Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH TAFSIR TARBAWY

Tentang

Objek Pendidikan

Q.S Al-Tahrim : 6 , Q.S An-Nissa : 170 , Q.S As-Syuara' : 214

Disusun oleh kelompok 6 :

1. Nurul Rahmadyah (2014030049)

2. Zuriati Rahmi (2014030061)

3. Insanul Alfadli (2014030067)

4. Indah Wahyuni (1814030057)

Dosen Pembimbing: Drs. Syafrijal, M. Ag

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (B)


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
IMAM BONJOL PADANG
1442 H/2021 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
rahmat dan karunian-Nya sehingga penyusunan makalah Tafsir Tarbawy dapat diselesaikan
dengan baik. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yakni untuk memaparkan mengenai Objek
Pendidikan Q.S Al-Tahrim : 6 , Q.S An-Nissa : 140 , Q.S As-Syuara' : 214 Dengan makalah ini
diharapkan baik penulis sendiri maupun pembaca dapat memilki pengetahuan yang lebih luas mengenai
Tafsir Tarbawy Penulis menyadari bahwa karya tulis ini jauh dari kata sempurna. Untuk itu, penulis
meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga maklalah ini dapat
memberikan manfaat kepada pembaca.

Padang, 27 April 2021

Pemakalah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................I

DAFTAR ISI ....................................................................................................................................II

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................................................1

Latar belakang .............................................................................................................................2

Tujuan penulisan ...........................................................................................................................3

Rumusan .......................................................................................................................................3

BAB II. PEMBAHASAN ..................................................................................................................4

Objek Pendidikan QS.At-Tahrim ayat 6 ..................................................................................4

Objek Pendidikan QS.Asy-Syu'ara ayat 214............................................................................4

Objek Pendidikan QS.An-Nisa' ayat 170 .................................................................................8

BAB III. PENUTUP .........................................................................................................................9

Kesimpulan ...................................................................................................................................9

Kritik dan Saran ............................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’andiyakini oleh umat Islam sebagai kalamullah (firman Allah) yang mutlak benar,
berlaku sepanjang zaman dan mengandung ajaran serta petunjuk tentang berbagai hal yang
berkaitan dengan kehidupan manusia di dunia ini dan di akhirat nanti. Ajaran dan petunjuk al-
Qur’an tersebut berkaitan dengan berbagai konsep yang amat dibutuhkan oleh umat manusia
dalam mengarungi kehidupannya di dunia ini dan di akhirat kelak.

Al-Qur’an berbicara tentang berbagai hal, seperti aqidah, ibadah, mu’amalah berbicara
pula tentang pendidikan. Namun demikian, al-Qur’an bukanlah kitab suci yang siap pakai, dalam
arti berbagai konsep yang dikemukakan al-Qur’an tersebut tidak langsung dapat dihubungkan
dengan berbagai masalah tersebut. Ajaran al-Qur’an tampil dalam sifatnya yang global, ringkas
dan general. Untuk dapat memahami ajaran al-Qur’an tentang berbagai masalah tersebut mau
tidak mau seseorang harus melewati jalur tafsir sebagaimana telah dilakukan para ulama’.[1]

Berbicara masalah pendidikan, tentunya tidak lepas dari ilmu pengetahuan, adanya tujuan
pendidikan, subjek pendidikan, metode pengajaran, dan tentunya terdapat objek pendidikan
pula. Di dalm al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menjelaskan masalah-masalah pendidikan
tersebut.

Dalam makalah ini akan sedikit membahas terkait dengan objek pendidikan berdasarkan
al-Qur’an yang terkandung dalam QS.At Tahrim ayat 6, QS. Asy Syu’ara ayat 214, dan QS. An Nisa’
ayat 140.

B. Rumusan Masalah

1. Siapakah objek pendidikan berdasarkan QS. At Tahrim ayat 6?

2. Siapakah objek pendidikan berdasarkan QS. Asy Syu’ara ayat 214?

3. Siapakah objek pendidikan berdasarkan QS. An Nisa’ ayat 170?


BAB II

PEMBAHASAN

A. QS. At Tahrim ayat 6

‫ون‬ ُ ‫اامرهُ َْم َوي ْفعَ ْلونََ ماي‬


ََ ‫ُؤمر‬ ُ ‫ارة عليْها مالئِك َةُ غِالظَ شِدادَ الَيُ ْع‬
َ ‫صون للاَُ َم‬ ْ ‫اس‬
َ ‫والحِ َج‬ َُ ّ‫يَااَيُّ َهاالّ ِذيْنََ امنُواقُوَا اَ ْنفُ َسكُ َْم واَ ْهل ْيكَُ َْم نَاراَ وقُ ْودُهاالن‬

“Hai orang-orang yang beriman peliharahlah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan mereka selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan”(QS. At Tahrim:6).

Dalam ayat ini terdapat lafadz perintah berupa fi’il amar yang secara langsung dengan
tegas, yakni lafadz (peliharalah/jagalah), hal ini dimaksudkan bahwa kewajiban setiap orang
mu’min salah satunya adalah menjaga dirinya sendiri dan keluarganya dari siksa neraka. Dalam
tafsir jalalain proses penjagaan tersebut ialah dengan pelaksanaan perintah taat kepada Allah
merupakan tanggung jawab manusia untuk menjaga dirinya sendiri serta keluarganya. Sebab
manusia merupakan pemimpin bagi dirinya sendiri dan keluarganya yang nanti akan dimintai
pertanggungjawabannya. Sebagaimana Rosulullah SAW bersabda:

“dari Ibnu Umar RA berkata: saya mendengar Rosululloh SAW bersabda: setiap dari kamu adalah
pemimpin, dan setiap dari kamu akan dimintai pertanggungjawabannya, orang laki-laki adalah
pemimpin dalam keluarganya dan akan ditanyai atas kepemimpinannya..”(HR.Bukhari Muslim).

Diriwayatkan bahwa ketika ayat keenam ini turun, Umar berkata: “waha Rosulullah, kami sudah
menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?” Rosulullah menjawab: “larang
mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang mengerjakannya dan perintahkanlah mereka
melakukan apa yang Allah perintahkan kepadamu melakukannya. Begitulah caranya meluputkan
mereka dari api neraka. Neraka itu dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras yang pemimpinnya
berjumlah Sembilan belas malaikat, mereka dikuasakan mengadakan penyiksaan dari dalam
neraka, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepadanya.[2]

Ada pula tafsir lain yang menjelaskan, bahwa pada ayat tersebut terdapat kata ‘qu
anfusakum’ yang berarti buatlah sesuatu yang dapat menjadi penghalang siksaan api neraka
dengan cara menjauhkan perbuatan maksiat,[3] memperkuat diri agar tidak mengikuti hawa
nafsu, dan senantiasa taat menjalankan perintah Allah. Selanjutnya “wa Ahlikum”, maksudnya
adalah keluargamu yang terdiri dari istri, anak, pembantu budak dan di perintahkan kepada
mereka agar menjaganya dengan cara memberikan bimbingan, nasehat dan pendidikan kepada
mereka. Hal ini sejalan dengan Hadist Rasulullah yang di riwayatkan oleh Ibn Al Munzir, Al Hakim,
oleh riwayat laen dari Ali RA ketika menjelaskan ayat tersebut, meksudnya adalah berikanlah
pendidikan dan pengetahuan mengenai kebaikan terhadap dirimu dan keluargamu. Kemudian
“Al Wuqud” adalah sesuatu yang dapat di pergunakan untuk menyalakan api. Sedangkan”Al
Hijaroh” adalah batu berhala yang biasa di sembah oleh masyarakat Jahiliyah. “Malaikatun”
dalam ayat tersebut maksudnya mereka yang berjumlah Sembilan belas dan bertugas menjaga
Neraka. Sedangkan ”Ghiladhun” maksunya adalah hati yang keras, yaitu hati yang tidak memiliki
rasa belah kasihan apabila ada orang yang meminta dikasihani. Dan “Syidadun” artinya memiliki
kekuatan[4] yang tidak dapat di kalahkan.

Lebih lanjut Al-Maraghi mengemukakan maksud ayat tersebut (yaa ayyuhal ladziina
amanu… al hijaroh) dengan keterangan: wahai orang-orang yang membenarkan adanya Allah dan
RosulNya hendaknya sebagian yang satu dapat menjelaskan sebagian yang lain tentang
keharusan menjaga diri dari api neraka dan menolaknya, karena yang demikian itu merupakan
bentuk ketaatan kepada Allah dan mengikuti segala perintahNya dan juga mengajarkan kepada
keluarganya tentang perbuatan ketaatan yang dapat memelihara dirinya dengan cara
memberikan nasehat dan pendidikan.[5] Jelasnya ayat tersebut berisi perintah atau kewajiban
terhadap keluarga agar mendidik hukum-hukum agama kepada mereka.

Pengertian tentang pentingnya membina keluarga agar terhindar dari api neraka ini tidak
semata-mata diartikan api neraka yang ada di akhirat nanti, melainkan termasuk pula berbagai
masalah dan bencana yang menyedihkan, merugikan dan merusak citra pribadi seseorang.
Sebuah keluarga yang anaknya terlibat dalam berbagai perbuatan tercela seperti mencuri,
merampok, menipu, berzina, minum-minuman keras, terlibat narkoba, membunuh, dan
sebagainya adalah termasuk kedalam hal-hal yang dapat mengakibatkan bencana di muka bumi
dan merugikan orang yang melakukannya, dan hal itu termasuk perbuatan yang membawa
bencana.[6]

B. QS Asy Syu’ara ayat 214

‫على ْالعَزي َُْز‬


َ َْ‫ َوتَو َّكل‬. ََ‫يءَ مِ ّمَا َ تَ ْع َم ْلون‬ َّ ِ ‫ص ْوكََ فَقُلَْ اِن‬
ْ ‫ى بََ ِر‬ َ ‫ع‬ َْ ‫فَا‬. ََ‫ن اتَّبَعكََ مِنََ ْال ُمؤْ مِ نِيْن‬
َ ‫ِن‬ ْ ‫ َو‬. ََ‫َواَ ْنذِرْ عَشِ ي َْرتَكََ االَ ْق َربِيْن‬
َِ ‫اخفِض َجناحكََ ِل َم‬
‫*الرحي َِْم‬َّ

“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu
terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. Jika mereka
mendurhakaimu maka katakanlah:”sesungguhnya aku tidak bertanggungjawab terhadap apa
yang kamu kerjakan.” Dan bertawakallah kepada (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha
Penyayang.” (QS Ay Syu’ara: 214-217)
Sesuai dengan ayat sebelumnya (QS At Tahrim:6) bahwa terdapat perintah langsung
dengan fi’il amar (berilah peringatan). Namun perbedaanya adalah tentang objeknya, dimana
dalam ayat ini adalah kerabat-kerabat.

“Aq Alrobin” mereka adalah Bani Hasyim dan Bani Muthalib, lalu Nabi SAW memberikan
peringatan kepada mereka secara terang-terangan. Demikianlah menurut keterangan Hadits
yang telah dikemukakan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim

Namun hal tersebut berarti khusus untuk Nabi SAW saja kepada Bani Hasyim dan Mutholib,
tetapi juga untuk seluruh umat islam, karena dilihat dari munasabah ayat, selanjutnya terdapat
ayat ke 215:” Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-
orang yang beriman jadi perintah ini juga berlaku untuk seluruh umat islam”[7].

At Thobari meriwayatkan bahwa ketika ayat ini turun, Nabi menyampaikan pesan suci
yang diterimanya kepada seluruh kerabat dan keluarga terdekatnya. Sementara Imam Muslim
meriwayatkan bahwa ketika ayat ini turun, Nabi langsung mengumpulkan anak dan kerabat
seraya manyampaikan pesan:

‫سلونى من مالى مَا شئتم‬, ‫ال املك لك شيئا من للا‬

Saya tidak mempunyai wewenang tanggung jawab sama sekali terhadap kalian dari siksaan Allah,
kala masalah harta silahkan minta apa yang saya punya semau kalian.

Sementara Al Bukhori meriwayatkan bahwa ketika ayat tersebut turun Nabi langsung
menuju dan naik bukit shofa seraya mengumpulkan sanak kerabat dan sahabatnya. Beliau
menyeru kapada seluruh kerabat besarnya, yang isi seruannya adalah:

َ‫انّى نذي َْر لكم بين يدى من عدابَ شديد‬

Dan seruan tersebut dengan sepontan ditanggapi dan disahuti oleh paman-paman Nabi, Abu
Lahab, dengan sanggahan:

‫تبّا لك يائ َر اليوم امادعوتنَا االَّ لهذا َ؟‬

Ketika itu pula Allah menjawab sanggahan Abu Lahab tersebut dengan menurunkan Q.S Al Lahab.

Dari ayat diatas, jika dilihat dari perspektif tanggung jawab pendidikan atau dakwah, maka dapat
disederhanakan menjadi beberapa poin penting diantaranya adalah[8]:

Jika ayat yang pertama diatas direlasikan dengan ayat yang sebelumnya yaitu:

ََ َّ‫فال تدعو مع للاَِ الهاَ اخ َر فتكونََ من ْال ُمعذ‬


‫بين‬
Maka janganlah kamu menyeru (menyembah) Tuhan yang lain disamping Allah, yang
menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang di azab.(Qs. Al Su’ara: 213)

Maka, dalam ayat tersebut Allah memerintahkan kepada Rosul untuk meningkatkan
keikhlasannya. Padahal secara rasional perintah tersebut tidaklah tepat sasarannya. Oleh karena
itu, hakikat yang dituju dari sesuatu tersebut adalah ummat Muhammad. Karena salah satu sikap
etis al-Qur’an jika ingin menyampaikan pesan kepada umat, khitobnya terlebih dahulu ditujukan
kepada pemimpinnya. Maka jika ayat tersebut formalnya adalah Rosul, maka ayat yang
berikutnya khitob untuk ummat dan kerabatnya.

Gaya retorik tersebut memberikan isyarat bahwa dalam pandangan al-Qur’an tanggungjawab
pendidikan bukan hanya terbatas pada wilayah kekuasaan, baik formal maupun non formal,
tetapi juga konsistensi antara apa yang disampaikan dengan kondisi perilaku yang
menyampaikan. Oleh karena itu, sebelum segala sesuatunya, pendidik harus terlebih dahulu
mampu memberi qudwah hasanah kepada peserta didiknya.

Kata idzar yang direlasikan dengan kata ‘asyir dan kata aqrab, menunjukkan bahwa hubungan
kedekatan, kekerabatan, kekeluargaan, serta nashab dalam pendidikan, jangan sampai disalah
gunakan sebagai factor peningkatan kwalitas peserta didik yang menafikan proses dan hukum
sebab akibat.

Dalam pendidikan, keseriusan dalam menyampaikan suatu masalah tidaklah menghalangi untuk
bersikap ramah dan lemah lembut, serta senantiasa menghindari sikap emosional. Hal ini seperti
yang dijelaskan dalam lanjutan ayat

َ ‫واخفض جنا حك لمن اتّبع‬


‫ك من المؤمنين‬

Ayat 214 menunjukkan bahwa dalam pendidikan harus bersikap adil, dimana setiap peserta didik
mempunyai hak yang sama dari pendidik. Adapun peringatan nabi kepada keluarganya pada ayat
diatas hanyalah merupakan sikap etis (birr) terhadap sanak kerabatnya yang tidak berhenti dan
menghalangi untuk berbuat baik kepada orang lain.

Dalam menyampaikan sebuah pesan kepada peserta didik, jika segala upaya dan cara telah
ditempuh, ternyata belum menghasilkan apa yang diharapkan oleh pendidik, maka pendidik
harus sadar bahwa hasil tersebut bukan hak veto manusia, melainkan adalah hak prerogatif Allah.
Oleh karena itu, segala sesuatunya harus dikembalikan kepada yang Maha Kuasa.
C. QS An nisa ayat 170

‫ْما‬
َ ‫ْما حكي‬
َ ‫ض وكان للاَُ علي‬
َ ِ ْ‫ت واالر‬ ْ ‫وان ت ْك‬
َِ ‫فروا فاِنَّ للَِ مافى السّماوا‬ َْ ‫بالحق من ربِّكم فآمنوا خيْراَ لكم‬
َِّ َُ ‫الرسو‬
‫ل‬ َُ ّ‫يآايّهاالن‬
ّ ‫اس قدْجآءكم‬

Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan
(membawa) kebenaran dari tuhanmu maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Dan
jika kamu kafir,(maka kekafiran itu tidak merugikan sedikitpun kepada Allah) karena
sesungguhnya apa yang dilangit dan dibumi adalah adalah kepunyaan Allah. Dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksan.(QS. An nisa 170)

Dalam ayat ini Allah menyeru manusia untuk manusia, sebab sudah ada Rasul (Nabi Muhammad
SAW) yang diutus untuk membawa syari’at yang benar.

Dalam tafsir disebutkan bahwa lafadz an Naas pada saat turunnya ayat adalah kepada ahli kafir
Mekah. Adapun manusia, karena adanya kesamaan jenis, ukhuwah basyari’ah, maka dakwah dan
tarbiyahnya kepada non muslim pun harus dilakukan, tentunya dengan jalan yang baik.

Nabi SAW bersabda: “dari Abdullah ibn ‘Amr ibn Al Ash ra. Berkata, sesungguhnya Nabi SAW
bersabda: sampaikanlah dariku walau satu ayat…” (HR.Bukhari).

Maka manusia baik yang muslim maupun non muslim merupakan objek dakwah dan tarbiyah.
Namun, disini perlu diluruskan, bahwa proses dakwah dan tarbiyah tidak harus dengan kekerasan
dan perang, tetapi dengan jalan yang hikmah, mau’idhoh hasanah, dan argument yang
bertanggung jawab.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dalam Qs At Tahrim ayat 6, menunjukkan perintah untuk menjaga diri dan keluarga dari api
neraka dan merupakan tarbiyah untuk diri sendiri dan keluarga.

Dalam Qs Asy Syu’ara ayat 214, menunjukkan bahwa yang menjadi objek pendidikan adalah
kerabat terdekat dari kita dan orang-orang yang dekat kepada adzab Allah SWT.

Dalam Qs An Nisa ayat 170, menunjukkan bahwa yang menjadi objek pendidikan adalah seluruh
manusia, baik yang muslim maupun non muslim merupakan objek dakwah dan tarbiyah. Namun
disini perlu diluruskan bahwa proses dakwah dan tarbiyah tidak harus dengan kekerasan dan
perang, tetapi dengan jalan yang hikmah, mau’idhoh hasanah, dan argument yang
bertanggungjawab.
DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. 2002. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Munir, Ahmad. Tafsir Tarbawi Mengungkap Pesan Al-qur’an tentang Pendidikan. 2008.
Yogyakarta: Teras.

Ricky-diah.blogspot.com/objek-pendidikan-dalam-al-qur’an.html

[1] DR.H.Abuddin Nata,MA. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002,
hlm.1-2

[2] Ricky-diah.blogspot.com/objek-pendidikan-dalam-al-qur’an.html

[3] Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,jilid X, (Mesir: Dar alfikr.tp.th.), hlm: 161

[4] Ibid, hlm: 161

[5] Op. Cit, Tafsir al-Maraghi jilid X

[6] Abuddin Nata, Tafsir ayat-ayat pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.2002. hlm: 200.

[7] Op. Cit. ricky-diah.blogspot.com.

[8] Ahmad Munir. Tafsir Tarbawi mengungkap pesan Al-Qur’an tentang pendidikan. 2008.
Yogyakarta: Teras. hlm: 133-137.

[9] Ahmad Mustafa al-Maraghi. Tafsir al-Maraghi jilid IV (Beirut Dar al fikr, tp.th.) hlm:48.

[10] Op.Cit, Abuddin Nata. hlm: 159.

Anda mungkin juga menyukai