Anda di halaman 1dari 43

ARTIKEL KEISLAMAN:

1. KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAMISLAM


2. SAINS&TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DANAL-HADITS
3. GENERASI TERBAIK MENURUTAL-HADITS
4. PENGERTIAN SALAF (REFERENSIHADITS)
5. ISLAM, AJARAN TENTANG BERBAGI SERTA KEADILAN PENEGAKAN
HUKUM
Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : Rohin Novia Maydi Putri


NIM : E1S020064
Fakultas&Prodi : FKIP/Pendidikan Sosiologi
Semester :1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan atas kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan nikmat iman, nikmat islam, nikmat kesehatan, dan juga selalu
memberikan keberkahan dan rahmat kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan Artikel keislaman ini.
Shalawat serta salam yang selalu tercurahkan dalam setiap doa kepada
junjungan kita, yakni Rasulullah Muhammad SAW. yang mana telah membawa kita
dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang seperti sekarang ini.
Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani,
S.Th.I.,M.Sos sebagai dosen pengampuh mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Kami menyadari bahwa artikel ini masih terdapat kesalahan atau jauh dari kata
sempurna. Maka dari itu kami mengharap kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak demi terciptanya kesempurnaan. Dan kami berharap semoga artikel ini
bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi semua mahasiswa dan mahasiswi,
sehingga mampu menambah pengetahuan di hari yang akan datang.

Penyusun, Mataram, 24 Oktober 2020

Rohin Novia Maydi Putri


E1S020064

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ...............................................................................................i


KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii
BAB I. Tauhid. Keistimewaan&Kebenaran Konsep Ketuhanan Dalam Islam........1
BAB II. Sains dan Teknologi Dalam Al-qur’an dan Al-Hadits.................................8
BAB III. 3 Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits....................................................15
BAB IV. Pengertian dan Jejak Salafussoleh (Referensi Al-Hadist) ......................20
BAB V. Ajaran dan Tuntunan Tentang Berbagi,Penegakan serta Keadilan Hukum
Dalam Islam...........................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................38
LAMPIRAN……………………………………………………………………………….39

iii
BAB I
TAUHID: KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAM
ISLAM

Siapakah Tuhan itu?


Perkataan ilah, yang selalu diterjemahkan “Tuhan”, dalam al-Qur’an dipakai
untuk menyatakan berbagai objek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia,
misalnya dalam surat  al-Furqan ayat 43.
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
Tuhannya ?”
Dalam surat al-Qashash ayat 38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya
sendiri:
Dan Fir’aun berkata: ‘Wahai para pembesar hambaku, aku tidak mengetahui Tuhan
bagimu selain aku’.
Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa
mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun
benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam
al-Qur’an juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna:
ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin.
Untuk dapat mengerti tentang definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika
al-Qur’an adalah sebagai berikut:
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai olehnya.
Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang
dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau
kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya
atau kerugian.
Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut:
Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya,
merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat
berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdo’a, dan bertawakkal kepadanya untuk
kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan
di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya. (M. Imaduddin, 1989: 56).
Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat dipahami, bahwa Tuhan itu bisa berbentuk
apa saja, yang dipentingkan oleh manusia. Yang pasti ialah manusia tidak mungkin

1
atheis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika al-Qur’an setiap manusia
pasti mempunyai sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan demikian, orang-orang
komunis pada hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka ialah ideologi atau
angan-angan (utopia) mereka.
Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “Laa illaha illaa Allah”. Susunan kalimat
tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti
dengan suatu penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim
harus membersihkan dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, yang ada dalam
hatinya hanya satu Tuhan yang bernama Allah.
Konsep Ketuhanan dalam Islam
Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap
yang menjadi penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh
manusia. Orang yang mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah (tuhan) di
dalam Al-Quran konotasinya ada dua kemungkinan, yaitu  Allah, dan selain Allah.
Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-benda seperti : patung,
pohon, binatang, dan lain-lain dapat pula berperan sebagai ilah. Demikianlah seperti
dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) : 165, sebagai berikut:
‫ُون هَّللا ِ أَ ْندَا ًدا ُي ِحبُّو َن ُه ْم َكحُبِّ ال ِّل‬
ِ ‫اس َمنْ َي َّتخ ُِذ مِنْ د‬
ِ ‫َوم َِن ال َّن‬
“ Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan
terhadap Allah. Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah.”
 Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep tauhid
(monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui dari ungkapan-ungkapan
yang mereka cetuskan, baik dalam do’a maupun acara-acara ritual. Abu Thalib, ketika
memberikan khutbah nikah Nabi Muhammad dengan Khadijah (sekitar 15 tahun
sebelum turunya Al-Quran) ia mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat Al-
Wasith,hal 29). Adanya nama Abdullah (hamba Allah) telah lazim dipakai di kalangan
masyarakat Arab sebelum turunnya Al-Quran. Keyakinan akan adanya Allah, kemaha
besaran Allah, kekuasaan Allah dan lain-lain, telah mantap. Dari kenyataan tersebut
timbul pertanyaan apakah konsep ketuhanan yang dibawakan Nabi Muhammad?
Pertanyaan ini muncul karena Nabi Muhammad dalam mendakwahkan konsep ilahiyah
mendapat tantangan keras dari kalangan masyarakat. Jika konsep ketuhanan yang
dibawa Muhammad sama dengan konsep ketuhanan yang mereka yakini tentu tidak
demikian kejadiannya.
Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam dikemukakan
dalam Al-Quran surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;

2
َ ‫ْس َو ْال َق َم َر َل َي ُقولُنَّ هَّللا ُ َفأ َ َّنى ي ُْؤ َف ُك‬
‫ون‬ َ ْ‫ت َواأْل َر‬
oَ ‫ض َو َس َّخ َر ال َّشم‬ ِ ‫َولَئِنْ َسأ َ ْل َت ُه ْم َمنْ َخلَقَ ال َّس َم َوا‬
Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan
menundukkan matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah.
 Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu berarti
orang itu beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru laik dinyatakan bertuhan
kepada Allah jika ia telah memenuhi segala yang dimaui oleh Allah. Atas dasar itu inti
konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam adalah memerankan ajaran Allah yaitu
Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan berperan bukan sekedar Pencipta,
melainkan juga pengatur alam semesta.
Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah sebagaimana
dinyatakan dalam surat Al-Ikhlas. Kalimat syahadat adalah pernyataan lain sebagai
jawaban atas perintah yang dijaukan pada surat Al-Ikhlas tersebut. Ringkasnya jika
Allah yang harus terbayang dalam kesadaran manusia yang bertuhan Allah adalah
disamping Allah sebagai Zat, juga Al-Quran sebagai ajaran serta Rasullullah sebagai
Uswah hasanah.
Keistimewaan dan keutamaan tauhid
1. Tauhid adalah tujuan penciptaan manusia. Artinya, Allah Ta’ala menciptakan
manusia untuk mewujudkan dan merealisasikan tauhid.Sebagaimana firman
َ ‫ت ْال ِجنَّ َواإْل ِ ْن‬
Allah Ta’ala, ‫س إِاَّل ِل َيعْ ُبدُو‬ ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬
“Aku tidaklah menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah
kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyaat [51]: 56). Berdasarkan ayat ini, tauhid adalah
tujuan penciptaan kita di kehidupan ini. Allah Ta’ala tidaklah menciptakan kita
sekedar main-main saja atau sia-sia, tidak ada tujuan, atau tidak ada perintah dan
larangan. Akan tetapi, Allah Ta’ala menciptakan kita untuk satu tujuan yang mulia,
yaitu untuk beribadah dengan mentauhidkan Allah Ta’ala. Cukuplah hal ini sebagai
bukti yang menunjukkan tinggi dan mulianya kedudukan tauhid.
2. auhid adalah poros atau pokok dakwah seluruh Nabi dan Rasul. Artinya, materi
pokok dan inti dakwah para Nabi dan Rasul seluruhnya adalah tauhid. Dalil tentang
masalah ini sangat banyak sekali, diantaranya adalah firman Allah Ta’ala,
َّ ‫َولَ َق ْد َب َع ْث َنا فِي ُك ِّل أ ُ َّم ٍة َرسُواًل أَ ِن اعْ ُبدُوا هَّللا َ َواجْ َت ِنبُوا‬
َ‫الطا ُغوت‬
“Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu.” (QS. An-Nahl
[16]: 36)
ِ ‫ُول إِاَّل ُنوحِي إِلَ ْي ِه أَ َّن ُه اَل إِلَ َه إِاَّل أَ َنا َفاعْ ُبد‬
‫ُون‬ َ ِ‫َو َما أَرْ َس ْل َنا مِنْ َق ْبل‬
ٍ ‫ك مِنْ َرس‬

3
“Dan kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan kami
wahyukan kepadanya, “Bahwasanya tidak ada sesembahan (yang berhak
disembah) melainkan Aku, maka sembahlah Aku”.(QS. Al-Anbiya’ [21]: 25)

َ ‫ َع َذ‬ ‫ْن َيدَ ْي ِه َومِنْ َخ ْلفِ ِه أَاَّل َتعْ ُبدُوا إِاَّل هَّللا َ إِ ِّني أَ َخافُ َعلَ ْي ُك ْم‬
‫اب‬ ِ َ‫َو ْاذ ُكرْ أَ َخا َعا ٍد إِ ْذ أَ ْن َذ َر َق ْو َم ُه ِباأْل َحْ َقافِ َو َق ْد َخل‬
ِ ‫ت ال ُّن ُذ ُر مِنْ َبي‬
‫َي ْو ٍم َعظِ ٍيم‬
“Dan ingatlah (Hud) saudara kaum ‘Aad yaitu ketika dia memberi
peringatan kepada kaumnya di Al-Ahqaaf dan sesungguhnya telah terdahulu
beberapa orang pemberi peringatan sebelumnya dan sesudahnya (dengan
mengatakan), “Janganlah kamu menyembah selain Allah, sesungguhnya aku
khawatir kamu akan ditimpa azab hari yang besar“.(QS. Al-Ahqaaf [46]: 21)
Oleh karena itu, kalimat pertama kali yang didengar oleh kaum
(masyarakat) yang didakwahi oleh para Nabi dan Rasul adalah kalimat ajakan
untuk mentauhidkan Allah Ta’ala. Karena tauhid adalah asas (pokok) bangunan
agama. Permisalan agama ini adalah sebagaimana sebuah pohon. Kita ketahui
bahwa pohon memiliki akar, batang dan cabang (ranting). Pohon itu tidaklah berdiri
tegak kecuali dengan disokong oleh akar yang kokoh. Sama halnya dengan pohon,
agama ini tidaklah berdiri tegak kecuali dengan ditopang dan disokong oleh
asasnya, yaitu tauhid.Allah Ta’ala berfirman,
ٌ ‫ب هَّللا ُ َمثَاًل َكلِ َم ًة َط ِّي َب ًة َك َش َج َر ٍة َط ِّي َب ٍة أَصْ لُ َها َث ِاب‬
‫ء‬oِ ‫ت َو َفرْ ُع َها فِي ال َّس َما‬ َ ‫ض َر‬ َ ‫أَلَ ْم َت َر َكي‬
َ ‫ْف‬
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan
kalimat yang baik (yaitu kalimat tauhid, pent.) seperti pohon yang baik, akarnya
teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.” (QS. Ibrahim [14]: 24)
Sebagaimana pohon akan mati jika akarnya dicabut, maka demikianlah
agama ini. Jika tauhid itu telah hilang, maka tidak ada manfaat dari amal kebaikan
yang kita lakukan. Oleh karena itu, kedudukan tauhid dalam agama ini
sebagaimana fungsi akar dalam menopang kehidupan sebuah pohon.
Dalil-dalil tentang kedudukan tauhid yang satu ini sangatlah banyak, di
antaranya hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
َ ‫ت أَنْ أ ُ َقا ِت َل ال َّن‬
َ ‫ َف َق ْد َع‬،ُ ‫ الَ إِلَ َه إِاَّل هَّللا‬:‫ َف َمنْ َقا َل‬،ُ ‫ الَ إِلَ َه إِاَّل هَّللا‬:‫اس َح َّتى َيقُولُوا‬
‫ إِاَّل ِب َح ِّق ِه َوح َِسا ُب ُه َعلَى‬،ُ‫ص َم ِم ِّني َن ْف َس ُه َو َمالَه‬ ُ ْ‫أُمِر‬
ِ ‫هَّللا‬
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengatakan
‘laa ilaaha illallah’ (tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan
Allah). Siapa saja yang telah mengucapkan laa ilaaha illallah, sungguh terjagalah

4
nyawa dan harta mereka, kecuali karena hak (Islam). Sedangkan perhitungannya
ada di sisi Allah Ta’ala.” (HR. Bukhari no. 2946 dan Muslim no. 21)
3. Tauhid adalah sebab mendapatkan keamanan dan mendapatkan hidayah di dunia
dan di akhirat. Allah Ta’ala berfirman,
‫ُون‬ َ ‫ظ ْل ٍم أُولَ ِئ‬
َ ‫ك لَ ُه ُم اأْل َ ْمنُ َو ُه ْم ُم ْه َتد‬ ُ ‫ِين آ َم ُنوا َولَ ْم َي ْل ِبسُوا إِي َما َن ُه ْم ِب‬
َ ‫الَّذ‬
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan kezaliman, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu
adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’am [6]: 82). Keamanan
itu berada di tangan Allah Ta’ala dan tidak akan Allah Ta’ala berikan kecuali
kepada orang-orang yang bertauhid (muwahhid) yang mengikhlaskan ibadah
mereka kepada Allah Ta’ala.
4. Akidah Tauhid itu selamat dari pertentangan
Inilah di antara keistimewaan akidah tauhid, berbeda dengan akidah-akidah
batil lainnya yang tidak selamat dari kegoncangan dan pertentangan (tidak
ْ ‫ ِه‬o‫ دُوا فِي‬o‫ر هَّللا ِ لَ َو َج‬o
konsisten). Allah Ta’ala berfirman, ‫ا‬oo‫اخ ِتاَل ًف‬ ِ o‫ ِد غَ ْي‬o‫ان مِنْ عِ ْن‬
َ ‫آن َولَ ْو َك‬ َ ‫أَ َفاَل َي َتدَ َّبر‬
َ ْ‫ُون ْالقُر‬
‫َكثِيرً ا‬
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran? Kalau kiranya
Alquran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang
banyak di dalamnya.” (QS. An-Nisa’ [4]: 82). Akidah yang berasal dari manusia dan
dibuat-buat oleh manusia, pasti mengandung banyak pertentangan di dalamnya.
Adapun iman yang sahih, akidah yang selamat, dan tauhid yang kokoh yang
bersumber dari kitabullah dan sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam pasti
terselamatkan dari itu semua. Inilah di antara keistimewaam tauhid yang lainnya.
Bahwa akidah tauhid dibangun di atas dua sumber keselamatan, yaitu Alquran dan
sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidaklah berbicara karena menuruti hawa nafsunya. Apa yang beliau
sabdakan dan ajarkan, hanyalah bersumber dari wahyu yang diwahyukan kepada
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
5. Tauhid itu sesuai dengan fitrah yang selamat dan akal sehat.
Tauhid adalah agama yang sesuai dengan fitrah. Seandainya manusia
dibiarkan sesuai dengan fitrahnya, mereka tidak akan berpaling kepada selain
tauhid. Hal ini karena tauhid itu sesuai dengan fitrah, bahkan fitrah itu
sendiri.Allah Ta’ala berfirman,
ِ ‫اس َعلَ ْي َها اَل َت ْبدِي َل ل َِخ ْل ِق هَّللا ِ َذل َِك ال ِّدينُ ْال َق ِّي ُم َولَكِنَّ أَ ْك َث َر ال َّن‬
َ ‫اَل َيعْ لَم‬ ‫اس‬
‫ُون‬ َ ‫ين َحنِي ًفا ف ِْط َرتَ هَّللا ِ الَّتِي َف َط َر ال َّن‬ َ ‫م َوجْ َه‬oْ ِ‫َفأَق‬
ِ ‫ك لِل ِّد‬

5
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. (Tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus. Tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Ruum [30]: 30). Sehingga tauhid adalah
agama fitrah. Adapun syirik dan penyimpangan lainnya berupa kesesatan, semua
itu bertentangan dengan fitrah tauhid. Adapun kesesuaian antara tauhid dengan
akal sehat sangatlah jelas. Akal yang masih sehat, tidak sesat dan tidak
menyimpang, pasti tidak akan rida dengan selain tauhid.
6. Tauhid adalah pengikat yang hakiki dan abadi di dunia dan di akhirat.
Kita tidak menjumpai adanya tali pengikat di antara manusia secara mutlak
selain tali tauhid. Karena tali pengikat ini, yang mengikat antara ahli tauhid dan
orang beriman, adalah tali pengikat yang akan tetap abadi dan tidak akan lepas di
dunia dan di akhirat.Sebagaimana firman Allah Ta’ala, ‫ض َعد ٌُّو إِاَّل‬ ُ ْ‫اأْل َ ِخاَّل ُء َي ْو َم ِئ ٍذ َبع‬
ٍ ْ‫ض ُه ْم لِ َبع‬
‫ْال ُم َّتقِين‬
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi
sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf [43]: 67).
Maka semua pengikat dan penghubung akan terputus pada hari itu. Semua rasa
cinta akan pudar, semua penghubung antara manusia akan sirna, kecuali
kecintaan dan hubungan karena tauhid dan iman kepada Allah Ta’ala. Semua
penghubung dan pengikat karena Allah Ta’ala, maka akan abadi dan terus-
menerus ada baik ketika di dunia dan di akhirat. Sedangkan semua penghubung
dan pengikat karena selain Allah Ta’ala, dia akan terputus dan terpisah. Sekuat
apapun hubungan itu, jika bukan karena Allah Ta’ala, dia akan terputus, baik di
dunia atau pun nanti di akhirat.
7. Tauhid akan senantiasa dijaga oleh Allah Ta’ala
sebagaimana firman Allah Ta’ala,
ِ ‫ِين ْال َح ِّق لِي ُْظ ِه َرهُ َعلَى ال ِّد‬
َ ‫ين ُكلِّ ِه َولَ ْو َك ِر َه ْال ُم ْش ِر ُك‬
‫ون‬ ِ ‫ه َُو الَّذِي أَرْ َس َل َرسُولَ ُه ِب ْالهُدَى َود‬
“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-
Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama,
walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.” (QS. At-Taubah [9]: 33)
َ ‫إِنَّ هَّللا َ يُدَ ا ِف ُع َع ِن الَّذ‬
‫ِين آ َم ُنوا‬
“Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman.” (QS. Al-
Hajj [22]: 38)
َ ‫ان َح ًّقا َعلَ ْي َنا َنصْ ُر ْالم ُْؤ ِمن‬
‫ِين‬ َ ‫ِين أَجْ َرمُوا َو َك‬ َ ِ‫َولَ َق ْد أَرْ َس ْل َنا مِنْ َق ْبل‬
ِ ‫ك ُر ُساًل إِلَى َق ْوم ِِه ْم َف َجاءُو ُه ْم ِب ْال َب ِّي َنا‬
َ ‫ت َفا ْن َت َق ْم َنا م َِن الَّذ‬

6
“Dan sesungguhnya kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang
Rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa
keterangan-keterangan (yang cukup), lalu kami melakukan pembalasan terhadap
orang-orang yang berdosa. Dan kami selalu berkewajiban menolong orang-orang
yang beriman.” (QS. Ar-Ruum [30]: 47)

7
BAB II
SAINS DAN TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS

Sains dan Teknologi Dalam Perspektif Al-Qur’an


Al-Qur'an adalah kitab suci yang diturunkan bagi seluruh umat manusia yang
mau menggunakan akal pikirannya dalam memahami penciptaan alam semesta.
Apabila diperhatikan dengan cermat ayatayat Al-Qur'an banyak sekali yang
menyinggung masalah ilmu pengetahuan, sehingga Al-Qur'an sering kali disebut
sebagai sumber segala ilmu pengetahuan. Selain itu, Al-Qur'an merupakan landasan
pertama bagi hal-hal yang bersifat konstan dalam Islam. Oleh karena itu, telah banyak
dilakukan studi yang menyoroti sisi kemukjizatan al-Qur'an, antara lain dari segi sains
yang pada era ilmu dan teknologi ini banyak mendapat perhatian dari kalangan
ilmuwan. Penggalian ajaran-ajaran yang ada di dalam al-Qur'an sangat menarik sekali
kalau dilihat dengan kacamata ilmiah. Makin digali makin terlihat kebenarannya dan
makin terasa begitu kecil dan sedikitnya ilmu manusia yang menggalinya. Hal ini
karena begitu maha luasnya pengetahuan dan pelajaran-pelajaran yang ada di
dalamnya. Al-Qur‟an, sebagai kalam Allah, diturunkan bukan untuk tujuantujuan yang
bersifat praktis. Oleh sebab itu, secara obyektif, al-Qur‟an bukanlah ensiklopedi sains
dan teknologi apalagi al-Qur‟an tidak menyatakan hal itu secara gamblang. Al-Quran
al-Karim, yang terdiri atas 6.236 ayat itu, menguraikan berbagai persoalan hidup dan
kehidupan, antara lain menyangkut alam raya dan fenomenanya. Uraian-uraian sekitar
persoalan tersebut sering disebut ayat-ayat kauniyyah. Tidak kurang dari 750 ayat
yang secara tegas menguraikan hal-hal di atas, Jumlah ini tidak termasuk ayat-ayat
yang menyinggungnya secara tersirat. Bukan sesuatu yang aneh dan mengherankan
jika al-Qur‟an sebagai mukjizat terbesar membawa segala persesuaian dan keserasian
terhadap konklusi yang dicapai oleh para ilmuan modern dan studi pembahasan dan
meditasi yang dicapai oleh para ilmuan setelah beratus-ratus tahun, karena al-Qur‟an
adalah firman Allah Yang Maha Tahu terhadap rahasia alam, dan tidak mengherankan
jika al-Qur‟an mengandung mukjizat yang lebih banyak. Tetapi, kendati demikian,
bukan berarti bahwa Al-Quran sama dengan kitab ilmu pengetahuan, atau bertujuan
untuk menguraikan hakikat-hakikat ilmiah. Ketika al-Quran memperkenalkan dirinya
sebagai tibyanan likulli syay‟i, bukan maksudnya menegaskan bahwa ia mengandung
segala sesuatu, tetapi bahwa dalam al-Quran terdapat segala pokok petunjuk
menyangkut kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi. Al-Quran memerintahkan atau
menganjurkan kepada manusia untuk memperhatikan dan mempelajari alam raya

8
dalam rangka memperoleh manfaat dan kemudahan-kemudahan bagi kehidupannya,
serta untuk mengantarkannya kepada kesadaran akan keEsaan dan keMahakuasaan
Allah SWT. Alam dan segala isinya beserta hukumhukum yang mengaturnya,
diciptakan, dimiliki, dan di bawah kekuasaan Allah SWT serta diatur dengan sangat
teliti. Alam raya tidak dapat melepaskan diri dari ketetapan ketetapan tersebut kecuali
jika dikehendaki oleh Tuhan. Dari sini tersirat bahwa: 1) Alam raya atau elemen-
elemennya tidak boleh disembah, dipertuhankan atau dikultuskan. 2) Manusia dapat
menarik kesimpulan-kesimpulan tentang adanya ketetapan-ketetapan yang bersifat
umum dan mengikat bagi alam raya dan fenomenanya (hukum-hukum alam). 3)
Redaksi ayat-ayat kawniyyah bersifat ringkas, teliti lagi padat, sehingga pemahaman
atau penafsiran terhadap ayat-ayat tersebut dapat menjadi sangat bervariasi, sesuai
dengan tingkat kecerdasan dan pengetahuan masing-masing penafsirnya. Kita perlu
ingat kembali juga kepada surat al-Quran yang pertama kali diturunkan kepada
Rasulullah adalah menunjuk pada perintah mencari ilmu pengetahuan, yaitu dengan
memerintahkan untuk membaca, sebagai kunci ilmu pengetahuan, dan menyebut
qalam sebagai alat transformasi ilmu pengetahuan. Allah SWT berfirman : َ
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
pemurah.Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS al-„Alaq, 96 : 1-5) Dalam Q.S. al-Alaq ini
Allah menyebutkan nikmat-Nya dengan mengajarkan manusia apa yang tidak ia
ketahui. Hal itu menunjukkan akan kemuliaan belajar dan ilmu pengetahuan. Allah
SWT mengawali surat dengan menganjurkan membaca yang timbul sifat tahu, lalu
menyebutkan penciptaan manusia secara khusus dan umum. Sebenarnya penjelasan
diatas dapat kita jadikan sebagai landasan mengapa kita harus menguasai sains dan
teknologi. Di dalam al-Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan tentang
dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi agar dapat digali dan dikembangkan oleh
manusia yang suka berfikir untuk keperluan dalam hidupnya.
Allah menjelaskan bahwa yang paling mulia di sisi Allah ialah yang paling
bertakwa diantaranya. Hal ini tersebut dalam surat al-Hujurat, 49 ayat 13.
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal” (QS al-Hujurat, 49: 13) Dari ayat-ayat di atas dapat difahami, bahwa
manusia perlu melengkapi dirinya dengan sains dan teknologi karena mereka adalah

9
pengelola sumber daya alam yang ada di bumi akan tetapi mereka juga harus memiliki
landasan keimanan dan ketakwaan.
Diantara ayat-ayat al-Qur‟an yang juga membahas dasar-dasar sains dan
teknologi adalah surat al-Mu'minuun ayat 12-13 yang berbunyi :
“ Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah, kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim).” (QS. Al-Mu'minuun, 23: 12-13). Dalam Tafsir Al-Maraghi,
dijelaskan bahwa air mani lahir dari tanah yang tejadi dari makanan, baik yang bersifat
hewani maupun nabati. Makanan yang bersifat hewani akan berakhir pada makanan
yang bersifat nabati, dan tumbuh-tumbuhan lahir dari saripati tanah dan air. Jadi, pada
hakikatnya manusia lahir dari saripati tanah, kemudian saripati itu mengalami
perkembangan kejadian hingga menjadi air mani. Dari keterangan di atas dapat dipetik
suatu pelajaran tentang asal kejadian wujud manusia dari mana ia berasal, dan dari hal
inilah manusia dapat mempelajari bagian dari ilmu biologi maupun ilmu kedokteran.
Demikian pula dalam surat al-Nahl ayat 66-67 :
“Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran
bagi kamu. Kami memberimu minum dari apa yang berada dalam perutnya (berupa)
susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang
meminumnya. Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang
memabukkan dan rezeki yang baik. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.” (QS. An-Nahl, 16 : 66-
67)
Dalam Tafsir Al-Misbah, disebutkan mengenai bagaimana proses terjadinya
susu yang ada pada binatang ternak (unta, sapi, kambing, dan domba). Di dalam diri
hewan betina yang menyusui, terdapat kelenjar yang memproduksi air susu. Selain
menguraikan tentang susu, dalam ayat di atas juga disebutkan tentang buah-buahan
yang selain dapat dimakan, buahnya juga bisa diproses untuk dijadikan minuman. Dari
hal tersebut, seseorang dapat belajar tentang proses terjadinya susu, dan proses
pembuatan minuman yang dapat dihasilkan dari buah-buahan. Untuk dapat memahami
sunnatullah yang beraturan di alam semesta ini, manusia telah dibekali oleh Allah SWT
dua potensi penting, yaitu potensi fitriyah (di dalam diri manusia) dan potensi sumber
daya alam (di luar diri manusia). Di samping itu, al-Qur‟an juga memberikan tuntunan
praktis bagi manusia berupa langkahlangkah penting bagaimana memahami alam agar
dicapai manfaat yang maksimal. Suatu cara penghampiran yang sederhana dalam
mempelajari ilmu pengetahuan ditunjukkan al-Qur‟an dalam surat alMulk ayat 3-4 yang

10
intinya mencakup proses kagum, mengamati, dan memahami. Dalam konteks sains,
al-Qur‟an mengembangkan beberapa langkah/proses sebagai berikut. Pertama, al-
Qur‟an memerintahkan kepada manusia untuk mengenali secara seksama alam
sekitarnya seraya mengetahui sifatsifat dan proses-proses alamiah yang terjadi di
dalamnya. Perintah ini, misalnya, ditegaskan di dalam surat Yunus ayat 101.
“... Katakanlah (wahai Muhammad): Perhatikan (dengan nazhor) apa yang ada
di langit dan di bumi….” (QS Yunus,10:101) Dalam kata unzhuru (perhatikan), Baiquni
memahaminya tidak sekedar memperhatikan dengan pikiran kosong, melainkan
dengan perhatian yang seksama terhadap kebesaran Allah SWT dan makna dari
gejala alam yang diamati. Perintah ini tampak lebih jelas lagi di dalam firman Allah di
surat al-Ghasyiyah ayat 17-20: َ
“ Maka apakah mereka tidak memperhatikan (dengan nazhor) onta bagaimana
ia diciptakan. Dan langit bagaimana ia diangkat. Dan gunung-gunung bagaimana
mereka ditegakkan. Dan bumi bagaimana ia dibentangkan”.(QS al-Ghasyiyah, 88 : 17-
20) Kedua, al-Qur‟an mengajarkan kepada manusia untuk mengadakan pengukuran
terhadap gejala-gejala alam. Hal ini diisyaratkan di dalam surat al-Qamar ayat 49. َ
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan ukuran.” (QS al-
Qomar, 54 : 49) Ketiga, al-Qur‟an menekankan pentingnya analisis yang mendalam
terhadap fenomena alam melalui proses penalaran yang kritis dan sehat untuk
mencapai kesimpulan yang rasional. Persoalan ini dinyatakan dalam surat al-Nahl ayat
11- 12.
“Dia menumbuhkan bagimu, dengan air hujan itu, tanamantanaman zaitun,
korma, anggur, dan segala macam buah- buahan. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi mereka yang mau berpikir.
Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu; dan bintang-
bintang itu ditundukkan (bagimu) dengan perintahNya. Sebenarnya pada yang
demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang menalar” (QS al-
Nahl, 16 : 11-12)
Tiga langkah yang dikembangkan oleh al-Qur‟an itulah yang sesungguhnya
yang dijalankan oleh sains hingga saat ini, yaitu observasi (pengamatan), pengukuran-
pengukuran, lalu menarik kesimpulan (hukum-hukum) berdasarkan observasi dan
pengukuran itu. Meskipun demikian, dalam perspektif al-Qur‟an,
kesimpulankesimpulan ilmiah rasional bukanlah tujuan akhir dan kebenaran mutlak
dari proses penyelidikan terhadap gejala-gejala alamiah di alam semesta. Sebab,
seperti pada penghujung ayat yang menjelaskan gejala-gejala alamiah, kesadaran

11
adanya Allah dengan sifat-sifat-Nya Yang Maha Sempurna menjadi tujuan hakiki di
balik fakta-fakta alamiah yang dinampakkan.
Kata sains dan teknologi ibarat dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan satu
sama lain. Sains, menurut Baiquni, adalah himpunan pengetahuan manusia tentang
alam yang diperoleh sebagai konsensus para pakar, melalui penyimpulan secara
rasional mengenai hasil-hasil analisis yang kritis terhadap data pengukuran yang
diperoleh dari observasi pada gejala-gejala alam. Sedangkan teknologi adalah
himpunan pengetahuan manusia tentang proses-proses pemanfaatan alam yang
diperoleh dari penerapan sains, dalam kerangka kegiatan yang produktif
ekonomis(Baiquni, 1995: 58-60).Al-Qur’an, sebagai kalam Allah, diturunkan bukan
untuk tujuan-tujuan yang bersifat praktis. Oleh sebab itu, secara obyektif, al-Qur’an
bukanlah ensiklopedi sains dan teknologi apalagi al-Qur’an tidak menyatakan hal itu
secara gamblang. Akan tetapi, dalam kapasitasnya sebagai huda li al-nas, al-Qur’an
memberikan informasi stimulan mengenai fenomena alam dalam porsi yang cukup
banyak, sekitar tujuh ratus lima puluh ayat(Ghulsyani, 1993: 78). Bahkan, pesan
(wahyu) paling awal yang diterima Nabi SAWmengandung indikasi pentingnya proses
investigasi (penyelidikan). Informasi al-Qur’an tentang fenomena alam ini, menurut
Ghulsyani, dimaksudkan untuk menarik perhatian manusia kepada Pencipta alam
Yang Maha Mulia dan Maha Bijaksana dengan mempertanyakan dan merenungkan
wujud-wujud alam serta mendorong manusia agar berjuang mendekat kepada-Nya
(Ghulsyani, 1993).Dalam visi al-Qur’an, fenomena alam adalah tanda-tandakekuasaan
Allah. Oleh sebab itu, pemahaman terhadap alam itu akan membawa manusia lebih
dekat kepada Tuhannya.Pandangan al-Qur’an tentang sains dan teknologi dapat
ditelusuri dari pandangan al-Qur’an tentang ilmu. Al-Qur’an telah meletakkan posisi
ilmu pada tingkatan yang hampir sama dengan iman seperti tercermin dalam surat al-
Mujadalah ayat 11:“... niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
- BIOLOGI dalam AL QUR’AN
Perhatikan firman Allah dalam QS 39:6 Dia menciptakan kamu dari seorang diri
kemudian Dia jadikan daripadanya isterinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan
ekor yang berpasangan dari binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu
kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan[1306]. Yang (berbuat) demikian itu
adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan Yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan selain
Dia; maka bagaimana kamu dapat dipalingkan? Dalam tafsir dijelaskan dijelaskan
bahwa tiga kegelapan itu ialah kegelapan dalam perut, kegelapan dalam rahim, dan

12
kegelapan dalam selaput yang menutup anak dalam rahim. Dalam Biologi dijelaskan
bahwa sebenarnya embrio dalam rahin mengalami tiga fase perkembangan yang
disebut dengan fase morula, blastula, gastrula.
- FISIKA dalan AL QUR’AN
Perhatikan firman Allah dalam QS 6:125 Barangsiapa yang Allah menghendaki akan
memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk
agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya[503], niscaya
Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit.
Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. Secara
Fisika, semakin ke atas (ruang angkasa) maka kandungan oksigen semakin
berkurang.
- FISIKA, BIOLOGI, dan KIMIA dalam AL QUR’AN
Perhatikan QS 21:30. Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui
bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian
Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.
Maka mengapakah mereka tiada juga beriman.
- ARSITEKTUR dalam AL QUR’AN
Perhatikan QS 89:6-8yang menceritakan megahnya bangunan-bangunan di kota Iram
ibukotanya kaum Aad. dan QS 38:7 tentang adanya arsitek dari bangsa syaitan.dan
(Kami tundukkan pula kepadanya) syaitan-syaitan semuanya ahli bangunan dan
penyelam. Perhatikan juga tentang megahnya kerajaan nabi Sulaiman pada QS 27:44,
yang dapat membangun istana yang begitu indah. Dikatakan kepadanya: "Masuklah ke
dalam istana". Maka tatkala dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang
besar, dan disingkapkannya kedua betisnya. Berkatalah Sulaiman: "Sesungguhnya ia
adalah istana licin terbuat dari kaca". Berkatalah Balqis: "Ya Tuhanku, sesungguhnya
aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman
kepada Allah, Tuhan semesta alam.
- INFORMATIKA dalam AL QUR’AN
Perhatikan firman Allah dalam QS 55:33. Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu
sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak
dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.
- MATEMATIKA dalam AL QUR’AN
Operasi Bilangan (Operasi Hitung Dasar)Allah SWT berfirman dalam surat Al
Ankabuut ayat 14. (QS 29:14) Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada

13
kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun.
Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim.
Pada dasarnya hakikat ilmu pengetahuan adalah untuk mencari kebenaran
secara ilmiah, namun dalam Alquran dan Hadits hakikat ilmu pengetahuan bukan
semata-mata untuk mencari kebenaran yang bersifat ilmiah, melainkan untuk mencari-
tanda-tanda, kebajikan-kebajikan dan rahmah untuk itu apakah hakikat ilmu
pengetahuan sebenarnya? Alquran bukan merupakan penghambat perkembangan
ilmu pengetahuan, tidak sedikit ayat-ayat Alquran dan Hadits yang mendorong
manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, oleh karena itu bagaimana peran
Alquran dan Hadits dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Bagaimanapun ilmu
pengetahuan harus digunakan, dalam penggunaan ini disatu sisi ilmu pengetahuan
bebas dari nilai (value free), disisi lain Alquran dan Hadits menekankan bahwa segala
bentuk kegiatan manusia harus dikaitkan dengan nilai ibadah.

14
BAB III
3 GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS
Generasi terbaik umat ini adalah para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Mereka adalah sebaik-baiknya manusia. Lantas disusul generasi berikutnya,
lalu generasi berikutnya. Tiga kurun ini merupakan kurun terbaik dari umat ini. Dari
Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhuma, bahwa dia mendengar Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
َ ‫َخي َْر أُ َّمتِـي َقرْ نِي ُث َّم الَّ ِذي َْن َيلُو َن ُه ْم ُث َّم الَّذ‬
‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬
“Sebaik-baik umatku adalah pada masaku. Kemudian orang-orang yang
setelah mereka (generasi berikutnya), lalu orang-orang yang setelah mereka.” (Shahih
Al-Bukhari, no. 3650). Mereka adalah orang-orang yang paling baik, paling selamat
dan paling mengetahui dalam memahami Islam. Mereka adalah para pendahulu yang
memiliki keshalihan yang tertinggi (as-salafu ash-shalih).
“Belum pernah ada, dan tidak akan pernah ada suatu kaum yang serupa dengan
mereka”
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Barangsiapa hendak mengambil
teladan maka teladanilah orang-orang yang telah meninggal. Mereka itu adalah para sahabat
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka adalah orang-orang yang paling baik hatinya
di kalangan umat ini. Ilmu mereka paling dalam serta paling tidak suka membeban-bebani diri.
Mereka adalah suatu kaum yang telah dipilih oleh Allah guna menemani Nabi-Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam dan untuk menyampaikan ajaran agama-Nya. Oleh karena itu tirulah akhlak
mereka dan tempuhlah jalan-jalan mereka, karena sesungguhnya mereka berada di atas jalan
yang lurus.” (Al Wajiz fi ‘Aqidati Salafish shalih, hal. 198)
Bila menatap langit zaman, di setiap kurun, waktu, senantiasa didapati para
pembela al-haq. Mereka adalah bintang gemilang yang memberi petunjuk arah dalam
kehidupan umat. Mereka memancarkan berkas cahaya yang memandu umat di tengah
gelap gulita. Kala muncul bid’ah Khawarij dan Syi’ah, Allah Subhanahu wa Ta’ala
merobohkan makar mereka dengan memunculkan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu
dan Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Begitupun saat Al-Qadariyah hadir,
maka Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, dan Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu
‘anhum dari kalangan sahabat yang utama melawan pemahaman sesat tersebut.
Washil bin ‘Atha’ dengan paham Mu’tazilahnya dipatahkan Al-Hasan Al-Bashri, Ibnu
Sirin, dan lain-lainnya dari kalangan utama tabi’in. Merebak Syi’ah Rafidhah, maka Al-
Imam Asy-Sya’bi, Al-Imam Syafi’i, dan para imam Ahlus Sunnah lainnya menghadapi
dan menangkal kesesatan Syi’ah Rafidhah. Jahm bin Shafwan yang mengusung

15
Jahmiyah juga diruntuhkan Al-Imam Malik, Abdullah bin Mubarak, dan lainnya.
Demikian pula tatkala menyebar pemahaman dan keyakinan bahwa Al-Qur’an adalah
makhluk bukan Kalamullah. Maka, Al-Imam Ahmad bin Hanbal tampil memerangi
pemahaman dan keyakinan sesat tersebut.
Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memunculkan para pembela risalah-
Nya. Mereka terus berupaya menjaga as-sunnah, agar tidak redup diempas para ahli
bid’ah. Bermunculan para imam, seperti Al-Imam Al-Barbahari, Al-Imam Ibnu
Khuzaimah, Al-Imam Ibnu Baththah, Al-Imam Al-Lalika’i, Al-Imam Ibnu Mandah, dan
lainnya dari kalangan imam Ahlus Sunnah. Lantas pada kurun berikutnya, ketika
muncul bid’ah sufiyah, ahlu kalam dan filsafat, hadir di tengah umat para imam, seperti
Al-Imam Asy-Syathibi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah beserta murid-muridnya, yaitu
Ibnul Qayyim, Ibnu Abdilhadi, Ibnu Katsir, Adz-Dzahabi, dan lainnya rahimahumullah.
Inilah beberapa generasi terbaik yang beliau sebutkan dalam hadits tersebut :
- Sahabat
Sahabat adalah orang yang berjumpa dengan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam
dalam keadaan muslim, meninggal dalam keadaan Islam, meskipun sebelum mati dia
pernah murtad seperti Al Asy’ats bin Qais. Sedangkan yang dimaksud dengan
berjumpa dalam pengertian ini lebih luas daripada sekedar duduk di hadapannya,
berjalan bersama, terjadi pertemuan walau tanpa bicara, dan termasuk dalam
pengertian ini pula apabila salah satunya (Nabi atau orang tersebut) pernah melihat
yang lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu Abdullah
bin Ummi Maktum radhiyallahu’anhu yang buta matanya tetap disebut sahabat (lihat
Taisir Mushthalah Hadits, hal. 198, An Nukat, hal. 149-151).
Mereka adalah orang-orang beriman yang bertemu dan melihat Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam secara langsung serta membantu perjuangan beliau.
Menurut Imam Ahmad, siapa saja diantara orang beriman yang bertemu dan melihat
Rasulullah, baik sebulan, sepekan, sehari atau bahkan cuma sesaat maka ia dikatakan
sebagai sahabat. Derajatnya masing-masing ditentukan dengan seberapa lama ia
menyertai Rasulullah. Para sahabat merupakan orang-orang yang mewariskan ilmu
dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Diantara sahabat yang terbaik adalah para
Khulafaur Rasyidin, kemudian 10 orang sahabat yang namanya disebutkan oleh
Rasulullah yang mendapatkan jaminan surga.
- Tabi’in
Tabi’in adalah orang-orang beriman yang hidup pada masa Rasulullah atau
setelah beliau wafat tetapi tidak bertemu dengan Rasulullah dan bertemu serta melihat

16
para sahabat. Tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan mewariskan ilmu dari
para sahabat Rasulullah.Salah seorang terbaik dari generasi Tabi’in adalah Uwais Al
Qarn, yang pernah mendatangi rumah Rasulullah untuk mendapatkan kemuliaan
menjadi sahabat, tetapi tidak berhasil bertemu dengan beliau. Uwais Al Qarn, pernah
disebutkan secara langsung melalui lisan Rasulullah sebagai orang yang asing di bumi
tapi terkenal di langit. Bahkan Rasulullah memerintahkan sahabatnya, Umar dan Ali,
untuk mencari Uwais dan meminta untuk di doakan, karena ia merupakan orang yang
memiliki doa yang diijabah oleh Allah. Adapun diantara orang-orang yang tergolong
generasi tabi’in lainnya yakni Umar bin Abdul Aziz, Urwah bin Zubair, Ali Zainal Abidin
bin Al Husein, Muhammad bin Al Hanafiyah, Hasan Al Bashri dan yang lainnya.
- Tabi’ut Tabi’in
Tabi’ut tabi’in adalah orang beriman yang hidup pada masa sahabat atau
setelah mereka wafat tetapi tidak bertemu dengan sahabat dan bertemu dengan
generasi tabi’in. tabi’ut tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan mewariskan
ilmu dari para tabi’in. Diantara orang-orang yang termasuk dalam generasi ini adalah
Imam Malik bin Anas, Sufyan bin Uyainah, Sufyan Ats-Tsauri, Al Auza’i, Al Laits bin
Saad dan yang lainnya. Merekalah generasi terbaik umat ini, maka selayaknya kita
sebagai umat muslim yang datang belakangan untuk mencontoh dan mengambil ilmu
dari kitab-kitab yang telah mereka tuliskan. Semoga kita bisa mengikuti para generasi
terbaik umat ini.
✅Contoh-contoh Manusia yang Termasuk Tiga Generasi Tersebut
- Para Sahabat Nabi seperti: Abu Bakr ash-Shiddiq, Umar bin al-Khoththob, Utsman
bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud, Jabir bin
Abdillah, Hudzaifah bin al-Yaman, Muadz bin Jabal, Abu Dzar al-Ghiffary, Abud
Darda’, Anas bin Malik, Aisyah bintu Abi Bakr ash-Shiddiq, Abu Hurairah, dan
masih banyak lagi yang lain.
- Para Tabiin, di antaranya: Uwais al-Qorony, Said bin al-Musayyib, Mujahid,
Qotadah, al-Hasan al-Bashri, Abul ‘Aaliyah, Abu Qilabah, Said bin Jubair, dan
masih banyak lagi yang lain.
- Para atbaut Tabiin, di antaranya: Malik bin Anas, Sufyan ats-Tsaury, Sufyan bin
Uyainah, al-Auza’i, Abdullah bin al-Mubarok (Ibnul Mubarok) dan masih banyak
lagi yang lain.
Ketiga generasi inilah sebagai teladan dan panutan bagi umat Islam setelahnya
dalam menjalankan Dien ini. Mereka juga disebut sebagai para pendahulu yang sholih
atau Salafus Sholih (disingkat salafi), atau kadang disebut juga dengan para Ulama

17
Salaf. Mengikuti manhaj mereka dalam memahami dan mengamalkan Dien ini berarti
mengikuti manhaj Salaf

DALIL DARI AS SUNNAH


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
َ ‫ِين َيلُو َن ُه ْم ُث َّم الَّذ‬
‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬ َ ‫اس َقرْ نِي ُث َّم الَّذ‬
ِ ‫َخ ْي ُر ال َّن‬
Sebaik-baik manusia adalah generasiku (yaitu generasi sahabat), kemudian
orang-orang yang mengiringinya (yaitu generasi tabi’in), kemudian orang-orang yang
mengiringinya (yaitu generasi tabi’ut tabi’in). [Hadits mutawatir, riwayat Bukhari dan
lainnya]. Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memberitakan, sesungguhnya sebaik-baik generasi adalah generasi Beliau secara
mutlak. Itu mengharuskan (untuk) mendahulukan mereka dalam seluruh masalah
(berkaitan dengan) masalah-masalah kebaikan”. [3]. Para sahabat adalah manusia
terbaik, karena mereka merupakan murid-murid Rasulullah n . Dibandingkan dengan
generasi-generasi sesudahnya, mereka lebih memahami Al Qur’an. Mengapa? Karena
mereka menghadiri turunnya Al Qur’an, mengetahui sebab-sebab turunnya. Dan
mereka, juga bertanya kepada Rasulullah n tentang ayat yang sulit mereka fahami. Al
Qur’an juga turun untuk menjawab pertanyaan mereka, memberikan jalan keluar
problem yang mereka hadapi, dan mengikuti kehidupan mereka yang umum maupun
yang khusus. Mereka juga sebagai orang-orang yang paling mengetahui bahasa Al
Qur’an, karena Al Qur’an diturunkan dengan bahasa mereka. Dengan demikian,
mengikuti pemahaman mereka merupakan hujjah terhadap generasi setelahnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
‫ت‬ ْ ‫اع ِة َوإِنْ َع ْب ًدا َحبَشِ ًّيا َفإِ َّن ُه َمنْ َيعِشْ ِم ْن ُك ْم َبعْ دِي َف َس َي َرى‬
ِ ‫اخ ِتاَل ًفا َكثِيرً ا َف َعلَ ْي ُك ْم ِب ُس َّن‬ َّ ‫أُوصِ ي ُك ْم ِب َت ْق َوى هَّللا ِ َوال َّس ْمع َو‬
َ ‫الط‬ ِ
ٌ
‫ُور َفإِنَّ ُك َّل مُحْ َد َث ٍة ِب ْد َعة َو ُك َّل ِب ْد َع ٍة‬ ُ ‫أْل‬ ِ ‫ِين َت َم َّس ُكوا ِب َها َو َعضُّوا َعلَ ْي َها ِبال َّن َوا ِج ِذ َوإِيَّا ُك ْم َومُحْ َد َثا‬ َ ‫َو ُس َّن ِة ْال ُخلَ َفا ِء ْال َم ْه ِدي‬
ِ ‫تا م‬ َ ‫ِّين الرَّ اشِ د‬
‫ضاَل لَ ٌة‬َ
Aku wasiatkan kepada kamu untuk bertaqwa kepada Allah; mendengar dan taat
(kepada penguasa kaum muslimin), walaupun (dia) seorang budak Habsyi. Karena
sesungguhnya, barangsiapa hidup setelahku, dia akan melihat perselisihan yang
banyak. Maka wajib bagi kamu berpegang kepada Sunnahku dan sunnah para khalifah
yang mendapatkan petunjuk dan lurus. Peganglah dan giggitlah dengan gigi geraham.
Jauhilah semua perkara baru (dalam agama), karena semua perkara baru (dalam
agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat. [HR Abu Dawud, no. 4607;
Tirmidzi 2676; Ad Darimi; Ahmad, dan lainnya dari Al ‘Irbadh bin Sariyah]. Imam Ibnul
Qoyyim rahimahullah berkata: “Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggabungkan

18
sunnah (jalan, ajaran) para khalifah Beliau dengan Sunnahnya. Beliau Shallallahu ‘alihi
wa sallam memerintahkan untuk mengikuti sunnah para khalifah, sebagaimana Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengikuti Sunnahnya. Dalam
memerintahkan hal itu, Beliau bersungguh-sungguh, sampai-sampai memerintahkan
agar menggigitnya dengan gigi geraham. Dan ini berkaitan dengan yang para khalifah
fatwakan dan mereka sunnahkan (tetapkan) bagi umat, walaupun tidak datang
keterangan dari Nabi, namun hal itu dianggap sebagai sunnah Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Demikian juga dengan yang difatwakan oleh keseluruhan mereka atau
mayoritas mereka, atau sebagian mereka. Karena Beliau mensyaratkan hal itu dengan
yang menjadi ketetapan Al Khulafa’ur Rasyidun. Dan telah diketahui, bahwa mereka
tidaklah mensunnahkannya ketika mereka menjadi kholifah pada waktu yang sama,
dengan demikian diketahui bahwa apa yang disunnahkan tiap-tiap seorang dari
mereka pada waktunya, maka itu termasuk sunnah Al-Khulafa’ Ar-Rosyidin”. [4].
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫ار إِاَّل ِملَّ ًة َوا ِح َد ًة‬
ِ ‫ِين ِملَّ ًة ُكلُّ ُه ْم فِي ال َّن‬ ٍ ‫ِين ِملَّ ًة َو َت ْف َت ِر ُق أ ُ َّمتِي َعلَى ثَاَل‬
َ ‫ث َو َس ْبع‬ ِ ‫ت َعلَى ِث ْن َتي‬
َ ‫ْن َو َس ْبع‬ ْ ‫َوإِنَّ َبنِي إِسْ َرائِي َل َت َفرَّ َق‬
‫ِي َيا َرسُو َل هَّللا ِ َقا َل َما أَ َنا َعلَ ْي ِه َوأَصْ َح ِابي‬ َ ‫َقالُوا َو َمنْ ه‬
Sesungguhnya Bani Israil telah berpecah-belah menjadi 72 agama. Dan
sesungguhnya umatku akan berpecah-belah menjadi 73 agama. Mereka semua di
dalam neraka, kecuali satu agama. Mereka bertanya:“Siapakah mereka, wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab,“Siapa saja yang mengikutiku dan (mengikuti)
sahabatku.” [5]. Ketika menjelaskan hubungan hadits ke-3 dengan hadits ke-2 ini,
Syaikh Salim Al Hilali berkata,”Barangsiapa yang memperhatikan dua hadits itu, ia
pasti mendapatkan keduanya membicarakan tentang satu masalah. Dan solusinya
sama, yaitu jalan keselamatan, kekuatan kehidupan, ketika umat (Islam) menjadi jalan
yang berbeda-beda, maka pemahaman yang haq adalah apa yang ada pada Nabi dan
para sahabat beliau Radhiyallahu ‘anhum“[6]

19
BAB IV
PENGERTIAN DAN JEJAK SALAFUSSOLEH (REFERENSI AL-HADITS)

Pengertian Salafush Shalih


a. Etimologi (secara bahasa):
Ibnul Faris berkata, “Huruf sin, lam, dan fa’ adalah pokok yang
menunjukkan ‘makna terdahulu’. Termasuk salaf dalam hal ini adalah ‘orang-
orang yang telah lampau’, dan arti dari ‘al-qoumu as-salaafu’ artinya mereka yang
telah terdahulu.” (Mu’jam Maqayisil Lughah: 3/95)
b. Terminologi (secara istilah)
Ada beberapa pendapat dari para ulama dalam mengartikan istilah “Salaf”
dan terhadap siapa kata itu sesuai untuk diberikan. Pendapat tersebut terbagi
menjadi 4 perkataan :
1. Di antara para ulama ada yang membatasi makna Salaf yaitu hanya para
Sahabat Nabi saja.
2. Di antara mereka ada juga yang berpendapat bahwa Salaf adalah para
Sahabat Nabi dan Tabi’in (orang yang berguru kepada Sahabat).
3. Dan di antara mereka ada juga yang berkata bahwa Salaf adalah mereka
adalah para Sahabat Nabi, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in. (Luzumul
Jama’ah (hal: 276-277)). Dan pendapat yang benar dan masyhur, yang mana
sebagian besar ulama ahlussunnah berpendapat adalah pendapat ketiga ini.
4. Yang dimaksud Salaf dari sisi waktu adalah masa utama selama tiga kurun
waktu/periode yang telah diberi persaksian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam dalam hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka itulah yang
berada di tiga kurun/periode, yaitu para sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
َ ‫ ُث َّم الَّذ‬o،‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬
«o‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬ َ ‫ ُثمَّ الَّذ‬،‫اس َقرْ نِي‬
oِ ‫»خ ْي ُر ال َّن‬
َ
Artinya,“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian
manusia yang hidup pada masa berikutnya, kemudian manusia yang hidup pada
masa berikutnya.”  (HR. Bukhari (2652), Muslim (2533))
Maka dari itu, setiap orang yang mengikuti jalan mereka, dan menempuh
sesuai manhaj/metode mereka, maka dia termasuk salafi, karena
menisbahkan/menyandarkan kepada mereka.

20
Mengikuti manhaj (jalan) Salafush Shalih (yaitu para Sahabat) adalah
kewajiban bagi setiap individu Muslim. Adapun dalil-dalil yang menunjukkan hal
tersebut adalah sebagai berikut:
A. Dalil-Dalil Dari As-Sunnah ‘Abdullah bin Mas‘ud Radhiyallahu anhu berkata :
:‫ ُث َّم َقا َل‬،ِ‫ط ْو ًطا َعنْ َي ِم ْي ِن ِه َوشِ َمالِه‬ ِ ‫ َه َذا َس ِب ْي ُل‬:‫ ُث َّم َقا َل‬،ِ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َخ ًّطا ِب َي ِده‬
ُ ‫ َو َخ َّط ُخ‬،‫هللا مُسْ َتقِ ْيمًا‬ ِ ‫َخ َّط لَ َنا َرس ُْو ُل‬
َ ‫هللا‬
‫ َوأَنَّ ٰ َه َذا صِ َراطِ ي مُسْ َتقِيمًا َفا َّت ِبعُوهُ ۖ َواَل‬:‫ ُث َّم َق َرأَ َق ْولَ ُه َت َعالَى‬،ِ‫ْطانٌ َي ْدع ُْو إِلَ ْيه‬ َ ‫ه ِذ ِه ُس ُب ٌل ] ُم َت َفرِّ َق ٌة[ لَي‬
َ ‫ْس ِم ْن َها َس ِب ْي ٌل إِالَّ َعلَ ْي ِه َشي‬
َ ُ‫َت َّت ِبعُوا ال ُّس ُب َل َف َت َفرَّ قَ ِب ُك ْم َعنْ َس ِبيلِ ِه ۚ ٰ َذلِ ُك ْم َوصَّا ُك ْم ِب ِه لَ َعلَّ ُك ْم َت َّتق‬
‫ون‬
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat garis dengan tangannya
kemudian bersabda: ‘Ini jalan Allah yang lurus.’ Lalu beliau membuat garis-garis di
kanan kirinya, kemudian bersabda: ‘Ini adalah jalan-jalan yang bercerai-berai (sesat)
tidak satupun dari jalan-jalan ini kecuali di dalamnya terdapat syaithan yang menyeru
kepadanya.’ Selanjutnya beliau membaca firman Allah Azza wa Jalla: ‘Dan bahwa
(yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, janganlah
kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai-berai-kan kamu
dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan oleh Allah kepadamu agar kamu
bertaqwa.’” [Al-An’aam: 153][6] Dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia
berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫ه‬oُ ‫ َو َي ِم ْي ُن ُه َش َها َد َت‬،ُ‫ أَ َح ِد ِه ْم َي ِم ْي َنه‬oُ‫ ُث َّم َي ِجئُ َق ْو ٌم َتسْ ِب ُق َش َهادَ ة‬،‫ ُث َّم الَّ ِذي َْن َيلُ ْو َن ُه ْم‬،‫اس َقرْ نِيْ ُث َّم الَّ ِذي َْن َيلُ ْو َن ُه ْم‬
ِ ‫خ ْي ُر ال َّن‬.
َ
‘Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (yaitu masa para Sahabat),
kemudian yang sesudahnya, kemudian yang sesudahnya. Setelah itu akan datang
suatu kaum yang persaksian salah seorang dari mereka mendahului sumpahnya dan
sumpahnya mendahului persaksiannya.’”[7] Dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengisyaratkan tentang kebaikan dan keutamaan mereka, yang
merupakan sebaik-baik manusia. Sedangkan perkataan ‘sebaik-baik manusia’ yaitu
tentang ‘aqidahnya, manhajnya, akhlaknya, dakwahnya dan lain-lainnya. Oleh karena
itu mereka dikatakan sebaik-baik manusia.[8] Dalam riwayat lain disebutkan dengan
َ ‘sebaik-baik kalian’ dan dalam riwayat yang lain disebutkan ( ْ‫‘)خ ْي ُر أُ َّمتِي‬sebaik-
kata (‫)خ ْي ُر ُك ْم‬ َ
baik ummatku.’ Sahabat Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata:
‫ ُث َّم‬،ِ‫ َفا ْب َت َع َث ُه ِب ِر َسالَ ِته‬،ِ‫ب ْال ِع َبا ِد َفاصْ َط َفاهُ لِ َن ْفسِ ه‬
ِ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َخي َْر قُلُ ْو‬
َ ‫ب م َُح َّم ٍد‬ َ ‫ َف َو َجدَ َق ْل‬،ِ‫ب ْال ِع َباد‬ِ ‫هللا َن َظ َر إِلَى قُلُ ْو‬
َ َّ‫إِن‬
‫ َف َما َرأَى‬،ِ‫ ُي َقا ِتلُ ْو َن َعلَى ِد ْي ِنه‬،ِ‫ب ْال ِع َبا ِد َف َج َعلَ ُه ْم وُ َز َرا َء َن ِب ِّيه‬ ِ ‫ب أَصْ َح ِاب ِه َخي َْر قُلُ ْو‬ َ ‫ َف َو َجدَ قُلُ ْو‬،ٍ‫ب م َُح َّمد‬ ِ ‫ب ْال ِع َبا ِد َبعْ دَ َق ْل‬
ِ ‫َن َظ َر فِي قُلُ ْو‬
ِ َ‫ َو َما َرأَ ْوا َسيِّئا ً َفه َُو عِ ْند‬، ٌ‫هللا َح َسن‬
‫هللا َس ِّي ٌئ‬ ِ َ‫المُسْ ِلم ُْو َن َح َسنا ً َفه َُو عِ ْند‬. ْ
“Sesungguhnya Allah melihat hati hamba-hamba-Nya dan Allah mendapati hati
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baik hati manusia, maka
Allah pilih Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai utusan-Nya dan Allah
memberikan risalah kepadanya, kemudian Allah melihat dari seluruh hati hamba-

21
hamba-Nya setelah Nabi-Nya, maka didapati bahwa hati para Sahabat merupakan hati
yang paling baik sesudahnya, maka Allah jadikan mereka sebagai pendamping Nabi-
Nya yang mereka berperang untuk agama-Nya. Apa yang dipandang kaum Mus-limin
(para Sahabat Rasul) itu baik, maka itu baik pula di sisi Allah dan apa yang mereka
(para Sahabat Rasul) pandang buruk, maka di sisi Allah hal itu adalah buruk.”[9] Dalam
hadits lain pun disebutkan tentang kewajiban kita mengikuti manhaj Salafush Shalih
(para Sahabat), yaitu hadits yang terkenal dengan hadits ‘Irbadh bin Sariyah, hadits ini
terdapat pula dalam al-Arba’in an-Nawawiyyah (no. 28):
‫ت‬ْ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َذاتَ َي ْو ٍم ُث َّم َأ ْق َب َل َعلَ ْي َنا َف َو َع َظنا َ َم ْوعِ َظ ًة َبلِ ْيغ ًَة َذ َر َف‬ َ ‫هللا‬ ِ ‫صلَّى ِب َنا َرس ُْو ُل‬ َ : ‫َقا َل ْالعِرْ َباضُ َرضِ َي هللاُ َع ْن ُه‬
ِ ‫ أ ُ ْوصِ ْي ُك ْم ِب َت ْق َوى‬:‫ َف َما َذا َتعْ َه ُد إِلَيْنا َ َف َقا َل‬،‫هللا َكأَنَّ َه ِذ ِه َم ْوعِ َظ ُة م َُو ِّد ٍع‬
‫هللا‬ ِ ‫ َيا َرس ُْو َل‬:ٌ‫ َف َقا َل َقا ِئل‬، ُ‫ت ِم ْن َها ْالقُلُ ْوب‬ ْ َ‫ِم ْن َها ْال ُعي ُْونُ َو َو ِجل‬
‫ َف َعلَ ْي ُك ْم ِب ُس َّنتِي َو ُس َّن ِة ْال ُخلَ َفا ِء ْال َم ْه ِد ِّيي َْن‬،ً‫اخ ِتالَفا ً َك ِثيْرا‬
ْ ‫ َفإِ َّن ُه َمنْ َيعِشْ ِم ْن ُك ْم َبعْ دِي َف َس َي َرى‬،‫اع ِة َوإِنْ َع ْب ًدا َحبَشِ ًّيا‬ َّ ‫َوال َّس ْمع َو‬
َ ‫الط‬ ِ
‫ضالَلَ ٌة‬
َ ‫ة‬
ٍ ‫ع‬ ‫د‬
َ ِْ ‫ب‬ ‫ل‬َّ ُ
‫ك‬ ‫و‬ ، ‫ة‬
َ َ ٌِ ‫ع‬ ‫د‬ْ ‫ب‬ ‫ة‬
ٍ ‫ث‬َ ‫د‬َ ْ‫ُح‬
‫م‬ ‫ل‬
َّ ُ
‫ك‬ َّ‫ن‬ ‫إ‬‫ف‬َ ‫ر‬ ْ
‫ُو‬ ‫م‬ُ ‫أل‬‫ا‬ْ ‫ت‬
ِ ‫ا‬‫ث‬َ َ‫د‬ ْ‫ُح‬
‫م‬ ‫و‬ ‫م‬‫ك‬ُ ‫َّا‬
‫ي‬ ‫إ‬‫و‬ ،ِ
‫ذ‬
َ ْ ِ َ ِ َ ِ َ َ‫ج‬ ‫ا‬ ‫و‬‫ن‬َّ ‫ال‬ ‫ب‬ ‫ا‬‫ه‬‫ي‬ْ َ ‫ل‬‫ع‬ ‫ا‬ ْ
‫ُّو‬
‫ض‬ ‫ع‬ ‫و‬ ‫ا‬
َ َ َِ ‫ه‬‫ب‬ ‫ا‬ ‫و‬ْ ُ
‫ك‬ ‫س‬
َّ ‫م‬‫ت‬ َ ، ‫ْن‬
‫ي‬ ‫د‬
َ َ ِ ِ‫الرَّ اش‬.
ِ ِ
Berkata al-‘Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu anhu : “Suatu hari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami kemudian beliau menghadap
kepada kami dan memberikan nasihat kepada kami dengan nasihat yang menjadikan
air mata berlinang dan membuat hati bergetar, maka seseorang berkata: ‘Wahai
Rasulullah nasihat ini seakan-akan nasihat dari orang yang akan berpisah, maka
berikanlah kami wasiat.’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Aku
wasiatkan kepada kalian agar tetap bertaqwa kepada Allah, tetaplah mendengar dan
taat, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak dari Habasyah.
Sungguh, orang yang masih hidup di antara kalian setelahku akan melihat perselisihan
yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah
Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Peganglah erat-erat dan gigitlah dia
dengan gigi gerahammu. Dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru (dalam
agama), karena sesungguhnya setiap perkara yang baru itu adalah bid‘ah. Dan setiap
bid‘ah itu adalah sesat.”[10] Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan tentang
akan terjadinya perpecahan dan perselisihan pada ummatnya, kemudian Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan jalan keluar untuk selamat dunia dan akhirat,
yaitu dengan mengikuti Sunnahnya dan Sunnah para Sahabatnya Radhiyallahu
anhum. Hal ini menunjukkan tentang wajibnya mengikuti Sunnahnya (Sunnah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan Sunnah para Sahabatnya Radhiyallahu anhum.
Kemudian dalam hadits yang lain, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyebutkan tentang hadits iftiraq (akan terpecahnya umat ini menjadi 73 golongan),
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

22
ِ ‫ ِث ْن َت‬:‫ث َو َس ْب ِعي َْن‬
‫ان َو َس ْبع ُْو َن‬ ً َّ‫ْن َو َس ْب ِعي َْن ِمل‬
ٍ َ‫ َوإِنَّ َه ِذ ِه ْال ِملَّ َة َس َت ْف َت ِر ُق َعلَى َثال‬،‫ـة‬ ِ ‫أَالَ إِنَّ َمنْ َق ْب َل ُك ْم مِنْ أَهْ ِل ْال ِك َتا‬
ِ ‫ب ِا ْف َت َرقُ ْوا َعلَى ِث ْن َتي‬
َ ‫ِي ْال َج َم‬
‫اع ُة‬ َ ‫ َوه‬،ِ‫ َو َواحِدَ ةٌ فِي ْال َج َّنة‬،‫ار‬ ِ ‫فِي ال َّن‬.
“Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahlul Kitab telah
berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Sesungguhnya (ummat) agama ini
(Islam) akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua
golongan tempatnya di dalam Neraka dan hanya satu golongan di dalam Surga, yaitu
al-Jama’ah.”[11] Dalam riwayat lain disebutkan:
ْ‫ َما أَ َنا َعلَ ْي ِه َوأَصْ َح ِابي‬:‫ار إِالَّ ِملَّ ًة َواحِدَ ًة‬
ِ ‫ ُكلُّ ُه ْم فِي ال َّن‬.
“Semua golongan tersebut tempatnya di Neraka, kecuali satu (yaitu) yang aku
dan para Sahabatku berjalan di atasnya.”[12] Hadits iftiraq tersebut juga menunjukkan
bahwa umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan, semua binasa kecuali satu
golongan, yaitu yang mengikuti apa yang telah dilaksanakan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum. Jadi, jalan
selamat itu hanya satu, yaitu mengikuti Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut
pemahaman Salafush Shalih (para Sahabat). Hadits di atas menunjukkan bahwa
setiap orang yang mengikuti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya
adalah termasuk ke dalam al-Firqatun Naajiyah (golongan yang selamat). Sedangkan
yang menyelisihi (tidak mengikuti) para Sahabat, maka mereka adalah golongan yang
binasa dan akan mendapat ancaman dengan masuk ke dalam Neraka.
B. Dalil-Dalil Dari Penjelasan Para Ulama ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu
berkata: ‫الَلَ ٌة‬oo‫ض‬
َ ‫ ٍة‬oo‫ ُّل ِب ْد َع‬oo‫د ُكفِ ْي ُت ْم َو ُك‬oo ْ ‫ ِا َّت ِبع‬. “Hendaklah kalian mengikuti dan
ْ ‫ ِدع ُْوا َف َق‬oo‫وا َوالَ َت ْب َت‬ooُ
janganlah kalian berbuat bid’ah. Sungguh kalian telah dicukupi dengan Islam ini,
dan setiap bid’ah adalah sesat.”[13] Kembali ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu
anhu mengatakan:
،‫ َوأَعْ َم َق َها عِ ْلمًا‬،ً‫ َفإِ َّن ُه ْم َكا ُن ْوا أَبَرَّ َه ِذ ِه ْاأل ُ َّم ِة قُلُ ْوبا‬، ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬َ ‫هللا‬ ِ ‫ب َرس ُْو ِل‬ ِ ‫ان ِم ْن ُك ْم ُم َتأَسِّيا ً َف ْل َي َتأَسَّ ِبأَصْ َحا‬
َ ‫َمنْ َك‬
‫ َوا َّت ِبع ُْو ُه ْم فِي‬،‫ َفاعْ ِرفُ ْوا َل ُه ْم َفضْ لَ ُه ْم‬،ِ‫إل َقا َم ِة ِد ْي ِنه‬ َ ‫ َق ْو ٌم ا ِْخ َت‬،ً‫ َوأَحْ َس َن َها َحاال‬،‫ َوأَ ْق َو َم َها َه ْديًا‬،‫َوأَ َقلَّ َها َت َكلُّ ًفا‬
ِ ‫ار ُه ُم هللاُ لِصُحْ َب ِة َن ِب ِّي ِه َ ِو‬
‫ َفإِ َّن ُه ْم َكا ُن ْوا َعلَى ْالهُدَى ْالمُسْ َتقِي ِْم‬،‫ار ِه ْم‬ ِ ‫آ َث‬. “
Barangsiapa di antara kalian yang ingin meneladani, hendaklah meneladani
para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena sesungguhnya mereka
adalah ummat yang paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, paling sedikit bebannya,
dan paling lurus petunjuknya, serta paling baik keadaannya. Suatu kaum yang Allah
telah memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya, untuk menegakkan agama-Nya,
maka kenalilah keutamaan mereka serta ikutilah atsar-atsarnya, karena mereka
berada di jalan yang lurus.”[14] Imam al-Auza’i (wafat tahun 157 H) rahimahullah
mengatakan:

23
َ ِ‫ َواسْ لُكْ َس ِب ْي َل َسلَف‬،ُ‫ َو ُكفَّ َعمَّا ُك ُّف ْوا َع ْنه‬،‫ َوقُ ْل ِب َما َقالُو ْا‬،‫ف ْال َق ْو ُم‬
َ ‫ َفإِ َّن ُه َي َسع‬،‫ك الصَّال ِِح‬
‫ُك‬ ُ ‫ َوقِفْ َحي‬،ِ‫ك َعلَى ال ُّس َّنة‬
َ ‫ْث َو َق‬ َ ‫اِصْ ِبرْ َن ْف َس‬
‫ َما َوسِ َع ُه ْم‬. “
Bersabarlah dirimu di atas Sunnah, tetaplah tegak sebagaimana para Sahabat
tegak di atasnya. Katakanlah sebagaimana yang mereka katakan, tahanlah dirimu dari
apa-apa yang mereka menahan diri darinya. Dan ikutilah jalan Salafush Shalih karena
ia akan mencukupimu apa saja yang mencukupi mereka.”[15] Beliau rahimahullah juga
berkata:
ْ o‫ك ِب‬o
‫ال َق ْو ِل‬o َ oَ‫وهُ ل‬oْ oُ‫ال َوإِنْ َز ْخ َرف‬
ِ o‫آرا َء الرِّ َج‬ َ ‫ َوإِيَّا‬، ُ‫ك ال َّناس‬
َ ‫ك َو‬ َ ‫ف َوإِنْ َر َف‬
َ o‫ض‬ ِ o‫ك ِبآ َث‬
َ َ‫ل‬o ‫ار َمنْ َس‬o َ o‫ َعلَ ْي‬. “Hendaklah engkau
berpegang kepada atsar Salafush Shalih meskipun orang-orang menolaknya dan
jauhkanlah dirimu dari pendapat orang meskipun ia hiasi pendapatnya dengan
perkataannya yang indah.”[16] Muhammad bin Sirin (wafat tahun 110 H)rahimahullah
َّ ‫و َعلَى‬oَُ ‫ر َفه‬o َ َ ‫ إِ َذا َك‬:‫و َن‬oْ ُ‫ا ُن ْوا َيقُ ْول‬o‫ َك‬. “Mereka mengatakan: ‘Jika ada
berkata: ‫ق‬oْ
ِ ‫الط ِري‬ ِ ‫ ُل َعلَى ْاأل َث‬o‫ان الرَّ ُج‬o
seseorang berada di atas atsar (Sunnah), maka sesungguhnya ia berada di atas jalan
yang lurus.’” [17] Imam Ahmad (wafat tahun 241 H) rahimahullah berkata:
‫ك ْال ِب َد ِع َو ُك ُّل ِب ْد َع ٍة َف ِه َي‬
ُ ْ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َو ْاإلِ ْق ِت َدا ُء ِب ِه ْم َو َتر‬ ِ ‫ان َعلَ ْي ِه أَصْ َحابُ َرس ُْو ِل‬
َ ‫هللا‬ ُ ‫ ال َّت َم ُّس‬:‫أُص ُْو ُل ال ُّس َّن ِة عِ ْندَ َنا‬
َ ‫ك ِب َما َك‬
‫ضالَلَ ٌة‬.
َ
“Prinsip Ahlus Sunnah adalah berpegang dengan apa yang dilaksanakan oleh
para Sahabat Radhiyallahu anhum dan mengikuti jejak mereka, meninggalkan bid’ah
dan setiap bid’ah adalah sesat.”[18] Jadi dari penjelasan tersebut di atas dapat
dikatakan bahwa Ahlus Sunnah meyakini bahwa kema’shuman dan keselamatan
hanya ada pada manhaj Salaf. Bahwasanya seluruh manhaj yang tidak berlandaskan
kepada Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih adalah
menyimpang dari ash-Shirath al-Mustaqiim, penyimpangan itu sesuai dengan kadar
jauhnya mereka dari manhaj Salaf. Kebenaran yang ada pada mereka juga sesuai
dengan kadar kedekatan mereka dengan manhaj Salaf. Sekiranya para pengikut
manhaj-manhaj menyimpang itu mengikuti pedoman manhaj mereka, niscaya mereka
tidak akan dapat mewujudkan hakekat penghambaan diri kepada Allah Azza wa Jalla
sebagaimana mestinya selama mereka jauh dari manhaj Salaf. Sekiranya mereka
berhasil meraih tampuk kekuasaan tidak berdasarkan pada manhaj yang lurus ini,
maka janganlah terpedaya dengan hasil yang mereka peroleh itu. Karena kekuasaan
hakiki yang dijanjikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah bagi
orang-orang yang berada di atas manhaj Salaf ini. Janganlah kita merasa terasing
karena sedikitnya orang-orang yang mengikuti kebenaran dan jangan pula kita
terpedaya karena banyaknya orang-orang yang tersesat. Ahlus Sunnah meyakini
bahwa generasi akhir ummat ini hanya akan menjadi baik dengan apa yang

24
menjadikan baik generasi awalnya. Alangkah meruginya orang-orang yang terpedaya
dengan manhaj (metode) baru yang menyelisihi syari’at dan melupakan jerih payah
Salafush Shalih. Manhaj (metode) baru itu semestinya dilihat dengan kacamata syari’at
bukan sebaliknya.[19] Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata:
َ o‫رْ ِب َك ْث‬oo‫الَلَ ِة َوالَ َت ْغ َت‬o‫الض‬
‫الِ ِكي َْن‬oo‫ر ِة ْال َه‬o َّ ُ ‫َّاك َو‬
َ‫طرُق‬ ُ ْ‫ ِا َّت ِبع‬. “Ikutilah jalan-
َ ُّ‫طرُقَ ْالهُدَى َوالَ َيضُر‬
َ ‫ك قِلَّ ُة السَّالِ ِكي َْن َوإِي‬
jalan petunjuk (Sunnah), tidak membahayakanmu sedikitnya orang yang menempuh
jalan tersebut. Jauhkan dirimu dari jalan-jalan kesesatan dan janganlah engkau tertipu
dengan banyaknya orang yang menempuh jalan kebinasaan.”[20] Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah rahimahullah berkata:
‫دا‬oً ‫ان مُجْ َت ِه‬o َ ‫ َوإِنْ َك‬،‫ ِد ًعا‬o‫ ْل ُم ْب َت‬o‫ َب‬،‫ك‬ َ oِ‫ا فِيْ َذل‬o‫ان م ُْخطِ ًئ‬o َ ‫ب الص ََّحا َب ِة َوال َّت ِاب ِعي َْن َو َت ْفسِ ي ِْر ِه ْم إِ َلى َما ي َُخالِفُ َذل َِك َك‬ ِ ‫َمنْ َعدَ َل َعنْ َم َذا ِه‬
‫ا أَ َّن ُه ْم أَعْ لَ ُم‬oo‫ ِه َك َم‬o‫ي ِْر ِه َو َم َعا ِن ْي‬o‫ا ُن ْوا أَعْ لَ َم ِب َت ْف ِس‬oo‫ َوأَ َّن ُه ْم َك‬،‫آن َق َرأَهُ الص ََّحا َب ُة َوال َّت ِابع ُْو َن َو َت ِابع ُْو ُه ْم‬
َ ْ‫ َو َنحْ نُ َنعْ لَ ُم أَنَّ ْالقُر‬.ُ‫َم ْغفُ ْورً ا لَ ُه َخ َطؤُ ه‬
‫ث هللاُ ِب ِه َرس ُْولَ ُه‬ َ ‫ب ْال َح ِّق الَّذِى َب َع‬. ِ “
Barangsiapa yang berpaling dari madzhab Sahabat dan Tabi’in dan penafsiran
mereka kepada yang menyelisihinya, maka ia telah salah bahkan (disebut) Ahlul
Bid’ah. Jika ia sebagai mujtahid, maka kesalahannya akan diampuni. Kita mengetahui
bahwa Al-Qur-an telah dibaca oleh para Sahabat, Tabi’in dan yang mengikuti mereka,
dan sungguh mereka lebih mengetahui tentang penafsiran Al-Qur-an dan makna-
maknanya, sebagaimana mereka lebih mengetahui tentang kebenaran yang
dengannya Allah mengutus Rasul-Nya.”[21]
C. Perhatian Para Ulama Terhadap ‘Aqidah Salafush Shalih.
Sesungguhnya para ulama mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap
‘aqidah Salafush Shalih. Mereka menulis kitab-kitab yang banyak sekali untuk
menjelaskan dan menerangkan ‘aqidah Salaf ini, serta membantah orang-orang yang
menentang dan menyalahi ‘aqidah ini dari berbagai macam firqah dan golongan yang
sesat. Karena sesungguhnya ‘aqidah dan manhaj Salaf ini dikenal dengan riwayat
bersambung yang sampai kepada imam-imam Ahlus Sunnah dan ditulis dengan
penjelasan yang benar dan akurat. Adapun untuk mengetahui ‘aqidah dan manhaj
Salaf ini, maka kita bisa melihat: Pertama, penyebutan lafazh-lafazh tentang ‘aqidah
dan manhaj Salaf yang diriwayatkan oleh para Imam Ahlul Hadits dengan sanad-sanad
yang shahih. Kedua, yang meriwayatkan ‘aqidah dan manhaj Salaf adalah seluruh
ulama kaum Muslimin dari berbagai macam disiplin ilmu: Ahlul Ushul, Ahlul Fiqh, Ahlul
Hadits, Ahlut Tafsir, dan yang lainnya. Sehingga ‘aqidah dan manhaj Salaf ini
diriwayatkan oleh para ulama dari berbagai disiplin ilmu secara mutawatir. Penulisan
dan pembukuan masalah ‘aqidah dan manhaj Salaf (seiring) bersamaan dengan
penulisan dan pembukuan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

25
Pentingnya ‘aqidah Salaf ini di antara ‘aqidah-‘aqidah yang lainnya, yaitu antara lain:
[22] 1. Bahwa dengan ‘aqidah Salaf ini, seorang Muslim akan meng-agungkan Al-Qur-
an dan As-Sunnah, adapun ‘aqidah yang lain karena mashdarnya (sumbernya) hawa
nafsu, maka mereka akan mempermainkan dalil, sedang dalil dan tafsirnya mengikuti
hawa nafsu. 2. Bahwa dengan ‘aqidah Salaf ini akan mengikat seorang Muslim dengan
generasi yang pertama, yaitu para Sahabat Radhiyallahu anhum yang mereka itu
adalah sebaik-baik manusia dan ummat. 3. Bahwa dengan ‘aqidah Salaf ini, kaum
Muslimin dan da’i-da’inya akan bersatu, sehingga dapat mencapai kemuliaan serta
menjadi sebaik-baik ummat. Hal ini karena ‘aqidah Salaf ini berdasarkan Al-Qur-an dan
As-Sunnah menurut pemahaman para Sahabat. Adapun ‘aqidah selain ‘aqidah Salaf
ini, maka dengannya tidak akan tercapai persatuan bahkan yang akan terjadi adalah
perpecahan dan kehancuran. Imam Malik rahimahullah berkata:
‫لَنْ يُصْ لِ َح آخ َِر َه ِذ ِه ْاأل ُ َّم ِة إِالَّ َما َأصْ لَ َح أَ َّولَ َها‬. “Tidak akan dapat memperbaiki ummat ini melainkan
dengan apa yang telah membuat baik generasi pertama ummat ini (Sahabat)”[23] 4.
‘Aqidah Salaf ini jelas, mudah dan jauh dari ta’wil, ta’thil dan tasybih.[24] Oleh karena
itu, dengan kemudahan ini setiap Muslim akan mengagungkan Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan akan merasa tenang dengan qadha’ dan qadar Allah Subhanahu wa Ta’ala.
5. ‘Aqidah Salaf ini adalah aqidah yang selamat, karena Salafus Shalih lebih selamat,
lebih tahu dan lebih bijaksana (aslam, a’lam, ahkam). Dengan ‘aqidah Salaf ini akan
membawa kepada keselamatan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu berpegang pada
‘aqidah Salaf ini hukumnya wajib.

26
BAB V
AJARAN DAN TUNTUNAN TENTANG BERBAGI, KEADILAN SERTA PENEGAKAN
HUKUM DALAM ISLAM

AJARAN DAN TUNTUNAN BERBAGI


“ Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat,
tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yng dalam perjalanan
(musafir). Peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang
melaksanakan sholat dan menunaikan zakat, orang-orng yang menepati janjiapabila
berjanji, dan orng yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan, dan pada masa
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang
yang bertakwa.” ( QS. Al-Baqarah:177). Berbagi merupkan indikator tingkat ketakwaan
seorang mukmin dan salah satu perbuatan yang mendatangkan cinta Allah
sebagaimana firman-Nya:
“(yaitu) orang-orang yang berinfak, baik diwaktu lapang maupun sempit, dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan
Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Ali-Imran : 134).
Berbagi mengindikasikan pengorbanan dan kerelaan untuk memberi. Semakin
banyak memberi, semakin tidak aan merasa kekurangan. Disinilah keindahan berbagi
daripada sekedar menerima.
“ Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari
hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang
beriman diantara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh
pahala yang besar.” (QS. Al-Hadid:7). Ayat ini menunjukkan bahwa harta hanya titipan
Allah karena Allah Ta’ala firmankan (yang artinya), “ Hartamu yang Allah telah
menjadikan kamu menguasainya.”Hakikatnya, harta tersebut adalah milik Allah. Allah
yang beri kekuasaan pada makhluk untuk menguasai dan memanfaatkannya. Hamba
tidakhlah memiliki apa-apa melainkan apa yang Allah ridhoi. Siapa saja yang
menginfakkan harta pada jalan Allah, maka itu sama halnya dengan seseorng yang
mengeluarkan harta orang lain dengan seizinnya. Dari situ, ia akan mendapatkan
pahala yang melimpah dan amat banyak.

27
Keutamaan berbagi
Salah satu pahala berbagi adalah dibuat gembira oleh Allah SWT pada hari
kiamat. Nabi SAW berpesan, “Barangsiapa yang menjumpai saudaranya yang Muslim
dengan (memberi) sesuatu yang disukainya agar dia gembira, maka Allah akan
membuatnya gembira pada hari kiamat.” (HR. Thabrani). Gembira pada hari kiamat
adalah dambaan setiap orang. Selain itu, berbagi juga akan mendapat pahala besar.
Allah SWT tegaskan, “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan
nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu
menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan yang
menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (QS. al-
Hadid/57: 7). Dalam pandangan pengarang Tafsir Jalalain, salah seorang sahabat
Nabi SAW yang akan mendapatkan pahala yang besar itu adalah Utsman bin Affan.
Dalam sejarah beliau dikenang sebagai seorang pengusaha yang kaya raya namun
hidup zuhud. Beliaulah yang membeli Sumur Rum milik orang Yahudi di Madinah pada
saat kaum Muslim mengalami kesulitan air.
Di dalam hadits Nabi SAW disebutkan bahwa orang yang berbagi akan didoakan
oleh malaikat, “Tidak ada suatu hari pun ketika seorang hamba melewati paginya
kecuali akan turun (datang) dua malaikat kepadanya lalu salah satunya berdoa, ‘Ya
Allah berikanlah pengganti bagi siapa yang menafkahkan hartanya.”  Doa malaikat
tidak ditolak oleh Allah SWT. Namun sebaliknya orang yang tidak mau berbagi akan
disumpah-serapahi oleh malaikat, seperti Nabi SAW beritahu dalam lanjutan hadits
ini, “Sedangkan yang satunya lagi berdoa, ‘Ya Allah berikanlah kehancuran
(kebinasaan) kepada orang yang menahan hartanya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Yang
dimaksud dengan menahan harta di sini adalah bakhil.
Tentang materi yang dibagi kepada orang lain adalah yang paling dicintai. Allah
SWT berfirman, “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang
kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran/3: 97).
Terkait ayat ini, ada suatu cerita yang bersumber dari Anas. Ia berkata, “Abu
Thalhah adalah seorang sahabat Anshar yang terkaya di Madinah karena pohon
kurma yang dimilikinya. Sedangkan harta yang paling disukainya adalah kebun
Bairuha yang terletak di dekat masjid. Rasulullah SAW sering masuk ke kebun itu dan
minum air bersih yang ada di dalamnya. 
Anas melanjutkan, “Ketika turun ayat, ‘Kamu sekali-sekali tidak sampai kepada
kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu

28
cintai’, Abu Thalhah mendatangi Rasulullah SAW dan berkata, ‘Ya Rasulullah,
sesungguhnya Allah SWT berfirman, ‘Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada
kebajikan (yang sempurna) …’”
Padahal harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairuha dan kebun itu (kini)
adalah sedekah  (dari aku) karena Allah. Aku mengharap  kebaikan dan pahala dari
Allah. Maka dari itu pergunakanlah wahai Rasulullah sesuai petunjuk Allah kepadamu.
Rasulullah SAW menjawab, ‘Bagus, itulah harta (yang mendatangkan) untung.’
Nabi SAW bersabda lagi, ‘Bagus itulah harta (yang mendatangkan) untung. Aku
telah mendengar apa yang kamu katakan, dan aku berharap kamu membagikannya
kepada semua kerabatmu.’  Abu Thalhah berkata, ‘Ya Rasulullah, aku akan
melaksanakan petunjukmu’. Lalu Abu Thalhah membagi kebun itu kepada kerabat dan
anak pamannya.” (HR  Bukhari dan Muslim)

KEADILAN
Allah telah mengharamkan kezaliman dan mewajibkan orang berlaku adil agar
kebenaran dapat ditegakkan dan kebatilan dapat dilenyapkan. Untuk kepentingan itu
Allah telah mengutus para Rasul-Nya dengan diamanatkan membawa kabar gembira
dan memberi peringatan kepada manusia dimuka bumi ini agar menegakkan keadilan
yang menyeluruh dalam segala hal. Keadilan itu adalah keadilan yang membawa pada
ketenangan dan menyinari kehidupan,sehingga setiap orang merasa aman terhadap
dirinya,hartanya,kehormatannya,akidahnya, dan akhlaknya, sehingga tidak ada lagi
yang namanya ketakutan,anvaman,perampokan,dan tekanan-tekanan lain.
Keadilan merupakan tanggung jawab semua orang sesuai dengan
kedudukannya..
Allah berfirman :
“ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara
manusia supya kamu menetapkan dengan adil…” (AN-NIsa: 58)
Dalam firman-Nya lagi dijelaskan:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
member kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran
dan permusuhan. Dia member pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran.” (An-Nahl:90).
Juga dalam firman-Nya lagi :

29
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil.” (Al Maidah:8).
Dan firman-Nya lagi:
“…Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia
adalah kerabatmu…” ( Al-An’am:152).
Keadilan adalah ambisi orang-orang berakal, tujuan orang-orang bijaksana dan
sasaran yang ingin dicapai oleh semua orang yang normal. Tanpa keadilan, kehidupan
akan semakin goncang, timbangan akan terbalik dan ukuran akan melenceng. Orang
yang kuat akan sewenang-wenang terhadap yang lemah dan orang yang zalim akan
berlaku semena-mena terhadap orang yang merdeka, dan demoralisasi akan
merajalela. Hilangnya keadilan tidak hanya merugikan orang-orang yang dizalimi saja,
tetapi juga akan kembali kepada si hakim sendiri yang pura-pura tidak tahu keadilan
atau memang sengaja menghambatnya karena dimanfaatkan orang-orang zalim.
Dengan begitu,orang zalim tersebut akan merndahkan dan meremehkan si hakim dan
mereka akan mengambil kebaikannya sedikit demi sedikit tanpa ia sadari.
Oleh karena itu Rasulullah SAW. Sangat memuji pemimpin yang adil dan
memasukkannya ke dalam kelompok orang yang akan mendapat naungan Allah pada
hari yang tiada naungan selain naungan-Nya. Pemimpin yan adil akan mendapatkan
pahala yang banyak dan kedudukan yang terpuji, karna dengan kebaikan dan
keadilannya itulah umat menjadi baik, dan keadilan akan mewujudkan persamaan,
kemerdekaan, ketentraman, dan kepercayaan.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra bahwa Nabi Saw pernah bersabda: “Ada
tujuh orang yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari yang tiada naungan lagi,
kecuali hanya naunganNya, yaitu: 1) pemimpin yang adil, 2) pemuda yang tekun
beribadah kepada Allah, 3) orang yang hatinya bergantung dengan mesjid, 4) dua
orang yang saling mencintai karena Allah, berkumpul dan berpisah juga karena-Nya, 5)
orang yang diajak oleh wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik ( untuk berbuat
zina), lantas mengatakan, “Aku takut kepada Allah.”, 6) orang yang bersedekah secara
samar sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan
kanannya, 7) orang yang mengingat Allah ketika sedang sendirian sampai menangis
kedua matanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Bagi pemimpin yang adil, Allah akan memberikan keutamaan kepadanya, yakni
memuliakannya dengan mengabulkan doanya. Tapi sebaliknya, bagi pemimpin yang
tidak adil Allah tidak akan mengabulkan doanya dan inilah yang menyebabkan kesialan
bagi rakyatnya. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra. Bahwa Rasulullah Saw. Bersabda :

30
“ Ada tiga orang yang tidak ditolak doanya, yaitu orang yang berpuasa hingga ia
berbuka, pemimpin yang adil, dan doa orang yang teraniaya dimana Allah akan
mengankat doanya ini diatas awan dan akan dibukakan pintu langit untuknya” (HR.
Ahmad, Tirmidzi,Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Dan Ibnu Hibban dalam shahihnya).
Orang yang adil, yang mengurus urusan orang-orang muslim dan menunaikan
hak-haknya, maka kelak mereka akan mendapatkan derajat yang tinggi dan
kegembiraan yang besar. Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin al Ash Ra, katanya,
Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya orang-orang yang adil di sisi Allah akan
berada di atas menara-menara cahaya di sebelah kanan Rabb yang Rahman, dan
kedua tanganNya di sebelah kanan orang-orang yang adil di dalam menetapkan
hukum, adil dalam keluarga, dan adil dalam kepemimpinannya” (HR. Muslim dan
Nasai).
Pemimpin yang adil juga akan memperoleh balasan melebihi keutamaan ibadah
selama 60 tahun, karena keadilan itu meliputi seluruh rakyat. Dengan keadilan, setiap
orang dapat menunaikan kewajibandan ibadah dengan tenang. Dengan keadilannya
pula, mereka memperoleh manfaat yang besar. Dari Ibnu Abbas Ra diriwayatkan
bahwa Rasulullah Saw. Bersabda: “Sehari bagi pemimpin yang adil lebih utama
daripada ibadah enam puluh tahu, dan hukum yang ditegakkannya di muka bumi
degan benar lebih menyucikan bumi itu daripada hujan selama empat puluh hari.” (HR.
Thabrani).
Maka, barang siapa yang dicintai Allah, niscaya ia akan diberi pertolongan dan
taufik, dan diantara orang yang memperoleh keuntungan besar ialah pemimpin yang
adil, Dia akan sangat dicintai Allah. Tetapi pemimpin yang zalim sangat dibenci Allah
maka ia akan mendapatkan siksa yang pedih pada hari kiamat karena kezalimannya
telah menimpa banyak orang.
Pada hari kiamat kelak akan dijumpai orang yang berpredikat sebagai manusia
paling utama, tapi ada pula manusia yang paling jelek predikatnya. Diantara manusia
yang paling utama itu ialah pemimpin yang adil, yang lemah-lembut dan kasih sayang
kepada rakyatnya. Sedangkan manusia yang paling jelek ialah pemimpin yang zalim,
curang, bodoh, dictator,penindas, tidak mau mendengar nasihat dan tidak mau
bermusyawarah.

31
PENEGAKAN HUKUM DALAM ISLAM
Hukum dalam islam merupakan bagian dari agama. Hukum bukan merupakan
lembaga-lembaga atau bagian yang terlepas dari agama, melaksanakan hukum (islam)
Berarti melaksanakan iman dan perintah-perintah Tuhan, melalaikannya berarti
mengurangi kedua-duanya.
Berbicara tentang penegakan hukum dalam Islam, penulis mencoba
mengkaitkannya dengan penerapan pemidanaan dalam Islam, yang dalam konsep fiqh
dibahas dalam bab jinayah. Persoalan ini, secara historis telah mendorong munculnya
diskusi yang berkelanjutan sejak awal sejarah Islam. Apakah ia dapat dipertimbangkan
untuk dipertahankan sebagai dasar hukum yang mampu menjamin keadilan dan
ketentraman masyarakat atau sebaliknya dianggap sebagai sesuatu yang out of date
dan tidak humanis. Baik secara teoritis maupun prakteknya Peradilan Islam diakui
sebagai sumber dalam jurisprudensi Islam. Bahkan dalam prakteknya peradilan Islam
memainkan peranan yang sangat penting dalam proses kreasi hukum Islam untuk
mewujudkan supremasi hukum, dalam rangka membentuk setiap individu bermoral
guna melahirkan struktur masyarakat yang aman dan tentram. Pada masa Nabi
Muhammad, orang-orang Arab telah mengadopsi berbagai macam adat. Praktek ini,
dalam banyak hal telah mempunyai kekuatan hukum dalam masyarakat. Dalam
kaitannya dengan keberlangsungan hukum pra-Islam, Nabi Muhammad tidak
melakukan tindakan-tindakan perubahan terhadap hukum yang ada sepanjang hukum
tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam yang fundamental. Dengan
demikian Nabi Muhammad dalam kapasitasnya sebagai pembuat hukum dari sebuah
agama yang baru melegalkan hukum lama di satu sisi, dan mengganti beberapa hal
yang tampaknya tidak konsisten dengan prinsip-prinsip hukum. Hukum yang direvisi
bahkan dirombak oleh Rasulullah antara lain: perkawinan dengan ibu tiri, poliandri,
menikahi wanita tanpa batas jumlahnya, hubungan seksual yang tidak sah, aborsi,
pembunuhan terhadap bayi perempuan, balas dendam dalam hukum qisas,
perlindungan pencuri bagi bangsawan, perceraian berulang-ulang dan lain sebagainya.
Penyimpangan nilai-nilai moral dalam hukum praIslam nampak sekali dalam sistem
Pemidanaan (peradilan), terutama pada jarimah qisas diyat. Keadaan demikian dapat
dibuktikan dengan peristiwa sejarah yang terjadi di kalangan masyarakat Arab
jahiliyah: Salah seorang kabilah Gani membunuh Syas bin Zuhair, maka datanglah
Zuhair, ayah Syas, untuk minta pembalasan kepada suku Gani. Mereka berkata, “Apa
kehendakmu atas kematian Syas?”. Jawab Zuhair, “Satu dari tiga hal dan tidak bisa
diganti, yaitu menghidupkan kembali Syas, atau mengisi selendangku dengan

32
binatang-binatang dari langit, atau engkau serahkan kepadaku semua anggota kabilah
Gani untuk saya bunuh semua, dan sesudah itu aku belum merasa telah mengambil
sesuatu ganti rugi atas kematian Syas”. Tuntunan semacam ini semakin membuat
rawannya keadaan bila ternyata si korban dari kalangan kabilah terhormat atau
pemimpin kabilah itu sendiri. Hal ini terjadi karena ada sebagian dari kabilah-kabilah
Arab yang mengabaikan tuntutan wali si korban, bahkan sebaliknya mereka
memberikan perlindungan terhadap si pembunuh. Sehingga tidak menutup
kemungkinan terjadi perang antar kabilah yang di dalamnya melibatkan orang-orang
yang tak berdosa. Di sisi lain, memang orang-orang Arab mempunyai tradisi balas
dendam, bahkan terhadap persoalan yang telah terjadi beberapa tahun yang silam.
Kalau seseorang anggota keluarga terbunuh, maka pembalasan dilakukan terhadap
keluarga pembunuh yang tidak berdosa di samping pembunuhnya sendiri. Al-Qur’an
dan praktik Nabi memperkenalkan berbagai modifikasi terhadap praktek hukuman ini,
akan tetapi ide utama dari prinsip-prinsip yang mendasarinya tidak bersifat baru,
melainkan telah lama dipraktekkan masyarakat Arab sebelum munculnya Islam.
Perubahan utama yang dilakukan oleh Islam adalah prinsip keseimbangan dalam
kerangka hukum yang berdimensi keadilan. Dalam hukum Islam satu jiwa harus
diambil karena perbuatan menghilangkan nyawa orang lain atau pemberian
kompensasi harus dilakukan terhadap keluarga korban. Aturan ini tidak
mempersoalkan status suku atau kedudukan si korban dalam sukunya, seperti
dipraktekkan pada masyarakat Arab Jahiliyah, tetapi lebih dari itu, sebagaimana yang
dikatakan oleh Caulson, “sesuai dengan standar moral keadilan dan nilai tebusan yang
pasti terhadap pihak yang menjadi korban”. Ketentuan ini dituangkan dalam al-Qur’an
dalam surat al-Baqarah ayat 178 sebagai berikut: “Hai orang-orang yang beriman
ditetapkan atas kamu qisas berkenaan dengan orang yang terbunuh, orang merdeka
dengan merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita, barang siapa
mendapat pemaafan dari saudaranya hendaklah (yang memberi maaf) mengikuti
dengan cara yang baik, dan bagi yang dimaafkan membayar (diyat) kepada yang
memaafkan dengan cara yang baik pula….” Menurut Imam al-Baidawi sebagaimana
dikutip oleh as-Sayyid Sabiq, bahwa turunnya ayat tersebut berkenaan dengan dua
kabilah yang berhutang piutang. Salah satu lebih kuat dari lainnya. Lalu Kabilah yang
kuat bersumpah, “Kami harus membunuh orang merdeka di antara kalian sebagai
akibat terbunuhnya hamba sahaya kami, dan kami akan membunuh laki-laki sebagai
akibat terbunuhnya perempuan dari suku kami.” Dalam hukum hadd ditemukan adanya
pembenahan sistem hukum, seperti dalam kasus delik pencurian, pada masa pra-

33
Islam hukum yang diberlakukan sangat diskriminasi, terutama antara bangsawan dan
rakyat biasa. Hadis di bawah ini dapat dijadikan dasar pernyataan tersebut di atas
ketika Uzamah binti Zaid kekasih Rasulullah meminta maaf atas kesalahan Fatimah
binti al-Aswad karena telah mencuri, maka Rasulullah berkata, “Apakah kamu meminta
syafa'at mengenai sesuatu dari hukuman yang telah ditetapkan oleh Allah?”. Kemudian
Rasulullah bersabda: “Bahwasanya yang menyebabkan kehancuran umat sebelum
kamu sekalian ialah karena apabila ada kaum bangsawan mencuri, mereka dibiarkan,
tetapi sebaliknya jika yang mencuri adalah kaum lemah, maka ditegakkan hukum yang
seadil-adilnya, saya bersumpah demi Allah seandainya Fatimah Putri Muhammad
mencuri niscaya akan kupotong tangannya. Di samping contoh di atas, ada sebagian
hukum jahiliyah yang tidak menerapkan sanksi bagi jarimah-jarimah tertentu, akibatnya
muncul ketidakadilan. Hal ini disebabkan karena perbedaan kabilah. Seperti kasus riba
yang sangat mengacaukan masyarakat, sehingga orang yang jatuh ke tangan periba
dan tidak mampu membayar hutangnya sering menyerahkan anak gadisnya sebagai
jaminan. Kejahatan semacam ini telah dihapus oleh Islam dan diderivasikan ke dalam
jarimah ta’zir. Artinya ditetapkan adanya sanksi bagi periba yang ditentukan oleh
penguasa berdasarkan kadar riba yang diperbuatnya. Demikian halnya dengan kasus
mengawini ibu tiri (kejahatan seks), yang memberikan indikasi bahwa praktek hukum
jahiliyah sangat tidak manusiawi. Islam datang dengan panji-panji keadilan yang
ternyata lambat laun dapat diterima oleh masyarakat luas, termasuk keadilan dalam
sistem pemidanaan dalam rangka menciptakan supremasi hukum. Dalam penerapan
sanksi, Islam sangat mempertimbangkan rasa keadilan, baik keadilan sosial (social
justice) maupun keadilan secara individual (individual justice). Di sinilah “dimensi
kemanusiaan” tercakup. Abu Zahrah, berkomentar, bahwa kedatangan Islam adalah
menegakkan keadilan dan melindungi keutamaan akal budi manusia. Pendapat
senada juga dilontarkan oleh as-Sabuni, bahwa Islam datang dengan membawa
kepentingan menuju pada tegaknya keadilan, melindungi kehormatan manusia,
mencegah segala bentuk kejahatan, memberi pelajaran pada pelaku tindak kejahatan
dengan memberikan sanksi seimbang sesuai dengan tingkat kesalahan seseorang.
Aplikasi supremasi hukum di awal Islam pada prinsipnya ada di tangan Nabi,
mengingat al-Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman hidup manusia. Sedang al-Hadis
(perbuatan Nabi) sebagai penjelas dari al-Qur’an. Sesungguhnya sunnah yang
ditetapkan Nabi adalah hukum Allah, karena Allah memerintahkan supaya mengikuti
apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang Nabi. Jadi sunnah
merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an yang wajib dilaksanakan.

34
Pelaksanaan hukum-hukum tersebut ditaati oleh sahabat-sahabat Nabi, baik sewaktu
Rasulullah masih hidup atau sewaktu telah meninggal dunia. Praktik Rasul dalam
penegakan hukum, baik yang menyangkut aspek pemeriksaan sampai kepada sistem
pemidanaan menjadi sesuatu yang wajib diikuti. Adapun praktik pemidanaan yang
dilaksanakan oleh para sahabat, termasuk alKhulafa'u ar-Rasyidun dapat dijadikan
bahan pertimbangan dalam pemidanaan masa sekarang, karena mereka dekat dengan
Rasulullah, sehingga setiap ada persoalan selalu dikonfirmasikan dengan Rasulullah.
Oleh karena itu persoalan yang diputuskan para khalifah kemungkinan salahnya kecil.
Dalam menerapkan pidana, Rasulullah selaku pengemban risalah baru, di samping
menciptakan aturan-aturan yang melegalkan hukum adat masyarakat Arab, juga
menerapkan aturan baru sesuai dengan petunjuk al-Qur’an. Hal ini juga dapat
dijadikan sebagai bukti bahwa hukum pidana Islam menganut asas legalitas. Artinya
ketentuan umum dan khusus harus dipenuhi setiap pelaku jarimah untuk dapat
dikenakan hukuman sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam sejarahnya, Rasululah
di satu sisi terkenal sebagai orang yang tegas dalam menegakkan hukum, di sisi lain
terkenal sebagai orang yang bijaksana. Ketegasannya bisa dilihat dari berbagai kasus
yang diputuskan oleh beliau terhadap tindak pidana hudud. Bahkan Rasul bersumpah
sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri pastilah dipotong tangannya.” Rasulullah
menghukum pengkhianat negara (mata-mata dalam peperangan) secara tegas setelah
ditemukan bukti kesalahannya. Kisahnya ketika orang-orang Yahudi dari suku Nadir
Qaynuqa diusir dari Negara Islam Madinah sebagai hukuman atas penghianatan.
Tindakan pengkhianatan dilakukan oleh Khalid bin Sufyan al-Gazali, maka Nabi
Muhammad, mengirim Abdullah bin Anis Jehni al-Ansari agar memenggal kepala
Khalid, si pengkhianat. Abdullah mengerjakan ini sendiri dan dianugerahi tongkat oleh
Nabi. Nabi ketika pulang dari perang khandak menghukum tegas pengkhianat Yahudi
dari suku Banu Quraisah, lantaran mereka bersekongkol dengan musuh ketika perang
khandak berlangsung. Nabi menunjuk Saad bin Muaz dari suku Aus sebagai hakim.
Keputusan hukumnya semua laki-laki yang turut perang dibunuh, wanita dan anak-
anak dijadikan budak. Di pihak lain Rasulullah berlaku arif dan bijaksana. Seperti kasus
Rasulullah tidak membunuh orang-orang munafik yang telah dengan sengaja
mendemonstrasikan kemunafikannya di depan Rasulullah. Alasan Rasulullah adalah
kekhawatiran banyak orang Arab yang enggan masuk Islam, meski membunuh mereka
ada hikmahnya. Demikian juga sikap Rasulullah yang menghukum bebas orang
Yahudi yang kencing di masjid. Ketika para sahabat mau menghukum mereka,
Rasulullah bersabda, “Kehadiran kalian adalah untuk kedamaian bukan untuk

35
kesukaran”, katanya penuh dengan kearifan. Pada delik penyamunan (perampokan
dengan kekerasan) Nabi bersikap sangat tegas dalam mengeksekusi terpidana,
karena kasus ini dianggap sangat berbahaya dan mengganggu ketertiban umum.
Peristiwa perampokan (hirabah) pernah terjadi pada Nabi. Delapan orang dari kaum
‘Ukl datang kepada Rasulullah dan mengaku masuk Islam, karena tidak cocok dengan
tempatnya, akhirnya sakit dan mengadu kepada Rasulullah. Kemudian beliau
bersabda, “Apakah kamu tidak sebaiknya keluar dengan gembala kami dan minum air
seni dan susu unta tersebut?”. Mereka setuju, lalu keluar bersama penggembala,
meminum air seni dan susu dan mereka sembuh. Akhirnya mereka membunuh dan
menghalau semua untanya, sehingga sampailah berita itu kepada Rasulullah.
Rasulullah langsung memerintahkan pengejaran Bani `Ukl kepada dua puluh pemuda
Ansar yang dipimpin oleh Kurs bin Jabir. Setelah tertangkap, Rasulullah
memerintahkan supaya dipotong tangan dan kaki mereka, dicelak mata mereka
dengan besi panas kemudian ditinggalkan di terik matahari sampai mati.” Dalam kasus
zina ketegasan Nabi dalam pemidanaan terbukti dalam sejarah, seperti Rasulullah
telah merajam Maiz ibn Malik yang telah mengaku berzina sampai empat kali.
Rasulullah menghukum janda yang berzina dengan jaka dengan hukuman rajam bagi
janda dan hukum dera 100 kali bagi jaka. Aslam dirajam oleh Rasulullah karena
permintaan Aslam sendiri demi kesuciannya atas dasar bukti iqrar (pengakuan) sampai
empat kali. Sementara perempuan dari suku Gamid dari Azdi berkata, “Bersihkanlah
saya.” Rasulullah bersabda, “Apa yang terjadi mengenai diri anda?”. Berkatalah ia,
“Bahwa saya telah mengandung akibat perzinaan.” Nabi bersabda, “Tunggu sampai
anak anda lahir.” Maka seorang laki-laki Ansar menjaminnya sampai perempuan itu
melahirkan. Kemudian laki-laki Ansar datang kepada Nabi dan berkata,
“Sesungguhnya perempuan telah melahirkan.” Nabi bersabda, “Kita tidak merajamnya,
karena anak itu masih kecil dan tidak ada yang dapat menyusuinya.” Berdirilah laki-laki
Ansar dan berkata, “Menyusukannya adalah tanggungan kami.” Nabi bersabda,
“Rajamlah dia.” Dalam kasus peminum khamr, tidak ada ketentuan hukum dalam al-
Qur’an. Ketentuan hukum bagi peminum khamr terdapat dalam keterangan hadis.
Imam Muslim meriwayatkan dari Annas bin Malik bahwasanya kepada Rasulullah
didatangkan seorang laki-laki peminum khamr, maka beliau menderanya dengan dua
pelepah kurma 40 kali. Ia (Annas bin Malik) berkata: Demikian juga yang diperbuat
oleh Abu Bakar, dan ketika Umar, orang-orang bermusyawarah dan telah berkata
Abdurrahman, “Hukuman yang paling ringan ialah delapan puluh kali (deraan)", lalu
Umar memerintahkan hal itu. Dalam riwayat lain dikisahkan bahwa pada saat

36
terjadinya perang Qadisiah, Abu Mahjan tertangkap basah meneguk khamr oleh Sa’ad
bin Abi Waqas. Kemudian Abu Mahjan diikat kakinya. Ketika orang-orang berkerumun,
Abu Mahjan berkata, "Betapa pedihnya hati melihat kuda-kuda dihalau oleh anak
panah (batang lembing), sementara aku diikat dan tak dapat maju ke medan perang,”
seraya berucap, “Tiada kemenangan, kecuali kemenangan Abu Mahjan. Setelah
pasukan Islam musuh, Abu Mahjan pun kembali mengikat kakinya. Ibnah Hafsah
bertanya kepada suaminya perihal hukuman yang akan diberikan kepada Abu Mahjan.
Sa’ad berkata, “Demi Allah, saya tidak akan mendera orang yang membawa
kemenangan bagi kaum muslimin". Abu Mahjan pun dilepas dan bebas. Kepada Sa’ad,
Abu Mahjan menceritakan bahwa dia minta dihukumi karena minum khamr supaya
dapat mensucikan dirinya. Tetapi karena dibebaskan dari hukuman, maka dia tidak
akan minum khamr untuk selama-lamanya. Kebijaksanaan Sa’ad dalam
menangguhkan eksekusi cukup beralasan dan menjadi ijma’ sahabat. Penangguhan
eksekusi dengan tujuan untuk kemaslahatan dijunjung tinggi, seperti penangguhan
Rasulullah akan hukum hadd terhadap wanita yang hamil akibat zina, atau kepada
orang yang sedang sakit. Dalam hukum qisas, seperti hadis yang diriwayatkan oleh
Imam al-Bukhari dan Muslim, bahwa Rasulullah pernah menghukum orang Yahudi
dengan memecahkan kepalanya di antara dua batu besar karena membunuh jariyah
(budak, hamba) perempuannya. Demikian juga hukum qisas yang diberikan kepada
wanita Yahudi di Khaibar yang telah menyebabkan matinya Basyar bin al Bara ibn
Ma’ruf al-Ansari dengan cara meracuni kambing sembelihannya yang sebenarnya
dimaksudkan ingin membunuh Rasulullah, akan tetapi yang kena sasaran adalah
Basyar. Setelah diinterogasi wanita tersebut mengakui perbuatannya. Akhirnya
diqisaslah wanita Yahudi tersebut. Hadis ini sekaligus menyalahkan pendapat Abu
Hanifah, asy-Sya’biy, dan an-Nakha’i, yang berpendapat bahwa tak ada hukum qisas
dalam pembunuhan memakai barang yang ringan. Ibn al-Qayyim menegaskan,
peristiwa di atas terjadi lantaran perempuan dibunuh oleh lak-laki, penjahat
diperlakukan sebagaimana dia berbuat/melakukan kesalahan, dan bahwasanya
pembunuhan dengan tipu-daya (ghilah) tidak disyaratkan kepada wali untuk memilih
antara hukum qisas atau ganti rugi. Bila pembunuhan dilakukan dengan selain cara di
atas, maka bisa dikenakan hukum qisas yang tidak dengan cara serupa. Ketegasan
Rasulullah ini dipraktekkan oleh Umar ibn al-Khatab dalam menangani kasus,
beberapa orang yang membunuh satu orang dengan cara licik (tipu-daya). Pembunuh
hanya dihukum qisas semuanya, lalu beliau berkata, “Seandainya penduduk Yaman
melakukan pembunuhan dengan cara licik, niscaya akan saya bunuh semua.”

37
DAFTAR PUSTAKA
Yazid bin Abdul Qadir Jawas. 2006. Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
https://sites.google.com/site/ujppai/materi-kuliah/materi-03
http://journal.iainlangsa.ac.id/index.php/tibyan/article/download/40/37
http://ejournal.kopertais4.or.id/mataraman/index.php/sumbula/article/view/3976/2943
https://almanhaj.or.id/3013-kewajiban-mengikuti-pemahaman-salafush-shalih.html
Yusuf Abdullah Daghfaq.1991. Berbuat Adil Jalan Menuju Bahagia. Jakarta: Gema
Insani Press.
https://republika.co.id/berita/qbmuvy374/pahala-berbagi
Drs. H. Saidus Syahar. 1996. Asas-Asas Hukum Islam. Bandung: Penerbit Alumni
https://journal.iain-samarinda.ac.id/index.php/mazahib/article/view/116
http://bmtitqan.org/artikel/detail/34/berbagi.html
https://media.neliti.com/media/publications/167158-ID-sumber-sumber-ilmu-
pengetahuan-dalam-al.pdf
https://www.sekolahkebuntumbuh.sch.id/2016/04/26/tiga-generasi-terbaik-umat-manusia/

38
LAMPIRAN
Hal. 3 ( Tafsir Qur’an surah An-Nahl : 36)
Dan sesungguhnya Allah Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan), Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu.

Hal. 9 ( Tafsir Qur’an surah Al-Alaq : 1-5 )


Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
pemurah.Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.
Dalam Q.S. al-Alaq ini Allah menyebutkan nikmat-Nya dengan mengajarkan manusia
apa yang tidak ia ketahui. Hal itu menunjukkan akan kemuliaan belajar dan ilmu
pengetahuan.

Hal. 18 (Hadist terkait 3 generasi terbaik umat muslim)


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Sebaik-baik manusia adalah generasiku (yaitu generasi sahabat), kemudian orang-
orang yang mengiringinya (yaitu generasi tabi’in), kemudian orang-orang yang
mengiringinya (yaitu generasi tabi’ut tabi’in). [Hadits mutawatir, riwayat Bukhari dan
lainnya].

Hal. 20 (Hadist terkait Salafusholeh)


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian manusia yang
hidup pada masa berikutnya, kemudian manusia yang hidup pada masa
berikutnya.  (HR. Bukhari (2652), Muslim (2533)

Hal 27 ( Tafsir QS. Al-Hadid : 7)


Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari
hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang beriman
diantara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang
besar.

39
Hal 29 ( Tafsir QS. An-Nisa:58)
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia
supya kamu menetapkan dengan adil.

40

Anda mungkin juga menyukai