Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul ―KETUHANAN MENURUT ISLAM‖. Penyusunan makalah ini untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Agama. Kami berharap dapat menambah
wawasan dan pengetahuan khususnya dalam bidang agama.

Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Kami sangat


mengharapkan kritikan dan saran dari para pembaca untuk melengkapi segala
kekurangan dan kesalahan dari makalah ini.

Makassar, april 2019


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................

DAFTAR ISI.......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN................................................................................

1.1 LATAR BELAKANG..............................................................................

1.2 RUMUSAN MASALAH.........................................................................

1.3 TUJUAN..................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN................................................................................

2.1 KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM..........................................

2.2 FILSAFAT KETUHANAN ISLAM......................................................

2.3 SEJARAH PEMIKIRAN MANUSIA TENTANG TUHAN................

2.4 DALIL PEMBUKTIAN ADANYA TUHAN........................................

BAB III PENUTUP.......................................................................................

3.1 KESIMPULAN......................................................................................

3.2 SARAN..................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam sejarah peradaban Yunani, tercatat bahwa pengkajian dan
kontemplasi tentang eksistensi Tuhan menempati tempat yang khusus dalam
bidang pemikiran filsafat. Contoh yang paling nyata dari usaha kajian filosofis
tentang eksistensi Tuhan dapat dilihat bagaimana filosof Aristoteles
menggunakan gerak-gerak yang nampak di alam dalam membuktikan adanya
penggerak yang tak terlihat (baca: wujud Tuhan).

Tradisi argumentasi filosofis tentang eksistensi Tuhan, sifat dan


perbuatan-Nya ini kemudian secara berangsur-angsur masuk dan berpengaruh
ke dalam dunia keimanan Islam. Tapi tradisi ini, mewujudkan semangat baru
di bawah pengaruh doktrin-doktrin suci Islam dan kemudian secara
spektakuler melahirkan filosof-filosof seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina, dan
secara riil, tradisi ini juga mempengaruhi warna pemikiran teologi dan tasawuf
(irfan) dalam penafsiran Islam.

Perkara tentang Tuhan secara mendasar merupakan subyek permasalahan


filsafat. Ketika kita membahas tentang hakikat alam maka sesungguhnya kita
pun membahas tentang eksistensi Tuhan. Secara hakiki, wujud Tuhan tak
terpisahkan dari eksistensi alam, begitu pula sebaliknya, wujud alam mustahil
terpisah dari keberadaan Tuhan. Filsafat tidak mengkaji suatu realitas yang
dibatasi oleh ruang dan waktu atau salah satu faktor dari ribuan faktor yang
berpengaruh atas alam. Pencarian kita tentang Tuhan dalam koridor filsafat
bukan seperti penelitian terhadap satu fenomena khusus yang dipengaruhi oleh
faktor tertentu.

Tuhan yang hakiki adalah Tuhan yang disampaikan oleh para Nabi dan
Rasul yakni, Tuhan hakiki itu bukan di langit dan di bumi, bukan di atas
langit, bukan di alam, tetapi Dia meliputi semua tempat dan segala realitas
wujud.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud konsep tuhan?

2. Apa yang dimaksud filsafat ketuhanan?

3. Bagaimana sejarah pemikiran manusia tentang tuhan?

4. Apa saja dalil pembuktian adanya tuhan?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui konsep tuhan.

2. untuk mengetahui filsafat ketuhanan.

3. Untuk mengetahui sejarah pemikiran manusia tentang tuhan.

4. Untuk mengetahui dalil pembuktian adanya tuhan.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM

Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap
yang menjadi penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh
manusia. Orang yang mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah
(tuhan) di dalam Al-Quran konotasinya ada dua kemungkinan, yaitu Allah,
dan selain Allah. Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-
benda seperti : patung, pohon, binatang, dan lain-lain dapat pula berperan
sebagai ilah. Demikianlah seperti dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) :
165, sebagai berikut:

َّ ‫ون ما َّن وما ذ ُ ْنا م ذُا م َّن و ْنا و اما‬


‫الن وا م و نَّام‬ ْ ‫با ذ ُ و ْنا ذ ُ وو ب م ذ ُ ا د و و‬

Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan
terhadap Allah. Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah.

Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut


konsep tauhid (monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui
dari ungkapan-ungkapan yang mereka cetuskan, baik dalam do‘a maupun
acara-acara ritual. Abu Thalib, ketika memberikan khutbah nikah Nabi
Muhammad dengan Khadijah (sekitar 15 tahun sebelum turunya AlQuran) ia
mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat Al-Wasith,hal 29). Adanya
nama Abdullah (hamba Allah) telah lazim dipakai di kalangan masyarakat
Arab sebelum turunnya Al-Quran. Keyakinan akan adanya Allah, kemaha
besaran Allah, kekuasaan Allah dan lainlain, telah mantap. Dari kenyataan
tersebut timbul pertanyaan apakah konsep ketuhanan yang dibawakan Nabi
Muhammad? Pertanyaan ini muncul karena Nabi Muhammad dalam
mendakwahkan konsep ilahiyah mendapat tantangan keras dari kalangan
masyarakat. Jika konsep ketuhanan yang dibawa Muhammad sama dengan
konsep ketuhanan yang mereka yakini tentu tidak demikian kejadiannya.

Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam


dikemukakan dalam Al-Quran surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;

‫الن وا َّن و و و ْن و ْن وا‬ ْ ‫ون و ذُا َّن نَّا اذ ُ ذ ُ و وااو و و‬


َّ ‫ان و وا ْن‬ َّ ‫ان و ْنا م واو و ذ ُ و ْن ذ ُ ا و‬
ْ ‫وو‬
ُ ‫الن وا و و ْنا و ْنا ذ‬
َّ ‫ا و اما و و‬
Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan
menundukkan matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah.

Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu


berarti orang itu beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru laik
dinyatakan bertuhan kepada Allah jika ia telah memenuhi segala yang dimaui
oleh Allah. Atas dasar itu inti konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam
adalah memerankan ajaran Allah yaitu AlQuran dalam kehidupan sehari-hari.
Tuhan berperan bukan sekedar Pencipta, melainkan juga pengatur alam
semesta.

Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah


sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-Ikhlas. Kalimat syahadat adalah
pernyataan lain sebagai jawaban atas perintah yang dijaukan pada surat Al-
Ikhlas tersebut. Ringkasnya jika Allah yang harus terbayang dalam kesadaran
manusia yang bertuhan Allah adalah disamping Allah sebagai Zat, juga Al-
Quran sebagai ajaran serta Rasullullah sebagai Uswah hasanah.

2.2 FILSAFAT KETUHANAN ISLAM

Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan
kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti
cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani
mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta
terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian
padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia
menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu,
berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan
pengalaman-pengalaman manusia. (Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam,
Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990, Hlm. 45)

Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat


telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-
411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan
perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa
pengertian filsafat dari segi kebahasan atau semantik adalah cinta terhadap
pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu
kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan
sebagai sasaran utamanya.
Keimanan dalam Islam merupakan aspek ajaran yang fundamental, kajian
ini harus dilaksanakan secara intensif. Keimanan kepada Allah SWT,
kecintaan, pengharapan, ikhlas, kekhawatiran, tidak dalam ridho-Nya,
tawakkal nilai yang harus ditumbuhkan secara subur dalam pribadi muslim
yang tidak terpisah dengan aspek pokok ajaran yang lain dalam Islam.

Muslim yang baik memiliki kecerdasan intelektual sekaligus kecerdasan


spiritual (QS. Ali Imran: 190-191) sehingga sikap keberagamaannya tidak
hanya pada ranah emosi tetapi didukung kecerdasan pikir atau ulul albab.
Terpadunya dua hal tersebut insya Allah menuju dan berada pada agama yang
fitrah. (QS.Ar-Rum: 30).

Jadi, filsafat Ketuhanan dalam Islam bisa diartikan juga yaitu


kebijaksanaan Islam untuk menentukan Tuhan, dimana Ia sebagai dasar
kepercayaan umat Muslim.

Siapakah Tuhan itu?

Perkataan ilah, yang diterjemahkan ―Tuhan‖, dalam Al-Quran dipakai


untuk menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan
manusia, misalnya dalam QS : 45 (Al-Jatsiiyah) : 23, yaitu:

َّ ‫و و او ا ْن عم ام ا عو و ا نَّاذ ُ ا َّن و و و اذ ُ ا ل ل هُ ل ل إ هُ ا و‬
‫ان او ا و ام ا ْن و و و و وا‬
‫م ْنا ا م ْن و ام ا و و ْنا ا و ملو اد ا م و و ام ا و عو ا و و و او ا م ْن و و م ْن و ام ام ا عو و ا و‬
‫) وا ا و وال ا نَّام ا ْن و ام ا‬٢٣( ‫وا ذ ُ َّن و او‬

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya


sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan
Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan
atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk
sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak
mengambil pelajaran? Dalam QS : 28 (Al-Qashash) : 38, perkataan ilah
dipakai oleh Fir‘aun untuk dirinya sendiri:

‫ان وأل ا ب و و ا و ْنوا ْنعو م ذُا اا و و او‬ ْ ‫ان ا ْن م عو ذُا ا و ا‬ْ ‫ان غلي ْنر إي ل إ ه إ ْن ا ذ ُ او‬
ْ ‫و‬
‫ا م َّن و اذ ُ ا و او بي ا ْنح صو د ا ا امي و ْن و ْنا ا الب ام ا عو و وا و و ذُا ا و ا ا مي ا م ْن و‬
‫) وا ا م وا ا األذُلب اذ ُ ا وإمو بي ا ذ ُ و ا إماو ام ا إما و‬٣٨( ‫ان‬
ْ ‫ا م ام و‬

dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan
bagimu selain aku. Maka bakarlah Hai Haman untukku tanah liat kemudian
buatkanlah untukku bangunan yang Tinggi supaya aku dapat naik melihat
Tuhan Musa, dan Sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa Dia Termasuk
orang-orang pendusta". Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa
perkataan ilah bisa mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau
keinginan pribadi) maupun benda nyata (Fir‘aun atau penguasa yang dipatuhi
dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam bentuk
tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna: ilaahaini), dan banyak (jama‘:
aalihatun). Derifasi makna dari kata ilah tersebut mengandung makna bahwa
‗bertuhan nol‘ atau atheisme adalah tidak mungkin. Untuk dapat mengerti
dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika Al-Quran
sebagai berikut: Tuhan (Ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap
penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya
dikuasai oleh-Nya. Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas.
Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan
dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula
sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian. Ibnu
Taimiyah memberikan definisi al-Ilah sebagai berikut: Al-Ilah ialah: yang
dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya, merendahkan diri di
hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah
ketika berada

dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan


diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di
saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M. Imaduddin, 1989 : 56)
Atas dasar definisi ini, tuhan bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan
manusia. Yang pasti, manusia tidak mungkin atheis, tidak mungkin tidak ber-
tuhan. Berdasarkan logika AlQuran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang
dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-
tuhan juga. Adapun tuhan mereka ialah ideologi atau anganangan (utopia)
mereka. Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat ―laa ilaaha illa Allah‖.
Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu ―tidak ada
Tuhan‖, kemudian baru diikuti dengan penegasan ―melainkan Allah‖. Hal itu
berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari segala macam
Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu
Tuhan, yaitu Allah SWT. Untuk lebih jelas memahami tentang siapakah
Allah, DR. M. Yusuf Musa menjelaskan dalam makalahnya yang berjudul
“Al Ilahiyyat Baina Ibnu Sina wa Ibnu Rusyd” yang telah di edit oleh DR.
Ahmad Daudy, MA dalam buku Segi-segi Pemikiran Falsafi dalam Islam.
Beliau mengatakan : Dalam ajaran Islam, Allah SWT adalah pencipta segala
sesuatu ; tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa kehendak-Nya, serta tidak ada
sesuatu yang kekal tanpa pemeliharaan-Nya. Allah SWT mengetahui segala
sesuatu yang paling kecil dan paling halus sekali pun. Ia yang menciptakan
alam ini, dari tidak ada kepada ada, tanpa perantara dari siapa pun. Ia
memiliki berbagai sifat yang maha indah dan agung.
2.3 SEJARAH PEMIKIRAN MANUSIA TENTANG TUHAN

1. PEMIKIRAN BARAT

Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia


adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui
pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian
rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal
teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari
kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi
sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller,
kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock dan
Javens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori
evolusionisme adalah sebagai berikut:

a. Dinamisme Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah


mengakui adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan.
Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda.
Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang
berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan
yang ada pada benda disebut dengan nama yang berbeda-beda, seperti
mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti (India).

b. Animisme Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu


yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh
dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang
apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar
manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia
harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai dengan
saran dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.

c. Politeisme Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak


memberikan kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan
dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa.
Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan
bidangnya. Ada dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada
yang membidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain
sebagainya. d. Henoteisme Politeisme tidak memberikan kepuasan,
terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-
dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai
kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia
meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya
mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun manusia
masih mengakui tuhan (ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu tuhan
untuk satu bangsa disebut dengan Henoteisme (Tuhan Tingkat
Nasional).

e. Monoteisme Kepercayaan dalam bentuk Henoteisme melangkah


menjadi Monoteisme. Dalam Monoteisme hanya mengakui satu
Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk
Monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga
paham, yaitu: deisme, panteisme, dan teisme. Evolusionisme dalam
kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max
Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898)
yang menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia
mengemukakan bahwa orang-orang yang berbudaya rendah juga sama
monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka mempunyai
kepercayaan pada wujud yang agung dan sifat-sifat yang khas
terhadap tuhan mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang
lain. Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur
golongan evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana
agama terutama di Eropa Barat mulai menantang evolusionisme dan
memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah agama. Mereka
menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi,
tetapi dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil
berdasarkan pada penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang
dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitif. Dalam penyelidikan
didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat
primitif adalah monoteisme dan monoteisme adalah berasal dari ajaran
wahyu Tuhan (Zaglul Yusuf, 1993 : 26-27).

2. Pemikiran Umat Islam Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu


Tauhid, Ilmu Kalam, atau Ilmu Ushuluddin di kalangan umat Islam,
timbul beberapa periode setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Yakni
pada saat terjadinya peristiwa tahkim antara kelompok Ali bin Abi Thalib
dengan kelompok Mu‘awiyyah. Secara garis besar, ada aliran yang
bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat di antara
keduanya. Sebab timbulnya aliran tersebut adalah karena adanya
perbedaan metodologi dalam memahami Al-Quran dan Hadis dengan
pendekatan kontekstual sehingga lahir aliran yang bersifat tradisional.
Sedang sebagian umat Islam yang lain memahami dengan pendekatan
antara kontektual dengan tektual sehingga lahir aliran yang bersifat
antara liberal dengan tradisional. Aliran-aliran tersebut yaitu :

a. Mu‘tazilah Merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim, serta


menekankan pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran
dan keimanan dalam Islam. Dalam menganalisis ketuhanan, mereka
memakai bantuan ilmu logika Yunani, satu sistem teologi untuk
mempertahankan kedudukan keimanan. Mu‘tazilah lahir sebagai
pecahan dari kelompok Qadariah, sedang Qadariah adalah pecahan
dari Khawarij.

b. Qodariah Berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam


berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah
ia akan kafir atau mukmin dan hal itu yang menyebabkan manusia
harus bertanggung jawab atas perbuatannya.

c. Jabariah Berteori bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan


dalam berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku manusia
ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan. Aliran ini merupakan pecahan
dari Murji‘ah

d. Asy‘ariyah dan Maturidiyah Hampir semua pendapat dari kedua aliran


ini berada di antara aliran Qadariah dan Jabariah. Semua aliran itu
mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam kalangan umat Islam
periode masa lalu. Pada prinsipnya aliran-aliran tersebut di atas tidak
bertentangan dengan ajaran dasar Islam. Oleh karena itu umat Islam
yang memilih aliran mana saja diantara aliran-aliran tersebut sebagai
teologi mana yang dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar dari Islam.
Menghadapi situasi dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang
ini, umat Islam perlu mengadakan koreksi ilmu berlandaskan al-Quran
dan Sunnah Rasul, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik
tertentu.

2.4 DALIL PEMBUKTIAN ADANYA TUHAN

1. Dalil Ontologis Tuhan ada dalam pikiran manusia. Karena mereka


berfikir, tak ada manusia yang sempurna, yang sempurna hanyalah
Tuhan. Atas dasar itu , Bapak menasehati ―Jika kamu membenci
seseorang, cintai dia alakadarnya. ―
2. Dalil Kosmologis/ Kausalitas/ Sebab-Akibat Tuhan ada karena ada bukti
penciptaanNya.

3. Dalil Teleologis ( pendekatan tentang keteraturan) Alam ini sangat


teratur. Logikanya, jika sesuatu tercipta karena kebetulan, maka tidak
akan ada keteraturan. Alaam ini dibuat teratur untuk menjadi sarana bagi
manusia.

4. Dalil Moral Manusia tidak mungkin memberikan kode moral sebaik-


baiknya, seadli adlinya, susuai fitrah manusia, dan bersifat absolut —
untuk manusia lainnya– kecuali datangnya dari Allah. contoh : anak tidak
boleh menikahi ibunya. Sebab, sebelum Al Quran turun, istri seorang pria
itu akan diwariskan kepada anak laki lakinya.

5. Dalil Al- Quran Al Ankabut(29) : 61 Dan jika engkau bertanya kepada


mereka ‖ Siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan menundukan
matahari dan bulan?‖ Pasti mereka akan menjawab ―Allah‖. Maka
mengapa mereka bisa dipalingkan (dari kebenaran) Al Kahfi(18): 84
Sungguh, Kami telah memberi kedudukan kepadanya di bumi, dan Kami
telah Memberikan jalan kepadanya (untuk mencapai) segala sesuatu. Ath
Thur(52) : 35 Atau apakah mereka tercipta tanpa asal usul ataukah
mereka yagn menceptakan (diri mereka sendiri)? Al Hijr (15): 21 Dan
tidak ada sesuatu pun, melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; Kami
tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu.

6. Dalil Cosmologi. Bukti-bukti adanya Tuhan dapat diketahui dengan


menggunakan dasar-dasar cosmologi, sebagaimana diisayaratkan Al-
Qur‘an Al-Qur‘an surat Al-Baqarah;164 Tuhan menyuruh manusia
mempelajari cosmos dan kekuatannya yang merupakan kumpulan alam
semesta yang menggambarkan adanya kesatuan di balik penampilan yang
beragam sehingga dapat dipergunakan sebai-baiknya dalam
menyimpulkan adanya Tuhan Yang Maha Pencipta dan Maha Pengatur.
Untuk memudahkan manusia menarik kesimpulan, maka Al-Qur‘an
mengungkapkannya dengan cara yang komunikatif dan dialogis.
Perhatikan QS.Asy-syura;23-24 dan an-naml;60 Al-Qur‘an memberikan
dasar-dasar dan membimbing dasar-dasar dan membimbing metode
berpikir. Dalam usaha berpikir untuk mendapatkan kepastian kebenaran
Tuhan,

khusunya di bidang cosmologi adalah menyelediki sebab (causa)


terjadinya kosmos yang mengharuskan akal kita mengambil keputusan,
bahwa pasti ada penyebab yang menyebabkan terjadinya cosmos itu.
7. Dalil Astronomi Tuhan memperkenalkan diri-Nya bahwa Dia ada dengan
cara menunjuk planet-planet yang terdiri atas bintang, bulan dan matahari
yang masing-masing beredar tetap pada garis orbitnya. Tidak mungkin
yang satu akan melampui yang lainnya dan tidak akan keluar pula dari
garis ukuran yang telah ditentukan untuknya. Semua itu sebagai bukti
adanya perhitungan yang sangat rapi. Sebagaimana ditemukan Taufiq al-
Hakim (intelektual terkemuka) tentang teori alTa‘adduliyah (keserasian),
bahwa ‖bumi merupakan bola (globe) yang hidup dengan seimbang dan
tawazun dengan bola terbesar di alam ini, yaitu matahari‖ (Yusuf
Qardlawi,1995,143). Fenomena tersebut sebagai hasil dan kecermatan
ciptaan-Nya. Dalam QS Ath-tahriq;1-3 dan asy-syams;1 dan 2 Allah
menegaskan: Semua penegasan tersebut mendapat jawaban yang jelas
dan selaras dengan teori-teori ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip
kebenaran yang berdasarkan pada logika yaitu bahwa alam yang luas dan
indah ini pasti ada pengaturnya yang memiliki kepandaian agung, dan
penjaganya mestilah Maha Kuat dan Maha Kuasa yang memiliki sifat-
sifat kesempurnaan.

8. Dalil antropologi Keistimewaan manusia sebagai khalifah di muka bumi


adalah terletak pada akal, ilmu pengetahuan dan ruhnya. Bukti
antropologi ini dibuktikan dalam Al-Qur‘an surat at-thariq;57 dan ar-
rum;20 berikut ini: Manusia itu sebagai makhluk berkemauan, karena
Allah menghendakinya. Inilah realisasi dari makna la- haula walaa
quwwata illa billah, atau, manusia itu mempunyai daya dan kekuatan
untuk mengambil manfaat dan menolak bahaya. Namun daya dan
kekuatannya itu bukan dari diri dan dengan dirinya sendiri, melainkan
dengan dan dari Allah (Yusuf Qardlawi, 1995;63)

9. Dalil Psikologi Dibandingkan makhluk lain , manusia memiliki dua


keistimewaan. Pertama, bentuk tubuh yang indah, sempurna dan praktis
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kedua, jiwa yang memiliki
perasaan dan kepandaian, untuk menyelesaikan persoalan yang
dihadapkan kepadanya dengan berpikir dan memelihara ketahanan
mental (sabar). QS.Ar-Rum;21
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Berdasarkan makalah ini, kami dapat menyimpulkan bahwa konsep


Ketuhanan dapat diartikan sebagai kecintaan, pemujaan atau sesuatu yang
dianggap penting oleh manusia terhadap sesuatu hal (baik abstrak maupun
konkret). Filsafat Ketuhanan dalam Islam merupakan aspek ajaran yang
fundamental, kajian ini harus dilaksanakan secara intensif.

Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh


manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-
Nya. Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat ―la illaha illa Allah‖. Susunan
kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan. Yaitu ―tidak ada Tuhan‖,
kemudian baru diikuti dengan penegasan ―melainkan Allah‖. Hal ini berarti
bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan
terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan yaitu
Allah.

3.2 SARAN

Sebagai pemula di bangku perkuliahan, kami menyadari bahwa makalah


ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan
kritik yang bersifat membangun. Karena saran dan kritik itu akan bermanfaat
bagi kami untuk lebih memperbaiki atau memperdalam kajian ini.

Anda mungkin juga menyukai