Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KONSEP AGAMA, KETUHANAN, MANUSIA, DAN ALAM DALAM

ISLAM

Di susun sebagai salah satu syarat mengikuti perkuliahan

Pendidikan Agama Islam

NAMA KELOMPOK :

1. ZAKI MURTADA (226220110034)

2. MUHAMMAD YANDA (226220110058)

KELAS / SEMESTER : MANAJEMEN 01 / II

Dosen Pengampu Mata Kuliah :

Nia Kurniati Hasibuan, S.H.I., M.H.

PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ANTAKUSUMA

PANGKALAN BUN

2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan nikmat, taufik, serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat

menyelesaikan Makalah Pendidikan Agama Islam tepat pada waktu. Terima kasih

juga kami ucapkan kepada Dosen kami yang selalu memberikan dukungan dan

bimbingannya.

Makalah ini kami buat dengan tujuan untuk memenuhi nilai tugas

Pendidikan Agama Islam. Tak hanya itu, kami juga berharap makalah ini bisa

bermanfaat untuk penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Walaupun demikian, kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih

banyak kekurangan. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran

untuk kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah Pendidikan Agama Islam. ini

dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada pembaca tentang Bentuk-

bentuk Badan Usaha.

Pangkalan Bun, 26 September 2022

Kelompok

2
DAFTAR ISI

Contents
BAB I...................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG...............................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH.........................................................................................5
1.3 TUJUAN..............................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................6
PEMBAHASAN....................................................................................................................6
2.1 KONSEP AGAMA DAN KETUHANAN...................................................................6
2.2 KETAUHIDAN DALAM ISLAM...................................................................................8
2.3 KONSEP FITRAH MANUSIA DALAM ISLAM.............................................................12
2.4 KONSEP ALAM DALAM ISLAM................................................................................15
2.5 IMPLEMENTASI AGAMA DALAM KEHIDUPAN........................................................18
BAB III...............................................................................................................................20
PENUTUP..........................................................................................................................20
3.1 KESIMPULAN....................................................................................................20
3.2 SARAN..............................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................21

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Membicarakan tentang ketuhanan merupakan hal yang sangat penting dalam


sebuah agama. Ini karena inti dari semua agama adalah berasal dari keyakinan
adanya hakikat yang di yakni sebagai Tuhan, yaitu realita zat atau sesuatu
supranatural, yang paling tinggi, yang paling agung, yang suci, yang menciptakan
dan menghidupkan manusia, tempat bergantung, yang di kagumi sekaligus dan
sebagainya. Tuhan menurut agama-agama besar dunia di sebut Allah (Islam),
Allah/yesus (kristen), Yahweh (Yahudi) Sang Hyang Widhi (Hindhu), dan Thian
(Kong Hu Chu) Dalam hal ini hubungan antara Agama dan Tuhan yang dapat di
jadikan kajian penelitian Agama adalah sebagai berikut : Paham manusia tentang

4
Tuhan, pengetahuan manusia dengan Tuhan, pengetahuan manusia dengan Tuhan,
gambaran manusia tentang Tuhan dan tanggapan manusia tentang Tuhan. Paham
manusia tentang Tuhan meliputi berbagai jenis kepercayaan seperti kepercayaan
Monotheisme, Polyteisme, Monisme Dan Henotheisme. Monotheisme berasal dari
kata yunani Monos berarti tunggal, sendirian, satu- satunya, tidak ada yang lain
dan theos yang berarti tuhan. Monotheisme 2 adalah paham yang berpendapat
bahwa tuhan itu satu, Esa, Tunggal.Tak terbilang. Polyteisme, berasal dari kata
yunani Poly yang berarti terbilang, lebih dari satu , beberapa atau banyak dan
Theos berarti Tuhan. Polyteisme berarti paham yang . mengimani, menyembah
dan memuja banyak Tuhan. Polyteisme disebut juga sebagai paham primitif
karena belum bisa membedakan hakikat Tuhan dengan fenomena alam sebagai
manifestasi keberadaan tuhan. Dalam Polyteisme terdapat Animism, Dinamisme,
Paganisme Yang intinya berpendapat bahwa penguasa-penguasa lain didunia ini
selain Allah yang berupa benda-benda alam, roh-roh halus, dewa-dewa, makhluk
halus, bahkan manusia. Henotheisme pula adalah paham yang
mengkonsentrasikan diri pada tuhan yang tunggal tetapi dalam mitos masih
mengakui adanya tuhan-tuhan lain.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis membuat rumusan masalah


sebagai berikut :

1. Konsep Agama dan Ketuhanan

2. Ketauhidan dalam Islam

3. Konsep Fitrah manusia dalam islam

4. Konsep alam dalam islam

5
5. Implementasi Agama dalam kehidupan

1.3 TUJUAN

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, penulis ini


bertujuan untuk :

1. Memahami tentang konsep agama dan ketuhanan

2. Memahami tentang konsep ketauhidan dalam islam

3. Memahami tentang konsep fitrah manusia dalam islam

4. Memahami tentang konsep alam dalam islam

5. Memahami implementasi agama dalam kehidupan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP AGAMA DAN KETUHANAN

A. Siapa tuhan itu

Perkataan ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk

menyatakanberbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya

dalam QS 45 (Al-Jatsiiyah): 23, yaitu: “Maka pernahkah kamu melihat orang

6
yang menjadikan hawa nafsunyasebagai Tuhannya….?” Dalam QS 28 (Al-

Qashash):38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aununtuk dirinya sendiri: “. Dan

Fir’aun berkata: Wahai pembesar kaumku, aku tidakmengetahui tuhan

bagimu selain aku.”Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa

perkataan ilah bisamengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau

keinginan pribadi maupun bendanyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan

dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran jugadipakai dalam bentuk tunggal

(mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna:ilaahaini), dan banyak(jama’: aalihatun).

Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat mengerti dengandefinisi

Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut:Tuhan

(ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh

manusiasedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai

oleh-Nya. Perkataandipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di

dalamnya yang dipuja, dicintai,diagungkan, diharap-harapkan dapat

memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dantermasuk pula sesuatu yang

ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian.Ibnu Taimiyah memberikan

definisi al-ilah sebagai berikut: Al-ilah ialah yang dipujadengan penuh kecintaan

hati, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri di hadapannya, takut,dan

mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan,

berdoa,dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan

dari padanya, danmenimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta

kepadanya (M.Imaduddin,1989:56). Atas dasar definisi ini, Tuhan itu bisa

berbentuk apa saja, yang dipentingkan manusia.Yang pasti, manusia tidak

7
mungkin ateis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logikaAl-Quran,

setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-

orang komunis pada hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka ialah

ideologi atauangan-angan (utopia) mereka.

B. Pengertian Agama

Dalam kamus umum bahasa Indonesia, agama berarti segenap kepercayaan

(kepada Tuhan, Dewa dsb) serta dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-

kewajiban yang bertalian engan kepercayaan itu. Agama dari sudut bahasa

(etimologi) berarti peraturan-peraturan tradisional, ajaran- ajaran, kumpulan-

kumpulan hukum yang turun temurun dan ditentukan oleh adat kebiasaan. Agama

asalnya terdiri dari dua suku kata, yaitu a berarti tidak dan gama berarti kacau.

Jadi agama mempunyai arti tidak kacau. Arti ini dapat dipahami dengan melihat

hasil yang diberikan oleh peraturan-peraturan agama kepada moral atau materiil

pemeluknya, seperti yang diakui oleh orang yang mempunyai pengetahuan.

Dalam bahasa Arab, agama berasal dari kata ad-din, dalam bahasa Latin dari kata

religi, dan dalam bahasa Inggeris dari kata religion. Religion dalam bahasa Inggris

(dinun) dalam bahasa Arab memiliki arti sebagai berikut: a. Organisasi

masyarakat yang menyusun pelaksanaan segolongan manusia yang periodik,

pelaksanaan ibadah, memiliki kepercayaan, yaitu kesempurnaan zat yang mutlak,

mempercayai hubungan manusia dengan kekuatan rohani yang leibih mulia dari

pada ia sendiri. Rohani itu terdapat pada seluruh alam ini, baik dipandang esa,

8
yaitu Tuhan atau dipandang berbilang- bilang. b. Keadaan tertentu pada

seseorang, terdiri dari perasaan halus dan kepercayaan, termasuk pekerjaan biasa

yang digantungkan dengan Allah SWT. c. Penghormatan dengan khusuk terhadap

sesuatu perundang-undangan atau adat istiadat dan perasaan. (Abdullah : 3)

Agama semakna juga dengan kata ad-din (Bahasa Arab) yang berarti cara, adat

kebiasaan, peraturan, undang- undang, taat dan patuh, mengesakan Tuhan,

pembalasan, perhitungan, hari kiamat dan nasihat.

2.2 KETAUHIDAN DALAM ISLAM

A. Pengertian Tauhid

Tauhid secara harfiah memiliki akar yang sama dengan wahid , atau

wahhada yuwahhidu . Bermakna, "satu, atau menjadikan sesuatu itu satu, dengan

peniadaan dan penetapan" yaitu meniadakan suatu hukum selain pada apa yang di-

esakan dan menetapkan hukum tersebut hanya pada yang di- esakan tersebut.

Sebagaimana lafadz syahadat, tiada tuhan (yang patut disembah), kecuali Allah.

Mengandung makna meniadakan hakikat dan sifat-sifat ketuhanan sekaligus

menetapkan hakikat, sifat dan kemutlakan hanya pada Allah swt sebagai Tuhan

yang Maha Tunggal.

Secara istilah, Tauhid dimaknai dengan keesaan Allah dalam kita ‫إفراد هللا في‬

‫ادة‬QQ‫ العب‬beribadah, yakni kita menyembah Allah swt yang Maha Tunggal tanpa

menyekutukan-Nya. Dengan tidak menyamakan atau meyakini adanya tuhan-tuhan

9
atau kekuasaan lain, baik berupa nabi, malaikat, pemimpin atau penguasa suatu

negeri yang menyerupai kemahakuasaan tuhan. Dengan tauhid, kita menisbatkan

secara khusus segala bentuk ibadah, hanya kepada Allah swt. karena rasa cinta,

takdziem (pengagungan), dan harapan mendapat rido, rahmat & inayah-Nya, serta

takut akan murka dan siksa-Nya. Juga terdapat pengertian yang lebih umum

mengenai tauhid, yang disingkat menjadi " kemahaesaan Allah " ‫افراد هللا سبحانه بما‬

‫ يختص به‬dengan segala kekhususan yang dimiliki- Nya. Maka daripada itu, kita

sering memberi predikat pada lafaz Allah dengan subhanahu wa ta'alaa yang artinya

Dia-lah Allah yang Maha Suci (atas apa-apa yang dinisbatkan pada-Nya) dan Maha

Tinggi (di atas segalanya, termasuk di atas nalar makhluknya).

B. Macam-macam Tauhid

1. Tauhid Rububiyyah (i)

Tauhid Rububiyyah adalah keesaan Allah. swt. dalam penciptaan,


penguasaan dan pengaturan semesta. Dialah Allah Sang Pencipta, Pemilik dan
Pengatur jagat raya dengan segala ciptaannya. Sebagaimana firman Allah swt.
dalam QS. )13:16( ‫ار‬QQ‫د القه‬QQ‫و الواح‬QQ‫يء وه‬QQ‫ل ش‬QQ‫ قل هللا خالق ك‬Ar Ra'd "Katakanlah: Allah
adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa. lagi Maha
Perkasa."
2. Tauhid Uluhiyyah

10
Tauhid Uluhiyyah dapat dimaknai dengan keesaan Allah swt. dalam ibadah,

yakni segenap ciptaan-Nya hanya beribadah kepada-Nya dengan tidak menduakan,

atau menganggap ciptaan-Nya setara atau bagian dari ketuhanan, sebagaimana

keyakinan dalam trinitas dan sebagainya. Kita hanya menyembah kepada-Nya.

Segenap hidup mati, jiwa raga dan ibadah kita hanya ditujukan atau diabdikan

kepada Allah swt. Kita tidak meminta pertolongan, perubahan nasib, kekayaan,

keselamatan, kesejahteraan, kepada selain Allah. Karena keyakinan kita bahwa

segala sesuatu diciptakan, dikuasai dan ada pada genggaman Allah swt., sehingga

kita hanya beribadah dan meminta pertolongan kepada-Nya semata.

Sebagaimana firman Allah swt. dalam QS Al-Fatihah (01:05)

‫ وإياك نستعين‬Q‫إياك نعبد‬

"hanya kepada Engkau kami menyembah, dan hanya pada Engkau kami mohon

pertolongan"

Perbedaan di antara kedua jenis tauhid di atas adalah pada ibadah makhluk atau

ciptaan-Nya. Tauhid rububiyyah bersifat informatif, al ilmy al khabary, yaitu

memberikan kita penjelasan mengenai keagungan Allah sebagai Pencipta, Pemilik,

Pengatur alam semesta dengan segenap ciptaannya di jagat raya ini. Sedangkan

pada tauhid uluhiyyah, hal tersebut disangkutkan dengan ibadah makhluk-Nya.

Bahwa kita menyembah hanya kepada-Nya tanpa setitik-pun maksud, niat dan

perbuatan untuk menyekutukan-Nya. Karena itu, tauhid uluhiyyah juga dinamai

11
dengan tauhid at thalabi, yaitu tauhid yang menuntut ibadah sesuai dengan petunjuk

yang diberikan Allah swt. dalam Quran dan sunnah.

3. Tauhid al Asma was Shifat

Yaitu keesaan Allah swt. atas segala nama yang Dia nisbatkan pada diri-

Nya, dan atas segala sifat yang Dia sifatkan pada diri-Nya di dalam Al Qur'an dan

pada sunah nabi-Nya. Sehingga kita mengimani segala nama dan sifat tersebut

dengan menetapkan apa yang ditetapkan-Nya dan mengingkari apa yang diingkari-

Nya, tanpa mengubah, tanpa mengurangi, tanpa bertanya bagaimana dan tanpa

memberi analogi atau perumpamaan. Keyakinan seperti itu karena keagungan dan

kesucian Allah swt yang tak dapat dijangkau nalar manusia. Berkenaan dengan 20

sifat wajib bagi Allah seperti wujud, qidam, baqa, mukhalafatun lil hawaditsi,

qiyamuhu binafsihi dan sebagainya, atau 99 al asma ul husna, di antaranya Ar

Rahman, Ar Rahim, Al Malik, Al Quddus, dan seterusnya adalah suatu metode

sederhana yang diintisarikan dari Al-Quran untuk memudahkan sekaligus

memagari logika kita dalam "mengenali" Allah swt. Namun demikian,

sesungguhnya jika kemudian timbul pertanyaan berapakah nama dan sifat-sifat

Allah swt., maka jawabannya bahwa nama dan sifat bagi Allah swt. adalah

sebanyak dan seperti apa-apa yang Dia kehendaki. Hal yang sangat penting dalam

mengimani asma dan sifat-sifat Allah swt. adalah sebagaimana firman Allah swt.

pada QS As Syura (42:11)

‫ليس كمثله شيء وهو السميع البصير‬

12
"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia. Dan Dia-lah Yang Maha

Mendengar lagi Maha Melihat." Sebisa mungkin kita menghindari dan mengingkari

gambaran nalar atau imajinasi kita mengenai sifat-sifat Allah swt.

2.3 KONSEP FITRAH MANUSIA DALAM ISLAM

A. Pengertian Fitrah

Allah telah menciptakan semua makhluknya berdasarkan fitrahnya. Tetapi

fitrah Allah untuk manusia, berupa potensi dan kreativitas yang dapat dibangun

dan membangun, yang memiliki kemungkinan berkembang dan meningkat

sehingga kemampuannya jauh melampaui kemampuan fisiknya. Pengertian fitrah

sangat beragam. Meskipun demikian, kalau potensi dan kreativitas tersebut tidak

dibangun dan tidak dikembangkan, niscaya ia kurang bermakna dalamkehidupan.

Oleh karena itu potensi dan kreativitas manusia perlu dibangun dan

dikembangkan. Keberagaman itu dikarenakan oleh pemilihan sudut makna.

Fitrah dapat difahami dari sudut etomologis (harfiyah), termonologis (ishtilah)

bahkan makna kontkes dalam pemahaman dalam suatu ayat (nasabi). Secara

etimologis, asal kata fitrah berasal dari bahasa Arab, yaitu fithrah )‫) ةرطف‬

jamaknya fithar )‫ رطف‬,)yang suka diartikan perangai, tabiat, kejadian, asli,

agama, ciptaan. Menurut M. Quraish Shihab, istilah fitrah diambil dari akar kata

al-fithr yang berarti belahan. Dari makna ini kemudian lahir maknamakna lain,

antara lain pencipta atau kejadian. Dalam gramatika bahasa Arab, kata fitrah

sewazan degan kata fi'lah, yang artinya al- ibtida', yaitu menciptakan sesuatu

13
tanpa contoh. Dalam al-Maarif al-Islamiyah dan Nahjul Balaghah, dan kitab-

kitab lain, sebagaimana dikutip oleh Muthari, ditegaskan bahwa Allah tidak

pernah mencontoh dalam penciptaan yang dilakukannya. Oleh karena itu, Allah

menciptakan manusia merupakan suatu karya yang tanpa contoh dan tidak

meniru karya sebelumnya. Fi'lah dan fitrah adalah bentuk masdar (infinitif) yang

menunjukkan arti keadaan. Demikian pula menurut Ibn al-Qayyim dan Ibnu

Katsir, karena fithir artinya menciptakan, maka fitrah berarti keadaan yang

dihasilkan dari penciptaan itu. Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu

‘Abbas, fitrah adalah awal mula penciptaan manusia. Sebab lafadz fitrah tidak

pernah dikemukakan oleh al-Quran dalam konteksnya, selain yang berkaitan

dengan manusia. Makna fitrah yang berarti penciptaan merupakan makna yang

lazim dipakai dalam penciptaan manusia, baik penciptaan fisik (al-jism), maupun

fsikis (an-nafs). Pemaknaan penciptaan pada kata fitrah biasanya disejajarkan

dengan kata al-'amr, al-bad', al-ja'l, al-khalq, al-shum'u, dan al-nasy'. Semua term

tersebut secara umum memiliki makna yang sama yakni penciptaan. Akan tetapi

untuk menggeneralisasi proses penciptaan manusia menurut para ahli lebih tepat

digunakan kata fitrah. Di samping cakupannya luas, yang mencakup semua term

di atas, fitrah juga menunjukan kekhasan penciptaan manusia, baik penciptaan

pisik, psikis, maupun psiko-pisik.

B. Hakikat manusia

Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang bukan tercip- ta secara

kebetulan. Manusia digambarkan dengan menggunakan berbagai pensifatan;

14
mulai dari makhluk terbaik dan mulia, berakal dan kreatif, hingga makhluk lemah

tetapi sombong, serta ceroboh sekaligus juga bodoh.5 Islam berpandangan bahwa

hakikat manusia adalah perkaitan antara badan dan ruh. Badan dan ruh

merupakan substansi yang berdiri sendiri, yang tidak tergantung adanya oleh

yang lain. Islam secara tegas mengatakan bahwa kedua substansi adalah substansi

alam. Sedang alam adalah makhluk. Maka keduanya juga makhluk yang

diciptakan oleh Allah Swt, sebagaimana firman-Nya: "dan Sesungguhnya Kami

telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian

Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh

(rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal

darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan

tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian

Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah,

Pencipta yang paling baik. Kemudian Nabi Muhammad saw. mengulas ayat suci

tersebut dengan sabda-Nya yang artinya: "Sesungguhnya seseorang terkumpul

kejadiannya dalam perut ibunya empat puluh hari berupa mani, kemudian berupa

segumpal darah selama itu juga, kemudian berubah berupa segumpal daging

selama itu juga, kemudian Allah mengutus malaikat yang diperintah mencatat

em- pat kalimat dan diperintah: tulislah amalnya, rezekinya, ajalnya,

2.4 KONSEP ALAM DALAM ISLAM

A. Pengertian Alam Semesta

15
Dalam perspektif Islam, alam semesta adalah segala sesuatu selain Allah
SWT. Oleh karenanya, alam semesta bukan hanya langit dan bumi, tetapi meliputi
segala sesuatu yang ada dan berada diantara keduanya. Tidak hanya itu, dalam
perspetif Islam, alam sesesta tidak hanya mencakup hal-hal yang konkrit atau
dapat diamati oleh penginderaan manusia. Tetapi mencakup kepada segala sesuatu
yang tidak dapat diamati oleh penginderaan manusia. Secara umum, alam itu bisa
dibedakan kedalam dua jenis, yaitu alam syahadah dan alam ghaib. Alam
syahadah adalah wujud yang konkrit dan dapat diinderakan (fenomena),
Sedangkan alam ghaib adalah wujud yang tidak dapat diinderakan manusia
(noumena). Alam dalam pandangan Filsafat Pendidikan Islam dapat dijelaskan
sebagai berikut. Kata alam berasal dari bahasa Arab (‫ عالم‬alam) yang seakar
dengan ’ilmu (‫علم‬, pengetahuan) dan alamat (‫عال مة‬, pertanda). Ketiga istilah
tersebut mempunyai korelasi makna. Alam sebagai ciptaan Tuhan merupakan
identitas yang penuh hikmah. Dengan memahami alam, seseorang akan
memperoleh pengetahuan. Dengan pengetahuan itu, orang akan mengetahui
tanda-tanda atau alamat akan adanya Tuhan. Di dalam Al Qur'an pengertian alam
semesta dalam arti jagat raya dapat dipahami dengan istilah "assamaawaat wa al-
ardh wa maa baynahumaa”. Istilah ini ditemui didalam beberapa surat Al Qur'an
yaitu: Dalam surat maryam ayat 64 dan 65. Artinya : dan tidaklah Kami (Jibril)
turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu. kepunyaan-Nya-lah apa-apa yang ada di
hadapan kita, apa-apa yang ada di belakang kita dan apa-apa yang ada di antara
keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa. Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi
dan apa-apa yang ada di antara keduanya, Maka sembahlah Dia dan berteguh
hatilah dalam beribadat kepada-Nya.

B. Proses penciptaan alam semesta

Dalam pandangan Islam, alam semesta berasal dari tidak ada menjadi ada,
Allahlah yang mengadakannya, karena itu, Allah disebut Khaliq dan alam
semesta ini disebut makhluk. Artinya : Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia

16
menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia.
(QS. Yasin: 82). Artinya : yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis.
kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu
yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu Lihat sesuatu
yang tidak seimbang?. (QS. Al-Mulk : 3). Artinya : Dialah yang menjadikan
bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan
makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali
setelah) dibangkitkan. (QS. Al-Mulk 15). Berdasarkan ayat tersebut dapat
disimpulkan bahwa Allah SWT adalah sebagai pencipta alam. Bagaimana Allah
menciptakan tidak dijelaskan dengan rinci dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
Allah hanya menjelaskannya dalam surah-surah yang tertera diatas. Terdapat
perbedaan pandangan dikalangan umat muslim, tentang asal mula penciptaan
alam semesta. Ada yang menyatakan bahwa alam semesta ini diciptakan dari
tiada menjadi ada, sementara pendapat lain mengemukakan bahwa alam semesta
diciptakan dari materi atau sesuatu yang sudah ada. Pendapat yang pertama,
selalu didasarkan pada kata khalaqa, yang digunakan dalam penciptaan alam
semesta. Mereka berpendapat bahwa penggunaan kata khalaqa memiliki arti
penciptaan sesuatu dari bahan yang belum ada menjadi ada. Sementara itu,
Pendapat kedua didasarkan pada informasi Alquran yang mengindikasikan
bahwa alam semesta ini diciptakan dari materi yang sudah ada. Informasi seperti
ini diantaranya ditemukan dalam dua surah, yaitu QS Fushilat (41 :11) yang
menyatakan bahwa Allah SWT menuju langit, sedangkan langit ketika itu masih
berupa dukhan ( asap ).

C. Tujuan penciptaan alam semesta

Alam diciptakan oleh Allah SWT untuk kemaslahatan umat manusia.


Dari kekayaan alam yang didapat dari hutan belantara, laut, perut bumi,
dan ruang angkasa pada dasarnya diperuntukkan untuk manusia. Artinya :

17
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan
Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit.
dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah : 29). Artinya :
tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk
(kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan
menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara
manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu
pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan.
(QS. Luqman : 20). Berdasarkan firman Allah Q.S Ad-Dukhan : 38-39,
Allah Menegaskan bahwa Ia menciptakan langit dan bumi bukan hanya
sekedar mainan, tetapi haq. Artinya : dan Kami tidak menciptakan langit
dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main. Kami
tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan
mereka tidak mengetahui. Allah menegaskan bahwa Dia tidak
menciptakan langit, bumi dan apa yang ada diantara keduanya secara
main-main, kecuali dengan al-haq. Itu berarti bahwa tidak ada ciptaan
Allah, sekecil apapun ciptaan itu, yang tidak memiliki arti dan makna, apa
lagi alam semesta yang terbentang luas ini. Dalam persfektif islam, tujuan
penciptaan alam semesta ini pada dasarnya adalah sarana untuk
menghantarkan manusia pada pengetahuan dan pembuktian tentang
keberadaan dan kemahakuasaan Allah. Secara ontologis, adanya
alamsemesta ini mewajibkan adanya zat yang mewujudkanya. Keberadaan
langit dan bumi mewajibkan adanya sang pencipta yang menciptakan
keduanya. Keberadaan alam semesta merupakan petunjuk yang sangat
jelas, tentang adanya keberadaan Allah sebagai Tuhan maha pencipta.
Karenanya, dengan mempelajari alam semesta manusia akan sampai pada
pengetahuan bahwa Allah adalah zat yang menciptakan alam semesta. Al-
Quran secara tegas menyatakan bahwa tujuan penciptaan Alam semesta
adalah untuk memperlihatkan kepada manusia tanda-tanda keberadaan
kekuasaan Allah. Disampig sebagai sarana untuk menghantarkan manusia
akan keberadaan dan Maha kekuasaan Allah.

18
2.5 IMPLEMENTASI AGAMA DALAM KEHIDUPAN

Semula diskusi kecil tentang Islam. Pada saat itu yang dibicarakan soal-
soal ritual, hukum sesuatu tentang kegiatan dan jenis makanan, hingga berlanjut
soal kegiatan proyek yang harus dilaksanakan. Tatkala sampai pada
wilayah
kegiatan yang bernuansa modern itu, maka timbul pertanyaan tentang relevansi
Islam terhadap kegiatan yang dianggap sebagai bersifat duniawi dimaksud. Pesera
diskusi kecil dan bersifat informal itu kemudian menanyakan letak relevansi Islam
dengan kegiatan modern itu. Rupanya, membawa Islam ke dalam
kegiatan

sederhana itu dirasakan menjadi tidak mudah tatkala sudah masuk wilayah yang
dianggap bukan bagian agama. Sebuah persoalan dianggap sebagai
wilayah
agama manakala menyangkut jenis kegiatan ritual seperti shalat, zakat, puasa,
haji, berdoa, dan sejenisnya. Atau, juga menyangkut sesuatu yang harus ditinjau
dari aspek hukum atau fiqh. Misalnya, benda tertentu hukumnya halal atau haram,
kegiatan itu sunnah, mubah, atau makruh, wajib atau tidak, dan sejenisnya. Di luar
wilayah itu disebut bukan bagian dari agama atau Islam. Agar Islam sebagaimana
sifatnya, menjadi tetap relevan dengan kehidupan modern, maka yang diperlukan
adalah menangkap makna Islam itu sendiri dalam kontek yang luas,
seluas
wilayah kehidupan itu sendiri. Hal demikian itu sebenarnya mudah, tetapi tidak
semua orang berani melakukannya. Kekhawatiran itu juga tidak selalu salah,
makakala dilihat dari aspek psikologis, ialah bahwa dalam hal yang menyangkut
agama atau keyakinan, maka harus dilakukan dengan kehati-hatian. Akan tetapi,
manakala selamanya tidak ada keberanian keluar dari mindset

19
yang sehari-hari mewarnai kehidupannya, maka juga tidak akan
diperoleh
jawaban tatkala menghadapi perubahan kehidupan yang semakin cepat seperti
yang terjadi sekarang ini. Akibatnya, hingga persoalan mencari relevansi Islam
dengan kegiatan proyek saja dianggap sulit. Bahkan yang lebih fatal lagi, sikap itu
memunculkan anggapan bahwa, Islam tidak ada kaitannya dengan kehidupan
modern. Padahal Islam disebut bersifat universal, dan oleh karena itu, selalu
memiliki relevansi dengan zaman apapun. Contoh Implementasi nilai-nilai ajaran
Islam dalam kehidupansehari-hari :
 berkata jujur karena Allah SWT selalu melihat perbuatan kita
 melaksanakan kewajiban beribadah seperti sholat, puasa, dan zakat
 saling tolong menolong dalam kebaikan dengan keluarga, tetangga,
teman,dan saudara
 tidak mengambil yang bukan haknya (tidak korupsi, tidak mencuri,
membayar hutang)
 menjaga kebersihan lingkungan
 rajin bersedekah

BAB III

PENUTUP

20
3.1 KESIMPULAN

Setelah menyelesaikan makalah ini,kami dapat menyimpulkan bahwa konsep

Ketuhanan dapat diartikan sebagai kecintaan, pemujaan atau sesuatu yang

dianggap penting oleh manusia terhadap sesuatu hal(baik abstrak maupun

konkrit).Filsafat Ketuhanan dalam Islam merupakan aspek ajaran yang mendasar,

kajian ini harus dilaksanakan secara mengintensifkan.Kata iman berasal dari

bahasa Arab, yang secara etimologi berarti yakin atau percaya. Sedangkan takwa

berasal dari bahasa Arab, secara etimologi artinya hati-hati, waspada, mawasdiri,

dan melindungi. Pengertian Takwa secara terminologi jelas dalam Al-hadits, yang

artinya menjalani semua perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.

3.2 SARAN

Sebagai seorang pemula, kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat

membangun. Karena saran dan kritikan bermanfaat bagi kami untuk memperbaiki

atau memperdalam kajian ini.

DAFTAR PUSTAKA

21
2Langgulung, Pendidikan dan peradaban Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta, Cet.

III, 1985.1985, h. 215. 3Quraish Shihab, Membumikan Alquran –Fungsi dan

peran wahyu dalam kehidupan masyarakat, (Mizan, Bandung, Cet. I, 1992), h.

283. 4Murtadha Muthahhari, Perspektif Alquran tentang manusia dan agama,

(Mizan, (Bandung, Cet. VI, 1413/19921989)

Fauzian,Rinda,2019, Pengantar pendidikan agama islam untuk perguruan tinggi

umum, Sukabumi ; Farha Pustaka

https://www.studocu.com/id/document/universitas-pembangunan-nasional-

veteran-yogyakarta/pendidikan-agama-islam/implementasi-nilai-nilai-agama-

dalam-kehidupan/45504894

https://www.studocu.com/id/document/universitas-pembangunan-nasional-

veteran-jawa-timur/lingkungan-bisnis-dan-manajemen/makalah-konsep-

ketuhanan-dalam-islam/35002004

22

Anda mungkin juga menyukai