MAKALAH
0leh :
i
KATA PENGANTAR
Dalam penyusunan makalah ini banyak bantuan yang penulis terima jauh
dari sempurna, untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik agar makalah ini
mendekati sempurna, kami sadar bahwa kesempurnaan hanya milik-Nya.
Akhir kata, semoga makalah yang kami susun ini berguna bagi ita semua.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Hormat Kami
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Kesimpulan .................................................................................................. 13
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang telah diketahui, hadits diyakini sebagai sumber ajaran
Islam setelah kitab suci Al-Quran. Hadits merupakan segala sesuatu yang
bersumber dari Nabi Muhammad SAW, baik berupa ucapan, perbuatan
maupun ketetapan Allah yang disyari’atkan kepada manusia. Selain itu
hadits juga dibutuhkan manusia untuk mengetahui inti-inti ajaran dalam
Al-Quran.
Ditinjau dari segi kualitasnya, hadits terbagi menjadi dua yaitu :
hadits Maqbul (hadits yang dapat diterima sebagai dalil) dan hadits
Mardud (hadits yang tertolak). Hadist Maqbul terbagi menjadi dua yaitu
hadits Shahih dan hadist Hasan, sedangkan hadits Maqbul salah satunya
yaitu hadits Dha”if. Semuanya memiliki ciri dan kriteria yang berbeda.
Oleh sebab itu, tujuan penulisan makalah ini diperlukan lebih
lanjut untuk mengetahui lebih jelas tentang hadits shahih, hadits hasan dan
hadits dha’if.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian hadits shahih, pembagian dan contohnya ?
2. Bagaimana pengertian hadits hasan, pembagian dan contohnya ?
3. Bagaimana pengertian hadits dha’if, pembagian dan contohnya ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian hadits shahih, pembagian dan
contohnya.
2. Untuk mengetahui pengertian hadits hasan, pembagian dan contohnya.
3. Untuk mengetahui pengertian hadits dha’if, pembagian dan contohnya.
4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Hadits Shahih
a. Pengertian Hadits Shahih
Shahih menurut lughat adalah lawan dari “saqim’, artinya sehat
lawan sakit, haq lawan bathil. Menurut ahli hadits, hadits shahih
adalah hadits yang sanadnya bersambung, dikutip oleh orang yang
adil lagi cermat dari orang yang sama, sampai berakhir pada
Rasululloh SAW, atau sahabat yang tabi’in, bukan hadits yang syadz
(kontroversi) dan terkena ‘illat yang menyebabkan cacat dalam
penerimaaanya. 1
Berdasarkan pengertian di atas, hadits shahih memiliki 5
kriteria, yaitu ;
1. Sanadnya bersambung
Yang dimaksud sanadnya bersambung adalah bahwa tiap-
tiap perawinya dalam sanad hadits menerima riwayat hadits dari
perawi terdekat sebelumnya. Keadaan itu berlangsung demikian
sampai akhir sanad dari hadits itu.
2. Perawinya adil
Seseorang dikatakan adil apabila ada padanya sifat-sifat
yang dapat mendorong terpeliharanya ketaqwaan, yaitu senantiasa
melakukan perintah dan meninggalakn larangan, dan terjaganya
sifat muru’ah yaitu senantiasa berakhlak baik dalam segala
tingkah lakunya.
3. Perawinya dhabit
Seorang perawi dikatakan dhabit apabila perawi tersebut
mempunyai daya ingatan dengan sempurna terhadap hadits yang
diriwayatkannya. Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, perawi yang
1
Agus Salahudin, Agus Suyadi, Ulumul Hadits ( Bandung ; Pustaka Setia, 2009 )141.
5
dhabit adalah mereka yang kuat hafalannya terhadap apa yang
pernah didengarnya, kemudian mampu menyampaikan hafalan
tersebut kapan saja manakala diperlukan. Ini artinya, bahwa orang
yang disebut dhabit harus mendengar secara utuh apa yang
diterimanay, memahami apa yang diterimanaya, terpatri dalam
ingatannya,kemudian mampu menyampaikannyakepada orang
lain atau meriwayatkannya sebagaimana mestinya. 2
4. Tidak Syadz (janggal).
Syadz dalam bahasa berarti ganjil, terasing atau menyalahi
atura. Yang dimaksud dengan syadz disini, adalah periwayatan
orang tsiqoh (terpercaya yakni adil dan dhabith) bertentangan
dengan orang yang lebih tsiqoh.
5. Tidak terjadi ‘illat
Dalam bahasa arti ‘illat yaitu penyakit, sebab, alasan, atau
udzur. Sedang ati ‘illat di sini adalah suatu sebab tersembunyi
yang membuat cacat keabsahan suatu hadits padahal lahirnya
selamat dari cacat tersebut. Misalnya, sebuah hadits setelah
diadakan penelitianternyata ada sebab yang membuat cacat yang
menghalangi terkabulnya, seperti perawi seorang yang fasik, tidak
bagus hafalannya, seorang ahli bid’ah, dan lain-lain.
b. Pembagian Hadits Shahih
Macam-macam hadits shahih ada dua macam yaitu :
1. Shahih Lidzatih (shahih dengan sendirinya)
Karena hadits shahih lidzatih telah memenuhi 5 kriteria
hadits.
2. Shahih Lighairih (shahih karena yang lain)
Hadits shahih lighairih, semestinya sedikit tidak memnuhi
persyaratan hadits shahihia baru sampai tingkat hadits hasan,
karena diantara perawi ada yang kurang sedikit hafalannya
2
Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2002) 132.
6
dibandingkan dalam hadits shahih, tetapi karena diperkuat dengan
jalan/sanad lain, maka naik menjadi shahih li ghairih.
Contoh hadits yang diriwayatkan oleh At-Timidzi melalui
jalan Muhammad bin Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah
bahwa Rasulullah SAW bersabda :
َ اس ََل َ َم ْرت ُ ُه ْم ِبالس َِواكِ َم َع ُك ِل
ص ََلة َ علَى أ ُ َّمتِي أ َ ْو
ِ َّعلَى الن ُ َ لَ ْو ََل أ َ ْن أ
َ ش َّق
ُس ِم ْعت َ : َس ِم ْعتُ اَبِى قَا َل: سدَّد َحدَّثَنَا ُم ْعت َِمر قَا َل
َ َارى قَا َل َحدَّثَنَا ُم ِ َما ا َ ْخ َر َجهُ البُخ
اللَّ ُه َّم اِنِّي:ُسلَّم يَقُول َ ُص َّلى هللا
َ علَ ْي ِه َو َ َكانَ النّبي:َع ْنهُ قَال َ ُي هللا َ ضِ النَّ ِس بنُ َما ِلك َر
,ِ َواَعُوذُبِكَ ِم ْن فِتْنَ ِة ال َمحْ يَا َوال َم َمات, َوال ُجب ِْن َوال َه ْر ِم,س ِل َ جْز َوال َكِ َاَعُوذُبِكَ ِمنَ الع
.ب القَب ِْرِ َواَعُوذ ُ ِبكَ ِم ْن عَذَا
3
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits ( Jakarta : Amzah, 2008) 154.
7
2. Hadits Hasan
a. Pengertian Hadits Hasan
Hadits hasan adalah hadits yang bersambung sanadnya,
diriwayatkan oleh perawi yang adil, yang rendah tingkat kekuatan daya
hapalannya, tidak rancu dan tidak bercacat. Dengan membandingkan
definisi hadits hasan ini dan definisi hadits shahih, maka akan di
temukan titik keserupaan yang cukup besar di antara kedua jenis hadits
ini. Yang membedakan di antara keduanya hanyalah tingkat
kedhabitan perawinya. Hadits shahih diriwayatkan oleh rawi yang
sempurna daya hafalannya yakni kuat hafalannya dan tingkat
akurasinya, sedangkan rawi hadits hasan adalah kurang sedikit
kedhabitannya. Tetapi jika dibandingkan dengan kedhabitan perawi
hadits dha’if tentu belum seimbang, kedhabitan perawi hadits hasan
lebih unggul. 4
b. Pembagian Hadits Hasan
Para ulama ahli hadits membagi Hadits Hasan menjadi dua
bagian, yaitu :
1. Hadits Hasan li Dzatih
Hadits hasan li dzatih yaitu hadits yang sanadnya
bersambung dengan periwayatan yang adil, dhabit meskipun tidak
sempurna, dari awal sanad hingga akhir sanad tanpa ada
keganjilan dan cacat yang merusak.
Hadits hasan lidzatih ini bisa baik derajatnya menjadi
hadits shahih (li ghairih) bila ada hadits lain yang sejenis
diriwayatkannya melalui jalur sanad yang lain. Sebagai contohnya
adalah hadits Al-Tirmidzi yang diriwayatkan dari Muhammad bin
Amr dari Abi Salamah dari Abi Hurairah, sebagaimana contoh :
َ ش َّق َعلَى أمتي َل َم ْرت ُ ُه ْم بِالس ََّوا كِ ِع ْن َد ُكل
” صَلة ْ َلَ ْوَل
ُ أن أ
4
Nuruddin ‘itr, ‘Ulumul Hadits (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2012) 266.
8
Hadits ini hasan lidzatih. Muhammad ibn Amr ibn
Alqamah terkenal seorang yang baik dan jujur, tetapi kurang
dhabit. Karena itu banyak ulama yang melemahkan hadits yang
diriwayatkannya. Oleh karena itu, hadits di atas berstatus hasan li
dzatih.
2. Hasan li Ghairihi
Hadits hasan li ghairihi ini terjadi dari hadits dha’if jika
banyak periwayatannya, sementara para perawinya tidak
diketahui keahliannya dalam meriwayatkan hadits. Akan tetapi
mereka tidak sampai kepada derajat fasik. Hadits dha’if bisa naik
menjadi kedudukannya menjadi hadits hasan ini, hanyalah hadits
yang tidak terlalu lemah. Sementara hadits yang sangat lemah
kedudukannya tetap sebagai hadits dha’if, tidak bisa berubah
menjadi hadits hasan. 5
c. Contoh Hadits Hasan
Hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan
Ibnu Hibban dari Al-Hasan bin Urfah Al-Maharibi dari Muhammad bi
Amr dari Abu Salamah dari Abi Hurairah, bahwa Nabi bersabda :
َوز ذَلِك َّ ار أ ُ َّم ِتـي َما بَيْنَ ال ِستِيْنَ ِإلَى ال
ُ سبْ ِعيْ َن َوأَقَلُّ ُه ْم َم ْن يَ ُج ُ أ َ ْع َم
Usia umatku sekitar antara 60 sampai 70 tahun dan sedikit
sekali yang melebihi itu.
Para perawi di atas adala tsiqah kecuali Muhammadbin Amr.
Oleh para ulama hadits nilai ta’dil shaduq tidak mencapai dhabit tamm
sekalipun telah mencapai keadilan, kedhabitannya kurang sedikit jika
dibandingkan dengan kedhabitan hadits shahih. 6
5
Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2002) 145.
6
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits ( Jakarta : Amzah, 2008) 160.
9
3. Hadits Dha’if
a. Pengertian Hadits Dha’if
Dha’if menurut bahasa adalah lemah, lawan dari qawi (yang kuat).
Para ulama Muhadditsin mengemukakan sebab tertolaknya hadits dari dua
jurusan, yakni dari jurusan sanad dan matannya.
Sebab-sebab tertolaknya hadits dari jurusan sanad adalah
1. Terwujudnya cacat pada rawinya, baik tentang keadilan
maupun kedhabitannya.
2. Ketidakbersambungnya sanad, dikarenakan adalah seorang
rawi atau lebih, yang digugurkan atau saling tidak bertemu satu
sama lain.
1. Dusta.
2. Tertuduh dusta.
3. Fasik.
4. Banyak salah.
5. Lengah dalam menghafal.
6. Menyalahi riwayat orang kepercayaan.
7. Banyak wahamnya.
8. Tidak diketahui identitasnya.
9. Penganut bid’ah.
10. Tidak baik hafalannya.7
b. Pembagian Hadits Dha’if
Berdasarkan sebab-sebab di atas, maka macam-macam hadits
dha’if dikelompokkan sebagai berikut :
1. Pada Sanad
a. Hadits Munqathi’
7
Agus Salahudin, Agus Suyadi, Ulumul Hadits ( Bandung ; Pustaka Setia, 2009 )148.
10
Adalah hadits yang gugur sanadnya di satu tempat
atau lebih, atau pada sanadnya disebutkan nama seorang yang
tidak dikenal namanya. Akan tetapi gugurnya sanad tersebut
dibatasi jumlahnya yaitu hanya satu atau dua tapi tidak secara
berurutan.
b. Hadits Mu’allaq
Yaitu hadits yang digugurkna seorang atau lebih
diawal sanadnya secara berturut-turut. Hukum hadits
mu’allaq ini pada prinsipnya dikelompokkan kepada hadits
dha’if yang ditolak. Akan tetapi hadits mu’allaq ini bisa
dianggap shahih bila sanad yang digugurkan itu disebutkan
oleh hadits yang bersanad lain.
c. Hadits Mursal
Adalah hadits yang gugur sanadnya setelah tabi’in.
Yang dimaksud gugur disini adalah nama sanad terakhir tidak
disebutkan
d. Hadits Mu’dhal
Adalah hadits yang gugur sanadnya atau lebih secara
berturut-turut. Hadits ini tidak bisa dijadikan hiujjah, karena
ia lebih buruk keadaannya daripada hadits munqathi’.
e. Hadits Mudallas.
Pada hadits mudallas ini, rawi yang menggugurkan
pernah bertemu dengan rawi yang digugurkan. Pengguran itu
dimaksudkan agar aib atau kelemahan suatu hadits dapat
tertutupi.
11
b. Hadits Maqthu’
Hadits yang diriwayatkan dari tabi’in dan disandarkan
kepadanya, baik perkataan maupun perbuatannya. Hadits
maqthu’ dilihat dari segi sandarannya adalah hadits yang lemah,
maka dari itu tidak dapat dijadikan hujjah.8
c. Contoh Hadist Dho’if
8
Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2002) 152.
12
BAB III
PENUTUP
Simpulan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Hadits shahih
Adalah hadits yang sanadnya bersambung, dikutip oleh orang yang
adil lagi cermat dari orang yang sama, sampai berakhir pada Rasululloh
SAW, atau sahabat yang tabi’in, bukan hadits yang syadz (kontroversi)
dan terkena ‘illat yang menyebabkan cacat dalam penerimaaanya. Hadits
shahih di bagi menjadi hadits shahih lidzatih dan hadits shahih lighairihi.
2. Hadits hasan.
Adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh
perawi yang adil, yang rendah tingkat kekuatan daya hapalannya, tidak
rancu dan tidak bercacat. Hadits hasan dibagi menjadi dua yaitu, hadits
hasan lidzatih dan hasan li ghairihi.
3. Hadits dha’if
Adalah hadits yang lemah. Para ulama Muhadditsin
mengemukakan sebab tertolaknya hadits dari dua jurusan, yakni dari
jurusan sanad dan matannya.
Saran
Penulis memohon maaf apabila makalah ini tampil kurang sempurna dan
belum lengkap karen aketerbatasan waktu dan tenaga. Demi penyempurnaan
makalah, penulis membuka kritik dan saran yang kontruktif dari pembaca.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin
13
DAFTAR PUSTAKA
Agus Salahudin dan Agus Suyadi. 2009. Ulumul Hadits. Bandung : Pustaka Setia
14