DisusunOleh:
Kelompok 11
1
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
rahmat dan hidayah-Nya kita dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini,
yang berjudul “Variasi Peserta Didik Dan Sosio-kultural”. Sholawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad
SAW, yang telah membimbing umat dari jalan kegelapan menuju jalan yang
terang benderang yang diridhoi oleh Allah SWT yaitu agama Islam.
Selanjutnya kami ucapkan terima kasih kepada pihak yang selalu mendukung
kelancaran tugas kami, Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas
kelompok mata kuliah Pancasila yang akan dipresentasikan dalam
pembelajaran di kelas. Makalah ini dianjurkan untuk dibaca oleh semua
mahasiswa dan mahasiswi pada umumnya sebagai penambah ilmu
pengetahuan tentang Pendidikan peserta didik sebagai dasar pengembangan
ilmu. Kami sampaikan terima kasih atas perhatiannya, kami berharap semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua
Penyusun
12
DAFTAR ISI
3.1 Kesimpulam...................................................................................... 13
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Telah kita ketahui bahwa setiap individu itu unik yaitu tidak ada dua
individu yang sama persis baik dari sifat, karakter, maupun lainnya. Tiap
masing-masing individu berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.
Begitu halnya siswa satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan.
Perbedaan itu terdapat pada karakter psikis kepribadian dan sifat-sifatnya.
Perbedaan individual ini terlihat pada cara dan hasil belajar siswa itu
sendiri. Perbedaan individu atau variasi individual tersebut perlu adanya
penanganan yang khusus dari guru sebagai pembimbing dalam rangka
upaya peningkatan hasil belajar dalam pembelajaran.
Dalam pendidikan saat ini sistem pendidikan yang digunakan saat ini
adalah sistem pendidikan yang bersifat klasikal yaitu, melakukan
pembelajaran di kelas dengan hanya melihat siswanya saja sebagai individu
dengan kemampuan rata-rata. Kebiasaan begitu juga dengan
pengetahuannya yang hampir sama tidak berbeda dengan satu sama lain
yang kurang memperhatikan masalah perbedaan dari masing-masing
individu. Pembelajaran yang bersifat klasikal yang mengabaikan perbedaan
individual/variasi individual dapat diperbaiki dengan beberapa cara, antara
lain penggunaan metode atau strategi belajar-mengajar yang bervariasi
sehingga perbedaan-perbedaan kemampuan siswa dapat diatasi. Selain itu,
penggunaaan media akan membantu mengatasi perbedaan terhadap siswa
dalam cara belajar. Usaha lain untuk mengatasi pembelajaran secara
klasikal adalah dengan memberikan tambahan pelajaran atau pengayaan
pembelajaran bagi siswa yang pandai dan memberikan bimbingan belajar
bagi anak yang kurang. Disamping dalam memberikan tugas hendaknya
disesuaikan dengan minat dan kemampuan siswa sehingga bagi siswa yang
pandai, sedang, maupun kurang akan merasakan berhasil di dalam belajar.1
12
Oleh karena itu, sebagian seorang guru hendaknya mampu memahami
karakteristik maupun sifat-sifat dari masing-masing individu atau siswanya.
Dengan cara maupun metode yang telah disebutkan sebelumnya dan
mengaplikasikan langsung dalam dunia pendidikan, sehingga mengetahui
perbedaan siswanya dan bagaimana cara untuk mengatasinya dengan cara-
cara yang mudah dipahami siswa. Melalui
B. Rumusan Masalah
1. Mendeskripsikan variasi individual peserta didik
2. Mendeskripsikan Diveritas sosial kultural
C. Tujuan penulis
1. Untuk mengetahui variasi individual pada peserta didik
2. Unrtuk mengetahui diveritas sosial kultural
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Variasi peserta didik
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) variasi adalah bentuk
(rupa) yang lain; yang berbeda bentuk (rupa). Sementara dalam kamus Echols
dan Shadaly; individu adalah kata benda dari individual yang berarti orang,
perseorangan, dan oknum, di mana suatu lingkungan untuk anak yang dapat
merangsang perkembangan potensi-potensi yang di milikinya dan akan
membawa perubahan-perubahan apa saja yang di inginkan dalam kebiasaan dan
sikap-sikapnya.
Berikut ini beberapa pengertian variasi individual menurut para ahli:
1. Menurut Lindgren; variasi individual menyangkut tentang variasi yang
terjadi, baik variasi pada aspek fisik, maupun psikologis.
2. Menurut Chaplin; variasi individual adalah perbedaan sifat kuantitatif
dalam suatu sifat, yang bisa membedakan satu individu dengan individu
lainnya.
12
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa variasi
individual adalah hal-hal yang berkaitan dengan “psikologi pribadi” yang
menjelaskan perbedaan psikologis maupun fisik antara siswa-siswa.
7
tiap siswa dalam berbahasa berbeda-beda
3. Perbedaan Kecakapan Motorik; Kecakapan motorik atau kemampuan
psiko- motorik merupakan kemampuan untuk melakukan koordinasi
gerakan syarat motorik yang dilakukan oleh syaraf pusat untuk melakukan
kegiatan.
4. Perbedaan Latar Belakang; perbedaan latar belakang dan pengalaman
mereka masing-masing dapat memperlancar atau memperhambat
prestasinya, terlepas dari potensi untuk menguasai bahan.
5. Perbedaan Bakat; bakat merupakan kemampuan khusus yang dibawa sejak
lahir. Kemampuan tersebut akan berkebang dengan baik apabila
mendapatkan rangsangan dan pemupukan secara tepat sebaliknya bakat
tidak berkembang sama, maka lingkungan tidak memberikan kesempatan
untuk berkembang.,
6. Perbedaan Kesiapan Belajar; perbedaan latar belakang, yang meliputi
perbedaan sosio-ekonomi, sosio-cultural, amat penting artinyabagi
perkembangan anak
7. Perbedaan Jenis Kelamin dan Gender; istilah jenis kelamin dan gender
sering dipertukarkan dan dianggap sama. Jenis kelamin merujuk kepada
perbedaan biologis dari laki-laki dan perempuan, sementara gender
merupakan aspek psikososial dari laki- laki dan perempuan berupa
perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dibangun secara sosial
budaya
8. Perbedaan Kepribadian; kepribadian adalah pola perilaku dan cara berpikir
yang khas yang menetukan penyesuaian diri seseorang terhadap
lingkungan. Kepribadian sesesorang dapat kita tinjau melalui dua model
yaitu model big five dan model brigg- myers.
Gaya Belajar dan Berpikir Siswa
Gaya belajar atau learning style ialah cara siswa bereaksi dan
menggunakan perangsang-perangsang yang diterimanya dalam belajar
atau proses belajar-mengajar di
12
sekolah. Gaya belajar dapat didefinisikan sebagai cara seseorang dalam
menerima hasil belajar dengan tingkat penerimaan yang optimal
dibandingkan dengan cara yang lain. Menurut De Porter dan Hernacki
menyatakan bahwa “gaya belajar merupakan kombinasi dari bagaimana
anda menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi”.
Gaya berpikir ini ada dua macam, yaitu: Field Dipendence dan Field
Independence. Gaya berpikir Field Dependence ialah gaya belajar siswa
yang mau memulai belajar apabila ada pengaruh atau perintah dari orang
lain (guru atau orang tua). Sebaliknya, pada gaya belajar Field
Independence, siswa mau belajar secara mandiri tanpa harus di suruh atau
dipengaruhi orang lain. Gaya berpikir independence inilah yang sebaiknya
terjadi pada setiap permulaan belajar
2.2 Diveritas sosio-kultural
Secara etimologis, kata diversitas adalah perbedaan, kelainan, dan
keberagaman (Pusat Bahasa (2008 : 336)). Sedangkan secara terminologi,
yang dimaksud dengan diversitas dikemukakan oleh beberapa ahli berikut :
Chun (dalam Santrock : 2008 : 170) menyatakan bahwa Kultur adalah pola
perilaku, keyakinan, dan semua produk dari kelompok orang tertentu yang
diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya. Produk itu berasal dari
interaksi antarkelompok orang dengan lingkungannya selama bertahun-tahun.
Selanjutnya Endarmoko (2009 : 343) menyatakan bahwa Kultur adalah
kebudayaan, peradaban, adat, kebiasaan, nilai, dan tradisi. Lalu Baskoro
(2012 : 402) menyatakan bahwa Kultur adalah kebudayaan. Berdasarkan
pendapat dari ahli di atas maka kultur adalah pola perilaku, keyakinan,
kebudayaan, peradaban, adat, kebiasaan, nilai, tradisi, dan semua produk dari
kelompok orang tertentu yang diturunkan dari satu generasi ke generasi
lainnya.
Jadi, diversitas sosio-kultural secara makna kata dapat diartikan dengan
perbedaan-perbedaan yang terdapat di dalam masyarakat khususnya,
mengenai sosial dan budaya masyarakat.
Dalam perspektif pendidikan, diversitas sosiokulutral sangat menarik untuk
dikaji karena, kebhinekaan yang terdapat dalam masyarakat merupakan
9
potensi yang luar biasa untuk pelaksanaan pembangunan, namun seiring
dengan itu juga sebuah gunung es yang bisa sewaktu-waktu akan meledak dan
memicu konflik horizontal yang akan mencerai beraikan tatanan kehidupan
sosial masyarakat. Kekerasan pada etnis cina di Jakarta pada bulan mei 1998
dan perang antar agama di Maluku Utara pada tahun 1999-2003 dan Poso,
perang etnis antara suku Dayak dan Madura tahun 2000 telah menyebabkan
kurang lebih 2000 nyawa melayang sia-sia, beberapa contoh konkrit
disamping yang dihadapi sekarang ini seperti korupsi, kolusi, nepotisme,
premanisme, perseteruan politik, kemiskinan, kekerasan, separatism,
pengrusakan lingkungan dan hilangnya rasa kemanusiaan untuk selalu
menghargai hak-hak orang lain adalah bentuk nyata akibat dari diversitas
sosiokultural tersebut. Dengan demikian, keragaman ini diakui atau tidak akan
menimbulkan berbagai macam persoalan.
Realitas konflik sosial yang seringkali terjadi dengan kekerasan seperti
contoh yang disebutkan di atas, akan mengancam persatuan dan eksistensi
bangsa. Indonesia dengan jumlah pulau 17667 dan data lain mengatakan
17504, 11 ribu pulau diantaranya sudah dihuni, jumlah suku sebanyak 359,
jumlah bahasa sebanyak 726, populasi penduduk kira-kira 210 juta jiwa
dengan agama yang dianut yaitu Islam, Kristen, hindu dan budha, konghu cu
serta berbagai aliran kepercayaan lainnya, seringkali dikatakan Indonesia
sebagai Negara yang multi etnis dan multi agama.
Keberagaman ini akan menimbulkan persoalan apabila tidak dikelola
dengan baik. Pendidikan multikultural sebagai sebuah konsep, dalam konteks
kebangsaan diarahkan kepada pengembangan pengakuan terhada
keberagaman, perbedaan dan kemajemukan budaya baik ras, suku, etnis dan
agama. Konsep yang memberikan pemahaman tanpa adanya diskriminasi
antara laki-laki dan perempuan, kaya atau miskin, mayoritas dan minoritas.
Pada sisi lain dalam aspek dunia pendidikan, masih terdapat pandangan
sebagian masyarakat yang menganggap bahwa suatu tugas atau jabatan akan
sukses dipegang oleh perempuan atau pekerjaan itu dimilik laki-laki.
Menyamaratakan dalam segala hal dalam posisi-posisi yang ada bukanlah
sebuah isu emansipasi.
12
2.3 Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural hingga saat ini belum dapat didefinisikan
secara baku. Namun, ada beberapa pendapat para ahli mengenai pendidikan
multikultural. Diantaranya adalah Andersen dan Cusher (1994:320)
mengartikan pendidikan multikultural sebagai pendidikan mengenai
keragaman kebudayaan. Kemudian, James Banks (1993: 3) mendefinisikan
pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk people of color. Artinya,
pendidikan multikultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan
(anugerah Tuhan). Dimana dengan adanya kondisi tersebut kita mampu untuk
menerima perbedaan dengan penuh rasa toleransi.
Pendidikan multikultural merupakan respons terhadap
perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan
hak bagi setiap kelompok. Hal ini dapat diartikan bahwa pendidikan
multikultural adalah pendidikan yang mencakup seluruh siswa tanpa
membedakan kelompok-kelompoknya, seperti gender, etnis, ras, budaya, strata
sosial, dan agama.
James Bank menjelaskan, bahwa pendidikan multikultural memiliki
beberapa dimensi yang saling berkaitan satu dengan yang lain, yaitu:
a) Content Integration, yaitu mengintegrasikan berbagai budaya dan
kelompok untuk mengilustrasikan konsep dasar, generalisasi, dan teori
dalam mata pelajaran / disiplin ilmu.
b) The knowledge construction process, yaitu membawa siswa untuk
memahami implikasi budaya kedalam sebuah mata pelajaran.
c) An equity paedagogy, yaitu menyesuaikan metode pengajaran dengan cara
belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang
beragam baik dari segi ras, budaya, ataupun sosial.
d) Prejudice reduction, yaitu mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan
menentukan metode pengajaran mereka. Kemudian, melatih kelompok
untuk berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, berinteraksi dengan seluruh
staff dan siswa yang berbeda etnis dan ras dalam upaya menciptakan
budaya akademik yang toleran dan inklusif.
2.4 Pendekatan Pendidikan Multikultural
11
Merancang pendidikan dalam tatanan masyarakat yang penuh dengan
permasalahan antar kelompok seperti di Indonesia memang tidaklah mudah.
Hal ini ditambah sulit lagi jika tatanan masyarakat yang ada masih penuh
diskriminasi dan bersifat rasis.
Dalam kondisi seperti ini, pendidikan multikultural diarahkan sebagai
advokasi untuk menciptakan masyarakat yang toleran. Adapun untuk
mencapai sasaran tersebut, diperlukan sejumlah pendekatan. Dan beberapa
pendekatan dalam pendidikan multikultural tersebut adalah sebagai berikut.
a) Tidak lagi menyamakan pandangan pendidikan dengan persekolahan, atau
pendidikan multikultural dengan program-program sekolah formal.
b) Menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok
etnik.
c) Mempertahankan dan memperluas solidaritas kelompok akan menghambat
sosialisasi kedalam kebudayaan baru. Pendidikan multikultural bagi
pluralisme budaya dan pendidikan multikultural tidak dapat disamakan
dengan logis.
d) Pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa
kebudayaan. Kebudayaan mana yang akan diadopsi, itu ditentukan oleh
situasi dan kondisi secara proporsional.
Pendekatan ini meningkatkan kesadaran akan multikulturalisme sebagai
pengalaman normal manusia. Kesadaran ini mengandung makna bahwa
pendidikan multikultural berpotensi untuk menghindari dikotomi dan
mengembangkan apresiasi yang lebih baik melalui kompetensi kebudayaan
yang ada pada diri peserta didik.
12
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bedasarkan hasil pejelasan kajian diatas mengenai variasi individual
peserta didik dan Diveritas sosial kultural. Dengan menerapkan perubahan
dalam sikap-sikapnya dalam setiap peserta didik dengan tujuan agar peserta
didik mendapatkan motivasi belajar berguna untuk dirinya sendiri. Rancangan
pembelajaran ini tentunya memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar pada setiap penerapan nya.
4.2 saran
Bedasarkan penjelasan kajian diatas mengenai variasi individual peserta
didik dan Diveritas sosial kultural. Maka dapat dibuat kan saran yaitu, sesuatu
yang memiliki wawaasan luas atau menyeluruh dan lengkap yang dapat
diterapkan di berbagai bidang pendidikan untuk menunjukkan sikap yang
totalitas.
13
DAFTAR PUSTAKA
12