Anda di halaman 1dari 29

ARTIKEL KEISLAMAN

1. KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM


2. SAINS DAN TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN HADIST
3. GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADIST
4. PENGERTIAN SALAF (REFERENSI HADIST)
5. ISLAM, AJARAN TENTANG BERBAGAI SERTA KEADILAN PENEGAKKAN
HOKUM

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Agama Islam

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S. Th.I., M.Sos

disusun oleh:

Nama : Nabila Andini Putri

NIM : E1S020050

Fakultas & Prodi : Fkip, Pendidikan Sosiologi

Semester :1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSILOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

T.A. 2020/2021

i
Kata Pengantar

Puji syukur alhamdulillah penulis haturkan kepada allah swt atas selesainya
tugas ini mata kuliah agama islam dengan waktu yang tepat. Sholawat dan salam
semoga allah melimpahkan kepada rasulullah muhammad saw atas rahmat dan
hidayah yang diberikan. Penulisan tugas ini yang brjudul “artikel keislaman” dapat
terselesaikan tepat waktu.

Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S.
Th.I., M.Sos sebagai dosen pengampuh Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam yang
telah membimbing saya dalam penyusunan tugas ini.

Besar harapan saya tugas ini dapat memberi mafaat bagi para pembaca dan
mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca tugas ini. Apabila terdapat
banyak kesalahan dari tugas ini, saya memohon maaf. Demikian yang dapat saya
sampaikan. Akhir kata, semoga tugas ini memiliki manfaat bagi para pembaca.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Penyusun, Mataram 12 Oktober 2020

Nama : Nabila Andini Putri

NIM : E1S020050

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER……………………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………. iii

I. Keistimewaan dan kebenaran konsep ketuhanan dalam islam

II. Sains dan teknologi dalam al-qur’an dan hadist

III. Generasi terbaik menurut al-hadist

IV. Pengertian salaf (referensi hadist)

V. Islam, ajaran tentang berbagai serta keadilan penegakkan hokum

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….. iv

LAMPIRAN……………………………………………………………………………….. v

iii
iv
A. Keistimewaan dan Kebenaran Konsep Ketuhanan Dalam Islam

Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap
yang menjadi penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh
manusia. Orang yang mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah (tuhan) di
dalam Al-Quran konotasinya ada dua kemungkinan, yaitu Allah, dan selain Allah.
Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-benda seperti : patung,
pohon, binatang, dan lain-lain dapat pula berperan sebagai ilah. Demikianlah seperti
dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) : 165, sebagai berikut:

ِ ‫ُون هَّللا ِ أَ ْن َد ًادا ُي ِحبُّو َن ُه ْم َكحُبِّ هَّللا‬


ِ ‫اس َمنْ َي َّتخ ُِذ مِنْ د‬
ِ ‫َوم َِن ال َّن‬

Artinya: Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan
terhadap Allah. Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah.

Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep


tauhid (monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui dari ungkapan-
ungkapan yang mereka cetuskan, baik dalam do’a maupun acara-acara ritual. Abu
Thalib, ketika memberikan khutbah nikah Nabi Muhammad dengan Khadijah (sekitar
15 tahun sebelum turunya Al-Quran) ia mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat
Al-Wasith,hal 29). Adanya nama Abdullah (hamba Allah) telah lazim dipakai di
kalangan masyarakat Arab sebelum turunnya Al-Quran. Keyakinan akan adanya Allah,
kemaha besaran Allah, kekuasaan Allah dan lain-lain, telah mantap. Dari kenyataan
tersebut timbul pertanyaan apakah konsep ketuhanan yang dibawakan Nabi
Muhammad? Pertanyaan ini muncul karena Nabi Muhammad dalam mendakwahkan
konsep ilahiyah mendapat tantangan keras dari kalangan masyarakat. Jika konsep
ketuhanan yang dibawa Muhammad sama dengan konsep ketuhanan yang mereka
yakini tentu tidak demikian kejadiannya.

Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam dikemukakan


dalam Al-Quran surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;

َ ‫ْس َو ْال َق َم َر َل َيقُولُنَّ هَّللا ُ َفأ َ َّنى ي ُْؤ َف ُك‬


‫ون‬ َ ْ‫ت َواأْل َر‬
bَ ‫ض َو َس َّخ َر ال َّشم‬ ِ ‫َولَئِنْ َسأ َ ْل َت ُه ْم َمنْ َخلَقَ ال َّس َم َوا‬

Artinya: Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan
menundukkan matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah.
Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu
berarti orang itu beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru laik dinyatakan
bertuhan kepada Allah jika ia telah memenuhi segala yang dimaui oleh Allah. Atas
dasar itu inti konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam adalah memerankan
ajaran Allah yaitu Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan berperan bukan
sekedar Pencipta, melainkan juga pengatur alam semesta.

Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah sebagaimana


dinyatakan dalam surat Al-Ikhlas. Kalimat syahadat adalah pernyataan lain sebagai
jawaban atas perintah yang dijaukan pada surat Al-Ikhlas tersebut. Ringkasnya jika
Allah yang harus terbayang dalam kesadaran manusia yang bertuhan Allah adalah
disamping Allah sebagai Zat, juga Al-Quran sebagai ajaran serta Rasullullah sebagai
Uswah hasanah.

1. Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan


a) menurut pemikiran orang barat

Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut evolusionisme


adalah sebagai berikut:

 Dinamisme

Menurut ajaran ini manusia zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan
yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut
ditujukan pada benda. Setiap mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang
berpengaruh positif dan ada yang berpengaruh negatif. Kekuatan ada pada pengaruh
tersebut dengan nama yang berbeda-beda, seperti mana (Malaysia), dan tuah
(melayu), dan sakti (india) yakni kekuatan gaib.

 Animisme

Disamping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga mempercayaai


adanya roh dalam hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh.
Oleh masyarakat primitif , roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun
bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup,
mempunyai rasa senang, rasa tidak senang serta mempunyai kebutuhan-kebutuhan.
Roh akan senang apabila kebutuhannya dipenuhi.

v
 Politeisme

Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-kelamaan tidak memberikan


kepuasan, karena terlalu banyak menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari
yang lain kemudian disebut Dewa mempunyai tugas dan kekuaasaan tertentu sesuai
dengan bidangnya. Ada Dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang
membidangi masalah angin, adapula yang membidangi masalah air dan lain
sebagainya.

 Henoteisme

Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan.


Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui mempunyai kekuatan yang sama. Lama
kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu
bangsa mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun manusia masih
mengakui tuhan (ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa
disebut dengan Henoteisme (Tuhan tingkat nasional).

 Monoteisme

Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Alam


monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat
internasional. Evolusionisme ditentang oleh Andrew lang (1898) dia mengemukakan
bahwa orang-orang berbudaya rendah juga sama dengan monoteismenya dengan
orang-orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung dan
sifat-sifat khas pada Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan pada wujud yang lain.

b) Pemikiran Umat Islam

Sehubungan pemikiran Umat Islam terhadap Tuhan melibatkan beberapa


konsepsi ke-esaan Tuhan, diantaranya konsepsi Aqidah dan konsepsi Tauhid.

 Konsepsi Aqidah.

Dalam kamus Al-Munawir secara etimologis, aqidah berakar dari kata aqada-
ya‟qidu-aqdan„ aqidatan yang berarti simpul, ikatan perjanjian dan kokoh. Setelah
terbentuk menjadi „aqidah yang berarti keyakinan relevensi antara arti kata aqdan dan
aqidah adalah keyakinan itu tersimpul kokoh dalam hati, bersifat mengikat dan

vi
mengandung perjanjian. Secara terminologis terdapat beberapa definisi aqidah antara
lain:

Istilah Aqidah Dalam Al-Quran

Di dalam al-Quran tidak terdapat satu ayat pun yang secara literal menunjuk
pada istilah aqidah. Namun demikian kita dapat menjumpai istilah ini dalam akar kata
yang sama („aqada) yaitu; „aqadat, kata ini tercantum pada (Q.S An-Nisa; 33):

“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib
kerabat, kami jadikan pewaris-pewarisnya dan (jika ada) orangorang yang kamu telah
bersumpah setia dengan mereka, maka beri kepada mereka bahagiannya,
sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu“

Kata „aqadum terdapat dalam (QS. al-Maidah; 89):

“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud


(untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang
kamu sengaja.”

Konsepsi Tauhid

 Tauhid Sebagai Poros Aqidah Islam.

Ajaran Islam tidak hanya memfokuskan iman kepada wujud Allah sebagai suatu
keharusan fitrah manusia, namun lebih dari itu memfokuskan aqidah tauhid yang
merupakan dasar aqidah dan jiwa keberadaan Islam. Islam datang disaat kemusyrikan
sedang merajalela disegala penjuru dunia. Tak ada yang menyembah Allah kecuali
segelintir umat manusia dari golongan Hunafa, (pengikut nabi Ibrahim as) dan sisa-sisa
penganut ahli kitab yang selamat dari pengaruh tahayul animisme maupun paganisme
yang telah menodai agama Allah. Sebagai contoh bangsa arab jahiliyah telah
tenggelam jauh kedalam paganisme, sehingga Ka‟bah yang dibangun untuk
peribadatan kepada Allah telah dikelilingi oleh 360 berhala dan bahkan setiap rumah
penduduk makkah ditemukan berhala sesembahan penghuninya.

 Pentingnya Tauhid

Tauhid sebagai intisari Islam adalah esensi peradaban Islam dan esensi
tersebut adalah pengesaan Tuhan, tindakan yang mengesakan Allah sebagai yang
Esa, pencipta yang mutlak dan penguasa segala yang ada.

vii
2. Tuhan Menurut Agama-Agama Dan Wahyu

Pengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan dan
pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar. Sebab Tuhan adalah
sesuatu yang ghaib, sehingga informasi tentang Tuhan hanya berasal dari manusia
walaupun dinyatakan sebagai hasil renungan maupun pemikiran rasional, tidak akan
benar. Informasi tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara lain tertera
dalam:

 Q.S Al-Anbiya 92: “sesungguhnya agama yang diturunkan allah adalah satu,
yaitu agama tauhid oleh karena itu seharusnya manusia menganut satu agama,
tetapi mereka telah terpecah belah, mereka akan kembali kepada allah dan
allah akan menghakimi mereka.”
 Q.S Al-Maidah 72: Dan Isa berkata: “Hai Bani Israil sembahlah Allah Tuhanmu,
sesungguhnya orang mempersekutukan Allah pasti mengharamkan atasnya
surga sedangkan tempat mereka adalah nerak.”
 Q.S AL-Ikhlas 1-4 “Katakanla: “Dia Allah Yang Maha Esa, Allah adalah
Tuhanmu yang bergantung kepadaNYa segala sesuatu. Dia tidak beranak dan
tidak pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”

Tuhan yang Haq dalam konsep al-Quran adalah Allah. Hal ini dinyatakan
antara lain dalam surat:

 Ali Imran ayat 62,


 surat shad 35-65
 Muhamad ayat 19.
Dalam Al-Quran diberitahukan pula bahwa ajaran tentang Tuhan yang
dibawakan para Nabi sebelum Nabi Muhamad adalah Tuhan Allah juga. Antara lain
terdapat pada surat Hud ayat 84 dan surat Al-maidah ayat 72. Tuhan Allah adalah Esa
sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-Ankabut ayat 46, Thaha ayat 98, Shad ayat 4.

3. Pembuktian Wujud Tuhan


 Metode Pembuktian Ilmiah
Metode ini mengenal hakikat melalui percobaan dan pengamatan, sedang
akidah agama berhubungan dengan alam diluar indera, yang tidak mungkin dilakukan
percobaan (agama didasarkan pada analogi dan induksi). Hal ini yang menyebabkan
menurut metode ini agama batal, sebab agama tidak mempunyai landasan ilmiah.

viii
Sebenarnya sebagian ilmu modern juga batal, sebab juga tidak mempunyai
landasan ilmiah. Metode baru tidak menginngkari wujud sesuatu, walaupun belum diuji
secara empiris. Disamping itu metode ini juga tidak menolak analogi antara sesuatu
yang tidak terlihat dengan sesuatu yang telah diamati secara empiris. Hal tersebut
dengan analogi “analogi ilmiah“ dan dianggap sama dengan percobaan empiris. Suatu
percobaan dipandang sebagai kenyataan ilmiah, tidak hanya karena percobaan itu
dapat diamati secara langsung. Demikian pula suatu analogi dapat dianggap salah,
hanya karena dia analogi. Kemungkinan benar dan kemungkinan salah. Dengan
demikian tidak berarti bahwa agama adalah iman kepada yang ghaib dan ilmu
pengetahuan percaya kepada “pengamatan ilmiah“. Sebab, baik agama maupun ilmu
pengetahuan kedua-duanya berlandaskan pada keimanan yang ghaib. Hanya saja
ruang lingkup agama yang sebenarnya adalah ruang lingkup “penentuan hakikat”
terakhir dan asal, sedang ruang lingkup ilmu pengetahuan terbatas pada pembahasan
ciri-ciri luar saja. Jika ilmu pengetahuan memasuki bidang penentuan hakikat, yang
sebenarnya adalah bidang agama, berarti ilmu pengetahuan telah menempuh jalan
iman kepada yang Ghaib. Oleh karena itu harus ditempuh bidang lain.
 Keberadaan alam membuktikan adanya Tuhan
Adanya alam serta organisasinya yang menakjubkan dan rahasianya pelik,
tidak boleh memberikan penjelasan bahwa ada satu kekuatan yang menciptakannya,
suatu “akal” yang tidak ada batasnya. Setiap manusia normal percaya bahwa dirinya
“ada” dan percaya pula bahwa alam itu “ada”. Dengan dasar itu dan dengan
kepercayaan ini setiap bentuk kegiatan ilmiah dalam kehidupan dapat dijalani. Jika
percaya tentang eksistensi alam, maka secara logika harus percaya tentang adanya
pencipta alam. Pernyataan yang mengatakan percaya akan mahluk hidup, tetepi
menolak adanya khaliq adalah suatu pernyataan yang tidak benar. Belum pernah
diketahui adanya sesuatu berasal dari tidak ada tanpa diciptakan. Segala sesuatu
bagaimanapun ukurannya pasti ada penyebabnya.
 Pembuktian adanya tuhan dengan pendekatan fisika
Sampai abad ke-19 pendapat yang mengatakan bahwa alam mencipta dirinya
sendiri (alam bersifat azali) masih banyak pengikutnya. Tetapi setelah ditemukan
hukum kedua “termodinamika”, pernyataan ini telah kehilangan landasan berpijak.
Hukum tersebut yang dikenal dengan hukum keterbatasan energy atau teori
pembatasan perubahan energi panas membuktikan bahwa adanya alam tidak mungkin
bersifat azali. Hukum tersebut menerangkan bahwa energi panas selalu berpindah dari
keadaan panas beralih menjadi tidak panas. Sedang kebalikannya tidak mungkin,

ix
yakni energi panas tidak mungkin berubah dari keadaan yang tidak panas menjadi
panas. Perubahan energi panas dikendalikan oleh keseimbangan antara energy yang
ada dengan energi yang tidak ada. Bertitik tolak dari kenyataan bahwa proses kerja
kimia dan fisika di alam terus berlangsung, serta kehidupan tetap berjalan. Hal ini
membuktikan secara pasti bahwa alam bukan bersifat azali. Seandainya alam ini azali,
maka alam telah kehilangan energinya, sesuai dengan hukum tersebut tentu tidak
akan ada kehidupan di alam ini. Oleh sebab itu ada yang menciptakan alam yaitu
Tuhan.
 Pembuktian adanya Tuhan dengan pendekatan Astronomi
Benda alam yang paling dekat dengan bumi adalah bulan, yang jaraknya
sekitar 240.000 mil, yang bergerak mengelilingi bumi dan menyelesaikan setiap
edarannya selama dua puluh sembilan hari sekali. Demikian pula bumi terletak
93.000.000.000 mil dari matahari berputar pada porosnya dengan kecepatan seribu
mil/jam dan menempuh garis edarnya sepanjang 190.000.000 mil per tahun. Di
samping bumi terdapat gugus sembilan planet tata surya, termasuk bumi, yang
mengelilingi matahati dengan kecepatan luar biasa.
Matahari tidak berhenti pada suatu tempat tertentu, tetapi ia beredar bersama-
sama dengan planet-planet dan asteroid mengelilingi garis edarnya dengan kecepatan
600.000 mil per jam. Disamping itu masih ada ribuan sistem lainnya selain sistem tata
surya kita dan setiap system mempunyai kumpulan atau galaksi sendiri-sendiri. Galaxi-
galaxi tersebut juga beredar pada garis edarnya. Galaxi dimana terletak sistim
matahari kita, beredar pada sumbunya dan menyelesaikan edarannya sekali dalam
200.000.000. Tahun cahaya.
Logika manusi dengan memperhatikan sistim yang luar biasa dan organisasi
yang teliti, akan berkesimpulan bahwa mustahil semuanya ini terjadi dengan
sendirinya, bahkan akan menyimpulkan bahwa dibalik semua itu ada kekuatan maha
besar yang membuat dan mengendalikan sistim yang luar biasa tersebut, kekuatan
Maha besar tesebut adalah Tuhan.

x
B. Sains dan teknologi dalam al-qur’an dan hadist

 Pengertian Sains, Teknologi, Al-Qur’an dan Al-Hadits

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam (Setiawan, 2012), sains dapat
didefinisikan: ilmu pengetahuan pada umumnya; pengetahuan sistematis tentang alam
dan dunia fisik, termasuk di dalamnya, botani, fisika, kimia, geologi, zoologi, dan
sebagainya.

 ilmu pengetahuan alam .


 pengetahuan sistematis yang diperoleh dari sesuatu observasi, penelitian, dan
uji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yang
sedang diselidiki, dipelajari, dan sebagainya.

Menurut (Thohir, tt),sains berasal dari bahasa latin yaitu “Scientia”yang memiliki
arti pengetahuan. Jadi definisi sains adalah suatu cara untuk mempelajari sesuatu
dalam berbagai aspek-aspek tertentu dari alam secara terorganisir, sistematik dan
melalui metode saintifik yang terbakukan.Ruang lingkup sains sangat terbatas hanya
berbagai hal saja yang bisa dipahami oleh indera seperti penglihatan, sentuhan,
pendengaran, rabaan dan pengecapan atau sains juga bisa dibilang sebagai
pengetahuan yang didapatkan dari pembelajaran dan pembuktian

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teknologi diartikan sebagai


“kemampuan teknik yang berlandaskan pengetahuan ilmu, eksakta dan berdasarkan
proses teknis”. Teknologi adalah ilmu atau cara tentang menerapkan sains untuk
memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan manusia (Febriana, tt).

Al-Qur’an merupakan kumpulan wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi
Muhammad melalui malaikat Jibril sebagai pedoman hidup umat manusia.

Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan


persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum
dalam agama Islam.Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-
Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber
hukum kedua setelah Al-Qur'an.

xi
 Keterkaitan Sains, Teknologi, Al-Qur’an dan Al-hadist

Dalam Islam tidak dikenal pemisahan esensial antara “ilmu agama” dengan
ilmu “ilmu profan”. Berbagai ilmu dan perspektif inteletual yang dikembangkan dalam
Islam memang mempunyai suatu hirarki. Tetapi herarki ini pada akhirnya bermuara
pada pengetahauan tentang “Yang Maha Tunggal” substansi dari segenap ilmu. Inilah
alasan kenapa para ilmuawan Muslim berusaha mengintergrasikan ilmu-ilmu yang
dikembangkan peradaban-peradaban lain ke dalam skema hirarki ilmu pengetahuan
menurut Islam. Dan ini pulalah alasan kenapa para “ulama”, pemikir, filosof dan
ilmuwan Muslim sejak dari al-Kindi, al-Farabi, dan Ibnu Sina sampai al-Ghazali, Nashir
al-Din al-Thusi dan Mulla Shadra sangat peduli dengan klasifikasi ilmu-ilmu (Nasr 1976
dalam (Abduh, tt).

Berbeda dengan dua klasifikasi yang dikemukakan di atas, yakni ilmu-ilmu


agama dan ilmu-ilmu umum, para pemikir keilmuan dan ilmuwan Muslim di masa-masa
awal membagi ilmu-ilmu pada intinya kepada dua bagian yang diibaratkan dengan dua
sisi dari satu mata koin; jadi pada esesnsinya tidak bisa dipisahkan. Yang pertama,
adalah al-„ulûm al-naqliyyah, yakni ilmu-ilmu yang disampaikan Tuhan melalui wahyu,
tetapi melibatkan penggunaan akal. Yang kedua adalah al-„ulûm al-„aqliyyah, yakni
ilmu-ilmu intelek, yang diperoleh hampir sepenuhnya melalui penggunaan akal dan
pengalaman empiris. Kedua bentuk ilmu ini secara bersama-sama disebut al-„ulûm
alhushuli, yaitu ilmu-ilmu perolehan. Isitilah terakhir ini digunakan untuk membedakan
dengan “ilmu-ilmu” (ma‟rifat) yang diperoleh melalui ilham (kasyf).

Walau terdapat integralisme keilmuan seperti ini, setidaknya pada tingkat


konseptual, tetapi pada tingkat lebih praktis, tak jarang terjadi disharmoni antara
keduanya, atau lebih tegas lagi antara wahyu dan akal, atau antara “ilmu-ilmu agama”
dengan sains. Untuk mengatasi disharmoni ini berbagai pemikir dan ilmuwan Muslim
memunculkan klassifikasi ilmu-ilmu lengkap dengan hirarkinya.Sebagaimana
dikemukakan Nasr (1987, hal. 60), al-Kindi agaknya adalahpemikir Muslim pertama
yang berusaha memecahkan persoalan ini dalam bukunyaFi Aqasâm al-„ulûm (Jenis-
Jenis Ilmu). Al-Kindi disusul al-Farabi, yang melalui KitâbIhshâ al-„ulûm (Buku Urutan
Ilmu-Ilmu) memainkan pengaruh lebih luas dalam hal ini.

Tokoh-tokoh lain, seperti Ibn Sina, al-Ghazali dan Ibn Rusyd juga membuat
klasifikasiilmu-ilmu yang pada esensinya mengadopsi kerangka Ibn Farabi dengan
sedikitpenyesuaian. Al-Farabi membagi ilmu menjadi cabang besar: ilmu-ilmu bahasa,

xii
ilmulogika, ilmu-ilmu dasar (seperti aritmetika, geometri), ilmu-ilmu alam dan
metafisika,dan ilmu-ilmu tentang masyarakat (seperti hukum dan theologi).

 Al-Qur’an dan Al-hadist dalam Pengembangan Sains dan Teknologi

Menurut (Gosalam, tt) Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam harus
difungsikan dalam kehidupan sehari-hari, agar tidak terjadi kesenjangan antara norma-
norma Al-Qur’an dengan sikap dan tingkah laku kaum muslimin pada umumnya serta
para ilmuwan muslim pada khususnya. Ilmuwan adalah orang yang memiliki ilmu
berasal dari kata ‘ilmi, menurut makna leksikal Arab berarti saintisme, saintifik,
terpelajar, kesarjanaan dan akademik. Ciri khusus (karakteristik) seorang ilmuwan
adalah:

 Bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan selalu menegakkan keadilan,
sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran (3) ayat 18: “Allah
menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, (demikian pula bersaksi) para
malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan, bahwa tidak ada
Tuhan selain Dia, Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana”.
 Senantiasa memperhatikan fenomena alam dan dinamika kehidupannya, serta
khusyu, tunduk dan takut hanya kepada Allah ‘Azza Wa Jalla’ (QS. Fathir (35)
ayat 27 dan 28): “Tidakkah kamu perhatikan bahwasanya Allah menurunkan
hujan dari langit, lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang
beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis
putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada pula yang hitam
pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan
binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan
jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya
hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
 Senantiasa berdzikir dalam setiap keadaan dan berfikir pada ciptaan Allah SWT
di langit dan di bumi untuk kemaslahatan ummat (mengembangkan Imtaq dan
Iptek), sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran (3)
ayat 191:”(yaitu) orang-orang yang senantiasa mengingat Allah sambil berdiri,
duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaa langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari
siksa neraka”.

xiii
 Al-Quran merupakan representasi (wakilan) dari alam semesata beserta
isinya. Jika orang membaca al-Quran secara tekstual saja telah
dikategorikan mengaji, maka membaca al-Quran secara kontekstual
dengan cara mempelajari kandungan-kandungan al-Quran, yang
ditopang dengan beberapa literatur pendukung dan ditinjau dari
beberapa disiplin ilmu, adalah suatu hal yang lebih layak bahwa
demikian itu disebut pula sebagai mengaji. Oleh karena itu, baginya
berhak memperoleh pahala dari Allah. Demikian pula bagi orang yang
menerjemahkan ilmu pengetahuan itu ke dalam produk teknologi atau
membuat karya nyata, maka ia telah melakukan amal shaleh dan
baginya berhak memperoleh pahala dari Allah SWT, sebagaimana
firman-Nya dalam surat al-Zalzalah (99) ayat 7: “Barang siapa
mengerjakan kebaikan seberat dzarrah, maka dia akan melihatnya”.

Teknologi dalam Islam bukan tujuan, tetapi sebagai alat yang digunakan untuk
meneropong terhadap ayat-ayat Allah. Semakin maju teknologi, semakin banyak
informasi yang diperoleh. Penemuan-penemuan baru akan semakin membantu kepada
orang Islam untuk lebih mudah mengagungkan Allah sehingga baginya benar-benar
bahwa Allah itu Maha Besar dan sebaliknya manusia merupakan makhluk yang amat
kecil. Dengan demikian, diharapkan akan semakin memperbesar peran manusia
sebagai khalifah Allah di permukaan bumi yakni memakmurkan bumi dan
mengusahakan kesejahteraan bagi segenap penghuni bumi (Gosalam, tt).

C. Generasi Terbaik Menurut Al-Hadist

Umat Rasulullah merupakan umat terbaik dari seluruh umat-umat para Nabi
yang diutus sebelum beliau. Meskipun umat Rasulullah datang sebagai yang terakhir
diantara umat-umat lainnya, tetapi di akhirat kelak umat Rasulullah-lah yang akan
memasuki Surga terlebih dahulu di bandingkan dengan umat-umat lainnya. Allah telah
memberikan pujian kepada umat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dalam firman-
Nya: “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah..” (QS. Ali
Imran : 110)

xiv
Tetapi diantara umat Rasulullah, terdapat beberapa generasi terbaik,
sebagaimana beliau sebutkan dalam sebuah hadits mutawatir, beliau bersabda :
“Sebaik-baik manusia adalah pada generasiku (yakni sahabat), kemudian orang-orang
yang mengiringinya (yakni tabi’in), kemudian orang-orang yang mengiringinya (yakni
generasi tabi’ut tabi’in).” (mutawatir. HR. Bukhari dan yang lainnya).

Inilah beberapa generasi terbaik yang beliau sebutkan dalam hadits tersebut :

 Sahabat

Sahabat adalah orang-orang beriman yang bertemu dan melihat Rasulullah


SAW., secara langsung serta membantu perjuangan beliau. Menurut Imam Ahmad,
siapa saja diantara orang beriman yang bertemu dan melihat Rasulullah, baik sebulan,
sepekan, sehari atau bahkan cuma sesaat maka ia dikatakan sebagai sahabat.
Derajatnya masing-masing ditentukan dengan seberapa lama ia menyertai Rasulullah.

Para sahabat merupakan orang-orang yang mewariskan ilmu dari Rasulullah


shallallahu alaihi wa sallam. Diantara sahabat yang terbaik adalah para Khulafaur
Rasyidin, kemudian 10 orang sahabat yang namanya disebutkan oleh Rasulullah yang
mendapatkan jaminan surga.

 Tabi’in

Tabi’in adalah orang-orang beriman yang hidup pada masa Rasulullah atau
setelah beliau wafat tetapi tidak bertemu dengan Rasulullah dan bertemu serta melihat
para sahabat. Tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan mewariskan ilmu dari
para sahabat Rasulullah. Salah seorang terbaik dari generasi Tabi’in adalah Uwais Al
Qarn, yang pernah mendatangi rumah Rasulullah untuk mendapatkan kemuliaan
menjadi sahabat, tetapi tidak berhasil bertemu dengan beliau. Uwais Al Qarn, pernah
disebutkan secara langsung melalui lisan Rasulullah sebagai orang yang asing di bumi
tapi terkenal di langit. Bahkan Rasulullah memerintahkan sahabatnya, Umar dan Ali,
untuk mencari Uwais dan meminta untuk di doakan, karena ia merupakan orang yang
memiliki doa yang diijabah oleh Allah. Adapun diantara orang-orang yang tergolong
generasi tabi’in lainnya yakni Umar bin Abdul Aziz, Urwah bin Zubair, Ali Zainal Abidin
bin Al Husein, Muhammad bin Al Hanafiyah, Hasan Al Bashri dan yang lainnya.

xv
 Tabi’ut Tabi’in

Tabi’ut tabi’in adalah orang beriman yang hidup pada masa sahabat atau
setelah mereka wafat tetapi tidak bertemu dengan sahabat dan bertemu dengan
generasi tabi’in. tabi’ut tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan mewariskan
ilmu dari para tabi’in. Diantara orang-orang yang termasuk dalam generasi ini adalah
Imam Malik bin Anas, Sufyan bin Uyainah, Sufyan Ats-Tsauri, Al Auza’i, Al Laits bin
Saad dan yang lainnya.

Merekalah generasi terbaik umat ini, maka selayaknya kita sebagai umat
muslim yang datang belakangan untuk mencontoh dan mengambil ilmu dari kitab-kitab
yang telah mereka tuliskan. Semoga kita bisa mengikuti para generasi terbaik umat ini.

D. Pengertian Salaf (Referensi Hadist)

Definisi Salaf ( ُ‫)ال َّسلَف‬

Menurut bahasa (etimologi), Salaf ( ُ‫لَف‬bb‫لس‬


َّ َ‫ ) ا‬artinya yang terdahulu (nenek
moyang), yang lebih tua dan lebih utama. Salaf berarti para pendahulu. Jika dikatakan
(‫ ) َسلَفُ الرَّ ج ُِل‬salaf seseorang, maksudnya kedua orang tua yang telah mendahuluinya.
Menurut istilah (terminologi), kata Salaf berarti generasi pertama dan terbaik
dari ummat (Islam) ini, yang terdiri dari para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dan para
Imam pembawa petunjuk pada tiga kurun (generasi/masa) pertama yang dimuliakan
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam :

. ‫اس َقرْ نِيْ ُث َّم الَّ ِذي َْن َيلُ ْو َن ُه ْم ُث َّم الَّ ِذي َْن َيلُ ْو َن ُه ْم‬
ِ ‫َخ ْي ُر ال َّن‬

Artinya: “Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (yaitu masa para Sahabat),
kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’in), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’ut
Tabi’in).”

Menurut al-Qalsyani: “Salafush Shalih adalah generasi pertama dari ummat ini
yang pemahaman ilmunya sangat dalam, yang mengikuti petunjuk Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan menjaga Sunnahnya. Allah memilih mereka untuk menemani
Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallamdan menegak-kan agama-Nya.”

xvi
Kata salaf yang terdapat di dalam (QS. Az Zukhruf: 55-56):

Artinya: “Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka lalu
Kami tenggelamkan mereka semuanya di laut dan Kami jadikan mereka sebagai salaf
(pelajaran) dan contoh bagi orang-orang kemudian.” Artinya adalah kami menjadikan
mereka sebagai pelajaran pendahulu bagi orang yang melakukan perbuatan
sebagaimana perbuatan mereka supaya orang sesudah mereka mau mengambil
pelajaran dan mengambil nasihat darinya. (Al Wajiz fi ‘Aqidati Salafish Shalih, hal. 20).

Pada jaman Nabi kata salaf sudah dikenal, seperti terdapat dalam sebuah
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada puterinya Fathimah radhiyallahu
‘anha. Beliau bersabda, “Sesungguhnya sebaik-baik salafmu adalah aku.” (HR.
Muslim).

Berikut ini beberapa hadits yang menjadi landasan dalam bermanhaj salafus
shaleh:

َ ‫و َن ُه ْم ُث َّم الَّذ‬bbُ‫ِين َيل‬


,2652 ( ‫اري‬bb‫ه البخ‬bb‫و َن ُه ْم… أخرج‬bbُ‫ِين َيل‬ َ ‫اس َقرْ نِي ُث َّم الَّذ‬
ِ ‫َعنْ َع ْب ِد هَّللا ِ َرضِ َي هَّللا ُ َع ْن ُه َعنْ ال َّن ِبيِّ َقا َل َخ ْي ُر ال َّن‬
) 2533 ( ‫) و مسلم‬6429 ,3651

Dari Abdullah (ibnu Mas’ud) radhiyallahu ‘anhu, katanya: Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:

“Sebaik-baik manusia ialah mereka yang hidup di zamanku, kemudian yang datang
setelah mereka, kemudian yang datang setelahnya lagi…” (H.R. Bukhari no
2652,3651,6429; dan Muslim no 2533).

ُ‫ ِة َوال َّناس‬b‫ ِّل ْال َكعْ َب‬bِ‫ الِسٌ فِي ظ‬b‫اص َج‬b ِ ‫ ِرو ب‬b‫ ُد هَّللا ِ بْنُ َع ْم‬b‫إِ َذا َع ْب‬bb‫د َف‬bَ ‫ ِج‬b‫ت ْال َم ْس‬
ِ ‫ْن ْال َع‬ ُ ‫دَخ ْل‬
َ ‫ا َل‬b‫ ِة َق‬b‫ ِد َربِّ ْال َكعْ َب‬bْ‫ْن َعب‬ ِ ‫َعنْ َع ْب ِد الرَّ حْ َم ِن ب‬
‫ ُل َو ِم َّنا‬b‫ض‬ ْ ‫ُول هَّللا ِ في َس َف ٍر َف َن َز ْل َنا َم ْن ِزاًل َف ِم َّنا َمنْ ي‬
ِ ‫ا َءهُ َو ِم َّنا َمنْ َي ْن َت‬bb‫لِ ُح ِخ َب‬b‫ُص‬ ُ ْ‫ُون َعلَ ْي ِه َفأ َ َت ْي ُت ُه ْم َف َجلَس‬
ِ ‫ت إِلَ ْي ِه َف َقا َل ُك َّنا َم َع َرس‬ َ ‫مُجْ َت ِمع‬
‫ًًّقا‬b— ‫ان َح‬b
َ b‫ا َل إِ َّن ُه لَ ْم َي ُكنْ َن ِبيٌّ َق ْبلِي إِاَّل َك‬bb‫ول هَّللا ِ َف َق‬
ِ b‫ا إِلَى َر ُس‬bb‫ة َفاجْ َت َمعْ َن‬b َّ ‫ُول هَّللا ِ ال‬
bً b‫صاَل َة َجام َِع‬ ِ ‫َمنْ ه َُو فِي َج َش ِر ِه إِ ْذ َنادَى ُم َنادِي َرس‬
‫ا‬bb‫يبُ آخ َِر َه‬b‫ُص‬ ِ ‫ا َو َسي‬bb‫ا فِي أَوَّ لِ َه‬bb‫ َل َعافِ َي ُت َه‬b‫َعلَ ْي ِه أَنْ َي ُد َّل أ ُ َّم َت ُه َعلَى َخي ِْر َما َيعْ لَ ُم ُه لَ ُه ْم َو ُي ْنذ َِر ُه ْم َشرَّ َما َيعْ لَ ُم ُه لَ ُه ْم َوإِنَّ أ ُ َّم َت ُك ْم َه ِذ ِه ُج ِع‬
‫َباَل ٌء َوأُمُو ٌر ُت ْن ِكرُو َن َها … الحديث‬

Dari Abdurrahman bin Abdi Rabbil Ka’bah katanya:

“Sewaktu aku masuk ke masjidil haram, kudapati Abdullah bin Amru bin Ash sedang
duduk berteduh di bawah ka’bah, sedangkan di sekelilingnya ada orang-orang yang
berkumpul mendengarkan ceritanya. Lalu aku ikut duduk di majelis itu dan kudengar ia
mengatakan: “Pernah suatu ketika kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam suatu safar. Ketika kami singgah di sebuah tempat, diantara kami ada

xvii
yang sibuk membenahi kemahnya, ada pula yang bermain panah, dan ada yang sibuk
mengurus hewan gembalaannya. Tiba-tiba penyeru Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam berseru lantang: “Ayo… mari shalat berjamaah!!” maka segeralah kami
berkumpul di tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda:
“Sesungguhnya tak ada seorang Nabi pun sebelumku, melainkan wajib baginya untuk
menunjukkan umatnya akan setiap kebaikan yang ia ketahui; dan memperingatkan
mereka dari setiap kejahatan yang ia ketahui. Sesungguhnya umat kalian ini ialah umat
yang keselamatannya ada pada generasi awalnya; sedangkan generasi akhirnya akan
mengalami bala’ dan berbagai hal yang kalian ingkari… al hadits” (H.R. Muslim no
1844).

Jadi, jelaslah bahwa generasi awal (As Salafus Shaleh) dari umat ini, ialah
generasi terbaik yang terpelihara dari fitnah-fitnah besar yang menimpa umat ini di
kemudian hari. Maka wajar jika manhaj mereka yang paling dekat kepada kebenaran,
dan paling terjaga dari penyimpangan.

Penisbatan kata Salaf atau as-Salafiyyuun bukanlah termasuk perkara bid’ah, akan
tetapi penisbatan ini adalah penisbatan yang syar’i karena menisbatkan diri kepada
generasi pertama dari ummat ini, yaitu para Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.

E. Islam, ajaran tentang berbagai serta keadilan penegakkan hokum

Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Datang dengan membawa
aqidah, keagaam atau ketentuan moral dan sebuah etika yang menjadi dasar sesorang
bermasyarakat, tapi juga membawa syariat yang jelas mengatur, berperilaku dan
berhubugan antara satu dengan yang lainnya dalam segala aspek. Aspek tersebut
meliputi individu, keluarga, hubungan individu dengan masyarakat dan hubungan-
hubungan yang lebih luas lagi.
Dalam sejarah telah memperlihatkan bahwa Rasulullah SAW sebagai Nabi dan
Rasul yang terakhir berhasil mendirikan suatu sistem pemerintahan, kemudian sistem
pemerintahan tersebut berpengaruh dan berkembang keeluruh penjuru dunia. Beliau
juga berhasil menguasai fikiran, keyakinan dan jiwa umatnya, bahkan mengadakan
sebuah revolusi berfikir dalan jiwa-jiwa bangsa, hanya berdasarkan Al-Qur’an yang
setiap huruf dan katanya telah menjadi hukum bagi umat islam bahkan menjadi dari
hukum sebuah negara.
Definisi Hukum Islam

xviii
Definisi hukum islam menurut literatur Barat hukum Islam Yaitu; Keseluruhan kitab
Allah yang mengatur Hukum Islam lebih dekat dengan pengertian Syariah. Hasbi Asy-
Syiddinqy memberikan kejelasan tentang arti hukum islam menurutnya adalah
Sekumpulan aturan, baik yang berasal dari aturan formal maupun adat, yang diakui
oleh masyarakat dan bangsa tertentu sebagai mengikat bagi anggotanya. Bila hukum
dihubungkan dengan Islam, maka hukum Islam berarti:
“Seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang tingkah
laku manusia mukallah yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua
umat yang beragama Islam.”
Dari definisi yang dikemukakan di atas dapat, dipahami bahwa huku Islam
mencangkup hukum syariah dan hukum fikih, karena arti syara’ dan fikih terkandung di
dalamnya.

Pengertian Keadilan/Adil
Adil (Ar: al-‘adl). Salah satu sifat yang harus dimiliki oleh manusia dalam rangka
menegakkan kebenaran kepada siapa pun tanpa kecuali, walaupun akan merugikan
dirinya sendiri.
Secara etimologis, al-‘adl “tidak berat sebelah, tidak memihak, atau menyamakan
yang satu dengan yang lain (Al-musawah)”. Istilah lain dari Al-‘Adl adalah Al-Qist, Al-
Misl (sama bagian atau semisal).
Seacara terminologis, adil berarti ”mempersamakan sesuatu dengan yang lain,
baik dari segi nilai maupun dari segi ukuran, sehingga sesuatu iu menjadi tidak berat
sebelah dan berbeda satu sama lain”. Asil juga berarti “berpihak atau berpegang
kepaada kebenaran”.
Berlaku adil sangat terkait dengan hak dan kewajiban. Hak yang dimiliki oleh
seseorang, termasuk hak asasi, wajib diperlakukan secara adil. Hak dan kewajiban
terkait pula dengan amanah. Sementara amanah wajib diberikan kepada yang berhak
menerimanya. Oleh karena itu hukum berdasarkan amanah harus ditetapkan secara
adil tanpa dibarengi rasa kebencian dan sifat negatif lainnya (QS.4:58 dan 5:8).
Allah SWT disebut sebagai “Yang Maha Adil dan Bijaksana” terhadap semula hamba-
Nya, karena Allah SWT tidak mempunyai kepentingan apa-apa dari perbuatan yang
dilakukan oleh hamba-Nya. Jika manusia berbuat kebaikann, maka tidak akan
mempengaruhi kemahaadilan-Nya. Demikian juga jika manusia berlaku lalim kepada-
Nya tidak akan mengurangi Kemahaadilan-Nya itu. Apa yang diperbuat oleh manusia,

xix
apakah kebaikan atau kelaliman, hasilnya akan diterima oleh manusia itu sendiri
(QS.41:46 dan 45:15).
Dalam periwayatan hadis, unsur al-‘adl (adil) merupakan salah satu kriteria
seorang perawi (penyampai hadis) untuk menentukan apakah hadis yang
diriwayatkannya sahih atau tidak. Adil dalam ilmu hadis berarti “ketaatan menjalankan
perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya, menjauhkan diri dari perbuatan keji,
memelihara hak dan kewajiban, memelihara lidah kata-kata yang dapat merusak
ajaran agama, dan berani menegakkan yang benar (muruah)”. Jumhur ulama sepakat
mengatakan bahwa semua sahabat Nabi Sahabat nabi SAW adalah adil dan tidak
perlu lagi membahas keadilan mereka dalam meriwayatkan hadis dan persaksian
mereka.
Dalam beberapa bidang Islam, persyaratan adil sangat menentukan benar atau
tidaknya dan sak atau batalnya suatu pelaksanaan hukum. Dalam Al-Quran banyak
ayat yang memerintahkan manusia atau batalnya suatu pelaksanaan hukum. Salam
Al-Quran banyak ayat yang memerintahkan manusia utuk berlaku adil dalam segala
hal, walaupun akan merugikan diri sendiri. Di antara ayat tersebut adalah: perintah
agar manusia berlaku adil dan berbuat kebaikan serta menjauhkan diri dari perbuatan
keji dan mungkar (QS.16:90): perlakuan adil wajib ditegakkan terhadap siapa saja,
kendati terhadap orang yang seagama (QS.42:15); alasan apapun tidak dapat diterima
untuk berlaku adil, termasuk ketidaksenangan terhadap orang tertentu (QS.5:8); dan
berlaku adil akan lebih mendekatkan ketaqwaan seseorang kepada Allah SWT
(QS.5:8).
Dalam peradilan juga disyariatkan oleh Allah SWT untuk berlaku adil. Beberapa
ayat AL-Quran menjelaskan kewajiban bagi para penegak hukum untuk berlaku adil
dalam menetapkan atau memutuskan perkara di antara manusia sebagai pencari
keadilan (QS.4:58 dan 5:42) siapa yang tidak menetapkan hukum berdasarkan apa
yang telah diturunkan oleh Allah SWT berarti ia termasuk kafir serta berlaku aniaya
dan fasik (QS.5:44;45 dan 47). Maksud dari “apa yang telah diturunkan oleh Allah
SWT” itu antara lain; berlaku adil, membayar amanah kepada yang berhak
menerimanya, tidak memutuskan hukum berdasarkan hawa nafsu, dan sebagainya
(QS.5:42;49 dan 4:58).
Imam Abu Hanifah dan Imam Asy-Syafi’i menggaris bawahi kewajiban hakim untuk
berlaku adil di antara dua orang pihak yang berperkara. Hal ini sesuai dengan surat
Amr bin Abi Syaibah (salah seorang sahabat) yang dikirimi ke Basra dalam bidang
peradilan dengan sanad dan Ummu Salamah yang diyakini Rasulullah SAW berkata

xx
bahwa siapa saja yang diserahi tugas sebagai hakim harus berlaku adil dalam ucapan,
tindak tanduk, dan kedudukan. Hakim tidak boleh meninggikan suara kepada salah
satu pihak sementara melembutkan kepada pihak lain. Demikian juga surat Umar bin
al-Khattab kepada Abu Musa al-Asy’ari (sahabat yang menjadi kadi di kufah). Surat itu
antara lain berbunyi: “samaratakanlah manusia dalam pandangan, kedudukan, dan
keputusanmu sehingga tidak ada celah bagi orang terpandang yang menginginkan
agar kamu menyeleweng. Begitu juga tidak akan putus asa kaum yang lemah yang
mendambakan keadilan darimu “HARI. Ahmad bin Hanbal, ad-Daruqutni, dan al-
Buaiki). Jika ada hakim yang memutus perkara tanpa mendengar alasan kedua belah
pihak, maka keputusannya itu sama dengan sepotong api neraka (HARI. Al-Bukhari
dan Muslim dari Ummu Salamah).
Dalam kesaksian (asy-syahadah), baik dalam perkara perdata maupun perkara
pidana, diperlukan dua orang saksi yang adil (QS.2.282 dan QS.65:2). Khusus dalam
perkara tuduhan terhadap seseorang yang diduga melakukan *zina diperlukan empat
saksi yang adil yang menyaksikan langsung perbuatan tersebut (QS.4:15). *Ibnu
Rusyd (ahli fikih Mazhab *Maliki) Mengemukakan lima persyaratan bagi orang saksi,
yaitu, adil, balig, beragama Islam, merdeka (bebas mengeluarkan pendapat), dan tidak
terlibat dalam tuduhan.
Ulama sepakat menjadikan adil sebagai salah satu syarat bagi seorang saksi.
Perbedaan pendapat terdapat pada apa yang dinamakan saksi yang adil. Jumhur
ulama mengatakan bahwa adil hanya sebagai sifat tambahan dari orang yang
beragama Islam. Maksudnya, dengan keislaman itu seseorang sudah dapat
dikategorikan orang yang adil, karena telah diperintahkan oleh Allah SWT untuk
menjalankan segala kebaikan dan menjauhi segala yang diharamkan serta menjaga
diri dari segala yang makruh. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa pengertian adil
cukup ditunjukkan kepada orang yang mengaku beragama Islam saja (secara lahir),
tidak diketahui atau diperhitungkan apakah ia berbuat salah atau tidak. Mengenai
orang yang tergolong fasik (QS.49:6), jumhur ulama sepakat untuk tidak menerimanya
sebagai saksi, kecuali jika ia telah *tobat, sementara itu Imam Abu Hanifah tidak
membolehkannya sama sekali, walaupun ia telah tobat.
Prinsip Keadilan Hukum Islam

xxi
sesuai dengan sunnah yang menyebutkan bahwa Islam adalah rahmat bagi
seluruh alam ( rahmatan lil-alamin ), maka hukum Islam dapat diterapkan dalam semua
masa, untuk semua bangsa karena di dalamnya terdapat cangkupan yang begitu luas
dan elastisitas untuk segala zaman dan tempat. Hal ini dikarenakan hukum Islam
berdiri atas dua model:
1) Hukum Islam memberikan prinsip umum di samping aturan yang mendetail
yang memberikan oleh sunnah sebagai tafsir dari Al-Quran dan As-Sunnah
mengandung prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah kulliyah yang tidak berubah-
ubah. Bidang ini menjadi lapangan kajian yang luas bagi para mutjahid dan
terjadi perbedaan paham, perubahan, pergantian, dan perbaikan. Bagian yang
mempunyai kaidah-kaidah umum dan prinsip-prinsip yang bersifat keseluruhan
inilah yang menjadi dasar dan pedoman yang tetap untuk menghadapi
perkembangan masa.
2) Hukum Islam yang mengandung peraturan-peraturan yang terperinci dalam hal-
hal yang tidak terpengaruh oleh perkembangan masa, seperti dalam masalah
mahram (orang-orang yang haram untuk dikawin), Ibadah, Harta, Warisan.
Hukum terperinci, jelas, langsung dapat ditetapkan pada kejadian atau kasus
tertentu.
Hak-hak dan kewajiban setiap manusia menurut hukum Islam dapat dibagi dalam 4
kategori, yaitu:
1. Hak-hak Allah SWT., yakni:
1) Manusia harus beriman kepada-Nya secara benar
2) Wajib bagi manusia untuk menerima dan mengikuti petunjuk-Nya
3) Manusia harus taat dan patuh kepada-Nya dengan jujur tanpa ragu
4) Manusia harus menyembah-Nya
Hak-hak ini harus didahulukan atas hak-hak yang lain, bahkan kadang-kadang
penuaiannya dengan mengorbankan hak-hak ang dimiliki bagian lain.
2. Hak-hak diri sendiri, yakni:
Manusia memiliki hak-hak tertentu dan merupakan kewajiban dari manusia lain
untuk menunaikannya dengan baik. Dengan hak inilah manusia dapat menjadi dirinya
sendiri.

xxii
3. Hak-hak manusia lain:
Dalam pemenuhan hak pribadi tidak boleh merugikan hak-hak orang lain. Hukum
Islam menerapkan keseimbangan antara hak-hak pribadi dengan hak-hak orang lain,
serta hak-hak masyarakat agar tidak terjadi pertentangan antara keduanya dan harus
ada kerja sama untuk pengembangan hukum Allah SWT.
4. Hak-hak makhluk lain
Semua ciptaan Tuhan memiliki hak tertentu terhadap manusia.

Ayat Al-Quran yang berkaitan dengan Keadilan

ُ ‫اس أَنْ َتحْ ُكمُوا ِب ْال َع ْد ِل إِنَّ هَّللا َ ِن ِعمَّا َيع‬


َ b‫ِظ ُك ْم ِب ِه إِنَّ هَّللا َ َك‬
‫مِيعًا‬b‫ان َس‬b ِ ‫إِنَّ هَّللا َ َيأْ ُم ُر ُك ْم أَنْ ُت َؤدُّوا األ َما َنا‬
ِ ‫ت إِلَى أَهْ لِ َها َوإِ َذ ا َح َكمْ ُت ْم َبي َْن ال َّن‬
‫بَصِ يرً ا‬

Artinya: "Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak


menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya
kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi
pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat." (QS. An-
Nisa': Ayat 58).

xxiii
DAFTAR PUSTAKA

https://sites.google.com/site/ujppai/materi-kuliah/materi-03
https://id.scribd.com/doc/312952052/Makalah-Sains-Teknologi-Dan-Alquran
https://currikicdn.s3-us-west-2.amazonaws.com/resourcedocs/54d3775e84d96.pdf
https://umma.id/article/share/id/1002/272772
https://almanhaj.or.id/3428-definisi-salaf-definisi-ahlus-sunnah-wal-jamaah.html
https://muslim.or.id/430-mari-mengenal-manhaj-salaf.html
https://muslim.or.id/7259-ini-dalilnya-2-jadikan-manhaj-salaf-sebagai-rujukan.html
http://sunankalijaga-law-school.blogspot.com/2017/03/.html
https://tafsirweb.com/1973-quran-surat-al-maidah-ayat-89.html
https://tafsirweb.com/1565-quran-surat-an-nisa-ayat-33.html
https://bersamadakwah.net/150-nama-sahabat-nabi-2/
https://id.wikipedia.org/wiki/Tabiin
https://kumparan.com/hijab-lifestyle/mengenal-tabiin-dan-tabiut-tabiin-
1540298896607695377/full

xxiv
LAMPIRAN

Quran Surat An-Nisa Ayat 33

َ ‫ا ُتو ُه ْم َنصِ ي َب ُه ْم ۚ إِنَّ ٱهَّلل َ َك‬bََٔ‫دَت أَ ْي ٰ َم ُن ُك ْم َفٔـ‬


‫ان َعلَ ٰى ُك ِّل َشىْ ٍء َش ِه ًيدا‬ َ ‫ِدَان َوٱأْل َ ْق َرب‬
َ ‫ُون ۚ َوٱلَّذ‬
ْ ‫ِين َع َق‬ ِ ‫ك ْٱل ٰ َول‬
َ ‫َولِ ُك ٍّل َج َع ْل َنا َم ٰ َول َِى ِممَّا َت َر‬

Terjemah Arti: “Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak
dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan (jika ada) orang-orang yang
kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka
bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.”

Tafsir Quran Surat An-Nisa Ayat 33

Dan kepada setiap orang di antara kalian Kami berikan 'aṣabah yang akan
mewarisi harta warisan yang ditinggalkan oleh bapak-ibu dan karib kerabat. Dan
berikanlah bagian warisan yang menjadi hak orang-orang yang telah menjalin ikatan
sumpah yang kuat dengan kalian untuk bersekutu dan tolong-menolong.
Sesungguhnya Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. Salah satu kesaksian Allah
ialah Dia menyaksikan sumpah-sumpah serta perjanjian-perjanjian yang kalian buat
itu. Namun ketentuan tentang hubungan saling mewarisi berdasarkan persekutuan itu
berlaku pada masa awal Islam saja, kemudian dihapus.

Quran Surat Al-Ma’idah Ayat 89

ٰ
‫ون أَهْ لِي ُك ْم‬b
َ b‫ِين مِنْ أَ ْو َسطِ َما ُت ْط ِع ُم‬ َ ‫اَل ي َُؤاخ ُِذ ُك ُم ٱهَّلل ُ ِبٱللَّ ْغ ِو ف ِٓى َأ ْي ٰ َم ِن ُك ْم َو ٰ َلكِن ي َُؤاخ ُِذ ُكم ِب َما َع َّقد ُّت ُم ٱأْل َ ْي ٰ َم َن ۖ َف َك َّف َر ُت ُهۥٓ إِ ْط َعا ُم َع َش َر ِة َم ٰ َسك‬
‫ك ُي َبيِّنُ ٱهَّلل ُ َل ُك ْم‬ ُ ‫ َرةُ أَ ْي ٰ َم ِن ُك ْم إِ َذا َحلَ ْف ُت ْم ۚ َوٱحْ َف‬b‫ك َك ٰ َّف‬
َ ِ‫ ٰ َذل‬b‫و ۟ا أَ ْي ٰ َم َن ُك ْم ۚ َك‬bٓ b‫ظ‬ َ bِ‫ ِة أَي ٍَّام ۚ ٰ َذل‬b‫ َيا ُم َث ٰلَ َث‬b‫ص‬
ِ ‫د َف‬bْ b‫ ٍة ۖ َف َمن لَّ ْم َي ِج‬b‫ ُر َر َق َب‬b‫ َو ُت ُه ْم أَ ْو َتحْ ِري‬b‫أَ ْو ك ِْس‬
َ ‫َءا ٰ َي ِتهِۦ لَ َعلَّ ُك ْم َت ْش ُكر‬
‫ُون‬

Terjemah Arti: “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang


tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-
sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi
makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada
keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang
budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya
puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila
kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah
menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).”

Tafsir Quran Surat Al-Ma’idah Ayat 89

xxv
Allah tidak akan menghukum kalian -wahai orang-orang mukmin- berdasarkan
sumpah yang kalian ucapkan tanpa sengaja, tetapi Dia akan menghukum kalian
berdasarkan sumpah yang disengaja dan hati kalian bertekad untuk itu, kemudian
kalian melanggar sumpah itu. Kafarat dari sumpah yang kalian sengaja dan diucapkan
dengan sungguh-sungguh, bila kalian melanggarnya, maka salah satu dari tiga pilihan,
yaitu: memberi makan 10 orang miskin dengan jenis makanan yang biasa dikonsumsi
oleh rata-rata penduduk negerimu. Masing-masing orang miskin mendapat setengah
ṣā’ (sekitar satu setengah kilogram), atau memberikan pakaian kepada mereka dengan
jenis pakaian yang umum, atau memerdekakan seorang budak belian yang beriman
(muslim). Jika seseorang tidak mampu menebus dengan salah satu dari tiga pilihan
tersebut, ia boleh berpuasa selama 3 hari. Hal-hal itu semua merupakan kafarat
sumpah kalian -wahai kaum mukminin- bila kalian bersumpah atas nama Allah lantas
melanggarnya. Hindarilah bersumpah atas nama Allah dengan maksud berdusta,
banyak bersumpah, serta tidak memenuhi sumpah selama tindakan memenuhi
sumpah tersebut mengandung kebaikan, maka kerjakanlah hal yang baik tersebut.
Bayarlah kafarat sumpah kalian sebagaimana yang Allah jelaskan kepada kalian terkait
kafarat sumpah. Allah menerangkan kepada kalian hukum-hukum-Nya yang jelas
mengenai yang halal dan haram, agar kalian bersyukur kepada Allah atas apa yang
telah diajarkan oleh-Nya sebuah pengetahuan yang belum kalian ketahui sebelumnya.

Nama Sahabat Nabi (1-50)

1) Abbad bin Bisyr bin Waqash


2) Al Abbas bin Ubadah bin Nahdhah
3) Al Abbas bin Abdul Muthalib
4) Abdullah bin Abbas
5) Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Salul
6) Abdullah bin Abu Bakar
7) Abdullah bin Amr bin Haram
8) Abdullah bin Amr bin Ash
9) Abdullah bin Jahsy
10) Abdullah bin Jubair
11) Abdullah bin Hudzafah As Sahmi
12) Abdullah bin Mas’ud
13) Abdullah bin Rawahah
14) Abdullah bin Salam

xxvi
15) Abdullah bin Umar bin Khattab
16) Abdullah bin Al Za’bari
17) Abdullah bin Zaid
18) Abdullah bin Zubair
19) Abdullah Dzul Bijadain
20) Abdurrahman bin Abu Bakar
21) Abdurrahan bin Auf
22) Abu al Ash bin Rabi’
23) Abu Ayyub Al Anshari
24) Abu Bakar Ash Shidiq
25) Abu Darda
26) Abu Dzar Al Ghifari
27) Abu Hurairah
28) Abu Hudzaifah bin Uthbah
29) Abu Lubabah Al Anshari
30) Abu Musa Al Asyari
31) Abu Quhafah
32) Abu Said al Khudri
33) Abu Sufyan al Harits
34) Abu Thalhah al Anshari
35) Abu Ubaidah bin Jarah
36) Adi bin Hatim ath Thai
37) Akkaf bin Wadi’ah
38) Ali bin Abu Thalib
39) Amar bin Yasar
40) Amr bin Ash
41) Amr bin Jamuh
42) Amir bin Fuhairah
43) Anas bin Malik
44) Anas bin al Nadhar
45) Ammah Abu Ibrahim
46) Al Aqra bin al Harits
47) As’ad bin Zurarah
48) Arahah bin Aus
49) Ashim bin Tsabit

xxvii
50) Al Barra bin Malik

Nama Para Tabi’in

1) Abu Hanifah
2) Al-Hasan al-Bashri
3) Ali bin al-Husain Zainal Abidin
4) 'Alqamah bin Qais an-Nakha'i
5) Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar ash-Shiddiq
6) Ibnu Abi Mulaikah
7) Muhammad bin al-Hanafiyah
8) Muhammad bin Sirin
9) Muhammad bin Syihab az-Zuhri
10) Salim bin Abdullah bin Umar bin Khattab
11) Said bin al-Musayyib
12) Rabi'ah ar-Ra'yi
13) Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah bin Mas'ud
14) Umar bin Abdul Aziz
15) Urwah bin az-Zubair
16) Uwais al-Qarni

Tokoh-Tokoh Tabi’ut Tabi’in


1) Malik bin Anas
2) Al-Auza’iy
3) Sufyan Ats-Tsauriy
4) Sufyan bin Uyainah Al-Hilaliy
5) Al-Laits bin Saad
6) Abdullah bin Al-Mubaarok
7) Waki’
8) Asy Syafi’i
9) Abdurrahman bin Mahdiy
10) Yahya bin Said Al-Qathan
11) Yahya bin Ma’in
12) Ali bin Al-Madiniy.

xxviii

Anda mungkin juga menyukai