MAKALAH
Tugas ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah
Psikologi Agama
Dosen Pengampu: Drs. H. Ino Sutrisno, M.Ag.
Disusun oleh:
Bunga Islamiyati -
Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan
karunia serta hidayah yang tiada terkira, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat serta salam semoga selalu terlimpahkan pada nabi
Muhammad saw dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………….... i
DAFTAR ISI…………………………………………………………... ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan……………………………………………………... 12
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….. 13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : PT Bulan Bintang, 2009), hal. 82
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan jiwa keagamaan pada remaja?
2. Bagaimana sikap remaja terhadap agama?
3. Factor apa yang mempengaruhi perkembangan keberagamaan remaja?
4. Bagaimana upaya pendidikan dalam pengembangan jiwa agama?
C. Tujuan Pembahasan
1. Menjelaskan perkembangan jiwa keagamaan pada remaja
2. Menjelaskan sikap remaja terhadap agama
3. Mengetahui factor yang mempengaruhi perkembangan keberagamaan
remaja.
4. Menjelaskan upaya pendidikan dalam pengembangan jiwa agama
2
BAB II
PEMBAHASAN
2
Saifullah, Konsep Pendidikan Zakiah Derajat, Cet. I, (Banda Aceh: Ar-raniry Press, 2012), hal. 43
3
Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, Cet. XV, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hal. 69-70.
4
Syaiful Hamali, Karakterisik Keberagamaan Remaja Dalam Perspektif Psikologi. Karakteristik
Keberagamaan. Vol. XI. No.1, 2016,
5
Haris Budiman, Kesadaran Beragama Pada Remaja Islam, Jurnal Pendidikan Islam. Vol.6,
2015, hal. 22.
3
1. Pertumbuhan Pikiran Mental
Hasil penelitian Allport, Gillesphy dan Young dikutip Ramayulis bahwa Ide
dan dasar keyaklinan agama yang diterima remaja pada masa anak-anak, sudah
tidak begitu menarik lagi bagi mereka. Mereka sudah mulai memiliki sifat kritis
terhadap ajaran agama, mereka mulai tertarik pada masalah-masalah
kebudayaan sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya.6
Dalam hal ini, agama yang ajarannya bersifat lebih konservatif lebih banyak
berpengaruh bagi para remaja untuk tetap taat pada ajaran agamanya. Sebaliknya
agama yang ajarannya kurang konservatif- dogmatis dan agak liberal akan
mudah merangsang pengembangan pikiran dan mental para remaja sehingga
mereka banyakmeninggalkan ajaran agamanya. Hal ini menunjukkan bahwa
perkembangan pikiran dan mental remaja mempengaruhi keagamaan mereka.
Menurut Bruner, yang pendapatnya dikutip oleh Hasan Aliah mengatakan
bahwa “siswa pada usia remaja ini dapat belajar dengan menggunakan bentuk-
bentuk simbol dengan cara yang canggih. Guru dapat membantu mereka dengan
menggunakan pendekatan ketrampilan proses, dengan memberikan penekanan
pada penguasaan konsep-konsep abstrak”.7
2. Perkembangan Perasaan
Perasaan anak remaja memegang peranan yang sangat penting dalam
bersikap dan mengamalkan agamanya, Berbagai perasaan telah berkembang
dalam diri remaja, diantaranya perasaan sosial, edits, dan estetis mendorong
remaja untuk mengahayati perikehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya.
Remaja yang tinggal dilingkungan orang yang taat beragama akan terbiasa
dengan kehidupan yang agamis. Sebaliknya remaja yang tinggal dilingkungan
yang tidak mengenal agama, niscaya remaja akan bersikap dan bertingkah laku
seperti orang-orang yang tidak melakukan agamanya, kehidupan mereka lebih
banyak didorongan oleh perasaan ingin tahu dan perasaan super, bahkan mereka
lebih mudah dinominasi oleh tindakan seksual.8
6
Syaiful Hamali, Karakterisik Keberagamaan Remaja Dalam Perspektif Psikologi. Karakteristik
Keberagamaan. Vol. XI. No.1, 2016,
7
Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hlm 68
8
Syaiful Hamali, Op.Cit,.
4
Masa remaja adalah masa bergejolaknya bermacam-macam perasaan yang
kadang-kadang bertentangan satu sama lain. Kondisi ini menyebabkan
terjadinya perubahan emosi yang begitu cepat dalam diri remaja. Ketidakstabilan
perasaan remaja kepada Tuhan/Agama. Misalnya: Kebutuhan remaja akan Allah
kadang-kadang tidak terasa ketika remaja dalam keadaan tenang, aman, dan
tentram. Sebaliknya Allah sangat dibutuhkan apabila remaja dalam keadaan
gelisah, ketika ada ancaman, takut akan kegelapan, ketika merasa berdosa. Jadi:
gelombang kuatnya rasa agama bagi remaja adalah merupakan usaha-usaha
remaja untuk menenangkan kegoncangan jiwa yang sewaktu-waktu muncul.
Remaja akan melakukan kegiatan beragama pada saat ingin mengurangkan
kesedihan, ketakutan, dan rasa penyesalan.
3. Pertimbangan Sosial
Corak keagamaan para remaja juga di tandai oleh adanya pertimbangan
sioaial. Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara
pertimbangan moral dan material. Karena kehidupan duniawi lebih di pengaruhi
kepentingan akan materi, maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk
bersikap materialis. Hasil penyelidikan Ernest Harms terhadap 1789 remaja
amerika antara usia 18-29 tahun menunjukan bahwa 70% pemikiran remaja di
tunjukan bagi kepentingan: keuangan, kesejahteraan, kebahagiaan, kehormatan
diri dan masalah kesenangan pribadi lainya. Sedangkan masalah akhirat dan
keagamaan hanya sekitar 3,6%, masalah sosial 5,8%.9
4. Perkembangan Moral
Agama dan moral memiliki hubungan yang sangat erat, bahkan ada yang
mengatakan bahwa moral adalah bagian dari agama. Perkembangan moral
remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksinya.
Ramayulis dalam bukunya Psikologi Agama menulis bahwa bentuk moral para
remaja memiliki beberapa tipe, antara lain :
a. Self directive taat akan agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi.
b. Adaptive, mengikuti siituasi laingkungan tanpa mengadakan kritik.
9
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, Cet. I, 1996), hal. 74.
5
c. Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama.
d. Unadjussive, belum menyakini akan kebenaran agama dan, moral.
e. Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan dan moral masyarakat.10
Berbeda dengan Zakiah Daradjat dalam buku Ilmu Jiwa Agama
menegasksan bahwa Tuhan bagi remaja adalah keharusan moral dari pada
sandaran emosi. Bahkan, kadang-kadang pikiran para remaja itu berontak dan
mengingkari ujud Tuhan atau raguragu kepada-Nya, namun tetap ada suatu hal
yang menghubungkannya dengan Allah, yaitu kebutuhannya untuk
mengendalikan moral.11
5. Sikap dan Minat
Faktor pengalaman memliki peranan penting dalam pembentukan sikap
seseorang, karena munculnya sikap pada seseorang adalah tatkala individu
mengenal sesuatu atau objek, baik objek itu dalam bentuk internal maupun
eksternal, Jika seseorang hidup dilingkungan yang berbeda dengan
lingkungannya sudah dapat dipastikan bahwa sikap hidupnya dipengaruhi oleh
lingkungan tersebut. Sehingga sikap dan minat remaja terhadap masalah
keagamaan sangat tergantung pada masa kecil dan lingkungan agama yang
mempengaruhi mereka.12
6. Ibadah
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh Ross dan Oskar Kupky
menunjukkan bahwa hanya 17 % remaja mengatakan sembahyang bermanfaat
untuk berkomunikasi dengan tuhan, sedangkan 26% diantaranya menganggap
bahwa sembahyang hanyalah merupan media untuk bermeditasi.13
Dengan demikan, terdapatnya beberapa indikasi atau karakteristik
perkembangan beragama diikuti perkembangan psikis dan pisik remaja.
Perkembangan jiwa keagamaan yang terjadi pada remaja, dikarenakan pengaruh
10
Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta : Kalam Mulia, Cet. IX, 2011), hal. 65
11
Syaiful Hamali, Op,Cit,.
12
Dr. Jalaluddin, Op,Cit,. hal. 73-74
13
Salmaini Yeli, Psikologi Agama, (Pekan Baru: Zanafa dan Fak.Ush.IAIN Suska Riau, cet. I,
2012), hal. 62-63.
6
perkembangan dirinya dapat dilihat melalui pengalaman dan ekspresi
keagamaan yang tercermin pada sikap keagamaannya.
14
Zakiah Daradjat, Op.Cit,. hal. 92
7
atau semangat agama masa remaja itu,mulai dengan kecenderungan remaja
meneliti kembali caranya beragama pada masa kecil dulu.biasanya semangat
agama itu tidak terjadi sebelum umur 17 atau 18 tahun,semangat beragama
tersebut mempunyai dua bentuk yaitu semangat positif dan semangat Khurafi.
Remaja yang memiliki semangat agama yang positif berkeinginan untuk
mengembangkan dan meningkatkan agamanya, serta membersihkan agamanya
dari tahayul, bid’ah dan khurafat serta menghindari gambaran sensual terhadap
konsep-konsep agama, misalnya; gambaran surga, neraka, malaikat dan visual
Nabi Muhmmad saw. Semangat agama yang positif berusaha melihat dan
mempelajari agama dengan pandangan yang kritis, dan tidak mau lagi menerima
cerita-cerita dongeng tentang agama yang bercampur dengan tahayul, bid’ah,
khurafat yang tidak masuk akal, dan mereka mulai menghiduipkan nilai-nilai
agama dalam kehidupannya.
Sedangkan, remaja yang mendasarkan pemikiran keagamaannya pada masa
anak-anak, seperti; konsep pemikiran keagamaan yang berbetuk imitasi, dan
antromorphis. Praktek agama dan keyakinannya lebih cenderung beramal dan
beribadah hanya dari sisi luarnya yang bercampur dengan unsur-unsur lain, yaitu;
masalah tahayul, masalah bid’ah, dan masalah khurafat misalnya; kepercayaan
kepada jin, hantu, makam wali-wali, dan mempergunakan ayat-ayat al-qur’an
sebagai tangkal dari bahaya. Inilah yang disebut semangat agama khurafi atau
negative.
3. Kebimbangan Dalam Beragama
Kebimbangan beragama mulai menyerang remaja setelah pertumbuhan dan
kecerdasannya mencapai tingkat kematangan, sehingga remaja bisa mengeritik,
menerima, atau menolak sesuatu yang disampaikan kepadanya. Puncak
kebimbangan itu terjadi antara 17 – 20 tahun.
Ramayulis menulis bahwa keraguan-keraguan remaja terhadap agamanya
dapat dibagi menjadi dua bagian: Pertama, keraguan disebabkan adanya
kegoncangan dalam jiwanya, karena terjadinya proses perubahan dalam diri
pribadinya, maka keraguan seperti ini dianggap sebagai suatu kewajaran. Kedua,
keraguan yang disebabkan adanya kontradiksi antara kenyataan- kenyataan yang
8
dilihatnya dengan apa yang diyakininnya, dan sesuai dengan pengetahuan yang
dimilikinya. Keraguan tersebut antara lain disebabkan adanya pertentangan
ajaran agama dengan ilmu pengetahuan, antara nilai-nilai moral dengan
kelakuan manusia dalam realitas kehidupan.
4. Tidak Percaya Kepada Tuhan
Ketidakpercayaan sama sekali kepada tuhan tidak terjadi sebelum umur 20
tahun. Dalam hal seperti inilah kebanyakan remaja dibawah umur 20 tahun
mengaku atau menyangka ia tidak percaya kepada tuhan, tetapi sesungguhnya
pengakuan tersebut hanyalah proses atau ketidakpuasan terhadap tuhan.15
Keingkaran remaja terhadap Tuhan berasal dari keadaan masyarakat yang
dilanda penderitaan, kemerosotan moral, kekacauan dan kebimbangan. Selain
itu, timbulnya ketidakpercayaan remaja kepada Tuhan sebagai reaksi dari
kebebasan berfikir para intelektual atau pancaran dari cara berfikir para ilmuwan,
yang membatasi ruang gerak agama dengan konsep positivisme, sekulerisme,
dan materilaisme. Dorongan-dorongan yang dialami remaja, bila tidak dapat
terpenuhi dapat menimbulkan keingkaran kepada Tuhan, hal ini disebabkan
remaja merasa kecewa, dan apabila kekecewaan demi kekekecewaan itu
berlangsung terus menerus pada remaja, maka akan timbullah rasa pesimis dan
putus asa dalam hidupnya.
15
Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2008), hal. 74-75
9
b. Faktor personal, mengacu pada konsep individual dan identitas,
individual maksudnya seseorang itu selalu menyendiri sedangkan
identitas maksudnya proses menuju pada kestabilan jiwa.
c. Faktor hereditas, perbuatan yang buruk dan tercela jika dilakukan akan
menimbulkan rasa bersalah dalam diri pelakunya. Bila pelanggaran yang
dilakukan terhadap larangan agama maka akan timbul rasa berdosa dan
perasaan seperti ini yang ikut mempengaruhi perkembangan jiwa
keagamaan seseorang.
d. Tingkat usia, pada usia remaja saat mereka menginjak usia kematangan
seksual mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan mereka. Tingkat
perkembangan usia dan kondisi yang dialami para remaja ini
menimbulkan konflik kejiwaan yang cenderung mempengaruhi
terjadinya konversi agama.
e. Kepribadian, dalam kondisi normal secara individu manusia memiliki
perbedaan dalam kepribadian dan perbedaan ini diperkirakan
berpengaruh terhadap perkembangan aspekaspek kejiwaan termasuk
jiwa keagamaan
2. Faktor Ekstern
a. Lingkungan keluarga. Keluarga dinilai sebagai faktor yang paling
dominan dalam meletakkan dasar bagi perkembangan jiwa keagamaan.
b. Lingkungan institusional. Kurikulum, hubungan guru dan murid serta
hubungan antar teman dilihat dari kaitannya dengan perkembangan jiwa
keagamaan tidak dapat dilepaskan dari upaya untuk membentuk
kepribadian yang luhur
c. Lingkungan masyarakat, yang memiliki tradisi keagamaan yang kuat
akan berpengaruh positif bagi perkembangan jiwa keberagamaan sebab
kehidupan keagamaan terkondisi dalam tatanan nilai maupun institusi
keagamaan.
10
D. Upaya Pendidikan Dalam Pengembangan Jiwa Agama Remaja
Secara fisik remaja telah berpenampilan dewasa, tapi secara psikologis belum.
Ketidakseimbangan ini menjadikan remaja dalam suasana kehidupan batin terombang-
ambing. Untuk mengatasi kemelut batin itu, maka mereka memerlukan bimbingan dan
pengarahan. Para remaja membutuhkan tokoh pelindung yang mampu diajak berdialog dan
berbagi rasa. Selain itu, mereka pun mengharapkan adanya pegangan hidup sebagai tempat
bergantung. Pada periode dan pertumbuhan di atas terdapat beberapa hal yang seharusnya
diperhatikan seorang pengasuh dan pendidik antara lain16:
1. Orang tua atau guru agama mampu membangun wibawa dan hubungan yang
simpatik dengan remaja pada saat menjelaskan pertanyaan atau pengertian
permasalahan agama yang sedang mereka cari.
2. Orang tua atau guru agama mampu untuk membangun diskusi-diskusi cerdas, kritis
dan logis dengan wawasan yang luas tentang wawasan keagamaan remaja.
3. Diperlukan wadah atau kegiatan sosial keagamaan remaja yang terpimpin dan
terkendali (seperti remaja mesjid, lembaga dakwah kampus, kesatuan aksi pelajar
muslim, dan sebagainya) dimana kegiatan-kegiatan keagamaan dapat disalurkan.
4. Kegiatan keagamaan dikemas dalam suasana menarik seperti: seni-seni keislaman,
beladiri dan kegiatan-kegiatan rekreasi dan tafakur alam yang dibungkus dengan
nilai-nilai keagamaan yang benar.
5. Pengawasan orang tua serta dorongan terhadap anak-anak di keluarga menjalankan
dalam ibadah secara reguler dan bersinambungan. Hindari bersikap keras tapi bina
dengan sikap persuasif. Tunjukkan kepada mereka bahwa mereka memang
diperhatikan oleh pendidik di sekolah dan di rumah serta di lingkungan masyarakat.
Menghindari menganggap mereka anak-anak, namun sebaliknya hati-hati dalam
menganggap mereka sudah mandiri penuh.
6. Di mana pada fase ini praktis tidak betah di rumah dan sering bermain di luar rumah.
Maka orang tua hendaknya memperhatikan teman-teman bergaul yang intim (peer
group), karena mereka sangat berpengaruh bagi perkembangan perilaku
keagamaan secara umum.
7. Antara guru dan orang tua haruslah dibangun hubungan kerja sama yang baik yang
bersifat kekeluargaan dalam memonitoring perkembangan keagamaan anak didik.
16
Fakhrul Rijal, Perkembangan Jiwa Agama Pada Masa Remaja, (Jurnal) Dosen STIS Al-Aziziyah
Sabang
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Remaja adalah perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai masa
dewasa. Anak- anak jelas kedudukannya, yaitu yang belum dapat hidup sendiri,
belum matang dari segala segi, tubuh masi kecil, organ-organ belum dapat
menjalankan fungsinya secara sempurna, kecerdasan, emosi dan hubungan sosial
belum selesai pertumbuhannya. Hidupnya masih bergantung pada orang dewasa,
belum dapat diberi tanggung jawab atas segala hal.
Masa remaja merupakan periode dimana individualisme semakin
menampakkan wujudnya, pada masa tersebut memungkinkan mereka untuk
menerima tanggung jawab atas perilaku mereka sendiri dan menjadi sadar terlibat
pada perkara hal, keinginan, cita- cita yang mereka pillih. Masa muda merupakan
tahap yang penting dalam pertumbuhan religious.
Para remaja membutuhkan sosok pelindung yang mampu diajak berdialog dan
berbagi rasa. Selain itu, mereka pun mengharapkan adanya pegangan hidup sebagai
tempat bergantung, dimana bisa dijadikan sebagai wadah berbagi dalam
menyelesaikan konflik batin yang dialaminnya dan dalam hal ini dukungan
keluarga (orangtua), sekolah dan lingkungan sangat menentukan arah
perkembangannya
12
DAFTAR PUSTAKA
Rijal, Fakhrul. Perkembangan Jiwa Agama Pada Masa Remaja, (Jurnal) Dosen
STIS Al-Aziziyah Sabang
Saifullah, Konsep Pendidikan Zakiah Derajat, Cet. I, (Banda Aceh: Ar-raniry Press,
2012), hal. 43
Yeli, Salmaini. 2012. Psikologi Agama. Pekan Baru: Zanafa dan Fak.Ush.IAIN
Suska Riau, Cet. I.
13