Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“Hadist Fitrah”

OLEH
KELOMPOK 1:
Afriani 22022091
Suhelma Rasyid 22022085

FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI
TAHUN PELAJARAN 2020/2022
Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai
penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini

Kendari, 29 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI
Kata pengantar.................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................4
A. Latar Belakang...................................................................................................................................
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................6
A. Pengertian Fitrah.....................................................................................................................6
B Teori-Teori Yang Berkembang...................................................................................................9
C. Fitrah dalam implikasinya dalam pendidikan...........................................................................11
BAB III PENUTUP..............................................................................................................................
A. Kesimpulan..............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Upaya umat Islam dalam menjelaskan sikap islam atau Rasul SAW, mengenai suatu
masalah  harus berpegang pada hadis shahih dan hasan bukan pada hadis dhaif, apa lagi
pada hadis maudlu.
Memang boleh jadi manusia saat hidup mengalami keraguan tentang wujud-Nya,
bahkan boleh jadi keraguan tersebut mengantarkan untuk menolak kehadiran Tuhan dan
meninggalkan kepercayaanya, tetapi ketika itu keraguannya akan  beralih menjadi
kegelisahan, khususnya pada saat ia merenung tentang fitrahnya sebagai menusia.
Empirisme yang dipelopori oleh John Locke menyatakan bahwa perkembangan
pribadi manusia ditentukan oleh faktor-faktor alam lingkungan, termasuk pendidikan.
Ibaratnya adalah tiap individu manusia lahir bagaikan kertas putih yang siap diberi warna
atau tulisan oleh faktor lingkungan. Al-Qur’an mengisyaratkan bahwa kehadiran tuhan ada
dalam setiap manusia, dan bahwa hal itu merupakan Fitrah (bawaan) manusia sejak asal
kejadiannya.

‫طرتَ هّٰللا الَّتي فَطَر النَّاس َعلَ ْيه ۗا اَل تَ ْبد ْيل لخ َْل هّٰللا‬
ِ َّ‫ق ِ ٰۗذلِكَ ال ِّديْنُ ْالقَيِّ ۙ ُم َو ٰل ِك َّن اَ ْكثَ َر الن‬
َ‫اس اَل يَ ْعلَ ُموْ ۙن‬ ِ ِ َ ِ َ َ َ ْ ِ ِ َ ْ ِ‫فَاَقِ ْم َوجْ هَكَ لِل ِّد ْي ِن َحنِ ْيفً ۗا ف‬
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.”
Dalam surat Ar-Rum ayat 30 tersebut menjelaskan bahwa fitrah manusia yaitu
potensi manusia untuk beragama dan bertauhid kepada Allah. Dalam ayat ini pula di
tafsirkan bahwa konsep fitrah menjadi sesuatu konsep sesuia kemampuan dan latar
belakang pendidikan.
Hakekat fitrah keimanan sebagai petunjuk bagi orang tua agar lebih mengarahkan
fitrah yang dimiliki anak secara bijaksana. Di samping itu, ayat dan hadis Nabi saw
mengandung implikasi bahwa fitrah merupakan suatu pembawaan manusia sejak lahir, dan
mengandung nilai-nilai religius dan keberlakuannya mutlak. Di dalam fitrah mengandung
pengertian baik-buruk, benar-salah, indah-jelek dan seterusnya.
Dalam aliran pendidikan misalnya nativisme, memandang pembawaan tidak dapat
dirubah oleh lingkungan, demikian pula sebaliknya dalam empirisme memandang bahwa
lingkungan dapat merubah pembawaan (bakat) anak sejak lahir, seterusnya konvergensi
memandang bahwa pembawaan (bakat) sebagai faktor internal dan lingkungan faktor
eksternal saling mempengaruhi. Kaitannya dengan ini, maka dalam perspektif al-Qur’an
ditegaskan bahwa fitrah adalah pembawaan keagamaan dan suatu saat keagamaan
seseorang dipengaruhi oleh lingkungan. Artinya bahwa fitrah tidak dapat berkembang tanpa
adanya pengaruh positif dari lingkungannya yang mungkin dapat dimodifikasi atau dapat
diubah secara drastis bila lingkungan itu tidak memungkinkan untuk menjadi fitrah itu lebih
baik.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kami buat adalah sebagai berikut:
a. Apa pengertian Pengertian fitrah?
b. Teori-teori apa saja yang berkembang dalam konsep fitrah?
c. Bagaimana implementasi fitrah dalam konteks pendididikan ?

C. Tujuan
Adapun tujuan di buatnya makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa pengertian dari fitrah
2. Untuk mengetahui teori-teori apa saja yang ada dalam konsep fitrah
3. Untuk memahami bagaimana implementasi dalam konteks pendidikan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Fitrah

Fitrah diambil dari bahasa Arab yaitu fa-tho-ro yang berarti “membuka” atau
“menguak”, juga dapat diartikan sebagai perangai, tabiat, kejadian, asli, agama, ciptaan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fitrah dikaitkan dengan kata sifat, asli,
bakat, pembawaan perasaan keagamaan

Sedangkan makna fitrah sendiri merupakan “asal kejadian”, “keadaan yang suci”, dan
“kembali ke asal”. Oleh sebab itu, hari raya umat Muslim sering disebut sebagai hari
yang fitrah dengan arti sebagai "kembali ke keadaan suci tanpa dosa".

Fitrah merupakan keadaan yang dihasilkan dari sebuah penciptaan. Dalam hadis yang
diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas, fitrah adalah awal mula penciptaan manusia. Sebab,
lafaz fitrah tidak pernah dikemukakan oleh Alquran dalam konteksnya selain dengan
manusia.

1.Fitrah Seorang Muslim

Fitrah dalam diri manusia secara religus dimaknai sebagai umat Muslim yang beriman
Islam. Tegasnya dalam Alquran, Allah SWT meminta umat-Nya untuk meyakini syariat
yang diajarkan dalam agama Islam dan mampu mengamalkannya.

Dalam Alquran, kata fitrah telah terdapat dalam 19 ayat. Namun secara jelasnya, kata
fitrah ada dalam Surat Ar Rûm ayat 30. Allah berfirman dalam ayat tersebut, yang
artinya

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan
dalam ciptaan Allah, (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui." (QS. Ar-Rum: 30)

2.Manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah

Dalam kamus Lisanul Arab, Ibnu Mandzhur menulis salah satu makna ‘fitrah’
dengan arti (Al-Ibtida wal ikhtiro / memulai dan mencipta). Sehingga dapat ditarik
pengertian bahwa fitrah adalah penciptaan awal atau asal kejadian. fitrah adalah
kondisi "default factory setting", suatu kondisi awal sesuai desain pabrik
Perkembangan manusia tidak terlepas dari pengaruh lingkungan dan bawaan tetapi
yang peling terpenting mempengaruhi perkembangan manusia adalah kedua orang
tuanya sendiri. Didalam kitab hadis yang disusun oleh para Imam Mazhab terdapat
beberapa hadis yang menjelaskan hal tersebut.

B. Hadist Tentang Fitrah

Dalam meriwatkan hadis terjadi perbedaan matan namun secara subtasnsif memiliki
pengertianyang sama.

a. Riwayat al-Bukhari

‫ َأ َّن‬،‫ َأ ْخبَ َرنِي َأبُو َسلَ َمةَ بْنُ َع ْب ِد ال}}رَّحْ َم ِن‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،ِّ‫الز ْه ِري‬ُّ ‫ ع َْن‬، ُ‫ َأ ْخبَ َرنَا يُونُس‬،ِ ‫ َأ ْخبَ َرنَا َع ْب ُد هَّللا‬، ُ‫َح َّدثَنَا َع ْب َدان‬
ْ ِ‫ " َما ِم ْن َموْ لُو ٍد ِإاَّل يُولَ ُد َعلَى ْالف‬:ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬
ْ‫ فَ }َأبَ َواهُ يُهَ ِّودَانِ } ِه َأو‬،‫ط َر ِة‬ َ َ‫ ق‬:‫ قَا َل‬،ُ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنه‬ ِ ‫َأبَا هُ َري َْرةَ َر‬
ْ ِ‫ ف‬:ُ‫ ثُ َّم يَقُ}}ول‬،‫ هَلْ تُ ِحسُّونَ فِيهَا ِم ْن َج ْدعَا َء‬،‫ َأوْ يُ َم ِّج َسانِ ِه َك َما تُ ْنتَ ُ}ج ْالبَ ِهي َمةُ بَ ِهي َمةً} َج ْم َعا َء‬،‫ص َرانِ ِه‬
ِ ‫ط } َرةَ هَّللا‬ ِّ َ‫يُن‬
‫ق اللَّ ِهق َذلِكَ الدِّينُ ْالقَيِّ ُم‬ ِ ‫اس َعلَ ْيهَاف ال تَ ْب ِدي َ}ل لِ َخ ْل‬
َ َّ‫الَّتِي فَطَ َر الن‬

Artinya : Abdan Menceritkan kepada kami (dengan berkata) Abdullah


memberitahukan kepada kami (yang berasal) dari al-Zukhri (yang
menyatakan) Abu salamah bin Abd al-Rahman memberitahukan kepadaku
bahwa Abu Hurairah, ra. Berkata : Rasulullah SAW bersabda “setiap anak
lahir (dalam keadaan) Fitrah, kedua orang tuanya (memiliki andil dalam)
menjadikan anak beragama Yahudi, Nasrani, atau bahkan beragama Majusi.
sebagimana binatan ternak memperanakkan seekor binatang (yang
sempurnah Anggota tubuhnya). Apakah anda melihat anak binatang itu ada
yang cacak (putus telinganya atau anggota tubuhnya yang lain)kemudian
beliau membaca, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptkan menurut
manusia fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama
yang lurus.

b. Pemahaman Hadis tentang Fitrah Manusia

Kesahihah sanad (shahîh al-Isnâd) belum menjadi jaminan bagi kesahihan matan
(shahîh al-matn). Sebuah hadis yang sanadnya sahih muttasil dapat saja memiliki
matan yang tidak sahih, dan demikian juga sebaliknya. Penelitian kedua aspek
(sanad dan matan) menjadi penting untuk menemukan validitas dan otentisitas
sebuah hadis.[13][13] Meskipun al-Bukhari dan Imam Muslim pada hadis yang
dijadikan titik tolak kajian dalam buku ini menggunakan kalimat mâ min maulûd
illâ yûlad, tetapi dalam hadis yang lain, al-Bukhari dan Muslim juga memakai
kalimat kullu maulûd yûlad. Imam Tirmidzi yang berbeda redaksi dengan
menggunakan kata al-millah,Perbedaan redaksi atau lafal yang demikian
merupakan sesuatu yang wajar dalam periwayatan hadis, karena kebanyakan
periwayatan hadis dilakukan secara makna (al-riwâyah bi al-ma’na). Oleh sebab
itu, perbedaan lafalz menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam
periwayatan hadis. Oleh sebab itu, perbedaan lafalz dalam hadis tentang fitrah
tidak terjadi syudzuz (janggal) dan illah (cacat).[14][14] Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa hadis-hadis tentang fitrah tersebut dari segi sanad dan matan
dapat dijadikan sebagai hujjah (pegangan) bagi ajaran Islam, karena sanadnya
bersambung (muttasil) dan matannya tidak mengandung unsur janggal dan
cacat. [15][15]
a.    Abu Hurairah ketika meriwayatkan hadis tentang fitrah tersebut
mencantumkan pesan dia dengan ziyâdah pada akhir matan hadis “jika kamu
menghendaki maksud kata fitrah itu, maka rujuklah kepada Q.S. al-Rum
(30) : 30.

b. Kata al-millah dalam riwayat al-Tirmidzi yang diartikan sama dengan


fitrah memiliki dalalah arti millah

Kata al-millah dalam riwayat al-Tirmidzi yang diartikan sama dengan fitrah
memiliki dalalah arti millah al-Islam (agama Islam).  Para ulama mutaakhirin
menguatkan bahwa yang dimaksud fitrah tersebut adalah Islam karena Q.S. al-
Rum (30): 30 adalah kalimat”fitrat Allah” dalam arti Idâfah Mahdhah yang
memerintahkan Nabi saw untuk selalu tetap pada fitrah. Oleh karena itu kata
fitrah berarti Islam. Dalam kitab Syarah Shahih Muslim karangan al-Nawawi
disebutkan bahwa sebagian besar ulama berpendapat anak Muslim yang
meninggal, dia akan masuk ke surga. Sedangkan anak-anak orang musyrik yang
mati sewaktu kecil, ada tiga kelompok pendapat: (1) kebanyakan mereka
mengatakan bahwa mereka (anak-anak musyrik itu) masuk ke dalam neraka, (2)
sebagian mereka tawaqquf (tidak meneruskan persoalan tersebut), (3) masuk
surga. Pendapat terakhir ini didukung dan dibenarkan oleh al-Nawawi.
Argumentasi pendapat ketiga ini adalah berdasarkan hadis Nabi saw ketika
sedang melakukan Isrâ’ dan Mi’râj, dia melihat Nabi Ibrahim as di dalam surga
dan di sekelilingnya anak-anak manusia. Para sahabat bertanya: “apakah mereka
anak-anak orang musyrik ? Nabi menjawab: Ya, mereka itu anak-anak orang
musyrik. 

B Teori-Teori Yang Berkembang

H.M. Arifin (1994: 88-96) mengemukakan bahwa sejumlah ayat Alquran dan Hadis
serta interpretasi ahli ilmu pendidikan Islam terhadap keduanya telah
memungkinkan lahirnya pandangan-pandangan yang cenderung kepada nativisme,
atau konvergensis, atau bahkan empirisme dalam ilmu pendidikan Islam. Menurut
Arifin (!994: 101) sendiri, fitrah adalah faktor kemampuan dasar perkembangan
manusia yang terbawa sejak lahir yang berpusat pada potensi dasar untuk
berkembang. Potensi dasar itu berkembang secara menyeluruh (integral) yang
menggerakkan seluruh aspek-aspeknya yang secara mekanistis satu sama lain saling
mempengaruhi menuju ke arah tujuan tertentu. Menurutnya aspek-aspek fitrah
terdiri dari komponen-komponen dasar (bakat, insting, nafsu, karakter, hereditas,
dan intuisi) yang bersifat dinamis dan responsif terhadap pengaruh lingkungan
sekitar, termasuk pengaruh pendidikan. Adanya peranan lingkungan dalam proses
perkembangan anak yang telah lahir dengan membawa fitrah sesuai dengan sabda
Rasulullah Saw. dalam satu hadis (al-Bukhariy, 1997: 272), sebagai berikut: ‫كل مولود‬
‫ )رواه البخ}}اري‬. . . ‫‘ (يولد على الفطرة فابواه يهودان}}ه اوينص}}رانه اويمجس}}انه‬Setiap bayi dilahirkan
dengan fitrah. Hanya ibu bapaknyalah (lingkungan) yang menjadikan ia Yahudi,
Nasrani, atau Majusi. Dalam konsep Islam, fitrah dalam hubungannya dengan
lingkungan ketika mempengaruhi perekembangan manusia tidaklah netral,
sebagaimana pandangan empirisme yang menganggap bayi yang baru lahir sebagai
suci bersih dari pembawaan (potensi) baik dan buruk. Bagi Islam, manusia lahir
dengan membawa suatu fitrah dengan kecenderungan yang bersifat permanen (Qs.
30: 30). Fitarh akan berinteraksi secara aktif dan dinamis dengan lingkungan dalam
proses perkembangan manusia. Menurut Hasan Langgulung (1995: 21-22), fitrah itu
dapat dilihat dari dua penjuru. Pertama, dari segi pembawaan manusia, yakni potensi
mengembangkan sifat-sifat Tuhan pada dirinya. Kedua, fitrah dapat juga dilihat dari
segi wahyu Tuhan yang diturunkan kepada nabi-nabi-Nya (agama tauhid; Islam).
Jadi, potensi manusia dan agama wahyu adalah satu “benda” (fitrah) yang dapat
diibaratkan mata uang dua sisi. Ini bermakna bahwa agama yang diturunkan Allah
melalui wahyu kepada para nabi-Nya adalah sesuai dengan fitrah atau potensi (sifat-
sifat) asasi manusia. Dari apa yang dikemukakan Hasan Langgulung tersebut dapat
dipahami bahwa fitrah itu berorientasi kepada kebaikan. Dengan kata lain, manusia
pada dasarnya adalah baik atau memiliki kecenderungan asasi untuk berkembang ke
arah yang baik. Baik menurut Islam adalah bersumber dari Allah Swt., bersifat
mutlak. Tidak sebagaimana pandangan aliran-aliran sekuler Barat yang
berpandangan bahwa baik adalah suatu yang bersifat relatif dan bersumber pada
manusia (anthroposentrisme)
C. Fitrah dalam implikasinya dalam pendidikan
a. Hubungan fitrah dengan pendidikan dilihat dari segi pengertian. 1. Fitrah
adalah: kemampuan dasar yang ada pada diri seseorang yang harus
dikembangkan secara optimal. 2. Pendidikan adalah: usaha sadar orang
dewasa untuk mengembangkan kemampuan hidup secara optimal, baik secara
pribadi maupun sebagai anggota masyarakat serta memiliki nilai-nilai religius
dan sosial sebagai pengarah hidupnya.20 Jadi dapat disimpulkan bahwa
hubungan fitrah dengan pendidikan adalah potensi yang ada atau kemampuan
jasmani dan rohaniah yang dapat dikembangkan tersebut dalam pendidikan.
Pendidikan merupakan sarana (alat) yang menentukan sampai dimana tiitk
optimal kemampuan-kemampuan tersebut untuk mencapainya. Keutuhan
terhadap pendidikan bukan sekedar untuk mengembangkan aspek-aspek
individualisasi dan sosialisasi, melainkan juga mengarahkan perkembangan 2

c. Implikasi Pendidikan yang Mengacu kepada Fitrah Manusia Pemembinaan


dan mengembangkan seluruh potensi, baik potensi jasmani maupun rohani,
secara efektif dapat dilakukan pendidikan. Dalam proses pendidikan, manusia
mampu membentuk kepribadiannya, mentransfer kebudayaannya dari suatu
komunitas kepada komunitas yang lain, mengetahui nilai baik dan buruk
sesuatu hal, dan lain sebagainya. Implikasi-implikasi kehendak bebas
manusia telah melibatka proses pendidikan. Pendidikan menjaidi titik
perhatian dengan sumber bantuan kepada pelajar yang mengevaluasi
alternatif-alternatif dan menyeleksi yang 2
d. Pendidikan sekarang kan memfokuskan pada pendidikan karakter. Nah
melalui pendidikan karakter ini bila diisi dengan nilai2 ajaran islam, akan
mengarah pada pembentukan fitrah manusia
BAB III

KESIMPULAN

Allah telah menciptakan manusia dengan tujuan agar manusia menjadi Hamba Allah
yang pandai mengabdi (ibadah) kepada Allah SWT. Firman Allah SWT: Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.

Allah Al-Khaliq (Pencipta) dan Al-Mushowwir (Pendesain) , pasti telah mendesain


penciptaan manusia baik dari bahan dan prosesnya, sedemikian rupa agar hasil akhirnya
lahir suatu makhluk manusia yang bisa mengabdi (ibadah) kepada Allah SWT. Jadi
fitrahnya manusia adalah mengabdi ataui beribadah kepada Allah SWT.

Karena fitrahnya manusia adalah mengabdi (ibadah) kepada Allah SWT, maka
manusia dengan struktur jasmani dan rohaninya pasti bisa dipakai untuk mengabdi (ibadah)
kepada Allah. Rohani dan jasmani manusia pasti cocok dan pas dipakai untuk beribadah.
Sebaliknya jika dipakai maksiat (membangkang) kepada Allah pasti tidak nyaman, dan
dipastikan pasti bakal cepat rusak dan celaka. Sungguh kecelakaan manusia adalah karena
penyimpangan dari “fitrahnya”.

Hakikat Konsep fitrah bila dikaitkan dengan pendidikan Islam sebenarnya sangat
bersifat religius yang lebih menekankan pada pendekatan keimanan, sebab, setiap manusia
yang dilahirkan dia membawa potensi yang disebut dengan potensi keimanan terhadap
Allah atau dalam bahasa agamanya adalah tauhid. Pengertian fitrah di dalam al Qur’an
adalah gambaran bahwa sebenarnya manusia diciptakan oleh Allah dengan diberi naluri
beragama, yaitu agama tauhid. Karena itu manusia yang tidak beragama tauhid merupakan
penyimpangan atas fitrahnya.

Setelah memahami konsep fitrah dalam arti luas, maka tujuan yang ingin dicapai
adanya gerakan Islamisasi pendidikan berlandaskan sistem pendidikan Islam terhadap
ajarannya. Adanya paradigma ideologi humanisme teosentris berdasarkan konsep fitrah,
diharapkan tidak saja mampu menjadi alat ukur perkembangan produktifitas peserta didik
secara fitrah, tetapi juga diharapkan implementasi operasionalnya tersusun secara
sistematis, logis dan obyektif mengenai ajaran Islam. Bukan malah sebaliknya melahirkan
produktifitas peserta didik berdasarkan filsafat Barat mengenai teori-teori kemanusiaan,
yang belum tentu memberikan uraian kebutuhan nilai religiusitas peserta didik itu sendiri.
Perlu untuk dipertegas bahwa kebutuhan nilai religiusitas peserta didik sesuai tujuan
pendidikan Islam harus berlandaskan teori konsep fitrah itu, sebab segala usaha dalam
meningkatkan sistem pendidikan Islam haruslah memelihara dan mengembangkan fitrah
peserta didik agar sumber daya manusia itu menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan
kamil) sesuai pada norma-norma ke-Islaman.
Seiring dengan tujuan konsep fitrah dalam sistem pendidikan Islam, konsep fitrah
yang ada pada diri peserta didik dapat diformulasikan secara benar dan sempurna sebagai
pribadi muslim. Manusia yang beriman dan bertaqwa serta memiliki berbagai kemampuan
aktualisasi hubungan dengan Allah swt, sesama manusia, dan alam secara positif
konstruktif, inilah yang disebut transendent humanisme teosentris. Sehingga adanya
pendidikan Islam berdasarkan konsep fitrah, hendaknya kalangan peserta didik pantas
menjadi hamba pilihan sesuai uraian Allah swt dalam al-Qur’an.
Islam sebagai agama fitrah tidak hanya sesuai dengan naluri keberagamaan manusia
tetapi juga sesuai dengan, bahkan menunjang pertumbuhan dan perkembangan fitrahnya,
sehingga akan membawa kepada keutuhan dan kesempurnaan pribadinya. Di sisi lain, Islam
sebagai way of life (pandangan hidup) yang berdasarkan nilai-nilai ilahiyah, baik yang
termuat dalam al Qur’an maupun al hadist diyakini mengandung kebenaran mutlak yang
bersifat transendental, universal dan eternal (abadi), sehingga secara akidah diyakini oleh
pemeluknya akan sesalu sesuai dengan fitrah manusia, artinya memenuhi kebutuhan
manusia kapan dan di mana saja.
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme-Teosentris


(Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2005)

Ahmad Faqih HN, “Menggagas Psikologi Islami: Mendayung di Antara Paradigma


Kemodernan dan Turats Islam” dalam Artikel Mingguan Islam (20 Januari 2000)

Ahmed Othman Al-twaijri, Kebebasan Akademis Menurut Konsep Islam dan


Barat, terj. F. Rozi Dalimunthe dan Nur. A. Fadhil Lubis (Medan: Lembaga Ilmiah
IAIN-SU, 1988)

Al-Raghib al-Asfahany, Mu’jam Mufradat li alFadz al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Fikr,


tt), h 198.

Dja’far Siddik, “Menelusuri Konsep Proses Pembelajaran dalam Sistem Pendidikan


Islam” dalam Hasan Asari, Amroeni Drajat, (ed), Antologi Kajian Islam (Bandung:
Citapustaka Media, 2004),h. 147.

Fajrul Munawir, Pendekatan Kajian Tafsir, dengan kata pengantar oleh Prof. Dr.
Abd. Muin Salim, Yogyakarta : Teras, tt., hlm.138

Ibnu  Hajar al-Asqalani, Fathul Barri (penjelasan kitab Shahih al-Bukhari). Terj.


Amiruddin,  Jilid XXIII, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, hlm., 568

Jalaluddin, Teologi Pendidikan,cet. II (Jakarta: Raja Grafindo, 2002),

M. Quraish Shihab, Wawasan Ai-Qur’an (Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan


Umat), Bandung: Mizan, 2007

Maragustan Siregar, Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna, (Filsafat


Pendidikan Islam), Yogyakarta: Nuha Litera, 2010, hlm., 191

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan


Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, hlm., 65

Mahmud at Tahhan, Metode Takhrij dan penelitian Sanad Hadist, terj. Ridwan Nasir,


Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995, hlm., 1

Anda mungkin juga menyukai