungnya sanadnya.

b. Hadis Shahih li ghairih

4
Hadis Shahih li ghairih artinya, yang Shahih karena yang lainnya, yaitu yang
jadi sah karena dikuatkan dengan jalan sanad atau keterangan yang lain. Hadis Shahih
li ghairih ialah hadis yang tingkatannya berada dibawah tingkatan hadis Shahih li
dzatihi, hadis ini menjadi Shahih karena diperkuat dengan hadis- hadis lain.
Sekiranya kalau hadis yang memperkuat itu tidak ada maka hadis tersebut hanyalah
menjadi hadis hasan.

Tingkatan Keshahihan.

1) Tingkatan paling tingginya adalah bila diriwayatkan dengan

sanad yang paling Shahih, seperti Malik dari Nafi’ dari Ibn

‘Umar.

2) Yang dibawah itu tingkatannya, yaitu bila diriwayatkan dari jalur Rija>l (rentetan
para periwayat) yang kapasitasnya di bawah kapasitas Rija>l pada sanad pertama
diatas seperti riwayat Hamma>d bin Salamah dari Tsa>bit dari Anas.

3) Yang dibawah itu lagi tingkatannya, yaitu bilamana diriwayatkan oleh periwayat-
periwayat yang terbukti dinyatakan sebagai periwayat-periwayat yang paling rendah
julukan Tsiqahkepada mereka (tingkatan Tsiqah paling rendah), seperti riwayat
Suhail bin Abi Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah. Ada juga rincian diatas
dikaitkan dengan pembagian hadis shahih kepada tujuh tingkatan:

1) Hadis yang diriwayatkan secara sepakat oleh al-Bukhari dan

Muslim (ini tingkatan paling tinggi)

2) Hadis yang diriwayatkan secara tersendiri oleh al-Bukhari

3) Hadis yang dirwayatkan secara tersendiri oleh Muslim

5
4) Hadis yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan keduanya sedangkan keduanya
tidak mengeluarkannya

5) Hadis yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan al-Bukhari sementara dia tidak


mengeluarkannya

6) Hadis yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan Muslim sementara dia tidak


mengeluarkannya

7) Hadis yang dinilai Shahih oleh ulama selain keduanya seperti Ibn Khuzaimah dan
Ibn Hibba>n yang bukan berdasarkan persyaratan kedua imam hadis tersebut (Al-
Bukhari dan Muslim)

 Adapun contoh hadits yang shahih adalah sebagai berikut;

‫ْت َرسُوْ َل‬ ْ ‫ب ع َْن ُم َح َّم ِد ْب ِن ُجبَي ِْر ْب ِن ُم‬


ُ ‫ط ِع ِم ع َْن َأبِ ْي ِه قَا َل َس ِمع‬ ٌ ِ‫َح َّدثَنَا َع ْب ُدهللاِ بْنُ يُوْ سُفَ قَا َل َأ ْخبَ َرنَا َمال‬
ٍ ‫ك َع ِن ا ْب ِن ِشهَا‬
)‫الطوْ ِر “(رواه البخاري‬ ُّ ِ‫ب ب‬ ِ ‫م قَ َرَأ فِي ْال َم ْغ ِر‬.‫هللاِ ص‬

“Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia berkata: telah


mengkhabarkan kepada kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad bin jubair
bin math’ami dari ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar rasulullah saw
membaca dalam shalat maghrib surat at-thur” (HR. Bukhari, Kitab Adzan).

Analisis terhadap hadits tersebut:

1. Sanadnya bersambung karena semua rawi dari hadits tersebut mendengar dari
gurunya.

2. Semua rawi pada hadits tersebut dhobit, adapun sifat-sifat para rawi hadits tersebut
menurut para ulama aj-jarhu wa ta’dil sebagai berikut :

a) Abdullah bin yusuf = tsiqat muttaqin.

b) Malik bin Annas = imam hafidz

6
c) Ibnu Syihab Aj-Juhri = Ahli fiqih dan Hafidz

d) Muhammad bin Jubair = Tsiqat.

e) Jubair bin muth’imi = Shahabat.

3. Tidak syadz karena tidak ada pertentangan dengan hadits yang lebih kuat serta
tidak cacat.

B. Hadits Hasan

Hadits Hasan menurut bahasa berarti Sesuatu yang disenangi dan di oleh
nafsu. Sedangkan hadits Hasan menurut istilah para ulama berbeda pendapat dalam
mendefinisikannya..

Menurut At-Turmudzy Hadits Hasan ialah Hadits yang pada sanadnya tiada
terdapat orang yang tertuduh dusta, tiada terdapat kejanggalan pada matannya dan
Hadits itu di riwayatkan tidak dari satu jurusan ( mempunyai banyak jalan) yang
sepadan ma’nanya. Sedangkan menurut Jumhuru’l-Muhaddutsin Hadits Hasan ialah
Hadits yang dinukilkan oleh seorang adil, ( tapi ) tak begitu kokoh ingatannya,
bersambung-sambung sanadnya dan tidak terdapat ‘illat serta kejanggalan pada
matannya”

Sebenarnya perbedaan antara Hadits Shahih dan Hasan itu, terletak pada
syarat kedlabithan rawi. Yakni pada Hadits Hasan, kedlabithannya lebih rendah (tidak
begitu baik ingatannya), jika di bandingkan dengan Hadit Shahih. Sedang syarat-
syarat Hadits Shahih yang lain masih diperlukan untuk Hadits Hasan. Dengan kata
lain, syarat hadits hasan dapat di rinci sebagai berikut :

-Sanadnya bersambung.

1). Perawinya adil.

7
2) Perawinya harus dhabit, tetapi kualitas ke dhabitannya dibawah ke dhabitan perawi
hadits shahih.

3) Tidak terdapat kejanggalan ( syadz )

4) Tidak ada illat ( cacat ).

Kriteria Hadis Hasan

1. Pada sanadnya tidak terdapat rawi yang dicurigai berdusta. Kriteria ini
mengecualikan hadits seorang rawi yang dituduh berdusta, dan mencakup hadits yang
sebagian rawinya memiliki ddaya hapal rendah tidak dijelaskan jarh maupun
takdilnya, atau diperselisihkan jarh dan takdilnya namun tidak dapat ditentukan, atau
rawi mudallis yang meriwayatkan hadits dengan ananah (periwayatan dengan
menggunakan banyak lafal ‘an). Karena sifatsifat yang demikian itu tidak bisa
membuatnya dituduh dusta.

2. Hadits tersebut tidak janggal. Orang yang peka dan waspada akan mengetahui
bahwa yang dimaksud dengan syadz (janggal) menurut AtTurmudzi adalah hadits
tersebut berbeda denganpara rawi yang tsiqah. Jadi, diisyaratkan hadits hasan harus
selamat dari pertentangan, karena bila bertentangan dengan riwayat para rawi yang
tsiqah, maka ia ditolak.

3. Hadits tersebut diriwayatkan pula melalui jalan lain yang sederajat. Hadits hasan
itu harus diriwayatkan pula melalui jalan lain satu atau lebih, dengan catatan sederajat
dengannya atau lebih kuat dan bukan berada dibawahnya, agar dengannya dapat
diunggulkan salah satu dari dua kemungkinan sebagaimana yang dikatakan oleh Al-
Sakhawi, akan tetapi tidak diisyaratkan harus diriwayatkan dalam sanad yang lain
dengan redaksi yang sama, melainkan dapat diriwayatkan hanya maknanya dalam
satu segi atau segisegi lainnya.

8
Hadits hasan itu dapat di bagi menjadi dua yaitu :

a) Hadits hasan lidzatihi

Hadits Hasan Lidzatihi ialah Hadits yang terkenal para perawinya tentang
kejujuran dan amanahnya tetapi hafalan dan keteguhan hafalannya tidak mencapai
derajat para perawi hadits shahih.

b). Hadits hasan lighairihi

“hadits hasan lighairihi ialah hadits dha’if dimana jumlah perawi yang
meriwayatkannya banyak sekali dan sebab kedha’ifannya tidak disebabkan kefasikan
perawi atau orang yang tertuduh kuat senang berlaku bohong”.

Maksudnya adalah hadits dha’if dimana sistem periwayatannya sebagai syarat


keshahihan, banyak yang tidak terpenuhi, tetapi mereka dikenal sebagai orang yang
tidak banyak berbuat kesalahan atau berlaku dosa dan para perawi banyak
meriwayatkannya, baik menggunakan redaksi yang sama maupun yang ada
kemiripan.

 Contoh hadits hasan adalah sebagai berikut:

‫ْت َرسُوْ َل‬ ْ ‫ب ع َْن ُم َح َّم ِد ْب ِن ُجبَي ِْر ْب ِن ُم‬


ُ ‫ط ِع ِم ع َْن َأبِ ْي ِه قَا َل َس ِمع‬ ٌ ِ‫َح َّدثَنَا َع ْب ُدهللاِ بْنُ يُوْ سُفَ قَا َل َأ ْخبَ َرنَا َمال‬
ٍ ‫ك َع ِن ا ْب ِن ِشهَا‬
)‫الطوْ ِر “(رواه البخاري‬ ُّ ِ‫ب ب‬ ِ ‫م قَ َرَأ فِي ْال َم ْغ ِر‬.‫هللاِ ص‬

“Telah menceritakan kepada kamu qutaibah, telah menceritakan kepada kamu ja’far
bin sulaiman, dari abu imron al-jauni dari abu bakar bin abi musa al-Asy’ari ia
berkata: aku mendengar ayahku berkata ketika musuh datang : Rasulullah Saw
bersabda : sesungguhnya pintu-pintu syurga dibawah bayangan pedang…” (HR. At-
Tirmidzi, Bab Abwabu Fadhailil jihadi).

9
C. Hadis Dha’if

Kata dhaif berarti lemah, sebagai lawan dari kata kuat. Maka sebutan hadis
dhaif dari segi etimologi berarti hadis yang lemah atau hadis yang tidak kuat. Secara
terminologi, diantara para ulama terdapat perbedaan rumusan dalam mendefinisikan
hadis dhaif ini. Akan tetapi, pada dasarnnya, isi dan maksudnya adalah sama.
Beberapa definisi diantaranya dapat dilihat dibawah ini. An-nawawi
mendefinisikannya bahwa hadis dhaif adalah hadis yang di dalamnya tidak terdapat
syarat-syarat hadis shahih dan syarat-syarat hadis hasan. Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib,
bahwa hadis daif adalah hadis yang yang tidak memenuhi syarat-syarat bisa diterima.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa pada dasarnya
mereka sependapat bahwa hadis daif adalah hadis yang didapati padanya sesuatu
yang menyebabkan ia lemah. Lemah karena ia tidak memiliki syaratsyarat hadis
Sahih dan Hasan.

B. Kriteria-kriteria Hadis Dha’if

Adapun kriteria hadits dhoif adalah dimana ada salah satu syarat dari hadits
shohih dan hadits hasan yang tidak terdapat padanya, yaitu sebagai berikut:

1) Sanadnya tidak bersambung

2) Kurang adilnya perawi

3) Kurang dhobithnya perawi

4) Ada syadz atau masih menyelisihi dengan hadits yang diriwayatkan oleh orang
yang lebih tsiqah dibandingkan dengan dirinya Ada illat atau ada penyebab samar dan
tersembunyi yang menyebabkan tercemarnya suatu hadits shohih meski secara dzohir
terlihat bebas dari cacat. Dengan demikian, hadits dhoif bukan saja tidak memenuhi
syarat-syarat hadits shohih, juga tidak memenuhi persyaratan hadits hasan.

10
Macam-Macam Hadis Dha’if

a. Dhaif dari segi persambungan sanadnya

1) Hadis Mursal

2) Hadis Munqati’

3) Hadis mu’dal

b. Dhaif Dari Segi Sandarannya

1) Hadis Mauquf

2) Hadis Maqtu’

c. Dhaif Dari Segi-Segi Lainnya

1) Hadis Munkar

2) Hadis Matruk

3) Hadis Syadz

4) Hadis Maqlub

 Contoh hadits dhoif adalah sebagai berikut ;

َ َ‫ْق “ َح ِكي ِْم اَأل ْث َر ِم”ع َْن َأبِي تَ ِم ْي َم ِة الهُ َج ْي ِمي ع َْن َأبِي ه َُر ْي َرةَ َع ِن النَّبِ ِّي ص م ق‬
‫ ” َم ْن‬: ‫ال‬ ِ ‫َماَأ ْخ َر َجهُ التِّرْ ِم ْي ِذيْ ِم ْن طَ ِري‬
‫“ َأتَي َحاِئضا ً َأوْ اِ ْم َرأةً فِي ُدب ُِرهَا َأوْ َكاهُنَا فَقَ ْد َكفَ َر بِ َما َأ ْن َز َل َعلَى ُم َح ِّم ٍد‬

Apa yang diriwayatkan oleh tirmidzi dari jalur hakim al-atsrami “dari abi tamimah al-
Hujaimi dari abi hurairah dari nabi saw ia berkata : barang siapa yang menggauli
wanita haid atau seorang perempuan pada duburnya atau seperti ini maka sungguh ia
telah mengingkari dari apa yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad saw”
Berkata Imam Tirmidzi setelah mengeluarkan (takhrij) hadits ini : “ kami tidak

11
mengetahui hadits ini kecuali hadits dari jalur hakim al-atsrami, kemudian hadits ini
didhoifkan oleh Muhammad dari segi sanad karena didalam sanadnya terdapat hakim
al-atsrami sebab didhaifkan pula oleh para ulama hadits”

Berkata ibnu hajar mengenai hadits ini didalam kitab “Taqribut Tahdzib” : Hakim al-
Atsromi pada rawi tersebut adalah seorang yang bermuka dua.

Adapun penyebab kedhoifannya karena beberapa hal:

1) Sebab Terputusnya sanad, akan terputus sanad pun terbagi atas 2 bagian yang
perama adalah terputus secara dzhohir (nyata) :

(a) Mu’allaq adalah apa yang dibuang dari permulaan sanad baik satu rawi atau lebih
secara berurutan.

(b) Mursal adalah apa yang terputus dari akhir sanadnya yaitu orang sesudah tabi’in
(Sahabat).

(c) Mughdhal adalah apa yang terputus dari sanadnya 2 atau lebih secara berurutan.

(d) Munqoti’ adalah apa yang sanadnya tidak tersambung. Sedangkan yang kedua
terputus secara khofi (tersembunyi) yaitu:

(a) Mudallas adalah menyembunyikan cacat (‘aib) pada sanadnya dan memperbagus
untuk dzohir haditsnya.

(b) Mursal Khofi adalah meriwayatkan dari orang yang ia bertemu atau sezaman
dengannya apa yang ia tidak pernah dengar dengan lafadz yang memungkinkan
ia dengar dan yang lainnya seperti qaala.

12
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Hadits Shahih -Hadits yang berhubungan (bersambung) sanadnya yang


diriwayatkan oleh perawi yang adil , dhabith, yang
diterimanya dari perawi yang sama (kualitasnya) dengannya
sampai kepada akhir sanad, tidak syadz dan tidak pula
berillat.

2. Hadits Hasan -Hadits yang dinukilkan oleh seorang adil, (tapi) tak begitu kokoh
ingatannya, bersambung-sambung sanadnya dan tidak terdapat
‘illat serta kejanggalan pada matannya.

3. Hadits Dha’if -Hadits yang lemah sebagai lawan qawiyyu = kuat. Sedangkan
menurut istilah, Ibnu Shalah memberikan definisi “ yang tidak
terkumpul sifat-sifat Shahih dan sifat-sifat hasan.

13

Anda mungkin juga menyukai