Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

INKLUSIVISME DAN TRANSFORMASI PENDIDIKAN ISLAM

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Dosen Pengampu: Ahmad Habibi, M.Hum

Disusun Oleh Kelompok 11

Hutri Susti 2111039

Ridzki Firdaus 2111037

Agin Pertiwi 2111049

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK


BANGKA BELITUNG

TAHUN 2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah , segala puja dan puji marilah senantiasa kita ucapkan atas
limpahan rahmat dan nikmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
yang di berikan kepada kami. Sholawat bersamaan dengan salam juga mari
hadiahkan kepada baginda nabi kita Muhammad SAW.Semoga kita, orang tua
kita,nenek dan kakek kita,guru-guru dan orang terdekat kita mendapat syafaat beliau
di yaumil mahsyar kelak. Aamiin ya rabbal alamiin.

Adapun tujuan utama penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam semester ganjil dan judul makalah ini adalah
“Inklusivisme dan Transformasi Pendidikan Islam”.Kami ucapkan terima kasih
kepada bapak Ahmad Habibi, M.Hum. selaku dosen pengampu,dan kepada semua
pihak yang sudah membantu dalam penulisan makalah dari awal hingga selesai.

Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah,dan


kami juga sangat mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca untuk bahan
pertimbangan perbaikan makalah.

Wassalamu’alaikum Wararahmatullahi Wabarakaatuh

Petaling, 02 Desember 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... ii

DAFTAR ISI .......................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................... 2

C. Tujuan ......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................... 3

A. Pengertian Inklusivisme .............................................................. 3

B. Inklusivisme Dalam Beragama ................................................... 3

C. Inklusivisme Pendidikan Islam ................................................... 4

D. Transformasi pendidikan Islam ................................................... 6

E. Faktor-Faktor Transformasi Pendidikan Islam ........................... 9

BAB III PENUTUP ............................................................................... 11

A. Kesimpulan ................................................................................. 11

B. Saran ............................................................................................ 11

Daftar Pustaka

iii
1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Inklusivisme agama hadir dengan bentuk klaim kebenaran absolut yang


lebih longgar. Lain halnya dengan eksklusifisme agama, orang dengan
paradigma tersebut cenderung memiliki kepribadian tertutup, menutup ruang
dialog dengan pemeluk agama lain dan merasa bahwasanya hanya agama dan
alirannya saja yang benar, sementara agama dan aliran yang lainnya salah dan
dianggap sesat. Sikap seperti ini akan melahirkan sistem soSial out group dan
in group. Inklusivisme sendiri bersifat lebih longgar dan terkesan fleksibel
terhadap sesuatu yang di luar dirinya, tidak kaku dan memberi jalan kepada
selain dirinya untuk mengakui kebenaran mereka.
Jadi, asumsi dasar inklusivisme agama adalah mengakui bahwa
kebenaran hanya terdapat dalam agama sendiri, namun memberi kesempatan
atau jalan bagi mereka yang berlain keyakinan untuk mengakui bahwa agama
mereka juga benar. Pernyataan seperti ini dikenal dengan kategori traditional
inklusivisme. Kategori yang kedua adalah relatif inklusivisme yaitu anggapan
kebenaran yang hanya terdapat di dalam agama sendiri, tetapi juga mengakui
bahwa tidak ada kebenaran yang absolut yang betul-betul benar sehingga semua
agama kelihatannya menuju kebenaran absolut. Memang diakui bahwa
eksklusifisme dibutuhkan ketika berbincang tentang teologi, karena memang
wilayah paham eksklusifisme berada pada kesadaran yang tentunya
mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap realitas, agar bisa
mempertegas fungsi teologis suatu agama dalam masyarakat.
Oleh karena itu, wajar bila paham seperti ini terkesan lebih kaku dan
tidak fleksibel. Sedangkan paham inklusif lebih berada pada wilayah sosial atau
integrasi umat beragama, sehingga nantinya diharapkan lahir tindakan yang
lebih konstruktif. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pendekatan teologi
inklusif dalam pemahaman keagamaan adalah pendekatan yang menekankan
pada bentuk formal atau simbol-simbol yang masing-masing mengklaim

1
dirinya sebagai yang paling benar, tapi tidak menyalahkan agama lain dalam
artian membiarkan mereka untuk mengakui bahwa agama mereka benar,
sehingga tidak memandang yang lain murtad, kafir dan sejenisnya. Dalam
keadaan demikian maka timbul proses tidak saling menyalahkan dan
mengkafirkan, timbul adanya dialog dan keterbukaan yang memunculkan
adanya saling menghargai antar umat beragama.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Yang Di Maksud Inklusivisme

2. Bagaimanakah Inklusivisme Dalam Beragama

3. Bagaimanakah Inklusivisme Pendidikan Islam

4. Apa Yang Dimaksud Transformasi Pendidikan Islam

5. Apa Saja Faktor-Faktor Transformasi Pendidikan Islam

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Inklusivisme

2. Untuk Mengetahui Inklusivisme Dalam Beragama

3. Untuk Mengetahui Inklusivisme Pendidikan Islam

4. Untuk Mengetahui Transformasi Pendidikan Islam

5. Untuk Mengetahui Faktor-Faktor Transformasi Pendidikan Islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Inklusivisme

Inklusif secara etimologi memiliki arti terhitung, global, menyeluruh,


penuh, dan komprehensif. Kata inklusif berasal dari bentukan kata bahasa
inggris "inclusive" yg artinya termasuk didalamnya. Istilah inklusif berkaitan
dengan banyak aspek hidup manusia yang didasarkan atas prinsip persamaan,
keadilan dan hak individu.1

Inklusivisme adalah sikap keagamaan yang berpandangan bahwa


diluar agama yang dipeluknya juga terdapat kebenaran meskipun tidak seutuh
dan sesempurna agama yang dianutnya. Kelompok inklusif biasanya,
cenderung mendorong pemeluknya bersikap terbuka terhadap kelompok dari
agama lain. Sikap terbuka akan berdampak pada relasi sosial yang sehat dan
harmonis antarsesama warga masyarakat. Inklusivisme yang dilandasi
toleransi itu tidak berarti bahwa semua agama dipandang sama. Sikap toleran
hanyalah suatu penghormatan akan kebebasan dan hak setiap orang untuk
beragama. Perbedaan agama tidak boleh menjadi penghalang untuk saling
menghargai, menghormati dan kerjasama. 2

B. Inklusivisme Dalam Beragama

Inklusivisme agama hadir dengan bentuk klaim kebenaran absolut yang


lebih longgar. Lain halnya dengan eksklusivisme agama, orang dengan
paradigma tersebut cenderung memiliki kepribadian tertutup, menutup ruang
dialog dengan pemeluk agama lain dan merasa bahwasanya hanya agama dan
alirannya saja yang benar, sementara agama dan aliran yang lainnya salah dan
dianggap sesat. Sikap seperti ini akan melahirkan sistem sosial out group dan in

1
Rofiq N, Syamsul H, dkk, “Dialektika Inklusivisme dan Eksklusivisme Islam Kajian
Semantik terhadap Tafsir Al-Quran te ntang Hubungan Antaragama”, Jurnal Kawistara, Vol. 3, No.
1, April 2013, hlm. 59.
2
Abu Bakar, “Argumen Al-Quran Tentang Eksklusivisme, inklusivisme dan Pluralisme”,
Vol. 8, No. 1, Januari 2016, hlm. 46.

3
group. Inklusivisme sendiri bersifat lebih longgar dan terkesan fleksibel
terhadap sesuatu yang di luar dirinya, tidak kaku dan memberi jalan kepada
selain dirinya untuk mengakui kebenaran mereka.3
Jadi, asumsi dasar inklusivisme agama adalah mengakui bahwa kebenaran
hanya terdapat dalam agama sendiri, namun memberi kesempatan atau jalan
bagi mereka yang berlain keyakinan untuk mengakui bahwa agama mereka juga
benar. Pernyataan seperti ini dikenal dengan kategori traditional inklusivisme.
Kategori yang kedua adalah relatif inklusivisme yaitu anggapan kebenaran yang
hanya terdapat di dalam agama sendiri, tetapi juga mengakui bahwa tidak ada
kebenaan yang absolut yang betul-betul benar sehingga semua agama
kelihatannya menuju kebenaran absolut.4
C. Inklusivisme Pendidikan Islam

Agama menjadi perekat integrasi masyarakat, ketika masyarakat yang


pemahaman agamanya homogen. Begitu pula sebaliknya, ketika masyarakat
yang pemahaman agamanya berbeda akan berpotensi terjadi konflik yang
menimbulkan disintegrasi dari sesama agama ataupun antaragama. Para
pendakwah mengajarkan Islam kepada masyarakat penuh rasa sopan dan
toleran. Hal tersebut berlangsung selama berabad-abad lamanya karena Islam
mengedapankan perdamaian dan etika, tanpa menimbulkan kekerasan. 5

Dalam Al-Quran banyak ayat yang membolehkan Muslim


berhubungan baik dengan kelompok di luar agama Islam. Seperti Surah Al-
Mumtahanah ayat 8. Ayat tersebut menjelaskan sikap inklusif dengan berbuat
baik mengakui hal kelompok lain dan mengandung makna kesediaan berlaku
adil terhadap kelompok lain atas dasar perdamaian dan menghormati
perbedaan.

3
Iskandar Zukarnain “Realitas keagamaan di Indonesia dan inklusivitas Islam”(Lor in solo
2012), hlm. 18
4
Ibid, hlm. 35-36
5
Made Saihu, “Pendidikan Moderasi Beragama: Kajian Islam Wasathiyah menurut
Nurcholish Madjid", Andragogi: Jurnal Pendidikan Islam dan Manajemen Pendidikan Islam, Vol.
3, No. 1, 2021. hlm. 29

4
Dalam islam memandang pendidikan merupakan hak bagi setiap
orang, agar mereka dapat saling mengenal dan terjalin interaksi yang baik serta
dapat bersikap saling menghormati dan menghargai orang lain. Islam tidaklah
mengajarkan eksklusivisme yakni membeci agama selain Islam, menghina
non-Muslim ataupun memusuhinya dengan cara kasar dalam menyuarakan
kebenaran. Bahkan dengan Islam inklusif semakin menyiarkan toleransi
beragama dan saling kerja sama. 6

Agama dan pendidikan adalah dua hal yang satu dengan yang lainnya
selalu berhubungan. Hal itu dikarenakan keharusan saling mempengaruhi
antara keduanya dalam sistem tertentu. Agama jika dihubungkan dengan sistem
pendidikan nasional pada dasarnya menjadi bagian dari kurikulum. seperti
diungkap oleh M. Dawam Raharjo, karena agama dimaksudkan untuk
membentuk manusia Indonesia seutuhnya, dengan pertama-tama mengarahkan
anak didik menjadi “manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa”.
Selain itu, hal yang paling fundamental dengan adanya Pendidikan
Agama di sekolah adalah diharapkan lahirnya sosok yang benar-benar mampu
memahami substansi agama itu sendiri sekaligus dapat
mengimplementasikannya dalam kehidupan yang di antara indikasinya adalah
adanya kecenderungan mengedepankan kedamaian, toleransi, keadilan dan
kejujuran.7
Inklusivisme ajaran Islam yang merupakan substansi dari ajaran Islam
dalam materi Pendidikan Agama Islam agar Islam tampil dalam wajahnya yang
sesungguhnya yaitu: toleran, humanis, transformatif, aktual dan egalitarian.
Seperti yang dikemukakan oleh Nurcholish Madjid bahwa watak
inklusif Islam adalah pikiran bahwa yang dikehendaki Islam ialah suatu sistem
yang menguntungkan semua orang termasuk mereka yang non-Muslim. Hal

6
Nasri Kurnialoh, “Pendidikan Agama Islam Berwawasan Inklusif-Pluralis, Jurnal
Insania, Vol. 18, No. 3, Desember 2013, hlm. 392
7
M. Dawam Rahadjo, Islam dan Transformasi Budaya-The International Insitute of
Islamic Thought Indonesia dan Lemabga Studi Agama dan Filsafat, (Yogyakarta: Bhakti Prima
Yasa, 2002), hlm. 85

5
tersebut memandang ini memperoleh dukungannya sejarah Islam sendiri. Atau
mengambil legitimasi dari Al-Qur’an bahwa Islam pada hakikatnya
sebagaimana Rasulullah saw sendiri merupakan “rahmatan lil’alamin”.8
D. Transformasi Pendidikan Islam

1. Pengertian Transformasi

Istilah transformasi Sering kali dihadirkan dalam wacana


Posmodernisme sebagai antitesis modernisme. Posmodernisme sendiri
diartikan oleh Anthony Giddens sebagai “sebuah estetika, sastra, politik
atau filsafat sosial, yang merupakan dasar dari upaya untuk menggambarkan
suatu kondisi yang berkaitan dengan perubahan pada lembaga-lembaga dan
kondisi.
posmodernisme merupakan kondisi budaya yang memunculkan
banyak transformasi yang mengubah rule of the game dalam bidang sains,
sastra, dan seni. Di bidang pendidikan, transformasi berupa perubahan
aturan main dalam hal aspek, praktik, dan institusi pendidikan yang
bertanggung jawab dan mentransmisikan ilmu pengetahuan dan seni.
bagaimana pola pendidikan Islam mampu melakukan transformasi dari
praktik pendidikan yang telah ada menuju kondisi yang lebih baik, mulai
dari aspek konseptualisasi hingga implementasi, seperti kelembagaan,
kurikulum, strategi pembelajaran, dan penyediaan Sumber Daya Insani
(SDI). Diskursus di atas menyatakan keharusan adanya pembaruan cara
pandang terhadap proses pendidikan dalam faktor-faktor pendidikan. Dalam
hal tujuan, pendidikan harus diorientasikan untuk mencetak individu yang
berkesadaran kenabian, yang mempunyai misi liberatif terhadap berbagai
persoalan sosial yang menghimpit.

Dalam hal pengelolaan, pengelola lembaga pendidikan harus


mampu menggerakkan dan mengaktifkan setiap potensi yang ada di
sekitarnya untuk ikut memikirkan persoalan pendidikan. Oleh karena itu,

8
Nurcholish Madjid, Cendekiawan dan Religiusitas Masyarakat, (Jakarta: Paramadina,
1999), hlm. 13.

6
menurut Soebagio, konsep kepemimpinan dalam pendidikan Islam
memerlukan perhatian utama karena produk pendidikan yang berkualitas
selalu diawali dengan kepemimpinan yang baik. pendidikan tidak harus
dimaknai sebagai proses yang berlangsung di ruang kelas saja, namun juga
terjadi di luar kelas. Karena itu, upaya mensinergikan antara unit keluarga,
sekolah, dan masyarakat perlu dilakukan.9

2. Pengertian Pendidikan Islam

Dalam bahasa Indonesia, istilah pendidikan berasal dari kata “didik”


Dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran “an”, mengandung arti
“perbuatan”(hal, cara dan sebagainya). Istilah pendidikan ini berasal dari
bahasa yunani, yaitu “paedagogie”, yang Berarti bimbingan yang diberikan
kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan Ke dalam bahasa Inggris
dengan “education” yang berarti pengembangan atau Bimbingan. 10

Pendidikan Islam adalah nama sebuah sistem agama Islam,


pendidikan adalah sesuatu yang secara bertahap ditanamkan kedalam
manusia. “suatu proses penanaman” mengacu pada metode dan sistem
untuk menanamkan apa yang disebut sebagai pendidikan secara bertahap.

Secara sederhana pendidikan Islam adalah pendidikan yang


“berwarna” Islam. Maka pendidikan Islami adalah pendidikan yang
berdasarkan islam. Dengan demikian nilai-nilai ajaran islam itu sangat
mewarnai dan mendasari seluruh proses Pendidikan sistem pendidikan yang
Islami.
Dilihat Sudut etistimologis, istilah pendidikan Islam sendiri terdiri
dari Atas dua kata, yakni “pendidikan” dan “islami”. Definisi pendidikan
sering disebut Dengan berbagai istilah, yakni altarbiyah, al-taklim, alta’dib
dan alriyadoh. Setiap istilah tersebut memiliki makna yang berbeda-beda,

9
Madan Sarup, Strukturalisme dan Postmodernisme: Sebuah Pengantar Kritis
(Yogyakarta: Jendela, 2003), hlm. 15
10
St. Sularto, “Tentang Mimpi Besar Indonesia”, dalam A. Ferry Indratno (ed.), Kurikulum
yang Mencerdaskan: Visi 2030 dan Pendidikan Alternatif (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2008),
hlm. 100

7
hal ini dikarenakan Perbedaan kontek kalimatnya dalam pengunaan istilah
tersebut. Akan tetapi dalam Keadaan tertentu semua istilah itu memiliki
makna yang sama, yakni pendidkan.11
Pendidikan Islam menurut Dr.Hasan langgulung ialah pendidikan
yang memiliki empat macam fungsi,Yaitu :
a. Menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu
dalam masyarakat pada masa yang akan datang.
b. Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan pada peranan-
peranan tersebut dari generasi tua ke generasi muda.
c. Memindahkan nilai-nilai yang bertujuan memelihara keutuhan dan
kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan hidup
suatu masyarakat dan peradaban.Dengan kata lain,tanpa keutuhan
(Integritas) dan kesatuan (Integration)suatu masyarakat,tidak akan
terpelihara yang akhirnya akan berkesudahan kehancuran masyarakat
sendiri.12

Pendidikan disini meliputi sekolah Islam, madrasah, dan sekolah


umum. Lembaga pendidikan Islam didirikan dengan maksud untuk
mengumpulkan keunggulan sekolah modern dan pesantren pada satu
lembaga pendidikan. Sekolah modern memiliki keunggulan dalam ilmu
ilmu umum termasuk bahasa-bahasa dan pesantren memiliki keunggulan
pada ilmu –ilmu agama Islam sebagaimana yang ada pada pesantren dan
memiliki keunggulan pada ilmu umum sebagaimana yang ada pada sekolah
modern jika dalamkenyataan, sekolah umum masih kalah dari pesantren
dalam ilmu-ilmu agamaIslam, dan masih kalah dari sekolah modern dalam
ilmu-ilmu umum adalah bersifat sementara. Berkaitan dengan hal tersebut
tempat yang merujuk Puskur mengatakan bahwa kegiatan pendidikan Islam
perlu: 1) berpusat pada peserta didik,2)mengembangkan kreativitas peserta

11
Poerwadamanita, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976),
hlm. 250
12
Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam (Jakarta: Putaka Firdaus, 1996), hlm. 23 .

8
didik,3) menciptakan kondisi yang keislaman dan menanamkan keislaman,
4) bermuatan nilai, estetika, moralitas,logika, 5) menyediakan pengalaman
pendidikan yang beragam.13

E. Faktor-faktor Transformasi Pendidikan Islam

Transformasi pendidikan Islam terkait erat dengan berbagai faktor


faktor seperti pengelola, sumber daya kependidikan Islam (guru, tenaga laborat,
pustakawan dan siswa) sarana dan prasarana, kurikulum, lingkungan dan
sebagaimana, pengelola lembaga pendidikan yang meliputi komite, kepala dan
wakil-wakilnya, pengurus yayasan pendidikan sangat menentukan proses
transformasi pendidikan Islam. Pendidikan mengalami transformasi atau tidak
sangat dipengaruhi oleh mereka. Apalagi pada era globalisasi, kemampuan
pendidikan dapat berkompetisi atau tidak sangat dipegaruhi oleh lembaga
pendidikan.
Untuk itu hendaknya kegiatan pendidikan tidak sekedar transfer
pengetahuan saja yang akan lahir kejenuhan baik bagi siswa, sehingga motivasi
dan prestasi dan pendidikan Islam sulit untuk ditingkatkan. Oleh karenanya
langkah baru yang harus ditempuh adalah bagaimana dapat mengubah
paradigma tentang pendidikan baik, sehingga proses pendidikan menjadi lebih
nyaman dan menyenangkan.14
Kompetensi-kompetensi harus dijabarkan secara khusus dan telah
difalidasikan serta di tes sejauh mana kontribusinya terhadap keberhasilan
danefektivitas pendidikan Islam. Hasil penelitian seringkali ikut membantu
dalam mengidentifikasi kompetensi yang diperlukan. Untuk dapat
menidentifikasi kompetensi, kita dapat menggunakan beberapa model
pendekatan, diantaranya:

13
H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis Dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), Hal.29-31
14
Zakiah Derajat, dkk, Pendidikan Islam Keluarga dan Sekolah (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1995) 86 9Muhammad Fathurrohman, Sulistyorini, Meretas Pendidikan Berkualitas
dalam Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras, 2012)Hal. 8-9

9
1) pendekatan analisis tugas (task analisy) untuk menentukan daftar
kompetensi. Berdasarkan analisis tugas-tugas yang harus
dilakukan oleh guru disekolah sebagai tenaga professional, yang
pada gilirannyaditentukan kompetensi- kompetensi apa yang
diperlukan.
2) Pendekatan the need of school leaner (memusatkan pada
kebutuhan- kebutuhan siswa di sekolah) langkah pertama dalam
pendekatan ini adalahbertitik tolak dari ambisi, nilai-nilai dan
pandangan para siswa.
Hal inimenjadi landasan dalam mengidentifikasi dalam
kompetensi.Jadi pendekatan ini berdasarkan asumsi bahwa terdapat hubungan yang
erat sekali antara persiapan guru dan hasil yang diinginkan.15

15
A.M. Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: Raja Grafindo, 1994)

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Inklusif secara etimologi memiliki arti terhitung, global, menyeluruh,


penuh, dan komprehensif. Kata inklusif berasal dari bentukan kata bahasa
inggris "inclusive" yg artinya termasuk didalamnya. Inklusivisme sendiri
bersifat lebih longgar dan terkesan fleksibel terhadap sesuatu yang di luar
dirinya, tidak kaku dan memberi jalan kepada selain dirinya untuk mengakui
kebenaran mereka.
Istilah transformasi Sering kali dihadirkan dalam wacana Posmodernisme
sebagai antitesis modernisme. Posmodernisme sendiri diartikan oleh Anthony
Giddens sebagai “sebuah estetika, sastra, politik atau filsafat sosial, yang
merupakan dasar dari upaya untuk menggambarkan suatu kondisi yang
berkaitan dengan perubahan pada lembaga-lembaga dan kondisi.
pendidikan Islam adalah nama sebuah sistem agama Islam, pendidikan
adalah sesuatu yang secara bertahap ditanamkan kedalam manusia. Pendidikan
disini meliputi sekolah Islam, madrasah, dan sekolah umum.

B. Saran

Demikianlah makalah yang dapat kami susun bersama semoga bisa


bermanfaat terutama bagi penulis dan pembaca. Kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dalam melengkapi makalah ini. Apabila terdapat
kesalahan dalam pembuatan makalah ini, mohon agar dapat memaafkan dan
memakluminya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Syamsul Rofiq. “Dialektika Inklusivisme dan Eksklusivisme Islam Kajian


Semantik terhadap Tafsir Al-Quran te ntang Hubungan Antaragama”, Jurnal
Kawistara, Vol. 3, No. 1, April 2013.
Bakar Abu, “Argumen Al-Quran Tentang Eksklusivisme, inklusivisme dan
Pluralisme”, Vol. 8, No. 1, Januari 2016.
Zukarnain Iskandar “Realitas keagamaan di Indonesia dan inklusivitas Islam”(Lor
in solo 2012).
Saihu Made, “Pendidikan Moderasi Beragama: Kajian Islam Wasathiyah menurut
Nurcholish Madjid", Andragogi: Jurnal Pendidikan Islam dan Manajemen
Pendidikan Islam, Vol. 3, No. 1, 2021
Kurnialoh Nasri, “Pendidikan Agama Islam Berwawasan Inklusif-Pluralis, Jurnal
Insania, Vol. 18, No. 3, Desember 2013
Rahadjo Dawam. 2002. Islam dan Transformasi Budaya-The International Insitute
of Islamic Thought Indonesia dan Lemabga Studi Agama dan Filsafat. Yogyakarta:
Bhakti Prima Yasa.
Madjid Nurcholish. Cendekiawan dan Religiusitas Masyarakat. Jakarta:
Paramadina.
Sarup Madan. 2003. Strukturalisme dan Postmodernisme: Sebuah Pengantar
Kritis. Yogyakarta: Jendela.
Sularto. 2008. “Tentang Mimpi Besar Indonesia”, dalam A. Ferry Indratno (ed.),
Kurikulum yang Mencerdaskan: Visi 2030 dan Pendidikan Alternatif. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas.
Poerwadamanita. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ashraf Ali. Horison Baru Pendidikan Islam. Jakarta: Putaka Firdaus.
Arifin. 2008. Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis Dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Derajat Zakiah. Pendidikan Islam Keluarga dan Sekolah. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Fathurrohman Muhammad, Sulistyorini. 2012. Meretas Pendidikan Berkualitas
dalam Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras.
Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo.

Anda mungkin juga menyukai