Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM

NAMA : TRI RAHAYU NINDA LARASATI


NIM : 22010410074
JURUSAN : MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat- Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi terkait malakah
“ Konsep Ketuhahan dalam Islam ” yang telah saya susun ini.
Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan berharap
lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari- hari.
Bagi saya sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya. Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Sleman, 17 April 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................... 1

1.3 Tujuan................................................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Ketuhanan dalam Islam.......................................................................................... 2

2.2 Filsafat Ketuhanan dalam Islam.......................................................................................... 3

2.3 Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan......................................................................... 4

2.4 Pentingnya Iman kepada Tuhan........................................................................................... 6

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN......................................................................................................................... 7

SARAN..................................................................................................................................... 7

ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah ketuhanan pada hakekatnya adalah masalah masalah filosofis. Ketika kita
berbicara tentang sifat alam, sebenarnya kita sedang membicarakan keberadaan Tuhan.
Pada dasarnya keberadaan Tuhan tidak dapat dipisahkan dari keberadaan alam,
sebaliknya keberadaan alam tidak mungkin dipisahkan dari keberadaan Tuhan. Filsafat
sebenarnya bukanlah realitas yang dibatasi oleh ruang dan waktu, atau salah satu dari
ribuan faktor yang mempengaruhi alam. Pencarian Tuhan dalam koridor-koridor filsafat
tidak hanya mempelajari fenomena spesifik yang dipengaruhi oleh faktor-faktor spesifik,
tetapi Tuhan yang benar adalah Tuhan yang diperantarai oleh para nabi dan rasul, yaitu
Tuhan yang benar tidak di surga, tidak di bumi , bukan di atas langit, bukan di alam,
tetapi mencakup semua tempat dan semua realitas.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian apa yang ada di dalam Konsep Ketuhanan dalam Islam?
2. Pengetahuan apa yang terkandung pada Konsep Ketuhanan dalam Islam?
3. Bagaimana pemikiran manusia yang berkaitan dengan Tuhan?
4. Seberapa penting Iman terhadap adanya Tuhan?

C. Tujuan
1. Memahami arti konsep Ketuhanan dalam Islam
2. Mengenal sebab adanya Konsep Ketuhanan dalam Islam
3. Mengetahui sejarah pemikiran manusaia mengenai adanya Tuhan
4. Mempercayai adanya Tuhan

BAB II

1
PEMBAHASAN

A. Konsep Ketuhanan dalam Islam


Konsep ketuhanan sudah dikenal sejak manusia lahir. Dasar dari konsep Tuhan ini adalah
adanya sesuatu yang supernatural. Konsep ketuhanan paling awal adalah animisme dan
dinamisme. Kedua konsep ini telah ada sejak zaman kuno dan sifatnya sangat sederhana. Segala
sesuatu yang supernatural berkaitan dengan keberadaan Tuhan. Kemudian konsep ketuhanan
berkembang bersamaan dengan terbentuknya struktur sosial dalam diri manusia. Dengan
terbentuknya hierarki ketuhanan, konsep Tuhan juga berkembang. Pada masa ini, muncul
politeisme yang percaya bahwa Tuhan itu tidak ada. Dalam konsep ini, Tuhan memiliki keluarga
atau masyarakat seperti masyarakat manusia. Konsep ketuhanan yang lain dikembangkan dari
politeisme, yaitu henoteisme. Dalam henoteisme, dewa diyakini memiliki struktur pemerintahan,
dengan pemerintahan tertinggi berasal dari para dewa. Perkembangan henoteisme kemudian
melahirkan monoteisme dengan konsep bahwa Tuhan itu satu. 
Dalam Islam, kata Tuhan merupakan terjemahan dari ungkapan bahasa Arab Rab (‫)رب‬, yang
mengacu pada tafsir ulama S. al-Jatsiyat: 23 dan al-Kashas: 38, yang berisi ungkapan Ilah ( ‫)اله‬
(Tuhan). Istilah Tuhan digunakan dalam Al-Qur'an sebagai ilaahun, artinya siapa saja yang
menjadi penggerak atau pendorong bagi manusia untuk dikagumi dan ditaati. Orang yang
menaatinya disebut abdun (pelayan). Kata ilaah (Tuhan) dalam Al-Qur'an memiliki dua
kemungkinan makna, yaitu Allah dan selain Allah. Subjektif (nafsu) bisa menjadi ilah (Tuhan).
Hal-hal seperti:
Arca, pohon, binatang dan lain-lain juga bisa berperan sebagai dewa. Jadi seperti yang
dikatakan  pada surat Al-Baqarah (2) : 165, sebagai berikut: ِ

Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan terhadap Allah.
Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah.
Untuk memahami definisi tuhan atau Ilah yang tepat berdasarkan logika Al-Qur'an, adalah
sebagai berikut:
Tuhan (ilah) adalah sesuatu yang penting (dianggap penting) bagi manusia sehingga
manusia mengizinkan Dia untuk mengendalikan mereka.
Kata diprioritaskan harus diartikan secara luas. Ini mencakup hal-hal yang dipuja, dicintai,
diagungkan, diharapkan membawa manfaat atau kegembiraan, serta hal-hal yang ditakutkan
akan merugikan atau merugikan. Menurut Ibnu Taimiyah difinisi dari kalimat Ilah (‫ )اله‬dalam
al-Qur’an tersebut adalah :
“yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri
dihadapanNya, dan mengharapkanNya, kepadaNya tempat berserah ketika dalam kesusahan,
berdo’alah dan bertawakal kepadaNya untuk kemashlahatan diri, meminta perlindungan
dariNya dan menimbulkan ketenangan di saat mengingat dan terpaut kepada Nya.”

2
Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami bahwa Tuhan dapat mengambil wujud apapun
yang relevan dengan manusia. Sudah pasti bahwa orang tidak bisa menjadi ateis, mereka tidak
bisa menjadi fasik. Menurut logika Al-Qur'an, setiap orang pasti memiliki sesuatu untuk
diyakini. Jadi pada dasarnya komunis juga percaya Tuhan. Adapun tuhan mereka, itulah ideologi
atau keinginan (utopia) mereka. Dalam ajaran Islam diajarkan ungkapan “Laa illaha illa Allah”.
Struktur kalimat diawali dengan pemusnahan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian dilanjutkan
dengan pernyataan “kecuali Allah”. Artinya seorang muslim pertama-tama harus membersihkan
dirinya dari semua tuhan, hanya ada satu tuhan di hatinya, yang bernama Allah.  

B. Filsafat Ketuhanan dalam Islam

Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang
berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah.
Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu
sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian
padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat
dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha
menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. (Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Cet.
IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990, Hlm. 45)
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa konsep filsafat telah berubah dari waktu
ke waktu. Pythagoras (481-411 SM), dikenal sebagai orang pertama yang menggunakan kata
tersebut. Dapat dilihat dari beberapa kutipan di atas bahwa makna filsafat dalam kaitannya
dengan bahasa atau semantik adalah kecintaan terhadap ilmu atau kebijaksanaan. Filsafat, oleh
karena itu, adalah kegiatan atau aktivitas yang menetapkan pengetahuan atau kebijaksanaan
sebagai tujuan utamanya. Keyakinan dalam Islam adalah bagian integral dari kursus, dan studi ini
harus dilakukan secara intensif. Keimanan kepada Allah SWT, cinta, harapan, keikhlasan, tidak
mempedulikan nikmat-Nya, keyakinan terhadap nilai-nilai yang harus dilaksanakan dalam diri
seorang muslim, yang tidak terpisahkan dari pokok-pokok ajaran Islam lainnya. Seorang Muslim
yang baik memiliki kecerdasan dan kecerdasan  spiritual (QS. Ali Imran: 190-191) sehingga
sikap keberagamaannya tidak hanya pada ranah emosi tetapi didukung kecerdasan pikir atau ulul
albab. Terpadunya dua hal tersebut insya Allah menuju dan berada pada agama yang fitrah.
(QS.Ar-Rum: 30). Jadi, filsafat Ketuhanan dalam Islam bisa diartikan juga yaitu kebijaksanaan
Islam untuk menentukan Tuhan, dimana Ia sebagai dasar kepercayaan umat Muslim.

C. Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan

1. Pemikiran Barat

3
Yang dimaksud Konsep ketuhanan dalam pemikiran manusia mengacu pada konsep yang
didasarkan pada hasil pemikiran baik melalui pengalaman eksternal maupun internal, serta
penyelidikan rasional dan pengalaman internal. Dalam kepustakaan sejarah agama, dikenal
teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan bahwa ada proses keimanan yang sangat
sederhana yang berangsur-angsur berkembang menuju kesempurnaan. Teori tersebut pertama
kali dikemukakan oleh Max Muller, kemudian oleh EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock,
dan Javens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori evolusi adalah
sebagai berikut:
a. Dinamisme
Menurut konsep ini, sejak zaman dahulu orang telah mengenal adanya kekuatan yang
mempengaruhi kehidupan. Pertama, sesuatu yang memiliki efek menargetkan objek.
Setiap objek memiliki efek pada orang, beberapa memiliki efek positif, beberapa
memiliki efek negatif. Kekuatan pada benda memiliki berbagai nama, seperti Mana
(Melanesia), Lucky (Melayu), dan Syakti (India). 
b. Animisme
Dalam masyarakat primitif, roh diyakini sebagai sesuatu yang bekerja bahkan ketika
benda itu mati. Oleh karena itu, pikiran dipandang sebagai sesuatu yang selalu hidup yang
bergembira ketika kebutuhannya terpenuhi. Menurut kepercayaan ini, manusia harus
menjaga kebutuhan roh agar pengaruh negatif dari roh tersebut tidak mempengaruhi
manusia. Bagian-bagian yang mengikuti nasehat dukun merupakan salah satu upaya
untuk memenuhi kebutuhan ruh. 
c. Politeisme
Kepercayaan pada dinamisme dan animisme tidak memberikan kepuasan untuk waktu
yang lama, karena terlalu banyak hal menjadi pujian dan pemujaan. Roh yang lebih dari
yang lain kemudian disebut Tuhan. Dewa memiliki tugas dan kekuasaan khusus sesuai
dengan domain mereka. Ada dewa yang bertanggung jawab atas cahaya, ada yang
bertanggung jawab atas air, ada yang bertanggung jawab atas angin, dan lain sebagainya
d. Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan, terutama bagi kaum intelektual. Itulah
mengapa dewa yang diakui dipilih, karena tidak mungkin mencapai kekuatan yang sama.
Seiring berjalannya waktu, keyakinan masyarakat menjadi lebih definitif (pasti). Suatu
bangsa hanya mengakui satu tuhan yang disebut Tuhan, tetapi manusia tetap mengakui
dewa-dewa (dewa) bangsa lain. Ketuhanan yang satu bagi suatu bangsa dikenal sebagai
henoteisme (Tuhan dalam skala nasional). 
e. Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme bertransisi menjadi monoteisme. Monoteisme
hanya mengakui satu Tuhan untuk semua bangsa dan bersifat internasional. Bentuk tauhid
dalam pengertian filsafat ketuhanan terbagi menjadi tiga pandangan, yaitu: Deisme,
panteisme, dan teisme. 
2. Pemikiran Umat Islam

4
Gagasan bahwa Tuhan menciptakan ilmu Tauhid, ilmu Kalam atau ilmu Ushuluddin di
kalangan umat Islam muncul beberapa periode setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Yakni pada saat acara tahkim antara rombongan Ali bin Abi Thalib dengan rombongan
Mu'awiyyah. Umumnya ada arus yang liberal, tradisional dan ada yang di antaranya. Alasan
munculnya aliran-aliran tersebut terletak pada perbedaan metodologi dalam memahami Al-
Quran dan Hadits dengan pendekatan kontekstual, sehingga muncul aliran-aliran tradisional.
Sebagian umat Islam lainnya memahami pendekatan kontekstual dan intertekstual, sehingga
terjadi aliran antara liberal dan tradisional. Aliran-aliran ini adalah:
a. Mu‘tazilah
Merupakan kaum rasionalis di kalangan umat Islam dan menekankan penggunaan
akal sehat untuk memahami semua ajaran dan keyakinan Islam. Menganalisis yang ilahi,
mereka menggunakan logika Yunani, sebuah sistem teologis untuk mempertahankan
posisi iman. Mu'tazilah muncul sebagai bagian dari kelompok Qadaria sedangkan Qdaria
adalah faksi dari Khawarij.
b. Qodariah
Mengeklaim bahwa orang memiliki kehendak bebas dan kebebasan bertindak. Orang
sendiri menginginkan apakah mereka kafir atau beriman dan itu membuat orang
bertanggung jawab atas tindakan mereka. 
c. Jabariah
Secara teori, orang tidak memiliki kemandirian dalam apa yang mereka inginkan dan
lakukan. Semua perilaku manusia diperintahkan dan ditegakkan oleh Tuhan. Aliran ini
adalah sebagian kecil dari Murji'ah. .
d. Asy‘ariyah dan Maturidiyah
Hampir semua pendapat tentang kedua aliran ini berada di antara aliran Qadariah dan
Jabariah. Semua kecenderungan tersebut mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan di
kalangan umat Islam pada periode terakhir. Pada dasarnya kecenderungan di atas tidak
bertentangan dengan ajaran dasar Islam. Oleh karena itu, umat Islam yang memilih salah
satu aliran tersebut sebagai teologi yang dianutnya tidak membuat mereka meninggalkan
Islam. Mempertimbangkan situasi saat ini dan perkembangan ilmu pengetahuan, umat
Islam perlu mengoreksi informasi berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi tanpa
dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu. 

D. Pentingnya Iman kepada Tuhan

Iman menurut bahasa mempunyai arti percaya. Adapun menurut pengertian istilahnya
berarti percaya dengan sepenuh hati dan dilafalkan secara lisan serta dipraktekkan atau

5
diamalkan melalui perbuatan dalam kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan iman ini Rasulullah
saw., memberikan penjelasan sebagai berikut:

“Iman adalah kamu percaya kepada Allah, dan kepada Malaikat-Malaikat-Nya, juga kepada
Kitab-Kitab-Nya, juga kepada Rasul-Rasul-Nya, juga kepada Hari Akhir (Hari Kiamat), serta
percaya kepada Qadar-Nya baik itu yang buruk maupun yang baik” (HR. Muslim dari Abdullah
ibn Umar )
Kepercayaan kepada Tuhan ini memiliki makna yang sangat dalam. Selain meyakini adanya
Tuhan dalam hati dan diungkapkan dalam bahasa, keyakinan ini juga diwujudkan dengan
mengamalkan segala sesuatu yang tujuannya benar-benar Tuhan Yang Maha Esa.
Percaya kepada Tuhan tidaklah mudah, karena yang disebut iman di sini adalah percaya
pada sesuatu yang tidak kelihatan. Menyaksikannya juga tidak sama dengan menyaksikan apa
yang terlihat di sekitar kita. Ada hal-hal di sekitar kita yang dapat kita rasakan dan lihat dengan
indera kita.  Adanya sesuatu benda yang berada di sekitar kita tentu dapat kita rasakan dan kita
lihat melalui pancaindra kita.
Dari sinilah untuk membuktikan adanya Allah adalah dengan hati nurani manusia itu
sendiri. Misalnya saja dengan melihat dan mengagumi ciptaan-ciptaan Allah di alam raya ini
seperti; Matahari, bulan, bintang, dan bumi yang membentang luas yang menjadi tempat tinggal
umat manusia itu sendiri.
Ibarat benda-benda yang ada disekitar kita, seperti mobil, motor, meja, kursi maupun yang
lain-lainnya. Semua pasti ada yang membuatnya, dan yang membuat itu semua adalah umat
manusia sendiri.
Oleh sebab itulah, adanya alam raya ini yang mempunyai beragam isinya tentu juga ada
yang menciptakannya. Yakni Allah swt. Dari sini pulalah manusia juga harus tahu dan
memahami serta meyakini bahwa Allah-lah Dzat Yang Maha Pencipta, Dzat Yang Maha Kuasa,
Dzat Yang Mengatur Segalanya

BAB III
PENUTUP

6
KESIMPULAN
Berdasarkan makalah ini, kami dapat menyimpulkan bahwa konsep Ketuhanan dapat diartikan
sebagai kecintaan, pemujaan atau sesuatu yang dianggap penting oleh manusia terhadap sesuatu hal
(baik abstrak maupun konkret). Filsafat Ketuhanan dalam Islam merupakan aspek ajaran yang
fundamental, kajian ini harus dilaksanakan secara intensif. Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang
dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya
dikuasai oleh-Nya. Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat ―la illaha illa Allah‖. Susunan kalimat
tersebut dimulai dengan peniadaan. Yaitu ―tidak ada Tuhan‖, kemudian baru diikuti dengan
penegasan ―melainkan Allah‖. Hal ini berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari
segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan yaitu
Allah.

SARAN
Sebagai pemula di bangku perkuliahan, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Karena
saran dan kritik itu akan bermanfaat bagi kami untuk lebih memperbaiki atau memperdalam kajian
ini.

7
sumber daftar pustaka
https://sites.google.com/site/ujppai/materi-kuliah/materi-03
https://id.wikipedia.org/wiki/Tuhan

1. Mutiara Pendidikan Agama Islam Untuk Sekolah Menengah Pertama Kelas


VII, PT. Wangsa Jatra Lestari, 2011
2. Software  al-Qur’an in Word v.2.2

file:///D:/326228-analisis-dan-makna-teologi-ketuhanan-yan-647388e8.pdf

https://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat#:~:text=Filsafat%20(dari%20kata%20Yunani
%20%CF%86%CE%B9%CE%BB%CE%BF%CF%83%CE%BF%CF%86%CE%AF
%CE%B1,%2C%20akal%20budi%2C%20dan%20bahasa.

https://www.tokopedia.com/s/quran/al-furqan/ayat-42

8
https://www.portal-ilmu.com/2019/12/iman-kepada-allah_31.html

Anda mungkin juga menyukai