Tentang
Disusun Oleh :
Kelompok 2
Salsabila (2214010011)
Annisa’ Fitri (2214010016)
Jumadil Hamid (2214010020)
Dosen Pengampu :
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah menyertai kami dan
mencurahkan rahmat serta kasih-Nya, sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah
Filsafat Pendidikan Islam yang berjudul "Fitrah (Potensi) Manusia Dalam
Pandangan Filsafat Pendidikan Islam”. Shalawat dan salam senantiasa kita
curahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Tak akan kami lupakan pula untuk
mengucap terimakasih yang mendalam bagi orang tua kami yang telah memberi
fasilitas yang mendukung bagi pembuatan makalah ini. Kepada dosen pengampu
mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam yakni, Prof. Dr. Zulmuqim, MA. yang
dengan sabar dan penuh telah membagikan ilmu yang berharga dalam pembuatan
tugas ini. Serta teman-teman dan semua pihak yang telah mendukung proses
pembuatan makalah ini.
Pemakalah
i
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ...........................................................................................................15
B. Saran ......................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
2
menenangkan karena tidak sesuai dengan cita-cita manusia. Meskipun fitrah dapat
dipengaruhi oleh lingkungan, namun kondisi fitrah tersebut tidaklah netral
terhadap pengaruh dari luar. Potensi yang terkandung di dalamnya secara dinamis
mengadakan reaksi atau respon (jawaban) terhadap pengaruh tersebut. Dengan
kata lain bahwa dalam proses perkembangannya, terjadi interaksi antara fitrah dan
lingkungan sekitar.
Dalam Q.S Al-Alaq ayat 3-4, Allah menyatakan bahwa manusia tanpa
melalui upaya belajar, niscaya tidak akan dapat mengetahui segala sesuatu yang ia
butuhkan bagi keberlangsungan hidupnya didunia dan akhirat. Pengetahuan
manusia akan berkembang jika diperoleh melalui proses belajar mengajar yang
diawali dengan kemampuan membaca dan menulis dalam arti luas.
3
Terjemahan: “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya,
sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya
merugilah orang yang mengotorinya”
Terjemahnya: “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (jalan yang
benar dan jalan yang sesat).”
c. Naluri dan kewahyuan (revilasi) bagaikan dua sisi dari mata uang logam,
keduanya saling terpadu dalam perkembangan manusia. Menurut Hasan
4
Langgulung, fitrah dapat dilihat dari dua segi, yakni: Pertama, segi naluri
pembawaan manusia atau sifat-sifat Tuhan yang menjadi potensi manusia
sejak lahir. Kedua, dapat dilihat dari segi wahyu Tuhan yang diturunkan
kepada nabi-nabi-Nya.
B. Makna Fitrah
5
sesuatu kekuatan/ daya untuk mengenal/ mengakui Allah (keimanan kepadanya-
Nya) yang menetap/ menancap dalam diri manusia.4
1. Fitrah berarti suci yaitu kesucian psikis yang terbebas dari dosa dan warisan
dari penyakit rokhaniah
2. Fitrah berarti potensi berislam. Abu Hurairah mengatakan bahwa fitrah itu
beragama Islam
5. Fitrah berarti perasaan yang tulus. Manusia lahir dengan membawa sifat baik.
Diantara sifat itu adalah ketulusan dan kemurnian dalam melakukan aktivitas
7. Fitrah berarti potensi dasar manusia atau perasaan untuk beribadah kepada
Allah
8. Fitrah berarti ketetapan atau takdir asal manusia mengenai kebahagiaan dan
kesengsaraan hidup
10. Fitrah berarti sifat-sifat Allah swt yang ditiupkan pada setiap manusia
sebelum dilahirkan. Bentuk-bentuknya adalah asma' al-Husnah yang dalam
al-Qur'an berjumlah 99 nama
4
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di
Sekolah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 41
6
Jadi dapat dipahami bahwa fitrah adalah segala potensi yang diberikan
Allah kepada manusia sejak kelahirannya agar bisa menjalankan aktivitas dalam
kehidupan dimana potensi tersebut bisa berpengaruh pada aktivitas kehidupannya.
C. Macam-Macam Fitrah
5
Op. Cit, hlm. 78-79
6
Abdul Rahman, Deri Wanto, Memantik Konsep Fitrah, Kecerdasan Spritual Anak Usia Dini
(Bengkulu, Andhra Grafika, 2021), h. 34 35
7
4. Fitrah Keagamaan (hidayat al-diniyyat)
Sementara itu, menurut Zaini dan Muhaimin (1991: 73) fitrah manusia
mencakup segala aspek kemanusian dan kehidupan manusia. Fitrah melingkupi
semua itu. Sehingga, menurut mereka fitrah itu banyak macamnya, diantaranya
fitrah agama, fitrah suci, fitrah moral/ahklak, fitrah kebenaran, fitrah kemerdekaan,
fitrah keadilan, fitrah persamaan, fitrah persatuan, fitrah individu, fitrah sosial,
fitrah seni, fitrah intelek, fitrah harga diri, fitrah musyawarah, fitrah selamat, fitrah
busana, fitrah kasih sayang, fitrah perjuangan, fitrah tanggung jawab dan fitrah
penghormatan. Tampaknya mereka ingin menjabarkan lebih jauh macam-macam
fitrah yang dimiliki oleh manusia. Macam- macam pembagian fitrah ini pada
dasarnya sudah terangkum juga dalam beberapa pendapat tokoh sebagaimana
yang disebutkan di atas.8
7
Ibid, h.36
8
Ibid, h.37
8
bekerjasama dan berhubungan dengan orang lain (social endentity). Keempat,
potensi berupa ciri khas yang membedakan manusia yang satu dengan manusia
yang lainnya (individual differents). Nampaknya B. Suparna membagi potensi
yang dimiliki manusia tersebut melalui pendekatan sosial (social approach).
Sementara itu Abdul Mujid (2002: 5-6) lebih melihat pembagian pada
struktur yang dimiliki oleh manusia. Manusia pada dasarnya bukan hanya terdiri
dari unsur rohani, tetapi juga memiliku unsur rohani. Ruh dalam pandangan
psikologi Islam bukan hanya sekedar spirit yang bersifat aradh (accident), tetapi
ruh merupakan satu jauhar (subtance) yang memiliki esksistensi sendiri di dalam
ruhani. Kombinasi antara jasmani dan rohani akan menjadikan nafsani, yang
tumbuh sejak manusia berumur empat bulan dalam kandungan. Struktur nafsani
manusia terbagi kepada tiga bagian, yaitu kalbu, akal, dan nafsu. Integrasi ketiga
unsur ini melahirkan apa yang disebut dengan kepribadian. Masing-masing unsur
ini memiliki fitrahnya sendiri. 9
Fitrah secara istilahi adalah tauhid (Islam) berupa agama yang lurus, baik,
dan tidak berubah, dimana Allah telah menganugerakan potensi tauhid ini kepada
seluruh manusia sejak lahirnya. Yang membedakan konsep fitrah dengan
Nativisme, yaitu peniadaan faktor eksternal (lingkungan) sebagai salah satu faktor
yang mempengaruhi perkembangan individu.
9
Ibid, h. 38-39
10
Ibid, h. 41
9
tauhid. Adapun yang membedakan konvergensi dengan fitrah adalah pada dasar
yang dibawa manusia sejak lahir. Jika dasar atau potensi pada konvergensi adalah
kosong dari tauhid maka dalam konsep fitrah manusia dilahirkan dengan
membawa potensi tauhid.11
1. Nativisme
Tokoh utama aliran ini adalah Schopenhauer (1788-1860) Para ahli yang
mengikuti aliran ini berpendapat, bahwa perkembangan individu scmata-mata
ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir (natus artinya lahir), jadi
perkembangan individu semata-mata tergantung kepada dasar. Para ahli yang
mengrkuti pendirian ini biasanya mempertahankan konsepsi ini dengan
menunjukan berbagai kesamaan atau kemiripan antara orang tua dengan anak-
anaknya. Misalnya jika ayahnya seorang pelukis, maka anaknya juga akan
menjadi pelukis.
Pokoknya keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki orang tua juga
dimiliki anaknya Memang benar kenyataan menunujukkan adanya kesamaan atau
kemiripan yang besar antara orang tua dengan anak-anaknya itu. Akan tetapi
pantaslah diragukan pula, apakah kesamaan yang ada antara oran tua dengan
anaknya itu benar-benar dasar yang dibawa sejak lahir.
Sebab jika sekiranya anak seorang pelukis juga menjadi seorang pelukis,
apakah hal itu benar-benar berakar pada keturunan atau dasar? Apakah tidak
mungkin adanya fasilitas-fasilitas untuk dapat maju dalam bidang lukis ini maka
dia lalu menjadi seorang pelukis. Aliran ini tidak bisa dibenarkan, sebagaimana
11
Siti Fauziyah, "Konsep Fitrah Dan Bedanya Dari Nativisme, Emperisme, Dan Konvergensi”,
Jurnal Aqlania, Vol. 08, No. 01, 2017, h.81
10
yang terjadi pada kasus Qanaan, anak Nabi Nuh Seperti yang diambarkan Alquran
dalam surah Hud:42-43.
Jadi, seorang ayah yang beriman belum tentu anaknya juga akan menjadi
orang beriman. Begitu juga seorang musyrik belum tentu anaknya menjadi
musyrik, jika dia dididik menjadi mukmin kemungkinan besar dia pun akan
menjadi mukmin.
2. Empirisme
Tokoh utama aliran ini adalah John Locke (1632-1704) Para ahli yang
mengikuti pendirian aliran ini mempunyai pendapat yang langsung bertentangan
dengan pendapat aliran Nativisme, yaitu bahwasannya perkembangan itu semata-
mata pada faktor lingkungan, sedangkan dasar tidak memainkan peran sama
sekali.
Banyak para ahli yang walaupun tidak secara eksplisit menolak peranan
dasar itu, namun karena dasar itu sukar ditentukan, maka praktis yang dibicarakar
hanyalah lingkungan, dan sebagai konsekuensinya juga hanya lingkunganlah yang
masuk percaturan. Aliran ini juga tidak bisa dibenarkan karena sejumlah potensi
yang bisa berkembang karena pengaruh lingkungan.
Sebagaimana yang terjadi pada Asiah binti Muzahim seorang wanita
beriman yang diperisri Firaun. Meskipun ia hidup di lingkungan kerajaan Firaun
yang zalim dan kafir, tetapi dia tetap beriman kepada Allah. la tidak terpedaya
oleh kemewahan dan kekejaman Firaun. Seperti dalam firman Allah: "Allah
membuat istri Firaun perumpaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia
berkata:"Ya Tuhanku bangunlah untukku sebuah rumah di sisiMu dalam surga
dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim." Dengan demkian lingkungan
bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi manusia.
3. Konvergensi
Tokoh utama aliran ini adalah Louis William Stern (1871-1938). Aliran
Konvergensi berpendapat bahwa di dalam perkembangan individu baik dasar atau
pembawaan maupun lingkungan inemainkan peranan penting. Bakat sebagai
kemungkinan telah ada pada masing-masing individu, akan tetapi bakat yang yang
11
sudah tersedia itu perlu menemukan lingkungan yang sesuai supaya dapat
berkembang.
Sebagai contoh, tiap anak manusia yang normal mempunyai bakat untuk
berdiri tegak di atas kedua kaki, akan tetapi bakat ini tidak akan menjadi aktual
(kenyataan) jika sekiranya anak manusia itu tidak hidup dalam lingkungan
manusia.
Pandangan ini bisa dibenarkan pula, karena konvergensi berangkat dari
skulerisme yang mengangeap agama tidak punya peran penting dalam totalitas
kehidupan manusia. Bakat atau potensi dalm konvergensi adalah potensi yang
kosong dari nilai-nilai agama (tauhid). .Seperti yang terjadi pada kisah Nabi
Ibrahim, walaupun bapaknya adalah seorang kafir produsen berhala dan
lingkungan sekitarnya dipenuhi dengan kemusyrikan, tetapi dia adalah seorang
mukmin dan menjadi Nabi bagi umatnya pada masa itu karena memang pada
setiap diri manusia telah terdapat potensi tauhid yang akan berkembang jika
manusia berusaha merealisasikannya dengan usaha yang sungguh-sungguh.
Dengan bimbingan wahyu Ilahi (hidayah din) itulah ia dapat
mengembangkan potensi tauhidnya sehingga ia dapat menemukan kebenaran yang
hakiki Di salah satu khotbahnya yang dimuat dalam Nahj al-Balagah, dan sesudah
menyinggung penciptaan langgit dan bumi, Ali bin Abi Talib berkata: ".. .
Kemudian Allah mengutus rasul-rasul-Nya di tanah mereka, dan berturut-turut
mengirimkan nabi-nabi-Nya agar mereka merealisasikan perjanjian fitrah mereka,
mengingatkan mereka akan nikmat-nikmat-Nya yang telah mereka lupakan, agar
mereka dapat menyampaikan risalah, membangkitkan pendaman-pendaman akal
mereka, dan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan-
Nya."(Murtadha Mutahhari, 1998:189).
Dengan demikian Nabi-nabi bertugas mengingatkan manusia akan
perjanjiannya dengan Tuhan, yaitu mengakui eksistensi dan keesaan Tuhan
(QS.al-A'raf. 172) sekaligus membimbing dan membantu umat manusia dalam
merealisasikan potensi yang terpendam (fitrah) agar manusia memperoleh
12
kebaikan hidup di dunia dan akhirat dan tidak terjerumus dalam jurang kesesatan
dan kehancuran. 12
E. Hubungan Fitrah Dengan Pendidikan
12
Ibid, h.95-99
13
3. Karakter atau kepribadian Qur‘ani: kepribadian muslim yang mampu mentrans-
internalisasikan ajaran al-Qur‘an, sehingga segala ucapan dan perbuatannya
menjadi petunjuk (hudan) dan paternalisasi (uswah hasanah) padanya.
13
Afifuddin Harisah, Filsafat Pendidikan Islam Prinsip dan Dasar Pengembangan, Deepublish,
Yogyakarta, 2018, h.54-56
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sementara itu, menurut Zaini dan Muhaimin (1991: 73) fitrah manusia
mencakup segala aspek kemanusian dan kehidupan manusia. Fitrah melingkupi
semua itu. Sehingga, menurut mereka fitrah itu banyak macamnya, diantaranya
fitrah agama, fitrah suci, fitrah moral/ahklak, fitrah kebenaran, fitrah kemerdekaan,
fitrah keadilan, fitrah persamaan, fitrah persatuan, fitrah individu, fitrah sosial,
fitrah seni, fitrah intelek, fitrah harga diri, fitrah musyawarah, fitrah selamat, fitrah
busana, fitrah kasih sayang, fitrah perjuangan, fitrah tanggung jawab dan fitrah
penghormatan.
B. Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
Fauziyah, Siti. 2017, Konsep Fitrah Dan Bedanya Dari Nativisme, Emperisme,
Dan Konvergensi , Jurnal Aqlania : Vol. 08, No. 01.
Rahman, Abdul dan Deri Wanto. 2021, Memantik Konsep Fitrah, Bengkulu :
Andhra Grafika.
16