Anda di halaman 1dari 6

Teori-teori Belajar dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Manusia diciptakan Allah swt, dalam struktur yang paling baik di antara makhluk
Allah yang lain. Struktur manusia terdiri atas unsur jasmaniah (fisikologis) dan rohaniah
(psikologis). Dalam struktur jasmaniah dan rohaniah itu, Allah memberikan seperangkat
kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkembang, dalam psikologi disebut
potensialitas atau disposisi, yang menurut aliran psikologi behaviourisme disebut
prepotence reflexes (kemampuan dasar yang secara otomatis dapat berkembang).
Dengan demikian, maka ilmu pengetahuan mengalami perkembangan sampai kepada
proses pembelajaran. Dalam perkembanganya merupakan suatu konsep-konsep atau
teori-teori dalam aktivitas kegiatan belajar-mengajar.
Dalam kaitanyan dengan proses pembelajaran, ditemukan ada beberapa teori yang telah
dikenal secara umum, diantaranya: teori fitrah, teori koneksionisme, teori psikologi
daya, dan teori gestalt.

1. Teori Fitrah

Dalam pandangan agama Islam kemampuan dasar atau pembawaan itu disebut
dengan fitrah, kata yang berasal dari fathara, dalam pengertian etimologis
mengandung arti kejadian. Kata fitrah disebutkan dalam al-Qur'an surah.Ar-
Ruum/30: 30

Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui
Di samping itu terdapat hadis Rasulallah saw.:
,‫لهم‬%%‫هللا ص‬ َ َ ْ
ِ ‫ ْو ُل‬% ‫ا َل َر ُس‬%%‫ ق‬:‫ا َل‬%%‫صال ٍِح َعنْ أ ِبىْ ه َُري َْر َة َرضِ َي هللاُ َعن ُه ْم ق‬ َ َ َ ْ
َ ْ‫او َية َع ِن االعْ َمش َعنْ أ ِبى‬ َ ِ ‫َح َّد َث َناأَب ُْو ُم َع‬
)‫رِّ َكا ِن ِه ( ِر ِواهُ اَح َمد‬%%%%%%‫ َرا ِن ِه اَ ْوي َُش‬%%%%%%‫ص‬ َ ْ ْ َ َ ْ ُ‫ ُّل َم ْول‬%%%%%%‫ُك‬
ّ ‫ ِه اَ ْو ُي َن‬%%%%%%ِ‫أ َب َواهُ ُيهَوّ دَ ان‬%%%%%%‫ َر ِة َف‬%%%%%%‫ ُد َعلى الفِط‬%%%%%%‫و ٍد ي ٌْول‬%%%%%%
Abu Mu'awiyah menceritakan kepada kami, dari al-A'masy dari Abi Shalih dari
Abi Hurairah r.a berkata: Rasulallah saw. telah bersabda: setiap anak dilahirkan
dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikannya yahudi,
nasrani, atau musyrik. (HR Ahmad).
Dari pengertian al-Qur'an dan Hadis di atas, dapat diambil pengertian secara
terminologis sebagai berikut:
a. Mengandung implikasi pendidikan yang berkonotasi kepada paham nativisme.
Oleh karena kata fitrah mengandung makna kejadian yang di dalamnya berisi
potensi dasar beragama yang benar lurus, yaitu Islam. Dengan potensi dasar ini
tidak dapat diubah oleh siapa pun atau lingkungan apa pun, karena fitrah itu
merupakan ciptaan Allah yang tidak akan mengalami perubahan baik isi maupun
bentuknya dalam tiap pribadi manusia. Dengan demikian, ilmu pendidikan
agama Islam bisa dikatakan berfaham nativisme, yaitu suatu paham yang
menyatakan bahwa perkembangan manusia dalam hidupnya secara mutlak
ditentukan oleh potensi dasarnya.
b. Mengandung kecenderungan netral, dijelaskan dalam al-Qur'an surah An-
Nahl/16: 78

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur.

Menurut Mohammad Fadhil al-Djamaly yang dikutip M. Arifin mengatakan,


bahwa ayat di atas menjadi petunjuk untuk melakukan usaha pendidikan secara
eksternal oleh peserta didik.
Dengan demikian, pengertian fitrah menurut interpretasi kedua ini, tidak dapat
sejalan dengan empirisme, karena faktor fitrah tidak hanya mengandung
kemampuan dasar pasif yang beraspek hanya pada kecerdasan semata dalam
kaitannya dengan pengembangan ilmu pengetahuan, melainkan mengandung
pada tabiat atau watak dan kecenderungan untuk mengacu kepada pengaruh
lingkungan eksternal sekalipun tidak aktif.
c. Konsep al-Qur'an yang menunjukkan, bahwa tiap manusia diberikan
kecenderungan nafsu untuk menjadikanya kafir bagi yang ingkar terhadap
Tuhannya dan kecenderungan yang membawa sikap bertaqwa, menaati
perintah Allah swt.
Jelaslah bahwa faktor kemampuan memilih yag terdapat dalam fitrah (human
nature) manusia berpusat pada kemampuan berfikir sehat (berakal sehat),
karena akal sehat mampu membedakan hal-hal yang benar dan yang salah.
Sedangkan yang mampu memilih yang benar secara tepat hanyalah orang-orang
berpendidikan sehat.
Sejalan dengan interpretasi tersebut, maka dikatakan bahwa pengaruh faktor
lingkungan yang sengaja adalah pendidikan dan latihan berproses interaktif
dengan kemampuan fitrah manusia. Dalam pengertian ini, pendidikan agama
Islam berproses secara konvergensis yang dapat membawa kepada paham
konvergensi dalam pendidikan agama Islam.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu pendidikan agama Islam
dapat berorientasi pada salah satu paham filosofis saja atau campuran paham
tesebut di atas. Namun apa pun paham filosofis yang dijadikan dasar
pandangan, ilmu pendidikan agama Islam tetap berpijak pada kekuatan hidayah
Allah swt, yang menentukan hasil akhir.
d. Komponen psikologis dalam fitrah
Jika diperhatikan berbagai pandangan para ulama dan ilmuwan Islam yang telah
memberikan makna terhadap istilah fitrah, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa fitrah adalah suatu kemampuan dasar perkembangan manusia yang
dianugerahkan Allah swt. kepadanya.
Karena memang manusia itu lahir bagaikan kertas putih bersih belum ada yang
memberi warna apa pun dalam dirinya, apakah ia menjadikannya sebagai
Majusi, Nasrani, atau agama yang lurus yaitu Islam, ini tergantung kepada orang
tua atau orang dewasa yang membimbingnya, sehingga dengan sentuhan orang
lain atau lingkungan sekitarnya baru dapat berinteraksi terhadap yang lain. Jadi
peran pendidikan sangatlah berarti baginya. Karena dengan melalui pendidikan
dapat mengetahui dari belum tahu akan menjadi tahu.
2. Teori Koneksionisme
Teori koneksionisme adalah teori yang dikembangkan oleh Edward L. Thorndike
(1874-1949).
Teori ini berpendapat bahwa belajar merupakan hubungan antara stimulus dan
respons. Itulah sebabnya koneksionisme disebut juga S-R Bond Theory dan S-R
Psychology of Learning. Di samping itu, teori ini juga terkenal dengan sebutan
Trial and Error Learning. Istilah ini menunjuk pada panjangnya waktu atau
banyaknya jumlah kekeliruan dalam mencapai suatu tujuan.
Dari penjelasan teori di atas, penulis mengemukakan bahwa yang mendorong
timbulnya fenomena peserta didik belajar adalah semangat dan motivasi dari
peserta didik itu sendiri sesuai dengan harapan dan tujuan yang diinginkan
dalam proses pembelajaran. Karena tanpa dorongan semangat dan motivasi
dalam diri peserta didik itu sendiri tidak akan berhasil sesuai yang dicita-citakan.
Untuk itu, sebaiknya pemerintah sebagai penentu kebijakan khususnya dalam
pendidikan memberikan apresiasi khusus terhadap keberhasilan belajar peserta
didik untuk kesejahteraannya, agar ia lebih semangat lagi dan termotivasi dalam
kegiatan belajarnya.
3. Teori Psikologi Daya
Para ahli psikologi, kata daya identik dengan raga atau jasmani. Raga atau
jasmani mempunyai tenaga atau daya, maka jiwa juga dianggap memiliki daya,
seperti; daya untuk mengenal, mengingat, berkhayal, berpikir, merasakan, daya
menghendaki, dan sebagainya. Sebagaimana daya jasmani dapat diperkuat
dengan jalan melatihnya yaitu mengerjakan sesuatu dengan berulang-ulang,
maka daya jiwa dapat diperkuat dengan jalan melatihnya secara berulang-ulang
pula.
Daya seseorang dapat dikembangkan melalui latihan, seperti; latihan mengamati
benda atau gambar, latihan mendengarkan bunyi atau suara, latihan mengingat
kata, arti kata, latihan melihat letak suatu kota dalam peta. Latihan-latihan
tersebut dapat dilakukan dengan melalui berbagai bentuk pengulangan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis berkesimpulan bahwa setiap individu atau
peserta didik memiliki sejumlah daya atau kekuatan dalam dirinya. Daya-daya
itu dapat dikembangkan dalam kegiatan proses pembelajaran, termasuk daya
fisik, motorik dan mentalnya, dengan latihan secara terus menerus untuk
berguna bagi dirinya.
4. Teori Gestalt
Psikologi muncul dipengaruhi oleh psikologi gestalt, dengan tokoh-tokohnya
seperti Max Wertheimer, Wolfgang Kohler, dan Kurt Koffka. Perkataan gestalt
dalam bahasa Jerman berarti suatu konfigurasi, pola atau keseluruhan. Teori ini
juga disebut psikologi organismik atau field theori, yang bertolak dari suatu
keseluruhan.
Teori ini berpendapat, bahwa belajar adalah bukan mengulangi hal-hal yang
harus dipelajari, tetapi mengerti atau memperoleh insight atau pengertian yang
mendalam. Belajar menurut pandangan ini akan semakin efektif jika materi yang
akan dipelajari itu mengandung makna, yaitu jika disusun dan disajikan dengan
cara memberi kemungkinan peserta didik untuk mengerti apa-apa yang
sebelumnya, dan menganalisis hubungan satu dengan yang lain.
Berbeda dengan teori-teori yang dikemukakan oleh tokoh behaviorisme
terutama thorndike menganggap bahwa belajar sebagai proses trial and error,
teori gestalt memandang belajar adalah proses yang didasarkan pada
pemahaman (insight). Karena pada dasarnya tingkah laku seseorang selalu
didasarkan pada kognisi yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi
dimana tingkah laku tersebut terjadi. Pada situasi belajar, keterlibatan
seseorang secara langsung dalam situasi belajar tesebut akan menghasilkan
pemahaman yang dapat membantu individu tersebut memecahkan masalah.
Dengan kata lain, teori gestalt menyatakan bahwa yang paling penting dalam
proses belajar individu adalah dimengertinya apa yang dipelajari oleh individu
tersebut. Oleh krena itu, teori gestalt ini disebut teori insight. Pendapat tesebut,
terdapat persamaan makna dengan yang dikemukakan oleh Oemar Hamalik
yang mengatakan bahwa, prinsip pembelajaran yang dianut oleh teori gestalt,
adalah: 1) Belajar dimulai dari suatu keseluruhan menuju bagian-bagian, 2)
Keseluruhan memberikan makna bagian-bagian tersebut, 3) Bagian-bagian
dilihat dalam hubungan keseluruhan berkat individu, 4) Belajar memerlukan
pemahaman (insight), 5) Belajar memerlukan reorganisasi pengalaman yang
kontinyu.
Hal tersebut menunjukkan bahwa, belajar dengan cara berulang-ulang atau
mengulangi dari semua materi pelajaran akan lebih dimengerti dan lebih mudah
dipahami daripada belajar tanpa mengulangi materi pembelajaran. Artinya
bahwa, belajar itu diperlukan kesabaran, keuletan, dan ketekunan.
Dari beberapa uraian di atas tentang teori-teori belajar dalam pembelajaran,
khususnya dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), penulis
mengemukakan bahwa semua teori yang para ahli kemukakan dapat
dipedomani sebagai bahan referensi dalam proses pembelajaran. Namun dalam
makalah ini penulis hanya memaparkan empat teori saja, karena semua teori ini
cukup luas dan padat untuk dijadikan teori belajar dalam pembelajaran
khususnya dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Terutama dan
paling utama yang penulis gunakan dalam pembelajaran adalah teori fitrah.
Teori ini cukup layak digunakan dalam proses pembelajaran, karena teori ini
berpedoman kepada Al-Qur"an dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Alasannya
bahwa sumber satu-satunya belajar adalah dari Allah SWT. beserta alam dan
segala isinya, yang dapat dipelajari melalui Al-Qur"an Hadis Nabi, seta teori-teori
lainya merupakan tambahan dari teori-teori belajar yang ada. Karena teori-teori
tersebut merupakan orientalis yang diadopsi dari teori belajar menurut Islam.

BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian pada bab pembahasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan
sebagai berikut:
1. Teori merupakan sebuah sistem yang dapat diuji kebenaranya oleh siapa pun
dan terbuka untuk dikaji ulang dalam perspektif yang sama, dan mungkin dapat
digantikan dengan sebuah sistem baru, yang sudah mengalami kajian dan
penelitian lain. Sedangkan belajar merupakan proses perubahan tingkah laku
manusia berdasarkan pengalaman dan latihan, dari belum tahu menjadi tahu,
dari pengalaman yang sedikit kemudian bertambah.
2. Teori- teori belajar dalam pembelajaran pendidikan agama Islam meliputi:
a. Teori fitrah. Teori ini berpendapat, bahwa kemampuan dasar perkembangan
manusia merupakan anugrah dari Allah swt, yang dilengkapi dengan berbagai
potensi pada dirinya.
b. Teori koneksionisme. Teori ini berpendapat, bahwa belajar merupakan
hubungan antara stimulus dan respons.
c. Teori psikoologi daya. Teori ini berpendapat, bahwa setiap individu atau
pserta didik memiliki sejumlah daya atau kekuatan dalam dirinya yang dapat
dikembangkan dalam kegiatan proses pembelajaran baik dari dari daya fisik,
motorik maupun dari daya mentalnya dapat dikembangkan dengan melalui
latihan terus menerus.
d. Teori gestalt. Teori ini berpendapat, belajar bukan saja mengulangi hal-hal
yang harus dipelajari, tetapi mengerti atau memperoleh insight (pengertian yang
mendalam).

DAFTAR PUSTAKA
A.M, Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Cet. V; Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 1994.
Arifin, M., Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner, Cet. II; Jakarta: Sinar Grafika, 2006.
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar & Pembelajaran, Cet. III; Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2008.
B. Hamzah, Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, Ce. II; Jakarta: Bumi
Aksara, 2008.
Departemen Agama RI, Al-Qur'an Al Karim dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra,
1996.
Hamalik, Oemar, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Cet. I; Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007.
..........................., Kurikulum dan Pembelajaran, Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
Ibrahim, R. dan Nana Syaodih Sukmadinata, Perencanaan Pengajaran, Cet. II;
Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Muhammad, Abdullah Ibn Ahmad Ibn Hambal, Musnad Ahmad Ibn Hambal Juz. V,
Beirut: Dar al-Fikr, t. Th.
Saleh, Abdurrahman Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur'an, Cet. III;
Jakarta: Rineka Cipta, 2005.
Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran: Berorienasi Standar Proses Pendidikan, Cet. V;
Jakarta: Kencana, 2008.
Suryabrata, Sumardi, Psikologi Pendidikan, Cet. I; Jakarta: Rajawali, 1984.
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Cet. IV; Jakarta:
Rineka Cipta, 2003.
Syah, Muhibbin, Pikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Cet. XVIII, Bandung,
Remaja Rosdakarya, 2006.
Tohirin, Psikologi Pembelaran Pendidikan Agama Islam (Berbasis Integrasi dan
Kompetensi), Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006.

Anda mungkin juga menyukai