Anda di halaman 1dari 17

“HAKIKAT PENDIDIK DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

PENDIDIKAN DALAM ISLAM’’

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok

Mata Kuliah : Filsafat Pendidikan Islam

Dosen Pengampu : Dr. Humaidah br. Hasibuan, M. Ag

Sem. III/T.BIO 1

Disusun Oleh :

Kelompok 8

 HUSNA KHOLIDA SIREGAR (0310211001)

 NESKA FADILLAH (0310213037)

 WINDI FAUZIANTI (0310212081)

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA


2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puja dan puji syukur kita ucapkan serta hadiahkan kepada AllahSWT karena atas
rahmat, berkah, dan karunia-Nya yang telah memberikan kemudahan bagi penulis sebagai
penyusun makalah untuk dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Dan tidak lupa
pula shalawat serta salam kita hadiahkan kepada baginda Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi Wassalam semoga kita mendapat syafa’atnya di hari kiamat kelak.

Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam yang
diampu oleh ibu Dr. Humaidah br. Hasibuan, M. Ag. Dan dengan dibuatnya tugas ini
diharapkan pembaca dapat mengetahui lebih jauh dan mendalam tentang materi yang
berjudul “Hakikat Pendidik dan Implikasinya terhadap Pendidikan dalam Islam”.
Mengenai penjelasan dan pemaparan lebih lanjut dijelaskan dalam bagian pembahasan
makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat. Dan penulis mengucapkan terima kasih
banyak kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Saran
dan kritik yang membangun dengan sangat terbuka kami terima untuk meningkatkan kualitas
dari makalah ini.

Medan, 08 November 2022

Kelompok 8

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................. .................................................................................... I


DAFTAR ISI................................. .................................................................................... II
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ....... .................................................................................... 1

1.3. Tujuan Penulisan ......... .................................................................................... 2


BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pendidik .... .................................................................................... 3

2.2. Etika Pendidik ............. .................................................................................... 7

2.3. Implikasi Memahami Hakikat Pendidik terhadap Pendidikan dalam Islam .... 11

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan ................. .................................................................................... 12

3.2. Saran ........................... .................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ................... .................................................................................... III

II
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Pendidikan adalah suatu bentuk interaksi manusia. Dalam Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagaman, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam pendidikan
menuntut terwujudnya manusia Indonesia yang berkualitas, cerdas, beriman, beriptek dan
berakhlakul karimah sebagai tujuan dari pendidikan, maka perlu pengamatan dari segi
aktualisasinya bahwa pendidikan merupakan proses interaksi antara pendidik dan peserta
didik untuk mencapai tujuan dari sebuah proses pendidikan.1
Berbicara pendidikan tidak bisa melepaskan diri dari pembahasan tentang berbagai
komponen pendidikan. Di antara komponen pendidikan adalah pendidik, peserta didik,
tujuan, kurikulum, metode, evaluasi dan lembaga-lembaga pendidikan. Para ahli telah
membahas persoalan-persoalan komponen pendidikan tersebut dengan pendekatan
masing-masing dan didasarkan pada ideologi masing-masing. Menurut penulis, perbedaan
ideologi akan menghasilkan perbedaan konsep dasar pendidikan. Dalam makalah ini,
penulis akan membahas hakikat pendidik dalam perspektif filsafat pendidikan Islam serta
implikasinya terhadap pendidikan dalam Islam. Mengkaji konsep pendidik dengan sudut
pandangan filsafat pendidikan Islam sangat penting agar kaum Muslim memiliki konsep
pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam.

1.2.Rumusan Masalah

1) Apa yang dimaksud dengan pendidik?


2) Apa saja yang termasuk ke dalam etika pendidik?

1
Lans Rohman. 2019. Hakikat Pendidik dan Peserta Didik dalam Filsafat Pendidikan Islam.
https://indosmartschool.com/2018/12/09/makalah-hakikat-pendidik-dan-peserta-didik/#, diakses pada 05
November 2022 pukul 14.00.

1
3) Bagaimanakah implikasi dari memahami hakikat pendidik terhadap pendidikan
dalam Islam?

1.3. Tujuan Penulisan

1) Untuk mengetahui definisi serta maksud dari pendidik.


2) Untuk mengetahui etika yang harus dimiliki oleh pendidik.
3) Untuk mengetahui implikasi dari memahami hakikat pendidik terhadap
pendidikan dalam Islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pendidik


Kata pendidik yang berasal dari kata didik merupakan faktor penting terlaksananya
proses belajar mengajar. Dalam kata lain dapt dikatakn tanpa pendidik proses pendidikan
tidak akan berlangsung. Sebagai mana konsep pendidikan Islam pendidik yang pertama
dan utama adalah Allah SWT yang tersirat melalui pemahaman QS. Al Baqarah ayat 31-
33. Sebelum Allah memerintahkan jin untuk sujud kepada Adam AS terlebih dahulu
Allah SWT mengajarkan seluruh nama-nama kepada Adam AS. Dan masih banyak ayat
al-Quran lain yang menjelaskan Allah SWT mendidik para Rasul yaitu: Ibrahim, Musa,
Zakaria, Yahya, Isa dan Muhammad SAW.

Setelah perkembangan pendidikan Islam sebutan pendidikanpun bermunculan seperti:


tarbiyah, ta’dib dan ta’lim. Jika dari ketiga kata ini dijadikan pelaku pendidikan maka
akan menjadi ism fail yaitu murabbi, mu’addib dan mu’allim. Ketiga kata tersebut
bermakna pendidik, pengajar. Namun sebagian pakar pendidikan membedakan
konsentrasi penggunaan ketiga kata tersebut. Kata murabbi lebih menekankan pada
memberi penjelasan pengetahuan serta hati nurani manusia. Kata mu’addib pengajaran
yang lebih membentuk akhlak mulia. Mu’addib artinya seorang yang memiliki kediplinan
kerja yang dilandasi dengan etika, moral dan sikap yang santun serta mampu
menanamkannya kepada peserta didik melalui peneladanan dalam kehidupan.

Kata mua’lim lebih dikaitkan dengan menyampaikan ilmu sehingga pelajar


memahami pengetahuan. Mu’allim yang artinya orang yang berilmu pengetahuan luas
dan mampu menjelaskan/ mengajarkan/ mentransfer ilmunya kepada peserta didik,
sehingga peserta didik mampu mengamalkannya dalam kehidupan. Walaupun diskusi
tentang ketiga kat tersebut belum selesai namun kata ta’lim lebih lazim dan meliputi
berbgai hal tujuan dari pendidikan terlaksan hal ini juga sesuaikan dengan QS. Al-
Baqarah ayat 31 yang menggunakan kata ‘allama yang berarti mengajarkan.

QS. Al-Baqarah/2: 31;

3
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!"

Sedangkan bila dilihat dari pengertian secara istilah (terminologi), banyak keragaman
beberapa pengertian. Antara lain yang dapat mewakili, sebagaimana yang diungkapkan
oleh Ahmad Tafsir, mengatakan bahwa pendidik dalam Islam, sama dengan teori yang
ada di barat. Yaitu siapa saja orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangannya
anak didik. Selanjutnya Ia mengatakan bahwa dalam Islam, orang yang paling
bertanggung jawab adalah orang tua (ayah, ibu) anak didik. Karena dapat dilihat dari dua
hal, yaitu Pertama, karena Kodrat yaitu kedua orang tua ditakdirkan bertanggungjawab
terhadap anaknya. Kedua karena kepentingan kedua orang tua yaitu berkepentingan
dalam kemajuan perkembangan anaknya.

Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan
pada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar menacapai tingkat
kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan mematuhi tingkat kedewasaannya, mampu
berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT. Dan mampu
sebagai makhluk sosial, dan sebagai makhluk individu yang mandiri.

Selanjutnya pengertian yang lebih implisit kata pendidik dapat diartikan dengan guru,
sebagaimana yang disampaikan oleh Hadari Nawawi adalah orang yang kerjanya
mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau di kelas. Bahwa guru yang berarti
orang yang bekerja sebagai tenaga pengajar yang ikut juga bertanggung jawab dalam
membantu peserta didik untuk mencapai proses kedewasaan. Tetapi dalam hal ini banyak
disalah artikan banyak orang, bahwa hanya gurulah yang bertanggung jawab dalam
proses pendidikan. Tetapi yang sesungguhnya adalah baik masyarakat lebih-lebih orang
tua peserta didik bersama-sama membangun proses pendidikan, agar menjadi masyarakat
yang dewasa pula.

Begitu juga hal yang senada disampaikan oleh Ikhwan as-Shafa yang menempatkan
pendidik (guru) pada posisi strategis dan inti dalam kegiatan pendidikan. Mereka
mensyaratkan kecerdasan, kedewasaan, kelurusan moral, ketulusan hati, kejernihan pikir,
etos keimuwan dan tidak fanatik buta pada diri pendidik. Ikhwan menganggap bahwa
mendidik sama dengan menjalankan fungsi "bapak/ibu" kedua, karena pendidik atau guru
merupakan bapak/ibu bagi dirimu, pemelihara dan perkembangan jiwamu, sebagaimana

4
halnya sama dengan orang tuamu adalah "pembentuk" rupa fisik-biologismu, maka guru
adalah pembentuk rupa mental-rohaniah mu. Sebab guru telah menyerupai jiwamu
dengan ragam pengetahuan dan membimbingnya ke jalan keselamatan dan keabadian,
seperti apa yang telah dilakukan oleh kedua orang tuamu yang menyebabkan tubuhmu
lahir ke dunia, mengasuhmu, dan mengajarimu mencari nafkah hidup di dunia fana ini.

Secara umum bahwa dapat dikatakan pendidik adalah orang yang melakukan usaha
untuk membuat "anak" menjadi seorang manusia seperti yang di dalam tujuan
pendidikan. Dalam pembahasan ini adalah mengenai kaitan yang ada dalam pendidikan
Islam. Maka yang dimaksud dalam dalam tujuan pendidikan tersebut adalah pendidikan
Islam. Jadi pengertian pendidik adalah orang yang melakukan usaha membuat anak
menjadi pengabdi Allah. karena gambaran tentang pengabdian kepada Allah secara
eksplisit dan implisit telah termaktub di dalam al-Qur`an dan al-Hadist kaitannya dengan
ajaran hukum Islam. Dapat dikatakan bahwa pendidik adalah orang yang menyatukan
ajaran Islam terhadap anak. Yang dimaksud menyatukan disini adalah bagaimana agar
akal, alam fikiran anak sesuai yang dikehendaki dalam ajaran Islam, serta ilmu yang
didapat sesuai dengan aturan-aturan Islam.2

Menurut Imam al-Ghazali pendidik adalah orang yang berusaha membimbing,


meningkatkan, menyempurnakan dan mensucikan hati sehingga menjadi dekat dengan
khalik- Nya. Untuk itu pendidik dalam perspektif Islam melaksanakan proses pendidikan
hendaknya diarahkan pada aspek tazkiyah an- nafs. Menurutnya pula bahwa guru yang
dapat diserahi tugas mengajar adalah guru yang selain cerdas dan sempurna akalnya, juga
guru yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya. Dengan kesempurnaan akal ia dapat
memiliki berbagai ilmu pengetahuan dengan akhlaknya dapat menjadi contoh teladan
bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar,
mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya.Al-Ghazali menggambarkan kedudukan
guru agama sebagai berikut: ”Makhluk di atas bumi yang paling utama adalah manusia,
bagian manusia yang paling utama adalah hatinya. Seorang guru sibuk menyempurnakan,
memperbaiki, membersihkan dan mengarahkannya agar dekat kepada Allah azza wajalla.

Adapun ciri-ciri pendidik menurut Imam al-Ghazali yaitu:

1. Cinta guru kepada murid sama dengan cinta guru kepada anak kandungnya.

2
Haidar Putra Daulay. 2014. Pendidikan Islam dalam Perspektif Filsafat. Jakarta: Prenadamedia Group. Hal:
100.

5
2. Tidak menjadikan upah, hadiah dan bebrbagai hal yang bersifat materi sebagai
tujuan utama.
3. Semestinya guru menyadari dan mengingatkan murid tentang tujuan menuntut
ilmu adalah sebagai jalan mencari ridha Allah.
4. Pendidik harus mendorong murid untuk mencari ilmu yang bermanfaat dunia
dan akhirat.
5. Pendidik atau guru harus dapat mencontohi murid dalam keseharian
bagaimana berbudi pekerti luhur, berjiwa halus, murah hati yang mewujudkan
akhlak terpuji.
6. Pendidik dapat menyesuaiakn bahan ajar dengan kondisi, daya tangkap dan
tingkat intelektual murid.
7. Pendidik harus mengamalkan setiap hal yang diajarkan karena guru adalah
contoh sekaligus idola di mata warga belajar.
8. Pendidik mesti memahami bakat, minat dan jiwa murid agar terjalin hubungan
harmonis yang akan mampu mengajarkan pelajran yang dibutuhkan murid di
masa depan mereka.
9. Guru wajib meyakinkan murid tentang ketauhidan dalam setiap penyampaian
materi supaya menjadikan murid berjiwa dalam iman dan taqwa.
10. Sebagai pengarah dan penyuluh yang jujur dan benar dihadapan murid-
muridnya. Hendaknya menggunakan cara simpatik, halus dan tidak
menggunakan kekerasan, cacian, makian dan sebagainya.
11. Guru harus tampil sebagai teladan atau panutan yang baik di hadapan murid-
muridnya.3

Jadi dari penjelasan serta pendapat ahli mengenai pengertian pendidik dapat
disimpulkan bahwa pendidik menurut filsafat pendidikan Islam adalah semua manusia
dewasa yang memiliki tanggungjawab pendidikan. Seorang Pendidik profesional
memiliki tugas mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum Allah guna
memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Selain itu guru memiliki tugas secara
khusus sebagai pengajar (instruktur) yang bertugas merencanakan program pengajaran
dan melaksanakan program yang telah disusun dan penilaian setelah program tersebut
dilaksanakan; sebagai pendidik yang mengarahkan peseta didik pada tingkat

3
Zaki Mubarak. 1968. Al-Akhlaq Inda al-Ghazali. Kairo: Dar al-Kutub al-Arabi.

6
kedewasaan; sebagai pemimpin (manajerial) yang memimpin dan mengendalikan diri
sendiri, peserta didik dan masyarakat terkait.

2.2. Etika Pendidik

Secara bahasa, etika berasal dari bahasa Yunani Kuno yakni ‘ethikos’, yang artinya
kewajiban moral. Sedangkan menurut istilah, etika adalah salah satu cabang dari filsafat
yang pada khususnya berkaitan dengan pilihan-pilihan yang akan diambil dan disertai
dengan tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang akan berdampak kepada masyarakat
luas.4 Etika juga dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang membahas tentang baik dan
buruk suatu perbuatan pribadi seseorang ditengah-tengah masyarakat.

Sedangkan secara bahasa, pendidik adalah orang yang melakukan bimbingan.


Pengertian ini berarti bahwa pendidik adalah seseorang yang melakukan kegiatan dalam
suatu pendidikan.5 Dalam proses pembelajaran, pendidik adalah unsur manusiawi yang
menempati posisi dan memegang peranan penting dikarenakan pendidik tidak hanya
bertugas sebagai pengajar, akan tetapi berperan juga dalam usaha pembentukan watak,
tabiat dan pengembangan sumber daya yang dimiliki oleh peserta didik. Seorang pendidik
tidak hanya bertugas atau berperan sebagai pengajar yang hanya mampu untuk transfer of
knowledge (mengirim sebuah pengetahuan) dan transfer of skill ( menyalurkan sebuah
keterampilan) tetapi lebih dari itu juga sebagai transfer of value (menanamkan nila-nilai)
yaitu nilai-nilai untuk pembentukan akhlak atau perilaku peserta didik.6

Banyak permasalahan yang terjadi saat ini terkadang seorang pendidik kurang
mengakrabkan dirinya pada peserta didik dam masih sering ditemukan beberapa dari
seorang pendidik (guru) yang memperlakukan peserta didik atau siswanya dengan pilih
kasih dan membeda-bedakan siswanya yang cerdas, cantik, berpangkat, anak kesayangan
dan lain sebagaianya, sehingga peserta didik lainnya merasa dirinya tidak mendapat
perhatian yang sama atau tidak diperhatikan. Dalam pendidikan etika terdapat beberapa
perbedaan pemikiran antara sejarawan, filsuf yaitu Al Ghozali dan Ibn Miskawaih.
Terlepas dari perbedaan pemikiran kedua tokoh Al Ghozali ataupun Ibn Miskawaih, harus

4
Rukiyati, dkk. 2018. Etika Pendidikan. Yogyakarta: CV Andi Offset. Hal: 1.
5
Ramayulis. 2004. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia. Hal: 49.
6
Suriadi Suriadi. 2018. Etika Interaksi Edukatif Guru Dan Murid Menurut Perspektif Syaikh ʻAbd Al-Ṣamad Al-
Falimbānī. DAYAH: Journal of Islamic Education 1, No. 2: 145.

7
diakui bahwasannya kedua tokoh ini sudah banyak memberikan kontribusi yang
representatif dalam kajian etika. Dalam pengembangan karakter terlebih yang
menyangkut sebuah etika pemikiran kedua tokoh ini harus mampu diwujudkan kembali
dalam pendidikan akhlaq.

1. Menurut Al Ghozali
Al Ghozali berpendapat pendidik yang dapat diberikan amanah tugas mendidik
adalah pendidik yang selain mampu atau cerdas dan sempurna akalnya, juga pendidik
yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya. Dengan akal yang sempurna dia dapat
mempunyai berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan baiknya akhlak dia
dapat menjadi uswah atau suri tauladan bagi para peserta didik (murid) nya, dan dengan
kuatnya fisik dia dapat melaksanakan tugas mengajar, mendidik, dan mangarahkan peseta
didiknya. Karena itulah seorang pendidik sebaiknya mengetahui dan mengamalkan etika
yang baik. Sebab pada dasarnya seorang pendidik ialah pemimpin atas dirinya dab peserta
didik yang diajarkannya. Hal ini sebagaimana hadist Rasulullah SAW: yang artinya “
Dari Abdillah Ra. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: setiap kamu adalah
pemimpin dan kamu dimintai pertanggungjawaban oleh Allah dalam pimpinan kamu.
Seorang suami adalah pemimpin di dalam keluarganya, dan akan dimintai pertanggung
jawaban dalam pimpinannya. Seorang istri adalah pimpinan dalam rumah tangga
suaminya dan akan dimintai pertanggung jawaban dalam pimpinannya itu”.(HR. Bukhori
dan Muslim dari Abdullah bin Umar).

Dari keterangan hadist tersebut tergambar bahwa seorang pendidik ialah


pemimpin baik bagi dirinya sendiri maupun bagi peserta didik yang dididiknya. Oleh
karena itu seorang pendidik harus memiliki etika yang baik.

Pendidik yang baik menurut Al Ghazali harus memiliki beberapa etika sebagai
berikut:

a. Memberikan rasa kasih sayang kepada peserta didiknya .


b. Tidak mengharapkan balasan dan murni karena untuk mencari ridho Allah SWT.
c. Selalu memberikan nasihat kepada peserta didiknya.
d. Bersikap lemah lembut dalam mengajar dan memberi peringatan dengan cara kasih
sayang dan tidak mengejeknya.
e. Seorang Pendidik harus bertanggung jawab terhadap mata pelajaran yang diampu,
tidak boleh melecehkan mata pelajaran lain di depan peserta didiknya.

8
f. Seorang pendidik harus meringkas atau mempermudah materi pembelajarannya, dan
tidak boleh mempersulit peserta didiknya.
g. Pendidik harus memberikan pemahaman yang jelas dan singkat sesuai dengan
kemampuan pemahaman dari peserta didiknya.
h. Pendidik diharuskan untuk mengamalkan ilmunya dan tidak berbohong.

2. Menurut Ibn Miskawaih


Miskawaih memberikan definisi bahwa kedudukan pendidik sejati itu sejajar dengan
posisi nabi terutama dalam hal cinta kasih. Sementara itu pendidik yang belum mencapai
derajat tersebut dipandang sama dengan seorang saudara atau teman. Dan juga boleh
menimba ilmu dan adab dari mereka. Menurut miskawaih, posisi seorang teman atau
saudara paling tinggi mungkin hanya diletakkan diatas berbagai cinta kasih, tetapi masih
dibawah cinta sejati. Kecintaan seorang peserta didik terhadap pendidik (guru) biasa,
masih menempati posisi lebih tinggi dari pada cinta peserta didik kepada orang tuanya.
Dengan kata lain kedudukan pendidik (guru) biasa terletak diantara posisi orang tua dan
pendidik yang ideal.7 Dalam hal pendidikan Ibnu Miskawaih menjelaskan seorang
pendidik harus membiasakan dengan hal-hal yang baik dan begitu juga dengan seorang
peserta didik harus dibiasakan dengan hal yang baik pula terkhusus dalam hal kewajiban
agama.

Ibn Miskawaih menjelaskan beberapa etika seorang pendidik dalam kitabnya


“Tahdzibul Akhlaq wa Thathirul Aroq”, diantaranya:

a. Seorang pendidik harus mencintai peserta didik seperti halnya mencintai anak
kandungnya sendiri.
b. Pendidik tidak mengharapkan imbalan (upah) atau gaji. Karena mendidik itu
merupakan tugas yang diwariskan oleh nabi. Sedangkan upah yang sebenarnya
adalah sebuah pengamalan dari peserta didik atas ilmu yang telah diajarkan
kepadanya.
c. Seorang pendidik harus tiada henti untuk mengingatkan peserta didiknya
bahwa tujuan mencari ilmu bukan untuk kebanggaan diri atau mencapai

7
Al Darmono. 2013. Konsep Pendidik Dan Peserta Didik Dalam Perspektif Ibn Miskawaih Dan Al Mawardi
(Suatu Studi Komparatif). Journal of Chemical Information and Modeling. 53, No. 9: 1689–99.

9
keuntungan pribadi, akan tetapi untuk mendekatkan diri pada Allah SWT. Diri
kepada Allah.
d. Seorang pendidik hendaknya menganjurkan peserta didiknya untuk mencari
ilmu yang bermanfaat dan membawa kebahagiaan dunia akhirat.
e. Seorang pendidik harus menjadi uswah atau contoh yang baik untuk peserta
didiknya, seperti berjiwa halus, sopan, lapang dada, dan berakhlakul karimah.
f. Seorang pendidik harus mengajarkan pelajaran sesuai dengan tingkat
pengetahuan atau keilmuan dan kecenderungan peserta didiknya.
g. Pendidik harus mengetahui dan memahami minat, bakat dan jiwa peserta
didiknya.
h. Pendidik harus bisa mengamalkan apa yang telah diajarkan kepada peserta
didiknya,karena dia yang dijadikan sebagai kiblat oleh peserta didik
bagaimana dalam melakukan berbagai hal.

Pendidik ideal adalah Allah Swt., pada Nabi dan Rasul, dan para ulama. Tugas
pendidik Muslim, dengan demikian, adalah meniru para pendidik ideal tersebut, terutama
memiliki dan menerapkan kepribadian para pendidik ideal tersebut. Para pendidik
Muslim, lebih lanjut, harus berakhlak dengan akhlak Allah, sehingga pendidik Muslim
memiliki dan menampilkan sifat jamaliyah dan sifat jalaliyah Allah Swt. sebagai Maha
Pendidik. Demikian juga, para pendidik Muslim harus meneladani sifat-sifat para Nabi
dan Rasul. Secara teologis, ada empat sifat wajib Nabi: siddik, amanah, tabligh dan
fathanah, serta empat sifat mustahil: kazib, khiyanat, kitman dan jahil atau ghaflah
(pelupa). Karenanya, pendidik Muslim haruslah menjadi sosok yang siddiq, amanah,
tabligh dan fathanah. Kemudian, para pendidik juga harus meneladani kepribadian para
ulama di dunia Muslim. Sekadar contoh, Imam Syafi‘i selalu menjaga wuduknya,
sehingga pendiri mazhab Syafi’iyah ini selalu dalam keadaan suci dalam menjalankan
aktivitas sehari-harinya. Karena itu pula, para pendidik juga harus suci dengan menjaga
wuduk. Dengan meneladani kepribadian Allah Swt., Nabi dan Rasul dan ulama, para
pendidik Muslim akan menjadi pendidik ideal dalam Islam.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa etika yang harus dimiliki oleh pendidik menurut
perspektif filsafat pendidikan Islam adalah yang pertama, tujuan, tingkah laku dan pola
pikir guru / pendidik bersifat rabbani. Kedua, ikhlas, yakni bermaksud mendapat
keridhaan Allah, mencapai dan menegakkan kebenaran. Ketiga, sabar dalam mengajarkan
berbagai ilmu kepada peserta didik. Keempat, mampu menggunakan metode mengajar

10
yang bervariasi dan menguasainya dengan baik. Kelima, memiliki sifat zuhud, yakni tidak
mengutamakan materi dan mengajar karena ridho Allah SWT semata. Keenam, seorang
guru harus jauh dari dosa besar, sifat ria’(pamer), dengki dan sifat madzmumah yang lain.
Ketujuh, seorang guru harus mencintai murid-muridnya seperti mencintai anak-anaknya
sendiri. Kedelapan, mengetahui tabiat, pembawaan, adat, kebiasaan, rasa dan pemikiran
murid-muridnya. Kesembilan, mencegah diri sendiri dan murid untuk melakukan
perbuatan yang tidak baik. Kesepuluh, seorang guru harus mengamalkan ilmunya dan
tidak berlain kata dengan perbuatannya.

2.3. Implikasi Memahami Hakikat Pendidik terhadap Pendidikan dalam Islam

Pendidik mempunyai kedudukan tinggi dalam islam. Nabi bersabda dalam hadist
yang dikutip dari buku Athiyyah al- Abrasyi:

“Tinta seorang ilmuwan (yang menjadi guru) lebih berharga ketimbang darah para
syuhada”.8

Implikasi memahami hakikat pendidik terhadap pendidikan dalam Islam terdiri dari:9

1) Sebagai seorang pengajar (Instruksional), yang dapat mengajak peserta didiknya


menguasai seperangkat pengetahuan keterampilan tertentu dengan melaksanakan
program yang telah direncanakan.
2) Sebagai pendidik (Educator), mampu untuk mengarahkan peserta didiknya
memiliki kepribadian yang insan kamil sesuai dengan tujuan Allah menciptakan.
3) Sebagai khalifah atau pemimpin (Managerial), yakni mampu memimpin, serta
mengendalikan diri sendiri kemudian orang lain seperti peserta didik dan
masyarakat, yang berkaitan dengan masalah yang menyangkut dengan upaya
pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, serta partisipasi dalam
pendidikan.

8
Muhammad Athiyah al-Abrasyi. 1970. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam. Jakarta : Bulan Bintang. Hal: 1.
9
Roestiyah NK. 1982. Masalah-Masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: Bina Aksara. Hal: 86.

11
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari penjelasan serta pembahasan yang kami paparkan dapat disimpulkan bahwa:

 Pendidik menurut filsafat pendidikan Islam adalah semua manusia dewasa yang
memiliki tanggungjawab pendidikan. Seorang Pendidik profesional memiliki tugas
mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum Allah guna memperoleh
keselamatan dunia dan akhirat. Selain itu guru memiliki tugas secara khusus
sebagai pengajar (instruktur) yang bertugas merencanakan program pengajaran dan
melaksanakan program yang telah disusun dan penilaian setelah program tersebut
dilaksanakan; sebagai pendidik yang mengarahkan peseta didik pada tingkat
kedewasaan; sebagai pemimpin (manajerial) yang memimpin dan mengendalikan diri
sendiri, peserta didik dan masyarakat terkait.
 Etika yang harus dimiliki oleh pendidik menurut perspektif filsafat pendidikan Islam
adalah yang pertama, tujuan, tingkah laku dan pola pikir guru / pendidik bersifat
rabbani. Kedua, ikhlas, yakni bermaksud mendapat keridhaan Allah, mencapai dan
menegakkan kebenaran. Ketiga, sabar dalam mengajarkan berbagai ilmu kepada
peserta didik. Keempat, mampu menggunakan metode mengajar yang bervariasi dan
menguasainya dengan baik. Kelima, memiliki sifat zuhud, yakni tidak mengutamakan
materi dan mengajar karena ridho Allah SWT semata. Keenam, seorang guru harus
jauh dari dosa besar, sifat ria’(pamer), dengki dan sifat madzmumah yang lain.
Ketujuh, seorang guru harus mencintai murid-muridnya seperti mencintai anak-
anaknya sendiri. Kedelapan, mengetahui tabiat, pembawaan, adat, kebiasaan, rasa dan
pemikiran murid-muridnya. Kesembilan, mencegah diri sendiri dan murid untuk
melakukan perbuatan yang tidak baik. Kesepuluh, seorang guru harus mengamalkan
ilmunya dan tidak berlain kata dengan perbuatannya.
 Implikasi memahami hakikat pendidik terhadap pendidikan dalam Islam adalah
sebagai seorang pengajar (Instruksional), sebagai pendidik (Educator), dan sebagai
khalifah atau pemimpin (Managerial).

12
3.2. Saran
Penyusun makalah ini hanya manusia yang memiliki keterbatasan ilmunya, yang
hanya mengandalkan buku referensi dan rujukan yang telah ada saja. Oleh karena itu,
penyusun menyarankan agar para pembaca yang ingin mendalami masalah Implikasi
Memahami Hakikat Pendidik terhadap Pendidikan dalam Islam ini, diharapkan agar
setelah membaca makalah ini, kemudian membaca sumber-sumber lain yang lebih
komplit, yang tidak hanya sebatas membaca makalah ini saja.
Kami sadar bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar kami bisa menjadikan saran
tersebut sebagai pedoman dikesempatan mendatang.

13
DAFTAR PUSTAKA

Athiyah al-Abrasyi, Muhammad. 1970. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam. Jakarta :


Bulan Bintang.
Darmono, Al. 2013. Konsep Pendidik Dan Peserta Didik Dalam Perspektif Ibn Miskawaih
Dan Al Mawardi (Suatu Studi Komparatif). Journal of Chemical Information and
Modeling. 53, No. 9: 1689–99.
Mubarak, Zaki. 1968. Al-Akhlaq Inda al-Ghazali. Kairo: Dar al-Kutub al-Arabi.
NK, Roestiyah. 1982. Masalah-Masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: Bina Aksara.
Putra Daulay, Haidar. 2014. Pendidikan Islam dalam Perspektif Filsafat. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Ramayulis. 2004. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Rasyidin, Al. 2018. Falsafah Pendidikan Islami: Membangun Kerangka Ontologi,
Epistemologi dan Aksiologi Praktik Pendidikan Islami. Bandung: Citapustaka Media.
Rukiyati, dkk. 2018. Etika Pendidikan. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Suriadi. 2018. Etika Interaksi Edukatif Guru Dan Murid Menurut Perspektif Syaikh ʻAbd Al-
Ṣamad Al-Falimbānī. DAYAH: Journal of Islamic Education 1, No. 2: 145.

III

Anda mungkin juga menyukai